Anda di halaman 1dari 11

Nama : Merry Nurliyanti Pakaya

Nim : 10620050

Kelompok : 5 (Lima)

Fasilitator : drg. Sawitri Dwi Indah., M.Si

RESUME TUTORIAL SKENARIO 4 BLOK KGK 4

1. Defenisi Dari Diskolorisasi Gigi


Diskolorasi gigi ialah warna yang menempel diatas permukaan gigi biasanya terjadi
karena pelekatan warna makanan, minuman ataupun kandungan nikotin yang merupakan
substansi penghasil stain gigi. Diskolorasi gigi mempunyai dampak yang buruk terhadap
kesehatan gigi. Diskolorasi gigi juga dapat menyebabkan gigi berwarna coklat sampai hitam
pada bagian leher gigi. Distribusi dan perubahan warna yang ditentukan oleh tipe, jumlah,
dan lamanya kebiasaan mengonsumsi rokok, kopi, dan teh maka semakin besar peluang
untuk perubahan warna gigi (Reca, 2019). Diskolorasi gigi terjadi melalui tiga cara yaitu
diskolorasi melekat langsung pada permukaan gigi melalui acquired pelicle, diskolorasi
mengendap pada kalkulus dan deposit lunak, dan diskolorasi bersatu dengan struktur gigi
dan diskolorasi yang mengendap pada kalkulus dapat dihilangkan dengan cara scaling dan
pemolesan gigi (Putri dkk, 2011).

2. Etologi Dari Diskolorisasi Gigi


Menurut (Walton dan Torabinejad, 2008) perubahan warna pada gigi terjadi saat
pembentukan maupun sesudah pembentukan odontogenesis. Perubahan warna pada gigi
dapat disebabkan oleh:
A. Perubahan warna alamiah atau didapat
Perubahan warna ini dapat terjadi karena faktor ekstrinsik maupun intrinsik. Perubahan
warna ini bisa terjadi pada :
a) Nekrosis pulpa
Nekrosis pulpa terjadi karena beberapa faktor, diantaranya yaitu iritasi pada pulpa
yang disebabkan oleh adanya bakteri, proses mekanik, ataupun proses kimiawi.
Keadaan tersebut menyebabkan pelepasan produk disintegrasi jaringan. Senyawa-
senyawa tersebut masuk ke dalam tubulus dentinalis sehingga terjadi perubahan warna
gigi.
b) Perdarahan intrapulpa
Perdarahan intrapulpa terjadi karena cedera pada gigi yang berkontak sehingga terjadi
terputusnya pembuluh darah pada mahkota dan terjadi lisisnya eritrosit. Produk
disintegrasi darah berupa besi sulfida masuk ke dalam tubulus dentinalis sehingga
terjadi pewarnaan pada dentin dan sekelilingnya.
c) Metamorfosis kalsium
Metamorfosis kalsium pembentukan dentin tersier yang sangat luas di dalam kamar
pulpa setelah adanya cedera yang tidak mengakibatkan nekrosis pulpa. Keadaan ini,
pasokan darah terputus sementara dan disertai kerusakan sebagian odontoblas.
Odontoblas yang rusak diganti oleh sel-sel yang secara cepat membentuk dentin tersier
pada dinding ruang pulpa. Akibatnya mahkota gigi lama kelamaan translusensinya
akan menurun dan mengakibatkan perubahan warna menjadi kekuning kuningan atau
coklat-kuning.
d) Defek perkembangan
 Akibat obat-obatan sistemik
 Defek dalam pembentukan gigi
 Kelainan darah dan faktor-faktor lain
B. Perubahan warna iatrogenik
Perubahan warna karena perawatan endodonsia: material obturasi, sisa-sisa jaringan
pulpa, obat-obatan intrakanal, dan restorasi korona.

3. Klasifikasi Dari Diskolorisasi Gigi


A. Diskolorasi berdasarkan sumbernya dibagi menjadi diskolorasi eksogen dan diskolorasi
endogen.
a) Diskolorasi eksogen adalah diskolorasi yang disebabkan oleh substansi dari luar gigi
dan sering disebabkan kebiasaan seperti minum-minuman yang berwarna secara
berkepanjangan seperti teh, kopi, dan sirup. Kebiasaan merokok dapat mempercepat
pembentukan stain pada gigi, tar yang berasal dari asap rokok dapat menyebabkan
perubahan warna dari coklat sampai hitam (Kholisa, 2015).
b) Diskolorasi endogen sumbernya berasal dari dalam mulut, didapat dari sumber lokal
maupun sistemik. Faktor lokal dapat disebabkan karena pendarahan akibat trauma,
kesalahan prosedur perawatan gigi, dekomposisi jaringan pulpa, pengaruh obat-obatan,
dan pasta pengisi saluran akar, dan pengaruh bahan-bahan restorsi. Perubahan warna
yang terjadi mengenai bagian dalam struktur gigi selama masa pertumbuhan gigi dan
umumnya perubahan warna terjadi didalam dentin sehingga relative sulit dirawat
secara eksternal (Kholisa, 2015).
B. Diskolorasi gigi berdasarkan lokasi perubahan warna gigi dibagi menjadi intrinsik dan
ekstrinsik.
a) Diskolorasi intrinsik adalah perubahan yang masuk kedalam dentin selama masa
pertumbuhan gigi dan tidak dapat hilang dengan melakukan tindakan scalling ataupun
pemolesan gigi. Diskolorasi intrinsik disebabkan karena penumpukan bahan – bahan
dalam struktur gigi. Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya diskolorasi intrinsic,
adalah :
 Dekomposisi jaringan pulpa atau sisa-sia makanan yang menempel pada gigi. Gas
yang dihasilkan oleh pulpa nekrosis dapat membentuk ion sulfida yang berwarna
hitam.
 Pemakaian antibiotik seperti tetrasiklin. Tetrasiklin merupakan penyebab paling
sering dari diskolorasi intrinsik. Pemakaian obat golongan tetrasiklin dalam jangka
waktu panjang dapat menyebabkan perubahan warna gigi secara permanen
(Juniafri, 2013).
b) Diskolorasi ekstrinsik umumnya ditemukan pada permukaan luar gigi dan bersifat
lokal, seperti noda atau diskolorasi tembakau. Diskolorasi yang disebabkan oleh
tembakau disebut tobacco stain, baik rokok filter maupun non filter alias kretek sama-
sama dapat menyebabkan terjadinya diskolorasi ekstrinsik pada gigi perokok
dikarenakan kandungan utama rokok yakni tembakau (Oktanauli, 2017).

4. Cara Penentuan Shade Guide Dari Warna Dentin, Enamel, Dll


Untuk dapat mempersepsikan sebuah warna dibutuhkan tiga faktor penting yaitu pengamat,
objek dan sumber cahaya. Setiap faktor ini bervariasi dan jika salah satunya berubah maka
persepsi warna akan berubah.
a) Faktor pertama yaitu pengamat yang terdiri dari seorang klinisi, teknisi gigi ataupun
pasien itu sendiri. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan pengamat
dalam menentukan warna yaitu usia, buta warna, kelelahan mata, nutrisi, emosi, obat-
obatan yang dikonsumsi dan perbedaan binocular (Chu SJ et al 2004).
b) Faktor kedua adalah objek. Persepsi objek dapat dipengaruhi oleh penyebaran atau
pantulan cahaya dari dinding ruang praktek, lemari kaca, dan mebel. Dinding dalam
ruangan yang digunakan untuk pemilihan warna gigi sebaiknya berwarna netral dan
warna yang intensitasnya kuat dihindari dalam pemilihan lemari kaca dan mebel
diruangan ini
c) Sedangkan faktor yang terakhir adalah sumber cahaya. Terdapat tiga sumber cahaya
yang biasanya ditemukan di ruang praktek gigi yaitu : natural, incandescent, fluorescent.

Shade menurut Glossary of Prosthodotics Terms adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan hue atau variasi dari hue primer. Alat bantu untuk menentukan warna gigi
disebut shade guide, misalnya shade guide komersial vitapan classic dan vita 3D-master
a) Shade guide Vitapan classic terdiri dari 16 tab yang disusun menjadi 4 kelompok
berdasarkan hue dan tiap kelompok ada peningkatan warna berdasarkan chroma.
Susunan shade guide vitapan classic yang tersusun berdasarkan hue adalah sebagai
berikut A1, A2, A3, A3.5 dan A4 merupakan kelompok hue merah kecoklatan, B1, B2,
B3, B4 adalah kelompok hue merah kekuningan, C1, C2, C3, C4 adalah kelompok hue
Keabu-abuan sedangkan D2, D3, D4 adalah kelompok hue merah keabuan. Shade guide
vitapan classic bisa disusun berdasarkan value, susunannya adalah sebagai berikut B1,
A1, B2, D2, A2, C1, C2, D4, A3, D3, B3, A3.5, B4, C3, A4 dan C4 (Tung et al, 2002).
Vitapan classical

b) Shade guide vita 3D-master berdasarkan teori dasar warna terdapat tiga penentu dalam
pemilihan warna gigi dengan shade guide ini, yaitu value, chroma dan hue dimana
memungkinkan ketepatan penentuan penentuan warna. Shade guide vita 3D master
terdiri dari 11 set sampel berbentuk gigi porselen. Tiap 11 set dibagi menjadi 26 sampel
yang disusun berdasarkan value terang ke gelap, dari intensitas rendah ke intensitas
tinggi dan tersusun dari warna kuning ke warna merah. Adapun susunan dari tiap set
adalah 1M1, 1M2, 2L1.5, 2L2.5, 2M1, 2M2, 2M3, 2R1.5, 2R2.5, 3L1.5, 3L2.5, 3M1,
3M2, 3M3, 3R1.5, 3R2.5, 4L1.5, 4L2.5, 4M1, 4M2, 4M3, 4R1.5, 5L1.5, 5L2.5, 5M1,
5M2, 5M3, 5R1.5, 5R2.5 (Ahn j dan Lee, 2008).

vita 3D-master

c) Shade guide lain yang sering dipakai adalah Chromascop. Disusun berdasarkan grup hue
(1=putih, 2=kuning terang, 3=kuning gelap, 4=abu-abu dan 5=cokelat). Setiap grup
disusun berdasarkan chroma dari 10 sampai 40 (Crociolan 2009).

5. Indikasi Dan Kontraindikasi Dari Veneer Dan Bleaching


A. Veneer
a) Indikasi
 Malformasi permukaan gigi,
 Perubahan warna gigi
 Abrasi, erosi atau kesalahan dalam restorasi
b) Kontraindikasi
 Bernafas melalui mulut atau memiliki kebiasaan buruk
 Gigi berjejal parah dan labio versi.
 Dilakukan pada anak-anak karena memiliki ukuran tanduk pulpa yang besar dan
kamar pulpa yang muda serta kontur gusi yang belum dewasa
(Welbury dkk, 2005).
B. Bleaching
a) Indikasi
 Perubahan warna gigi yang diakibatkan oleh penuaan, konsumsi makanan dan
minuman, obat-obatan anatara lain tetrasiklin dan fluorosis.
b) Kontraindikasi
 Penderita yang alergi dengan komponen bahan pemutih gigi atau bahan sendok
cetak
 Gigi yang sensitive
 Gangguan TMJ
 Ibu hamil
(Meiznni & Riyanti, 2005)

6. Kelebihan Dan Kekurangan Dari Veneer Dan Bleaching


A. Veneer
a) Veneer langsung (bahan komposit)
 Kelebihan
 Mudah dibentuk karena menggunakan bahan plastis
 1 kali kunjungan
 Kekurangan
 Untuk membentuk, diperlukan waktu yang panjang
 Operator harus terampil
 Warkna tidak permanen
 Kekuatan kurang, sehingga mudah retak dan abrasi
b) Veneer tidak langsung
 Kelebihan
 Estetik pada awalnya baik
 Mudah diperbaiki
 Relative murah
 Kekurangan
 Mudah berubah warna
 Mudah pecah
 Mudah abrasi
 Mudah terjadi keradangan gingiva yang disebabkan oleh akumulasi plak
B. Bleaching
a) Kelebihan
 Relative murah dibandingkan veneer
b) Kekurangan
 Gigi menjadi sensitive
7. Macam-Macam Bleaching (Intrakoronal Dan Ekstrakoronal)
A. Ekstrakoronal bleaching (teknik vital)
Teknik pemutihan gigi secara eksternal dilakukan pada gigi vital dengan cara aplikasi
okludator pada permukaan gigi. Teknik ini dibagi dua yaitu: in office bleaching dan
home bleaching (Kwon, et al, 2009).
B. Intrakoronal bleaching (teknik non vital)
Pemutihan gigi pada gigi non vital menggunakan teknik termokatalik dan walking bleach
yang digunakan pada gigi pasca perawatan endodontik yang terjadi pewarnaan pada pulp
chamber. Pemutihan gigi dengan teknik walking bleach yaitu menggunakan bahan
hidrogen peroksida dan sodium perborat yang diletakan pada kamar pulpa dan ditutup
dengan tumpatan sementara. Prosedur ini diulangi hingga diperoleh warna gigi sesuai
aslinya. Keberhasilan teknik ini bergantung dari etiologi dan derajat diskolorasinya
(Kwon, et al, 2009).

8. Macam-Macam Veneer (Direct Dan Indirect Komposit Dan Porselen)


A. Veneer Direk
Merupakan Suatu cara memperbaiki lapisan gigi yang dilakukan secara langsung pada
gigi pasien (Welbury dkk, 2005), biasanya dengan menggunakan bahan resin komposit
aktivasi sinar (Heymann, 2002). Veneer direk terbagi atas dua tipe, yaitu:
a) Partial Veneer diindikasikan untuk restorasi sebagian permukaan gigi atau area yang
mengalami perubahan warna karena faktor intrinsik (Heymann dkk, 2011).
b) Full Veneer diindikasikan untuk restorasi seluruh permukaan gigi atau area yang
mengalami perubahan warna karena faktor intrinsik yang melibatkan sebagian besar
permukaan fasial gigi dengan mempertimbangkan umur pasien, oklusi dan kebersihan
mulut (Heymann dkk, 2011).
B. Veneer Indirek
Merupakan Suatu cara memperbaiki lapisan gigi yang memerlukan kerjasama dengan
tekniker lab. kedokteran gigi sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk proses
pembuatannya. Biasanya teknik ini terbuat dari bahan resin komposit, porselen dan
keramik. Teknik ini membutuhkan perlekatan pada enamel dengan bantuan bahan adhesif
dan light-cure self adhesif semen (Heymann dkk, 2011).
Veneer indirek ini memang membutuhkan waktu pembuatan yang lama tetapi terdapat
tiga keunggulan yang diberikan oleh teknik ini, yaitu:
a) Faktor keindahan yang lebih baik karena veneer ini membutuhkan seni dan perhatian
yang khusus dalam pembuatannya.
b) Memiliki kekuatan perlekatan yang baik.
c) Indirek veneer dapat bertahan lebih lama dibandingkan direk veneer terutama jika
terbuat dari bahan porselen (Heymann dkk, 2011).
9. Alat Dan Bahan Kedokteran Yang Digunakan Untuk Veneer Dan Bleaching
A. Veneer
a) Alat
 Fine grit diamond bur
 Fine finishing bur
 Arkansas/ stone putih
 Soflex disk
 Soflex polishing spiral
 Shade guaide
b) Bahan
 Resin Komposit
Bahan komposit ini memiliki keunggulan, yaitu beratnya yang lebih ringan,
kekuatan dan ketahanan yang tinggi, tahan korosi, dan memiliki biaya pembuatan
yang lebih murah (Adenan 2011).
 Porselen
Bahan porselen merupakan bahan terbaik untuk pembuatan veneer dan biasanya
digunakan pada usia 18 tahun, dimana gingival margin telah berada pada level
matang dan standar kebersihan mulut yang baik (Adenan 2011).
B. Bleaching
a) Alat
 Rubber dam
 Set cotton pellet
 Set cotton roll dan kassa
 Material bleaching
 Set alat metal bur untuk ekskavasi karies atau restorasi
 Pumice dan rubbercup
 Shade guide
b) Bahan
 Hidrogen Peroksida
Hidrogen peroksida bersifat tidak stabil dan pada konsentrasi sangat tinggi dapat
bersifat mutagenik. Selain itu hydrogen peroksida dapat menghambat aktivitas
enzim pulpa sehingga menyebabkan perubahan permanen pada pulpa (Fauziah
dkk., 2012).
 Karbamid Peroksida
Karbamid peroksida merupakan kombinasi hydrogen peroksidan dan urea.
Karbamid peroksida dengan konsentrasi 10% biasa digunakan pada prosedur home-
bleaching (Fauzia dkk., 2012).
 Natrium Perborat
Natrium perborat merupakan suatu bubuk putih, stabil, biasanya disediakan dalam
bentuk granular, yang harus digiling menjadi bubuk sebelum digunakan. Natrium
perborat lebih mudah di control dan lebih aman daripada cairan hydrogen peroksida
pekat (Walton dan Torabinejad, 2008)
10. Prosedur Kerja Dari Veneer Dan Bleaching
A. Veneer
a) Prosedur kerja veneer porselen
 Preparasi gigi  ketebalan veneer biasanya 0,5-0,7 mm, gigi perlu dikurangi pada
bagian labial. Kedalaman disarankan sebesar 0,5 mm. garis akhir yang jelas
berbentuk chamfer akan membuat tugas teknisi menjadi lebih mudah dan harus
dibuat lebih dulu. Jika gigi mengalami diskolorasi, batas tepi harus subgingiva
(tetapi masih tetap pada email). Jika sebaliknya, tepinya sedikit supragingiva. Garis
akghir diperluas sampai ke embrasure tetapi tidak sampai ke titik kontak. Pada
insisal, preparasi veneer berakhir pada tepi insisal berbentuk chamfer atau
membungkus sampai permukaan palatal. Pencetakan bahan preparasi dilakukan
menggunakan bahan cetak elastomer pada sendok cetak dan warna dicocokkan
dengan shade guide porselen. Biasanya tidak dibutuhkan penutupan sementara.
 Pasa coba  dibutuhkan penanganan secara hati-hati supaya tidak mengkonta-
minasi permukaan perlekatan veneer. Jangan mengecek ketepatan veneer pada
model gigi. Gigi yang telah dipreparasi dibersihkan dan diisolasi kemudian veneer
dicobakan dalam keadaan basah (untuk meningkatkan translusen). Penyesuaian
kecil sebaiknya ditunda sampai selesai disemen untuk mengurangi resiko fraktur.
 Pemasangan (Insersi)  permukaan perlekatan veneer dibersihkan dengan alcohol,
dikeringkan dan kemudian ditutup selapis tipis silane coupling agent diikuti dengan
bonding resin. Gigi diisolasi kembali dan stip seluloid dipakai untuk memisahkan
dari gigi disebelahnya. Setelah dietsa, dicuci dan dikeringkan memakai semprotan
udara, diulas dengan system dentin.
Semen lutting dioleskan tipis pada permukaan perlekatan veneer dan veneer
dipasang dengan hati-hati. Kelebihan semen dibersihkan dengan mikrobrush yang
dicelup pada resin bonding sebelum dilakukannya penyinaran.
(Mitchel, 2014)
b) Prosedur kerja veneer komposit direct
Sebelum melakukan preparasi permukaan gigi dibersihkan terlebih dahulu dengan
bahan pumice menggunakan rotary brush, dilanjutkan dengan pemasangan retraction
cord selama ±4 menit, gunanya untuk menghindari cidera gingiva.
Preparasi veneer komposit direct pada gigi 11 dan 12 tidak dilakukan anastesi
karena preparasi dilakukan hanya permukaan email dengan kedalaman 0,5 mm pada
gigi 12 dan 1 mm pada gigi 11. Preparasi dilakukan untuk mendapatkan tempat
diudukan bagi bahan komposit agar gigi tampak serasi dan untuk memudahkan waktu
pengetsaan. Tepi preparasi pada bagian servikal tepat dibawah gingival crest sedalam
0,5 mm untuk menempatkan tepi preparasi pada email yang sehat untuk mendapatkan
bentuk yang estetik, karena batas preparasi tidak tampak : untuk preparasi bagian
proksimal tidak menghilangka kontak proksimal, preparasi bagian insisal dengan
kedalaman 1 mm dari insisal.
Preparasi chamfer kemudian dilengkapi dengan preparasi email pada permukaan
labial dengan menggunakan bur fissure round end. Tiga titik acuan dapat bertugas
sebagai patokan bagi margin chamfer veneer labial, memungkinkan akses yang
nyaman saat finishing. Bentuk preparasi akhir yang terbentuk ialah window.
Pengetsaan dilakukan untuk membentuk mikroporosity permukaan email untuk
memberi ruang masuknya resin, sehingga bentuk resin tag yang dapat menambah
kekuatan perlekatan bahan tambahan pada permukaan gigi.
(Asmah, 2014)
B. Bleaching
Bleaching (pemutihan gigi) dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu bleaching secara
eksternal yang dilakukan pada gigi vital yang mengalami perubahan warna dan bleaching
secara internal, dilakukan pada gigi non vital yang telah dirawat saluran akar dengan
baik.
a) Tehniknya bleaching secara eksternal, sebagai berikut (Walton & Torabinejab,
1996) :
 Bersihkan gigi, lindungi jaringan lunak dengan mengulaskan pasta pelindung
mulut, pasang karet isolator (rubberdam), ikat dengan benang (dental floss) pada
gigi yang akan dirawat.
 Letakkan sepotong kapas yang telah dibasahi larutan hidrogen peroksida pada
Bagian labial dan palatinal gigi.
 Pemanasan dilakukan dengan cara memakai lampu reostat controlled photoflood
yang diletakan sekitar 30 cm dari gigi selama 10-30 menit atau dengan hand-held
thermostatically controlled yaitu dengan menempelkan ujung alat ini pada
permukaan gigi yang telah diberi gulungan kapas yang dibasahi dengan superoxol.
 Pemutihan gigi dilakukan selama 30-60 detik. Ulangi prosedur ini sebanyak 3 kali.
 Kapas dilepas, gigi dibilas dengan air hangat, buka ikatan dental floss, lepaskan
Karet isolator, bersihkan sisa pasta pelindung mulut.
 Suruh pasien menyikat gigi kemudian lakukan pemolesan.
 Pasien disuruh datang 1 minggu kemudian, bila belum memuaskan prosedur
bleaching diulang
b) Tehnik Bleaching secara Internal (Intrakoronal)
Pemutihan gigi secara intrakoronal dilakukan pada gigi yang telah dirawat Endodontik
dengan baik. Metode bleaching yang umum dilakukan untuk gigi ini adalah tehnik
walking bleach, termokatalitik dan kombinasi.
 Tehnik Walking Bleach
Tehnik ini memakai campuaran superoxol dan natrium perborat, prosedurnya
adalah sebagai berikut (Grossman, 1998; Walton & Torabinejab, 1996) :
 Jaringan sekitar gigi yang akan dirawat dilindungi dengan vaselin.
 Isolasi gigi dengan karet isolator (rubberdam).
 Kamar pulpa dan tanduk pulpa dibersihkan, kemudian dentin bagian labial
dalam kamar pulpa dikurangi 0,5 mm dengan bor kecepatan rendah.
 Kurangi gutaperca dengan plugger panas sebanyak 2 mm ke arah apikal.
 Daerah orifis ditutup dengan semen seng oksida eugenol setebal 1 mm.
 Bersihkan kamar pulpa dengan xylene atau isopropil alkohol 70 %, Kemudian
keringkan dengan aliran udara. Menurut Hyess (1986) dapat juga dipakai asam
fosfat 37 % yang dioleskan dalam kamar pulpa selama 1 menit, kemudian bilas
dengan air dan keringkan.
 Letakkan pasta campuran natrium perborat dengan superoxol di dalam kamar
pulpa, tekan dengan kapas ke arah dinding labial kemudian tutup dengan
tumpatan sementara seng oksida eugenol.
 Kujungan berikutnya dilakukan 3-7 hari kemudian. Bila pemutihan gigi Belum
berhasil, ulangi prosedur di atas, tetapi bila sudah berhasil, bersihkan gigi
kemudianlakukan tumpatan tetap dengan resin komposit

11. Diagnosis Dan Rencana Perawatan Dari Skenario


Dari scenario yang ada dapat diketahui bahwa pasien ingin memperbaiki giginya yang
berubah warna. Pasien tersebut mempunyai kebiasaan minum kopi setiap hari, terdapat
bercak kecoklatan pada gigi anterior rahang atas. Pemeriksaan vitalitas didapati bahwa gigi
gigi tersebut masih vital. Pasien menginginkan gigi-gigi depannya ditumpat agar giginya
rapat dan memiliki warna seperti semula.
Berdasarkan scenario tersebut, diagnosis yang tepat untuk pasien tersebut adalah
diskolorasi gigi. Untuk rencana perawatannya dapat dilakukan bleaching ekstrakorona,
bleaching ekstrakoronal biasanya digunakan pada gigi vital yang mengalami pewarnaan
karena faktor ekstrinsik atau defek superfisial.

12. Kie Yang Diberikan Pada Pasien Sesuai Skenario


Setelah prosedur bleaching selesai dilakukan, gigi yang telah dibleaching harus
dievaluasi secara teratur setiap 6 bulan (secara klinis dan radiografis), hal tersebut dilakukan
untuk mendeteksi adanya kelainan seperti resorpsi akar secara dini. Proses bleaching gigi
tidak bersifat permanen, warna gigi dapat kembali secara perlahan dalam waktu 1 sampai 4
tahun, oleh karena itu evaluasi berkala sangat diperlukan dan sangat penting. Selain itu
pasien juga diinstruksikan untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut (Halim H.S dkk, 2011).
DAFTAR PUSTAKA

Walton RE, Torabinejad M. 2008. Prinsip dan Praktek ilmu endodonsi. Alih bahasa: Narlan S,
Winiati S, Bambang N. ed ke-3.Jakarta: EGC.
Fauziah, C., Fitriyani, S. & Diansari, V. 2012. Colour Change of Enamel after Application of
Averrhoa bilimbi. Journal of Dentistry Indonesia, 19(3), pp.53–56
Heyman dkk (2011). Art and Science of OPERATIVE DENTISTRY. 6thedition. Black Himself
Publish. Hal 218, 219, 316, 317
Welbury dkk, (2005). Paediatric Dentistry (3rd ed.). New York: Oxford
Chu SJ, Devigus A, Mielezko A. Fundamental of Color: Shade Matching and Communication in
Esthetic Dentistry. Quintessence Publishing Co, Inc. 2004. p. 34.
Corciolani G. A Study of Dental Color Matching, Color Selection and Color Reproduction. PhD
thesis of Gabriele Corciolani. 2009. Siena:8-13.
Tung FT, Goldstein GT, Jang S. The Repeatability of an intra oral dental colorimeter. J Prosthet
Dent. 2002;88: 585-90
Ahn J, Lee Y. Color Distribution Of A Shade Guide In The Value, Chroma And Hue>. J.
Prosthet Dent. 2008. P: 18-79.
Reca, Mardianah, A. 2019. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Masyarakat dengan Pewarnaan
Gigi (Stain) di Desa Peuniti Kota Banda Aceh. Aceh: Jurnal Bahana Kesehatan
masyarakat.
Putri, M. H, dkk. 2011. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG.
Walton, R. & Torabinejab, M. 1996. Principles and Practice of Endodontics. Second Edition.
Philadelphia : W.B. Saunders Co.
Asmah, Nur. Restorasi Veneer Labial Komposit Direk Pada Gigi Anterior Rahang Atas Yang
Mengalami White Spot Dan Melformasi. Universitas Muslim Indonesia. Makassar.
Vol. 3 No. 6 ; 2014.
Mitchel, Laura. David A. Kedokteran Gigi Klinis Ed. 5. Jakarta ; Egc. 2014.

Anda mungkin juga menyukai