Anda di halaman 1dari 34

SKENARIO 2 BLOK 7

TIU:
1. Mahasiswa memahami diagnose dan perjalanan penyakit jaringan
pulpa gigi pada anak
2. Mahasiswa memahami fungsi/peran pemeriksaan radiologi pada
penyakit jaringan pulpa gigi anak
3. Mahasiswa memahami perawatan penyakit jaringan pulpa gigi pada
anak
4. Mahasiswa memahami jenis-jenis material kedokteran gigi
5. Mahasiswa memahami perawatan kedokteran gigi estetis

Lola, seorang anak perempuan berusia 8 tahun diantar ke dokter gigi oleh ibunya
untuk memeriksakan gigi depan atasnya yang tampak berubah warna menjadi
kehitaman. Dari anamnesa diketahui bahwa Lola pernah jatuh dari sepeda sekitar 1
tahun yang lalu dan mulutnya membentur jalan. Pada pemeriksaan klinis terlihat
adanya diskolorasi pada 21; tidak ada fraktur; CE, perkusi, dan palpasi negative. Dari
hasil rontgen periapikal terlihat saluran akar lebar dan foramen apical terbuka lebar
serta tidak ada kelainan periapikal. Dokter gigi melakukan perawatan endodontic pada
gigi tersebut, dan juga menjelaskan kepada pasien bahwa perawatan yang dilakukan
memerlukan beberapa kali kunjungan. Pada kunjungan kedua, dokter gigi
menggunakan kalsium hidroksida, dan beberapa bulan kemudian, berdasarkan hasil
pemeriksaan radiologi, dokter gigi melakukan pengisian saluran akar. Setelah
perawatan endodontic selesai fokter gigi melakukan perawatan untuk memperbaiki
estetis pasien.

KLARIFIKASI ISTILAH:
1. diskolorasi
2. fraktur
3. kalsium hidroksida

IDENTIFIKASI MASALAH
1. Lola berusia 8 tahun datang ke dokter gigi dengan keluhan gigi 21 nya
berubah warna menjadi kehitaman karena jatuh dari sepeda 1 tahun yang lalu
dan mulutnya membentur jalan.
2. Pemeriksaan klinis: diskolorasi pada gigi 21, tidak ada fraktur, CE,
perkusi, dan palpasi negative.
3. Hasil rontgen: saluran akar lebar, foramen apical terbuka lebar, tidak
ada kelainan periapikal.
4. Dokter gigi melakukan perawatan endodontic yang memerlukan
beberapa kali kunjungan.
5. Pada kunjungan kedua dokter menggunakan kalsium hidroksida
6. Beberapa bulan kemudian dokter gigi melakukan pengisian saluran
akar berdasarkan hasil pemeriksaan radiologisnya.
7. Setelah perawatan endodontic selesai, dokter melakukan perawatan
untuk memperbaiki estetis gigi pasien.

ANALISIS MASALAH
1. mengapa gigi 21 Lola tampak berubah warna menjadi kehitaman
karena jatuh dari sepeda dan membentur jalan satu tahun yang lalu?
2. Bagaimana cara mengetahui ada tidaknya fraktur dari pemeriksaan
klinis?
3. Apa interpretasi rontgen dari gigi 21 Lola?
4. Apa diagnose untuk kasus ini?
5. Apa rencana perawatan yang akan dilakukan dokter gigi pada gigi 21
Lola?
6. Bagaimana teknik melakuan perawatan saluran akar pada gigi
permanen muda?
7. Apa tujuan dokter gigi menggunakan kalsium hidroksida pada
kunjungan kedua?
8. Mengapa dokter gigi baru melakukan pengisian saluran akar setelah
beberapa bulan?
9. Apa teknik dan material yang diindikasikan untuk gigi permanen muda
yang mengalami diskolorasi?

HIPOTESIS
Lola (8 tahun) mengalami diskolorasi pada gigi 21 nya karena nekrosis pulpa akibat
trauma, lalu dokter gigi melakukan perawatan saluran akar yaitu apeksifikasi dan
pengisian saluran akar lalu dilanjutkan dengan restorasi estetis.

LEARNING ISSUES:
1. Diskolorasi:
a. Etiologi
Diskolorasi adalah perubahan warna pada gigi. Penyebab perubahan warna secara
umum dibagi atas diskolorasi ekstrinsik dan diskolorasi intrinsik. Penyebab
perubahan warna pada gigi yang juga diperhatikan adalah diskolorasi karena
proses penuaan.

II.1.1 Faktor Ekstrinsik
Perubahan warna pada gigi yang berasal dari luar gigi:
a. Kebersihan mulut yang tidak baik. Perubahan warna pada gigi karena
kebersihan mulut yang tidak baik, dapat menyebabkan gigi bewarna hijau,jingga,
kuning, atau cokelat.
b. Pengaruh makanan dan minuman, misal nya kopi, the, kunyit, dan lain-lain.
c. Pengaruh rokok dan tembakau menghasilkan warna cokelat sampai hitam
pada bagian leher gigi. Distribusi dan perubahan warna yang terjadi bergantung
pada tipe, jumlah, danlama nya kebiasaan merokok.
d. Bahan tambalan logam yang mengandung perak nitrat, bila berkontak
dengan dinding kavitas, lambat laun dapat menyebabkan perubahan warna gigi
menjadi abu-abu gelap.
1


II.1.2 Faktor I ntrinsik
Penyebab perubahan warna gigi berasal dari gigi itu sendiri:
a. Dekomposisi jaringan pulpa atau sisa makanan. Ada nya gas yang
dihasilkan oleh pulpa nekrosis dapat membentuk ion sulfide yang bewarna hitam.
b. Pemakaian anti biotik, misal nya tetrasiklin. Tetrasiklin merupakan
penyebab paling sering dari perubahan warna gigi yang bersifat intrinsik.
Pemakaian obat golongan tetrasiklin selama proses pertumbuhan gigi dapat
menyebab kan perubahan warna gigi yang permanen.
Periode waktu pemberian tetrasiklin yang menyebabkan perubahan warna pada
gigi:
1) Semasa dalam kandungan pada usia kehamilan ibu lebih dari 4 bulan,
molekul tetrasiklin dapat melewati barier plasenta mengenai gigi sulung yang
sedang terbentuk.
2) Masa bayi sesudah lahir sampai usia 5 tahun, pada periode ini terjadi
pembentukan mahkota gigi seri permanen.
Mekanisme nya adalah tetrasiklin akan terikat dengan kalsium dan membentuk
senyawa kompleks berupa kalsium ortofosfat. Jaringan gigi yang sedang dalam
proses mineralisasi itu tidak hanya memperoleh kalsium, tetapi juga molekul
tetrasiklin yang kemudian tertimbun di dalam jaringan dentin dan email.
c. Penyakit metabolic yang berat selama fase pertumbuhan gigi, misal nya
alkaptonuria yang menyebabkan warna cokelat, endemik flourosis yang
menyebabkan bercak cokelat , endemik bercak cokelat pada gigi.
d. Pendarahan dalam kamar pulpa. Ini disebabkan oleh terjadi nya trauma,
aplikasi bahan devitalisasi arsen ataupun eksterpasi pulpa yang masih vital.
e. Medikamentasi saluran akar. Obat terapeutik yang digunakan dalam
endodonti dapat menyebabkan perubahan warna pada gigi, misal nya perak nitrat.
f. Bahan pengisi saluran akar. Di antara bahan pengisi saluran akar gigi yang
dapat mewarnai dentin adalah iodoform dan semen saluran akar yang
mengandung perak atau minyak esensial.
1


Terjadinya perubahan warna pada gigi disebabkan oleh faktor ekstrinsik dan
intrinsik. Diskolorasi ekstrinsik terjadi pada permukaan luar gigi, biasanya lokal
seperti noda teh atau tembakau hilang dengan pemolesan gigi sedangkan
diskolorasi intrinsik terjadinya perubahan warna gigi akibat noda pada email/
dentin seperti stain tetracyclin yang masuk dentin. Perubahan warna akibat obat
ini sulit atau tidak dapat diputihkan, namun jika perubahannya akibat proses
nekrosis dapat dihilangkan. Pada nekrosis pulpa, noda yang terjadi secara alamiah
atau terjadi saat atau setelah email/ dentin terbentuk kadang akibat cedera
traumatik. Adanya iritasi mekanis, bakteri maupun kimiawi yang menyebabkan
penumpukan produk nekrosis di dalam tubulus dentin dan perubahan warna ini
dapat diputihkan secara bleaching internal dengan hasil yang baik.Perdarahan
Intrapulpa, akibat trauma pada gigi dapat menyebabkan terputusnya pembuluh
darah pada pulpa dan terjadi lisis sel darah merah. Adanya perubahan warna ini
pada beberapa kasus ternyata gigi tetap vital dan proses pemutihan gigi berhasil
baik.
Metamorfosis kalsium, merupakan pembentukan dentin sekunder ireguler secara
ekstensif akibat trauma dan menyebabkan odontoblast rusak. Translusensi gigi
akan berkurang hingga menyebabkan gigi kekuningan namun pulpa tetapvital.
Defek perkembangan dapat mengakibatkan perubahan warna gigi karena adanya
kerusakan saat perkembangan gigi atau bahan yang berikatan dengan email/
dentin saat pembentukan gigi, misal adanya fluorosis endemik. Pada gigi yang
porous dan terjadi perubahan warna, pemutihan gigi dapat dilakukan secara
eksternal. Perubahan warna Iatrogenik merupakan perubahan warna akibat
penggunaan bahan-bahan kimia untuk perawatan gigi, misalnya material obturasi
pada kamar pulpa yang tidak bersih, sisa jaringan pulpa saat ekstirpasi, obat-obat
intrakanal golongan fenol dapat penetrasi ke dentin secara perlahan, adanya
restorasi korona, adanya tumpatan amalgam sulit diputihkan dan pada komposit
dapat dilakukan restorasi ulang.
b. Mekanisme
2. Pemeriksaan Klinis pada Fraktur
Fraktur adalah hilangnya atau lepasnya fragmen dari suatu gigi utuh yang biasanya
disebabkan oleh trauma atau benturan-benturan.

Fraktur Akar
Dilakukan tes palpasi untuk mengetahui ada tidaknya fraktur pada akar. Karena tidak
terlihatnya akar secara klinis.
Indikator:
jika terasa ada pergerakan atau getaran dalam penekanan, maka terdapat kemungkinan
adanya fraktur.

Fraktur Mahkota
Dilihat dengan kasat mata dari arah labial maupun lingual / palatal dengan bantuan
kaca mulut dan dibawah cahaya lampu.

3. Pemeriksaan radiografi
a. Interpretasi
Penyakit periapikal merupakan suatu keadaan patologis yang terlokalisir pada
daerah apeks atau ujung akar gigi atau daerah periapikal gigi. interpretasi
gambaran radiografi penyakit jaringan pulpa :
IRREVERSIBLE PULPITIS
Jika mengenai ligamen periodontal maka rasa sakit dapat ditentukan. Pelebaran
ligamen periodontal terlihat pada gambaran radiografi di tahap akhir.
Macam :
Symptomatic Irreversibel Pulpitis
PULP NECROSIS Merupakan hasil irreversible pulpitis yang tidak dirawat
dengan segera, luka trauma atau kejadian-kejadian yang menyebabkan gangguan
jangka panjang.
Total Pulp Nekrosis Tidak ada tanda-tanda sebelum mengenai ligamen
periodontal. Tidak memberikan respon pada berbagai tes. Ada diskolorisasi pada
mahkota gigi anterior.
b. Fungsi
Pemeriksaan radiografik yaitu foto bitewing, periapikal dan panoramik diperlukan
untuk membantu menegakkan diagnosa dalam mempertimbangkan jenis
perawatan yang harus diberikan antara lain memberi evaluasi masalah:
a. Perluasan karies dan kedekatannya dengan pulpa.
b. Keadaan restorasi yang ada.
c. Ukuran dari keadaan ruang pulpa meliputi dentin sekunder, kalsifikasi, resorpsi
interna.
d. Akar: bentuk, resorpsi interna
e. Apeks: tingkat resorpsi, resorpsi patologis, resorpsi yang terlambat
f. Tulang: melihat adanya rarefaction pada daerah periapikal atau bifurkasi,
kehilangan lamina dura, keadaan jaringan periodontal. Adanya rarefaction atau
radiolusen tulang daerah bifurkasi gigi sulung dihubungkan dengan keadaan gigi
non vital dan adanya saluran akar tambahan pada dasar pulpa.
g. Resorpsi akar patologik, dapat interna (dalam saluran akar) atau eksterna
(apeks dan sekitar tulang). Resorpsi interna merupakan indikasi peradangan pulpa
vital, sedangkan resorpsi eksterna menunjukkan pulpa non vital dengan
peradangan yang meluas berlanjut resorpsi tulang di sekitarnya.
Penafsiran Ro-foto anak anak lebih sukar dari pada orang dewasa disebabkan
akar gigi sulung mengalami resorpsi secara fisiologis dan adanya benih gigi
permanen yang tumbuh. Kalsifikasi jaringan pulpa dekat tanduk pulpa
menunjukkan degenerasi pulpa, biasanya pada karies luas dan kronis.
Resorpsi interna merupakan kontra indikasi pulpektomi. Gigi permanen muda
dengan apeks yang belum tertutup dengan gambaran radiolusen di apikal
merupakan keadaan normal (Andlaw, R.J., 1992).
4. Diagnosa
DIAGNOSIS: Nekrosis Pulpa

Definisi :
Nekrosis adalah matinya pulpa. Dapat sebagian atau seluruhnya, tergantung pada
apakah sebagian atau seluruh pulpa terlibat. Nekrosis, meskipun suatu akibat
inflamasi, dapat juga terjadi setelah injuri traumatic yang pulpanya rusak sebelum
terjadi reaksi inflamasi. Sebagai hasilnya, suatu infarkasi iskemik dapat
berkembang dan dapat menyebabkan suatu pulpa nekrotik dengan gangrene
kering. Nekrosis ada dua jenis umum : koagulasi dan likuefaksi/pengentalan dan
pencairan.

Jenis :
Pada nekrosis koagulasi, bagian jaringan yang dapat larut mengendap atau diubah
menjadi bahan solid. Pengejuan (caseation) adalah suatu bentuk nekrosis
koagulasi yang jaringannya berubah menjadi massa seperti keju terdiri terutama
atas protein yang mengental, lemak, dan air. Nekrosis likuefaksi terjadi bila enzim
proteolitik mengubah jaringan menjadi massa yang melunak, suatu cairan, atau
debris amorfus. Hasil akhir dekomposisi pulpa adalah dekomposisi protein, yaitu
hydrogen sulfide, ammonia, substansi lemak, indikan, ptomaine, air, dan karbon
dioksida. Hasil lanjutan, seperti indol, skatol, putresin, dan kadaverin menambah
bau tidak enak yang sering keluar dari suatu saluran akar.

Penyebab :
Nekrosis pulpa dapat disebabkan oleh injuri yang membahayakan pulpa seperti
bakteri, trauma, dan iritasi kimiawi.
Nekrosis pulpa sebagian besar terjadi oleh komplikasi dari pulpitis
baik yang akut mapun yang kronik yang tidak ditata laksana dengan baik dan
adekuat.

Trauma dapat menyebabkan pulpitis yang berakhir dengan nekrosis pulpa.
Menurut Robertson dkk, pada obliterasi kanal pulpa akibat trauma pada gigi
insisivus permanen didapatkan 16% kasus mengalami nekrosis pulpa melalui tes
elektrikal pulpa. Nekrosis juga dapat disebabkan prosedur medik yang dilakukan
oleh klinisi. Menurut Poul dkk, dari 617 gigi dari 51 pasien yang dilakukan
osteotomi pada fraktur Le Fort I didapatkan 0,5% gigi mengalami nekrosis pulpa


Gejala-gejala :
Gigi yang kelihatan normal dengan pulpa nekrotik tidak menyebabkan gejala rasa
sakit. Sering, diskolorasi gigi adalah indikasi pertama bahwa pulpa mati.
Penampilan mahkota yang buram atau opak hanya disebabkan karena translusensi
normal yang jelek, tetapi kadang-kadang gigi mengalami perubahan warna keabu-
abuan atau kecoklat-coklatan yang nyata dan dapat kehilangan kecemerlangan dan
kilauan yang biasa dipunyai. Adanya pulpa nekrotik mungkin ditemukan hanya
secara kebetulan, karena gigi macam itu adalah asimtomatik, dan radiograf adalah
nondiagnostik. Gigi dengan nekrosis sebagian dapat bereaksi terhadap perubahan
termal, karena adanya serabut saraf vital yang melalui jaringan inflamasi di
dekatnya.

Gambar Nekrosis Pulpa yang terlihat diskolorasi keabuan pada mahkota

Diagnosis :
Radiograf umumnya menunjukkan suatu kavitas atau tumpatan besar, suatu jalan
terbuka ke saluran akar, dan suatu penebalan ligament periodontal. Beberapa gigi
tidak mempunyai kavitas ataupun tumpatan, dan pulpanya mati sebagai akibat
trauma. Sedikit pasien mempunyai riwayat rasa sakit parah yang berlangsung
beberapa menit sampai beberapa jam, diikuti oleh penghentian seluruh rasa sakit
yang terjadi sekonyong-konyong. Selama waktu ini, pulpa sudah hampir tamat
riwayatnya dan memberi pasien perasaan seolah-olah aman dan sehat. Pada
kasus lain, pasien tidak sadar bahwa pulpa telah mati secara perlahan-lahan dan
diam-diam, tanpa gejala. Gigi dengan pulpa nekrotik tidak bereaksi terhadap
dingin, tes pulpa listrik, atau tes kavitas. Namun demikian, pada kasus yang jarang
terjadi, timbul suatu reaksi minimal terhadap arus maksimum tester pulpa listrik
bila arus listrik dikonduksi melalui uap lembah yang terdapat pada saluran akar
setelah pencairan nekrosis ke jaringan vital tetangganya. Pada pasien lain,
beberapa serabut saraf apical terus bertahan dan bereaksi dengan cara yang sama.
Serabut saraf tahan terhadap perubahan inflamasi. Suatu korelasi tes dingin dan
tes listrik dan suatu riwayat rasa sakit, bersama dengan pemeriksaan klinis yang
cermat, harus menentukan suatu diagnosis yang tepat.

Bakteriologi :
Banyak bakteri telah diisolasi dari gigi dengan pulpa nekrotik. Pada persentase
tinggi kasus-kasus ini, saluran akar berisi suatu campuran flora microbial, aerobic
dan anaerobic.

Histopatologi :
Jaringan pulpa nekrotik, debris selular, dan mikroorganisme mungkin terlihat di
dalam kavitas pulpa. Jaringan periapikal mungkin normal, atau menunjukkan
sedikit inflamasi yang dijumpai pada ligament periodontal.
Perawatan :
Perawatan terdiri dari preparasi dan obturasi saluran akar. preparasi saluran akar :
1.Preparasi akses
2.Ekstirpasi pulpa
3.Debridement
4.Drying
5.Obturasi
6.Restorasi : disesuaikan dengan kondisi jaringan gigi yang masih ada.
5. Rencana Perawatan
a. Apeksifikasi
Pengertian
Apeksifikasi adalah suatu perawatan endodontik yang bertujuan untuk
merangsang perkembangan lebih lanjut atau meneruskan proses pembentukan apeks
gigi yang belum tumbuh sempurna, tetapi sudah mengalami kematian pulpa.
Apeksifikasi ini terjadi dengan membentuk suatu jaringan keras pada apeks gigi
tersebut. Apeksifikasi merupakan suatu perawatan pendahuluan pada perawatan
endodontik dengan menggunakan kalsium hidroksida sebagai bahan pengisian saluran
akar yang bersifat sementara pada gigi non vital dengan apeks gigi yang terbuka atau
belum terbentuk sempurna. Setelah dilakukan apeksifikasi, diharapkan foramen apikal
sudah tertutup sehingga perawatan dapat dilanjutkan dengan pengisian saluran akar
menggunakan gutta percha.

Indikasi
Perawatan apeksifikasi dilakukan pada:
- Gigi dewasa muda non vital.
- Foramen apikalnya masih terbuka atau belum terbentuk sempurna.

Kontraindikasi
Perawatan apeksifikasi tidak dilakukan jika pada gigi dewasa muda yang non vital
dijumpai adanya kelainan periapikal.

Teknik Perawatan
Perawatan apeksifikasi dilakukan dengan dua kali kunjungan. Pengisian
saluran akar yang digunakan pada perawatan apeksifikasi ini adalah kalsium
hidroksida. Selain itu, digunakan CMCP (Camphorated Parachlorophenol) yang
mempunyai sifat desinfeksi terhadap kuman-kuman yang masih ada, serta tidak
mengiritasi jaringan. Teknik perawatan apeksifikasi yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
a. Kunjungan pertama
1. Rontgen foto.
2. Pembukaan atap pulpa.
3. Menentukan panjang kerja gigi.
4. Preparasi ruang pulpa diikuti dengan penghalusan dinding ruang pulpa.
5. Irigasi dengan H
2
O
2
3% dan NaOCl 2% untuk membersihkan kotoran-kotoran
ruang pulpa, kemudian keringkan dengan paper point steril.
6. Setelah itu ditutup dengan cotton pellet yang ditetesi dengan CMCP yang
diletakkan pada kamar pulpa dan ditutup dengan tambalan sementara.
b. Kunjungan kedua
1. Tumpatan sementara dibuka, cotton pellet dikeluarkan, keadaan saluran akar
diperiksa dengan paper point steril. Bila saluran akar masih basah dilakukan
perawatan kembali.
2. Bila sudah kering, saluran akar diirigasi untuk membersihkan sisa-sisa kotoran
yang tersisa, kemudian dikeringkan dengan paper point steril. Disiapkan
campuran kalsium hidroksida dengan CMCP dengan konsistensi campuran
yang kental.
3. Masukkan campuran tadi ke dalam saluran akar dengan menggunakan
endodontik plugger, lentulo, atau syringe, diusahakan campuran kalsium
hidroksida tidak melewati apikal gigi. Pada pengisian ini kepekaan pasien
digunakan sebagai petunjuk dalam menentukan kedalaman pengisian campuran
kalsium hidroksida dan perlu juga dilakukan pengecekan secara radiografis
untuk memeriksa kedalaman pengisian saluran akar.
4. Setelah pengisian saluran akar, diletakkan cotton pellet steril di kamar pulpa,
lalu diberikan zinc oxide phosphate.

b. Pengisian Saluran Akar
Saluran Akar dapat dilakukan pengisian dengan syarat :
1. Gigi asimptomatik
2. Saluran akar cukup kering
3. Tes bakteri negatif
4. Fistula telah tertutup
Pengisian saluran akar secara umum dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu
kondensasi lateral dan kondensasi vertikal , berikut ini merupakan teknik pengisian
kondensasi lateral :
1. Pilih Gutap dengan ukuran nomor file sesuai dengan MAF, sebagai
master cone potong sesuai dengan panjang kerja.
2. Saluran akar maupun gutap diolesi dengan sealer menggunakan lentulo
yang diputar dengan putaran low speed contra angle, dengan gerakan ditarik
ke arah koronal
3. Guta percha utama dimasukkan ke dalam saluran akar, semaksimal
mungkin ditekan lateral menggunakan spreader, sisa ruang saluran akar diisi
lagi dengan guta percha sampai penuh
4. Kelebihan gutta percha dipotong sampai orrifis menggunakan
ekskavator yang dipanaskan.
5. Kavitas ditumpat dengan menggunakan tumpatan sementara
Teknik pengisian saluran akar dengan kondensasi vertikal, dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
1. Master Cone (Gutta percha utama) dipanaskan dengan cara yang biasa
2. Dinding saluran akar dilapisi dengan lapisan tipis sealer
3. Gutta percha di beri sealer
4. Ujung koronal gutta percha dipotong dengan instrumen yang
dipanaskan
5. Kondensor vertikal dengan ukuran yang sesuai dengan master cone
dimasukkan ke dalam saluran akar dan tekanan vertikal dikenakan pada gutta
percha yang telah dipanasi
6. Bagian sisa saluran akar diisi dengan gutta percha yang kemudian di
potong dengan instrumen yang panas
7. Lakukan foto rontgen untuk mengetahui keberhasilan pengisian
saluran akar

Jika pengisian saluran akar hermetis maka dapat dilakukan restorasi
c. Bleaching
Bleaching adalah suatu cara pemutihan kembali gigi yang berubah warna sampai
mendekati warna gigi asli dengan proses perbaikan secara kimiawi.
Pada umumnya, ada beberapa cara penanggulangan perubahan warna yang terjadi
pada gigi, seperti pembuatan pelapisan dengan mahkota tiruan. Namun, dewasa ini
bleaching lebih dianjurkan karena mempunyai keuntungan sebagai berikut:
- Dari segi estetis lebih baik karena tidak banyak dilakukan pengambilan
jaringan keras gigi.
- Iritasi pada gingiva dapat dihindari.
- Perawatan relative lebih mudah dibandingkan dengan mahkota tiruan.
Indikasi dan Kontraindikasi
A. Bleaching Intrakoronal
Indikasi :
a. Gigi non vital yang mengalami diskolorasi
b. Pengisian gutta perca yang terkondensasi dengan baik
c. Tidak ada tanda penyakit periapikal secara klinis dan radiografis
Kontraindikasi :
a. Gigi dengan restorasi yang besar.
b. Pewarnaan karena amalgam.
c. Gigi dengan pengisian saluran akar yang tidak sempurna

B. Bleaching Ekstrakoronal
Indikasi :
a. Dilakukan pada gigi yang masih vital.
b. Pewarnaan yang terjadi karena pengaruh tetrasiklin/plak.
Bahan dan alat yang digunakan
a. Rubber dam
b. Semen seng fosfat atau IRM
c. Asam fosfor 37%
d. Bahan bleaching, seperti:
o superoxol
suatu cairan hydrogen peroksida encer (30-35%). Merupakan suatu
cairan yang jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak mudah
terbakar. Bahan ini dapat membakar kulit, namun akan hilang setelah
beberapa jam jika dicuci dengan air.
o karbamid peroksida
o natrium perborate
merupakan bubuk yang bila pada keadaan mencair melepaskan
oksigen. Berfungsi sebagai pengoksida yang baik dan juga sebagai
antiseptic.
e. Cotton wool
f. Semen ionomer kaca
g. Gutta perca untuk restorative sementara
h. Resin komposit
i. Kalsium hidroksida yang non-setting
Teknik :
1. Melakukan foto radiografi periapikal terlebih dahulu sebelum
pelaksanaan bleaching; hal ini sangat penting untuk mengetahui pengisian
saluran akar yang memadai
2. Bersihkan gigi dengan pumis dan buat tanda dari bayangan gigi yang
mengalami diskolorasi
3. Tempatkan rubber dam. Pastikan perlindungan mata dan pakaian yang
memadai untuk pasien, operator dan perawat gigi.
4. Hilangkan restorasi palatal dan restorasi kamar pulpa
5. Hilangkan pengisi saluran akar sampai batas dentogingival junction
6. Tempatkan 1 mm semen di atas gutta perca
7. Dentin yang berubah warna dibuang dengan bur round. Jangan
dihilangkan secara berlebihan
8. Lakukan etsa pada kamar pulpa dengan asam forfor 37% selama 30-60
detik, bilas dan keringkanhal ini akan memfasilitasi jalan masuknya
hydrogen peroksida
9. Tempatkan bahan bleaching, dapat dengan menggunakan cotton wool,
pada kamar pulpa. Tempatkan di dalam gigi, menggunakan instrument plastis
atau cotton wool.
10. Panaskan instrument dan ditekan selama beerapa detik di atas butiran
kapas untuk menekan hydrogen peroksida meresap ke dalam tubulus dentin.
Dapat juga digunakan lampu foto 500 watt dengan jarak 50-60cm dari gigi
pasien. Pada saat pemanasan dengan lampu ini, mata pasien dilindungi dengan
kaca mata gelap atau handuk.
11. Dilanjutkan dengan pemanasan kapas dengan superoxol yang
ditempatkan di permukaan labial dan palatal gigi.
12. Tutup kavitas dengan semen ionomer kaca
13. Ulangi proses tersebut selama beberapa minggu sampai gigi sedikit
overbleach
14. Tempatkan kalsium hidroksida yang non-setting kedalam kamar pulpa
selama 2 minggu. Tutup dengan GIC
15. Terakhir, restorasi gigi dengan gutta perca putih (untuk memfasilitasi
terbukanya kembali kamar pulpa, jika dibutuhkan dilakukan dilain waktu) dan
resin komposit
Teknik Walking Bleach
1. Olesi jaringan lunak gingival bagian labial dan lingual dengan vaselin.
2. Pasang isolator karet.
3. Bersihkan rongga pulpa dengan alcohol dan dikeringkan dengan
menggunakan kapas kecil.
4. Pasta, campuran superoxol dan bubuk natrium perborat, dimasukkan
ke dalam rongga pulpa dan dikeringkan dengan kapas kecil.
5. Kemudian ditutup sementara dengan cavit atau semen seng fosfat.
6. Prosedur diulangi seminggu sekali hingga didapatkan warna yang
dikehendaki.
Proses terjadinya pemutihan gigi
Perubahan yang terjadi pada lapisan gigi yang disebabkan oleh reaksi dari H2O2 30%
dengan molekul apatit, dengan proses pemanasan akan terjadi reaksi sebagai berikut:

Hidroksi apatit ini bereaksi dengan superoxol dan menyebabkan pengendapan CaO.
CaO inilah yang menimbulkan warna putih pada gigi.
Prognosis
Jika warna gigi secara signifikan tidak menunjukkan perubahan setelah tiga kali
pergantian bahan bleach maka dianggap tidak berhasil, dan proses bleaching
selanjutnya tidak boleh dilakukan. Jumlah pengaplikasian maksimal dari bleaching
biasanya adalah 10 kali. Kegagalan dari gigi yang dibleaching dapat disebabkan
karena penghilangan bahan pengisi dari kamar pulpa yang tidak memadai atau bahan
bleaching yang kadaluarsa. Kedua faktor ini harus dicek sebelum membatalkan
prosedur.
Faktor yang memengaruhi prognosis bleaching adalah:
1. Umur pasien
Pada pasien muda, prognosisnya lebih baik karena tubulus dentin masih lebar
sehingga bahan pemutih dapat berpeneterasi dengan baik.
2. Penyebab perubahan warna
Jika perubahan warna berasal dari unsure metal, prognosisnya jelek dan
keberhasilan teknik bleaching tidak akan tercapai. Ptognosis dikatakan baik
untuk perubahan warna yang disebabkan oleh jaringan pulpa atau komponen
darah yang nekrosis.
3. Lamanya bahan bleaching berada dalam pulpa
Jika waktunya lebih lama, hasil bleaching lebih baik karena dapat memengaruhi
jauhnya penetrasi bahan tersebut ke dalam tubulus dentin.
Akibat bleching
Meskipun beberapa peneliti dan praktisi melaporkan hasil perawatan yang
memuaskan baik pemutihan gigi vital maupun intrakanal, beberapa dampak dari
perawatan perlu dipertimbangkan. Dengan demikian dapat dicari upaya untuk
melakukan perawatan yang aman.
Rotstein dkk. Mengutarakan adanya resorpsi eksterna di bagian leher gigi
setelah pemutihan intrakorona, yang ditemukan oleh beberapa peneliti. Selanjutnya
resorpsi ekstrena ini kan diperhebat dengan adanya defek pada sementum di leher
gigi. Resorpsi ini disebabkan oleh perembesan bahan pemutih, yang selanjutnya akan
menyebabkan inflamasi di daerah tersebut dan akan mengaktifkan sementoklast.
Perembesan ini dimungkinkan karena dentin gigi yang sudah dilakukan perawatan
endodontik intrakanal menjadi lebih permeabel. Dalam penelitian berukutnya Rotstein
menemukan 3 macam pola resorpsi eksterna, yaitu resorpsi inflamasi, fibrotik, dan
reparatif setelah pemutihan dengan pemanasan, yang terjadipada 18% dari gigib
percobaan. Disimpulkan pula bahwa penutupan kamar pulpa dengan kalsium
hidroksid setelah pemutihan setelah pemutihan tidak memberikan hasil yang
bermakna. Kamizar melaporkan hasil penelitiannya secara in vitro bahwa ada
perembesan bahan pemutih secara bermakna di daerah leher gigi, pada pemutihan
yang dilakukan dengan natrium perborat, baik yang dicampur dengan hidrogen
peroksid 30%, 3%, maupun dengan air. Perembesan ini masih terjadi sampai hari ke 7
sesudah bahan pemutih dimasukan ke kamar pulpa. Selanjutnya terbukti bahwa
jumlah perembesan pada kelompok yang menggunakan hidrogen peroksid 30% secara
bermakna paling besar.
Mengenai dampak pemutihan gigi vital, bowles dan thompson melaporkan
hasil penelitiannya bahwa baik pemanasan maupun hidrogenperoksid mempunyai
efek destruktif terhadap enzim di dalam jaringan pulpa. Ternyata efek pemansan lebih
merusak daripada efek hidrogen peroksid, dan efek keduanya jika bersamaan menjadi
sinergistik. Semua enzim yang digunakan dalam percobaan akan terpengaruh oleh
paparan hidrogen peroksid 15% dengan pemanasan 50 derajat celcius selama 30
menit. Dengan hasil ini dapat dicurigai bahwa kerusakan seluler dapat terjadi sesudah
pemutihan gigi vital. Karena itu pemutihan gigi vital harus dilakukan dengan hati
hati dan tidak boleh dilakukan pada anak anak yang ruang pulpanya maih besar.
Kecuali pemanasan harus dilakukan bertahap dan ditanyakan apakah pasien masih
merasa ngilu

d. Crown
Crown pada gigi desidui
Perawatan estetik dari beberapa karies gigi anterior adalah tantangan yang paling
besar bagi dokter gigi anak. Restorasi penutupan keseluruhan estetik dapat digunakan
untuk gigi primer anterior dan posterior.
Indikasi restorasi penutupan keseluruhan estetik untuk gigi anterior :
Lesi interproksimal yang luas pada gigi insisivus
Kerusakan hipoplastik pada gigi insisor
Diskolorasi pada gigi insisor
Insisor yang telah berada di bawah perawatan pulpa dengan kehilangan
struktur gigi yang banyak
Insisor dengan kehilangan gigi akibat trauma atau karies
Insisor dengan lesi karies yang kecil dan dengan diskolorasi area servikal yang
luas
Tipe full coverage untuk gigi anterior :
Stainless steel crowns

Open faced steel crowns

Pre-veneered steel crowns

Resin (composite) strip crowns

Polycarbonate crowns

Composite strip crown

Adalah bentuk crown dari bahan komposit yang berisi seluloid. Bahan ini
mengandalkan ikatan enamel dan dentin untuk retensi. Oleh karena itu, kekurangan
struktur gigi, adanya cairan atau pendarahan berkontribusi pada retensi komposit.

Keuntungan :
Untuk estetik gigi anterior
Harga bahan terjangkau
Waktu pengaplikasian baik
Kekurangan :
Tekniknya sensitif
Tidak bertahan lama seperti SSC, pre-veneered crown atau polycarbonat
crown, dan tidak diindikasikan pada pasien dengan kebiasaan bruxism atau
gigitan yang kuat
Kontrol cairan yang adekuat dapat sulit pada pasien yang tidak koperatif


Pre-veneered stainless steel crown memecahkan masalah yang berhubungan pada
SSC, composite strip crown.

Keuntungan :
Astetiknya bagus
Waktu operasi yang relatif pendek
Daya tahan seperti steel crown
Kurang sensitif terhadap cairan selama pengaplikasian daripada composite
strip crown
Kerugian :
Tiga kali lebih mahal dari SSC, CSC, dan polycarbonat crown
Teknik tidak megikuti pengonturan kembali dan pembentukan kembali
mahkota
Gigi disesuaikan pada mahkota daripada menyesuaikan mahkota pada gigi
Karena mengerut dibatasi pada permukaan lingual

SSC

Keuntungan :
Sangat tahan lama, retentif dan wearnya baik
Waktu pegaplikasi lebih cepat dibandingkan teknik lainnya.
Dapat diguakan ketika gingiva berdarah atau adanya cairan
Tidak mahal
Kerugian :
Estetiknya rendah, beberapa orang tua lebih memilih pencabutan daripada
melakukan restorasi gigi.

Sangat penting untuk mencoba menjaga gigi primer hingga mereka siap untuk
tanggal.
Dokter gigi akan menggunakan crown pada gigi molar dan anterior primer dalam
beberap a kasus :
Ketika gigi memiliki karies yang luas, sering pada 3 permukaan atau lebih
Ketika penambalan sangat luas, karena luasnya penambalan dapat
melemahkan gigi dan membuatnya hancur
Ketika gigi primer tidak normal perkembangannya
Ketika anak dengan karies yang tinggi juga memiliki OH yang rendah. Dalam
hal ini, crown dapat menjaga gigi dari karies
Adanya karies yang luas pada beberapa permukaan
Gigi dalam perawatan saluran akar
Gigi telah hancur atau pun hilang
Gigi yang telah diskorasi dan ortu atau pun anak memerhatikan
penampilannya





e. Material Restorasi Estetis
Bahan Restorasi Gigi Estetik Berbahan Resin
Nirpasi (Akrilik)
Resin akrilik terbentuk melalui proses polimerisasi adhisi radikal bebas yang
membentuk polimetil metakrilat (PMMA). Monomernya, metil metakrilat (MMA)
dengan Me sebagai CH3. PMMA, sejenis ester dari asam metakrilat
(CH2=C[CH3]CO2H), tergolong dalam kelompok akrilik yang penting dari resin.
Konversi monomer menjadi polimer melibatkan urutan normal dari aktivasi,
inisiasi, propagasi dan terminasi. Polimerisasi metil metakrilat menjadi akrilik
terjadi apabila radikal bebas terbentuk dari initiator dan menyerang ikatan ganda
karbon-karbon pada monomer metil metakrilat yang pertama. Resin tersebut hadir
dalam bentuk heat-cured ataupun cold-cured (Baum, 1997)
Klasifikasi Akrilik
a. Heat-cured Resin
Material ini terdiri dari bubuk dan cairan, bila mana dicampur dengan panas yang
berterusan, akan membentuk sebuah solid yang rigid. Formulasi bahan-bahan
dalam resin heat-cured adalah bertujuan :
a. Proses dough technique dapat dilakukan
b. Shrinkage akibat polimerisasi dapat diminimalkan.
c. Panas dari reaksi polimerisasi dapat dikurangi (Anusavice, 2003)
Komposisi Heat-Cured Acrylic Resin
Bubuk
Beads atau granula dari polimetil
metakrilat
Initiator benzoil peroksida
Pigment / pewarna
Bahan opak titanium / zink oksida
Plasticiser dibutil pthalat
Serat sintetik nilon / akrilik
Cairan
Monomer metil metakrilat
Inhibitor- hydroquinone
Crosslinking agent etilene
glikoldimetakrilat
(Anusavice, 2003)
Dough technique membantu untuk memudahkan proses pembuatan gigi tiruan.
Shrinkage akibat polimerisasi dapat dikurangi jika dibanding dengan penggunaan
monomer lain (bukan beads atau granules PMMA), karena kebanyakan material
yang digunakan telah pun terpolimerisasi. Reaksi polimerisasi sangat eksotermik
karena sejumlah energi panas (80 Kj/Mol) dibebaskan sewaktu ikatan C = C
dikurangkan menjadi C C. Oleh karena sejumlah besar bagian dari campuran
adalah dalam bentuk yang telah terpolimersasi maka potensi untuk menjadi terlalu
panas semasa proses tersebut dapat dikurangi. Selain itu, karena suhu maksimum
yang akan dicapai juga berkurang, jumlah kontraksi termal juga akan
berkurang (Anusavice, 2003)
Monomer MMA tersebut sangat mudah menguap dan mudah terbakar maka,
wadah yang digunakan haruslah tertutup sepanjang masa dan dijauhkan dari direct
heat. Wadahnya yang berupa botol kaca gelap akan memanjangkan shelf life
monomer dengan menghindari reaksi polimerisasi spontan dari
cahaya (Anusavice, 2003)
Hidroquinon juga membuat monomer bertahan lama dengan bereaksi secara cepat
terhadap mana-mana radikal bebas yang mungkin terbentuk secara spontan di
dalam cairan tersebut dan mengasilkan bentuk radikal bebas yang stabil sehingga
tidak dapat menginisiasi proses polimerisasi (Anusavice, 2003)
b. Cold-cure Resin
Sifat kimiawi resin ini sama seperti resin heat-cured, kecuali diinisiasi oleh amina
tersier (contohnya dimetil-P-toluidin) berbanding oleh heat.Metode ini tidak
seefisien metode heat-cure dan pada kebiasaannya akan menghasilkan material
yang mempunyai berat molekular rendah. Ini dapat berakibat kepada efek yang
kurang baik terhadap kekuatan material tersebut. Proses ini juga menyebabkan
adanya peningkatan monomer residual yang tidak teraktivasi dalam resin tersebut.
Stabilitas warna juga tidak sebaik pada resin heat-cured sehingga cenderung untuk
menjadi warna kuning. Material ini sangat mudah untuk terjadinya penyebaran
(creep) sehingga dapat menyebabkan terjadinya distorsi pada gigi tiruan sewaktu
pemakaian (Anusavice, 2003)
Akrilik Sebagai Bahan Restorasi Gigi Estetis
Sebagai pengganti semen silikat yang pertama adalah resin yang dikeraskan
mealui reaksi kimia, terdiri atas kombinasi bubuk cairan. Bubuknya adalah poli
(metal metarilat) dalam bentuk butiran atau yang sudah dihaluskan, sedangkan
cairannya adalah metal metakrilat yang secara umum disertai dengan bahan
pengikat. Warna dimasukkan ke dalam butiran bubuk. Sumber energi untuk reaksi
pengerasan diperoleh dari sistem reaksi amine-peroksida. Walaupun tidak larut
dalam cairan mulut, resin yang pertama mempunyai warna yang kurang stabil.
Selain itu, kecepatan dan kesempurnaan proses polimerisasinya tidak dapat
dipercaya juga menimbulkan kebocoran kecil atau pori yang tidak tertutup
sempurna di sekeliling restorasi. Kebocoran dan perlindungan yang kurang baik
terhadap pulpa menyebabkan banyak gigi yang kehilangan vitalitasnya (Baum,
1997)
Sifat-sifat resin nirpasi yang tipikal (kekuatan yang rendah, modulus dan
kekerasan) menghalangi pemakaian bahan ini untuk tambalan yang digunakan
menahan tekanan kunyah. Selain sifat-sifat mekanis yang rendah ini, pengerutan
setelah mengeras (5-8%) dan koefisien pemuaian oleh panas yang tinggi (7-8 kali
dibanding gigi) menimbulkan masalah pada bahan ini (Baum, 1997)
Karena resin tidak melekat ke struktur gigi, pengerasan menyebabkan bahan ini
mengerut dari pinggiran dan dinding kavitas, sehingga terjadi kebocoran tepi,
diperparah nantinya dengan perubahan dimensional dari resin karena fluktuasi
temperatut di dalam mulut (Baum, 1997)
Untuk mengurangi masalah perubahan dimensional dan karena itu, memperbaiki
adaptasi tambalan ke kavitas, teknik kompensasi penambalan bahan ini
dikembangkan. Cara yang terbaik untuk itu adalah dengan memasukkan campuran
monomer dan polimer sedikit demi sedikit ke dalam kavitas. Tujuannnya adalah
adonan yang sedikit demi sedikit akan membasahi struktur gigi lebih baik
daripada sekaligus dimasukkan, dan diharapkan retensi mekanisnya ke dinding
kavitas juga lebih baik. Dasar dari teknik penambalan sedikit demi sedikit adalah
untuk mengompensasi pengerutan yang terjadi pada saat pengerasan. Campuran
pertama yang dimasukkan ke dalam dasar kavitas akan sudah terpolimerisasi
sebagian sewaktu campuran berikutnya diambil serta dimasukkan ke dalam
kavitas. Sehingga adanya ruangan karena pengerutan lapisan pertama akan diisi
oleh lapisan berikutnya (Baum, 1997).
Sekarang telah dikembangkan metode-metode baru untuk memperbaiki adaptasi
resin ke dinding kavitas, suatu metode yang merupakan langkah baku dalam
semua teknologi tambaan resin. Metode ini disebut teknik etsa asam (Baum,
1997)
Di samping perbaikan prosedur klinis, adalah nyata dari awal diskusi ini bahwa
system resin akrilik nirpasi mempunyai sifat yang disesuaikan dengan kinerja
klinis dari tambalan. Tidak bias dicegah akan muncul era baru dalam tambalan
resin yang dinamai komposit. Penelitian-penelitian telah menyebabkan
ditemukannya resin restorative berkualits tinggi yang banya digunakan pada masa
ini (Baum, 1997).
Kelebihan Dan Kekurangan Akrilik
a. Kelebihan Akrilik
- Mempunyai nilai estetis yang baik.
- Mudah dan murah untuk diproses.
- Biokompatibilitas yang baik terhadap jaringan rongga mulut.
- Mempunyai warna yang stabil.
- Tidak mempunyai bau dan rasa(Anusavice, 2003)
b. Kekurangan Akrilik
- Mempunyai kekuatan yang rendah.
- Konduktivitas termal yang rendah.
- Rentan terhadap distorsi.
- Daya tahan terhadap benturan yang rendah (Anusavice, 2003)
Resin Komposit
Istilah bahan komposit mengacu pada kombinasi tiga dimensi dari sekurang-
kurangnya dua bahan kimia yang berbeda dengan satu komponen pemisah yang
nyata diantara keduanya. Bila didapat konstruksi molekuler yang tepat, kombinasi
ini akan memberikan kekuatan yang tidak dapat diperoleh bila hanya digunakan
satu komponen saja. Bahan restorasi resin komposit adalah suatu bahan matriks
resin yang di dalamnya ditambahkan pasi anorganik (quartz, partikel silica
koloidal) sedemikian rupa sehingga sifat-sifat matriksnya ditingkatkan. Dalam
ilmu kedokteran gigi istilah resin komposit secara umum mengacu pada
penambahan polimer yang digunakan untuk memperbaiki enamel dan dentin.
Resin komposit digunakan untuk mengganti struktur gigi dan memodifikasi
bentuk dan warna gigi sehingga akhirnya dapat mengembalikan fungsinya. Resin
komposit dibentuk oleh tiga komponen utama yaitu resin matriks, partikel bahan
pengisi, dan bahan coupling (Baum, 1997).
A. Komposisi
Komposisi resin komposit tersusun dari beberapa komponen. Kandungan utama
yaitu matriks resin dan partikel pengisi anorganik. Disamping kedua bahan
tersebut, beberapa komponen lain diperlukan untuk meningkatkan efektivitas dan
ketahanan bahan. Suatu bahan coupling (silane) diperlukan untuk memberikan
ikatan antara bahan pengisi anorganik dan matriks resin, juga aktivator-aktivator
diperlukan untuk polimerisasi resin. Sejumlah kecil bahan tambahan lain
meningkatkan stabilitas warna (penyerap sinar ultra violet) dan mencegah
polimerisasi dini (bahan penghambat seperti hidroquinon) (Baum, 1997).
a. Resin matriks
Kebanyakan bahan komposit menggunakan monomer yang merupakan diakrilat
aromatik atau alipatik. Bisphenol-A-Glycidyl Methacrylate (Bis- GMA),Urethane
Dimethacrylate (UDMA), dan Trietilen Glikol Dimetakrilat (TEGDMA)
merupakan Dimetakrilat yang umum digunakan dalam resin komposit. Monomer
dengan berat molekul tinggi, khususnya Bis-GMA amatlah kental pada temperatur
ruang (25 0 C). Monomer yang memiliki berat molekul lebih tinggi dari pada
metilmetakrilat yang membantu mengurangi pengerutan polimerisasi. Nilai
polimerisasi pengerutan untuk resin metil metakrilat adalah 22 % V dimana untuk
resin Bis-GMA 7,5 % V. Ada juga sejumlah komposit yang menggunakan UDMA
ketimbang Bis-GMA (Baum, 1997).
Resin Bis-GMA, UDMA digunakan sebagai basis resin, sementara TEGDMA
digunakan sebagai pengencer. Bis-GMA dan UDMA merupakan cairan yang
memiliki kekentalan tinggi karena memiliki berat molekul yang tinggi.
Penambahan filler dalam jumlah kecil saja menghasilkan komposit dengan
kekakuan yang dapat digunakan secara klinis. Untuk mengatasi masalah tersebut,
monomer yang memiliki kekentalan rendah yang dikenal sebagai pengontrol
kekentalan ditambahkan seperti metil metkrilat (MMA), etilen glikol dimetakrilat
(EDMA), dan trietilen glikol dimetakrilat (TEGDMA) adalah yang paling sering
digunakan (Baum, 1997).

b. Partikel bahan pengisi
Penambahan partikel bahan pengisi kedalam resin matriks secara signifikan
meningkatkan sifatnya. Seperti berkurangnya pengerutan karena jumlah resin
sedikit, berkurangnya penyerapan air dan ekspansi koefisien panas, dan
meningkatkan sifat mekanis seperti kekuatan, kekakuan, kekerasan, dan ketahanan
abrasi. Faktor-faktor penting lainnya yang menentukan sifat dan aplikasi klinis
komposit adalah jumlah bahan pengisi yang ditambahkan, ukuran partikel dan
distribusinya, radiopak, dan kekerasan (Baum, 1997).
c. Bahan Pengikat
Bahan pengikat berfungsi untuk mengikat partikel bahan pengisi dengan
resinmatriks. Adapun kegunaannya yaitu untuk meningkatkan sifat mekanis dan
fisikresin, dan untuk menstabilkan hidrolitik dengan pencegahan air. Ikatan ini
akan berkurang ketika komposit menyerap air dari penetrasi bahan pengisi resin.
Bahan pengikat yang paling sering digunakan adalah organosilanes (3-metoksi-
profil-trimetoksi silane). Zirconates dan titanates juga sering digunakan (Baum,
1997).
B. Sifat Sifat Resin Komposit
Komposit sama halnya dengan bahan restorasi kedokteran gigi yang lain, resin
komposit juga memiliki sifat. Ada beberapa sifat sifat yang terdapat pada resin
komposit, antara lain (Anusavice, 2003).
1. Sifat fisik
Secara fisik resin komposit memiliki nilai estetik yang baik sehingga nyaman
digunakan pada gigi anterior. Selain itu juga kekuatan, waktu pengerasan dan
karakteristik permukaan juga menjadi pertimbangan dalam penggunaan bahan
ini (Anusavice, 2003).
a. Warna.
Sifat-sifat fisik tersebut diantaranya: Resin komposit resisten terhadap perubahan
warna yang disebabkan oleh oksidasi tetapi sensitive pada penodaan. Stabilitas
warna resin komposit dipengaruhi oleh pencelupan berbagai noda seperti kopi,
teh, jus anggur, arak dan minyak wijen. Perubahan warna bisa juga terjadi dengan
oksidasi dan akibat dari penggantian airdalam polimer matriks. Untuk
mencocokan dengan warna gigi, komposit kedokteran gigi harus memiliki warna
visual (shading) dan translusensi yang dapat menyerupai struktur gigi.
Translusensi atau opasitas dibuat untuk menyesuaikan dengan warna email dan
dentin(Anusavice, 2003).
b. StrengthTensile dan compressive strength
Tensile strength Resin komposit ini lebih rendah dari amalgam, hal ini
memungkinkan bahan ini digunakan untuk pembuatan restorasi pada pembuatan
insisal. Nilai kekuatan dari masing-masing jenis bahan resin komposit
berbeda(Anusavice, 2003).

c. Setting
Dari aspek klinis setting komposit ini terjadi selama 20-60 detik sedikitnya waktu
yang diperlukan setelah penyinaran. Pencampuran dan setting bahan dengan light
cured dalam beberapa detik setelah aplikasi sinar. Sedangkan pada bahan yang
diaktifkan secara kimia memerlukan setting time 30 detik selama pengadukan.
Apabila resin komposit telah mengeras tidak dapat dicarving dengan instrument
yang tajam tetapi dengan menggunakan abrasive rotary (Anusavice, 2003).
2. Sifat mekanis
Sifat mekanis pada bahan restorasi resin komposit merupakan faktor yang penting
terhadap kemampuan bahan ini bertahan pada kavitas. Sifat ini juga harus
menjamin bahan tambalan berfungsi secara efektif, aman dan tahan untuk jangka
waktu tertentu (Anusavice, 2003).
a. Adhesi
Sifat-sifat yang mendukung bahan resin komposit diantaranya yaitu : Adhesi
terjadi apabila dua subtansi yang berbeda melekat sewaktu berkontak disebabkan
adanya gaya tarik menarik yang timbul antara kedua benda tersebut. Resin
komposit tidak berikatan secara kimia dengan email. Adhesi diperoleh dengan dua
cara. Pertama dengan menciptakan ikatan fisik antara resin dengan jaringan gigi
melalui etsa. Pengetsaan pada email menyebabkan terbentuknya porositas tersebut
sehingga tercipta retensi mekanis yang cukup baik. Kedua dengan penggunaan
lapisan yang diaplikasikan antara dentin dan resin komposit dengan maksud
menciptakan ikatan antara dentin dengan resin komposit tersebut (dentin bonding
agent)(Anusavice, 2003).
b. Kekuatan dan keausan
Kekuatan kompresif dan kekuatan tensil resin komposit lebih unggul
dibandingkan resin akrilik. Kekuatan tensil komposit dan daya tahan terhadap
fraktur memungkinkannya digunakan bahan restorasi ini untuk penumpatan sudut
insisal. Akan tetapi memiliki derajat keausan yang sangat tinggi, karena resin
matriks yang lunak lebih cepat hilang sehingga akhirnya filler lepas (Anusavice,
2003).
3. Sifat khemis
Resin gigi menjadi padat bila berpolimerisasi. Polimerisasi adalah serangkaian
reaksi kimia dimana molekul makro, atau polimer dibentuk dari sejumlah molekul
molekul yang disebut monomer. Inti molekul yang terbentuk dalam sistem ini
dapat berbentuk apapun, tetapi gugus metrakilat ditemukan pada ujung
ujungrantai atau pada ujung ujung rantai percabangan. Salah satu metakrilat
multifungsional yang pertama kali digunakan dalam kedokteran gigi adalah resin
Bowen (Bis-GMA). Resin ini dapat digambarkan sebagai suatu ester aromatik dari
metakrilat, yang tersintesa dari resin epoksi (etilen glikol dari Bis-fenol A) dan
metal metakrilat. Karena Bis-GMA mempunyai struktur sentral yang kaku (2
cincin) dan dua gugusOH, Bis-GMA murni menjadi amat kental. Untuk
mengurangi kekentalannya, suatu dimetakrilat berviskositas rendah seperti
trietilen glikol dimetakrilat (TEDGMA) ditambahkan (Anusavice, 2003).
Kelebihan Dan Kekurangan Resin Komposit
a. Kelebihan Komposit
- Warna dan tekstur material bisa disamakan dengan gigi pasien dengan
menambah material pengisi.
- Bisa digunakan untuk merubah warna, ukuran dan bentuk gigi untuk
memperbaiki senyuman.
- Tidak mengandung merkuri.
- Sangat bermanfaat untuk gigi anterior dan kavitas kecil pada gigi posterior
dengan beban gigitan yang tidak terlalu besar dan mementingkan estetis.
- Hanya sedikit gigi yang perlu dipreparasi untuk pengisian bahan tambalan
berbanding amalgam(Anusavice, 2003).

b. Kekurangan Komposit
- Kurang daya tahan berbanding amalgam serta tidak begitu kuat dalam menahan
tekanan gigitan pada bagian posterior.
- Bisa terjadi shrinkage apabila material di set, sehingga menyebabkan
pembentukan ruang kecil antara gigi dan bahan tambalan.
- Tidak bisa digunakan untuk tambalan yang besar.
- Lebih cepat aus dibanding amalgam.
- Tehnik etsa asam bisa melemahkan material polimer komposit.
- Kontras bahan tambalan komposit dan karies yang kurang menyebabkan sukar
untuk mendeteksi karies baru.
- Memerlukan ketrampilan serta biaya tinggi (Anusavice, 2003).

Bahan Restorasi Gigi Estetik Berbahan Semen
Semen Silikat
Pada pasien dengan indeks karies yang tinggi, khususnya pada gigi-gigi anterior,
resin bukanlah bahan tambalan pilihan. Demi kepentingan pasien, dirasa paling
baik untuk menambal gigi dengan restorasi semen silikat yang baik. Tambalan ini
dibantu dengan prosedur pembersihan mulut yang baik, dapat membantu
mengurangi atau mengontrol aktivitas karies (Baum, 1997).
Semen silikat dipasarkan dalam bentuk bubuk yang dicampur dengan cairan asam
fosfor. Setelah campuran relative mengeras, akan terbentuk substansi translusen
yang menyerupai porselen gigi (Baum, 1997).
Bubuk silikat merupakan dasar keramik yang berbutir halus, yag pada dasarnya
adalah gelas/kaca yang bias larut dalam asam. Sebagian besar bubuk semen silikat
diperdagangkan mengandung flour sampai 15%. Flour ini ada karena fluks flour
ditambahkan agar bahan-bahan yang lain bisa dicairkan (Baum, 1997).
Komposisi cairan semen silikat tidak begitu berbeda dengan cairan yang
digunakan pada semen seng fosfat (Baum, 1997).
Peran Klinis dari Flour
Insidens karies sekunder ditemukan hanya sedikit di sekitar tambalan semen
silikat dibandingkan dengan bahan tambalan yang lain. Sifat ini agak
mengejutkan, bila dilihat dari kebocoran yang lebih besar (Baum, 1997).
Sifat antikariogenik jelas berhubungan dengan adanya flour dalam semen ini. Aksi
bersifat ganda. Satu, menyediakan sumber asupan flour untuk bergabung dengan
permukaan gigi selama penempatan dan pengerasan semen. Hal ini
mengekibatkan adanya penurunan yang cukup besar dari daya larut asam email,
sama besarnya seperti pada aplikasi larutan flourida secara topical. Juga pelepasan
flour yang terus menerus dalam konsentrasi yang rendah akan mengubah sifat
kimia alami dari plak, khususnya dengan berperan sebagai inhibitor enzim dan
mencegah pertumbuhan microbial serta produksi asam. Seperti telah dikemukakan
di atas, semen ionomer kaca memberikan ketahanan terhadap karies yang setara
karena berdasarkan pada mekanisme pelepasan flour silikat (Baum, 1997).
Meskipun restorasi semen silikat ini menunjukkan kualitas estetis yang baik
dalam jangka waktu yang pendek setelah insersi, kerugiannya yang paling besar
adalah kurangnya stabilitas di dalam cairan mulut dengan disertai hilangnya
kualitas estetis. Isolator karet harus dipasang untuk keberhasilan restorasi
silikat (Baum, 1997).
Untuk mendapat kesuksesan maksimal, restorasi silikat ini harus dicampur
menjadi kental dengan mempertinggi perbandingan tepung dengan cairannya.
Setelah tambalan dibuat, permukaannya harus dilindungi dengan cocoa butter atau
vaselin untuk mencegah kontak dini dengan cairan mulut ataupun
dehidrasi (Baum, 1997).
Dokter gigi harus meninjau ulang prosedur teknis mengenai penempatan dan
penyelesaian restorasi silikat yang dikeluarkan pabrik. Meskipun demikian,
restorasi ionomer kaca adalah tambalan yang palinga baik, seperti yang telah
didiskusikan (Baum, 1997).


Glass Ionomer Cement
Tipe semen lainnya yang lebih baru, yang juga didasarkaan pada asam poliakrilik
adalah semenionomer kaca (GIC). Karena sifat biologisnya yang baik dan
memiliki potensi perlekatan ke kalsium yang ada di dalam gigi, ionomer kaca
terutama digunakan sebagai bahan restorative untuk perawatan daerah erosi dan
sebagai bahan penyemenan. Juga dapat digunakan sebagai basis walaupun bahan
tersebut sangat sensitive terhadap air dan dibutuhkan daerah yang kering (Baum,
1997).
Komposisi dan kimiawi
Semen ini adalah sitem bubuk cairan. Sesungguhnya, cairan semen ionomer kaca
merupakan larutann dari asam poliakrilat dalam konsentrasi kira-kira 50 %.
Cairannya cukup kental dan cenderung membentuk gel setelah beberapa waktu.
Pada sebagian besar semen asam poliakrilat dalam cairan adalah dalam bentuk
kopolimer dengan asam itikonik, maleik atau itrikarbalik. Asam-asam ini
cenderung menambah reaktivitas dari cairan, mengurangi kekentalan, dan
mengurangi kecenderungan membentuk gel. Pembentukan gel dari cairan adalah
hasil dari pengikatan hydrogen antarmolekular yang menghasilkan ikatan silang
dari rantai polimer (Baum, 1997).
Asam tartaric juga terdapat dalam cairan. Bahkan sesungguhnya, penambahan
komponen ini menyebabkan semen bisa digunakan untuk kedokteran gigi.
Penambahan ini memperbaiki karakteristik manipulasi dan meningkatkan waktu
kerja, tetapi memperpendek waktu pengerasan. Terlihat peningkatan yang
berkesinambungan secara perlahan pada kekentalan semen yang tidak
mengandung asam tartaric. Kekentalan semen yang mengandung asam tartaric
tidak menunjukkan perubahan setelah beberapa waktu, baru kemudian tampak
kenaikan kekentalan yang tajam (Baum, 1997).
Bubuknya adalah kaca alumino silikat. Karena banyak mengandung semen silikat,
bubuk ini menunjukkan pola pelepasan fluoride yang khas seperti pada tipe bahan
tersebut dan juga mempunyai ketahanan yang sama terhadap karies. Jadi dapat
dilihat dari sistem dasar yaitu : memiliki potensi melekat ke struktur gigi, baik
secara biologis, dan memiliki beberapa karakteristik antikaries karena kandungan
fluoridanya (Baum, 1997).

PREPARASI PERMUKAAN :
Permukaan yang bersih adalah syarat penting untuk menghasilkan adhesi. Dapat
digunakan pencucian dengan pumice untuk menghilangkan lapisan yang terbentuk
selama preparasi kavitas, tujuan dari pengolesan dengan pumice adalah
menghilangkan lapisan permukaan yang kaya florida yang dapat mengganggu
proses kondisioning permukaan (Baum, 1997).
Pemberian dentin conditioner (surface pretreatment) adalah menambah daya
adhesif dentin. Persiapan ini membantu aksi pembersihan dan pembuangan smear
layer, tetapi proses ini akan menyebabkan tubuli dentin tertutup. Smear layer
adalah lapisan yang mengandung serpihan kristal mineral halus atau mikroskopik
dan matriks organik (Baum, 1997).
Lapisan smear layer terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu lapisan luar yang mengikuti
bentuk dinding kavitas dan lapisan dalam berbentuk plugs yang terdapat pada
ujung tubulus dentin. Sedangkan plugs atau lapisan dalam tetap dipertahankan
untuk menutup tubulus dentin dekat jaringan pulpa yang mengandung air(Baum,
1997).
Bahan dentin conditioner berperan untuk mengangkat smear layer bagian luar
untuk membantu ikatan bahan restorasi adhesif seperti bahan bonding dentin. Hal
ini berperan dalam mencegah penetrasi mikroorganisme atau bahan-bahan
kedokteran gigi yang dapat mengiritasi jaringan pulpa sehingga dapat
menghalangai daya adhesi (Baum, 1997).
Permukaan gigi dipersiapkan dengan mengoleskan asam poliakrilik 10%. Waktu
standart yang diperlukan untuk satu kali aplikasi adalah 20 detik, tetapi menurut
pengalaman untuk mendapatkan perlekatan yang baik pengulasan dentin
conditioner pada dinding kavitas dapat dilakukan selama 10-30 detik. Kemudian
pembilasan dilakukan selama 30 detik pembilasan merupakan hal penting untuk
mendapatkan hasil yang diinginkan, setelah itu kavitas dikeringkan (Baum, 1997).
PERSIAPAN BAHAN :
Rasio bubuk : cairan yang dianjurkan oleh pabrik haruslah ditaati, penurunan rasio
akan berakibat buruk pada sifat semen yang sudah mengeras (Baum, 1997).
Pada proses pengadukan kedua komponen (bubuk dan cairan) ion hidrogen dari
cairan mengadakan penetrasi ke permukaan bubuk glass. Proses pengerasan dan
hidrasi berlanjut, semen membentuk ikatan silang dengan ion Ca2+ dan Al3+
sehingga terjadi polimerisasi. Ion Ca2+ berperan pada awal pengerasan dan ion
Al3+ berperan pada pengerasan selanjutnya(Baum, 1997).
PENEMPATAN BAHAN :
Adukan semen segera ditempatkan dengan alat plastik atau disuntikkan ke dalam
kavitas gigi. Setiap penundaan akan menghasilkan permukaan yang kusam, yang
berarti bahwa reaksi pengerasan telah berkembang sedemikian sehingga gugus
karboksil bebas tidak cukup untuk membentuk adhesi dengan struktur gigi (Baum,
1997).
Segera setelah penempatan dipasang sebuah matriks yang sudah dibentuk terlebih
dulu degan tujuan, pertama matriks memberikan kontur maksimal sehingga
kebutuhan akan penyelesaian akhir menjadi berkurang, selain itu matriks
menjamin keutuhan permukaan, kedua matriks melindugi semen yang sedang
mengeras dari hilangnya atau bertambahnya air selama pengerasan awal (Baum,
1997).
Secara garis besar terdapat tiga tahap dalam reaksi pengerasan semen ionomer
kaca, yaitu sebagai berikut.
(1) Terdekomposisinya 20-30% partikel glass dan lepasnya ion-ion dari partikel
glass (kalsium, stronsium, dan alumunium) akibat dari serangan polyacid
(terbentuk cement sol)(Baum, 1997).
(2)Gelation/hardening
Ion-ion kalsium, stronsium, dan alumunium terikat pada polianion pada grup
polikarboksilat.
* 4-10 menit setelah pencampuran terjadi pembentukan rantai kalsium (fragile &
highly soluble inwater).
* 24 jam setelah pencampuran, maka alumunium akan terikat pada matriks semen
dan membetuk rantai alumnium (strong & insoluble) (Baum, 1997).
(3)Hydrationofsalt
Terjadi proses hidrasi yang progresive dari garam matriks yang akan
meningkatkan sifat fisik dari semen ionomer kaca (Baum, 1997).
Retensi semen terhadap email dan dentin pada jaringan gigi berupa ikatan fisiko-
kimia tanpa menggunakan teknik etsa asam. Ikatan kimianya berupa ikatan ion
kalsium yang berasal darijaringan gigi dengan gugus COOH (karboksil) multipel
dari semen ionomer kaca. (Baum, 1997).
Adhesi adalah daya tarik menarik antara molekul yang tidak sejenis pada dua
permukaan yang berkontak. Semen ionomer kaca adalah polimer yang
mempunyai gugus karboksil (COOH) multipel sehingga membentuk ikatan
hidrogen yang kuat. Dalam hal ini memungkinkan pasta semen untuk membasahi,
adaptasi, dan melekat pada permukaan email. Ikatan antara semen ionomer kaca
dengan email dua kali lebih besar daripada ikatannya dengan dentin karena email
berisi unsur anorganik lebih banyak dan lebih homogen dari segi
morfologis (Baum, 1997).
Secara fisik, ikatan bahan ini dengan jaringan gigi dapat ditambah dengan
membersihkan kavitas dari pelikel dan debris. Dengan keadaan kavitas yang
bersih dan halus dapat menambah ikatan semen ionomer kaca (Baum, 1997).
PENYELESAIAN PERMUKAAN DARI SEMEN YANG TELAH MENGERAS
Jika diperlukan, prosedur penyelesaian lanjutan harus ditunda paling sedikit 24
jm. Untuk beberapa semen dengan pengerasan yang lebih cepat, dianjurkan untuk
penyelesaian sesudah 10 menit. Bagaimanapun juga semakin lama ditunggu
semen akan semakin matang sehingga resikorusaknya permukaan atau
kecenderungan restorasi menjadi agak buram dapat berkurang(Baum, 1997).
PROSEDUR PASCA RESTORASI :
Sebelum pasien dipulangkan, tambalan harus dilapisi dengan bahan pelindung,
karena tepi semen yang terbuka akibat baru dirapikan masih peka terhadap
lingkungan, sampai semen mencapai kematangan penuh Jika prosedur
perlindungan untuk semen ini tidak diikuti, pada akhirnya akan terjadi permukaan
yang mengapur atau kasar(Baum, 1997).



Kesimpulan
1. Teradapat dua jenis bahan kedokteran gigi untuk tindakan restorasi estetik,
yaitu golongan resin dan golongan semen.
2. Bahan restorasi gigi estetik berbahan resin adalah komposit dan akrilik.
3. Bahan restorasi gigi estetik berbahan semen adalah semen silikat dan semen
ionomer kaca.
4. Masing-masing bahan memiliki komposisi, sifat, kelebihan dan teknik
manipulasi yang berbeda

REFERENSI
1. Grossman LI, Oliet S, Del Rio CE. 2012. Ilmu Endodontik dalam
Praktek (terj.). Jakarta: EGC.
2. Richard R. Welbury, Monly S. Duggal, and M. T. Hosey. 2005.
Paediatric Dentistry Third Edition. United States:Oxford
3. Tarigan, Rasinta. 2006. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti). Edisi 2.
Jakarta: EGC.
4. Anusavice, Kenneth J. Phillips: Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran
Gigi, Edisi 10. 2003. Jakarta: EGC.
5. Baum, Lloyd dkk. Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi, alih bahasa,
Rasinta Tarigan Edisi 3. 1997. Jakarta: EGC.
6. Dept. Konservasi Gigi FKG UNAIR . Restorasi Estetik Dan
Kosmetik. Universitas Airlangga: Surabaya.
7. Soedjadi O. 1983. Apeksifikasi pada gigi non vital dengan foramen
apikal masih terbuka. Kumpulan ceramah ilmiah, HUT ke XXII, FKG
USU. Hlm. 71-6.
8.

Anda mungkin juga menyukai