Oleh:
1. Latar Belakang
Pada umumnya penilaian orang lain pertama kali adalah dari penampilannya.
Senyuman merupakan hal kecil yang memiliki dampak yang sangat besar terhadap
penampilan secara keseluruhan. Selain bibir, gigi juga memegang peranan penting dalam
mempengaruhi indahnya suatu senyuman tersebut. Gigi yang sehat dan putih dapat
membuat seseorang merasa lebih percaya diri. Perubahan warna gigi dapat menimbulkan
persoalan estetika yang dapat memberikan dampak psikologi yang cukup besar, terutama
apabila terjadi pada gigi anterior. Tuntutan estetika inilah yang sering membuat seseorang
melakukan perawatan pada giginya. Perubahan warna ini dapat disebabkan oleh kelainan
genetik, demam tinggi yang terjadi pada masa pembentukan email dan dentin,
penggunaan obat-obatan tertentu dalam jangka waktu yang lama seperti tetrasiklin,
trauma, serta mengkonsumsi fluoride dalam kadar yang berlebih dan dalam jangka waktu
yang lama.
2. Tujuan
Tujuan dari kasus klinis ini adalah untuk melaksanakan perawatan ulang veener dengan
menggunakan feldspathic ceramic secara konvensional pada pasien dengan perubahan
warna pada gigi akibat tetrasiklin grade IV dengan mempertimbangkan dan mendapatkan
tindakan invasif yang minimal.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Diskolorasi Gigi
Diskolorasi endogen sumbernya berasal dari dalam gigi, didapat dari sumber lokal
maupun sistemik. Faktor lokal dapat disebabkan karena pendarahan akibat trauma,
kesalahan prosedur perawatan gigi, dekomposisi jaringan pulpa, pengaruh obat-obatan
dan pasta pengisi saluran akar, dan pengaruh bahan-bahan restorasi. Perubahan warna
yang terjadi mengenai bagian dalam struktur gigi selama masa pertumbuhan gigi dan
umumnya perubahan warna terjadi di dalam dentin sehingga relatif sulit dirawat secara
eskternal (Walton, 2003).
Perubahan warna gigi menurut lokasinya dibagi menjadi intrinsik dan ekstrinsik.
Perubahan warna intrinsik adalah perubahan yang masuk ke dalam dentin selama masa
pertumbuhan gigi. Disebabkan karena penumpukan bahan-bahan dalam struktur gigi.
Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya diskolorasi intrinsik (Tarigan, 2004):
a. Dekomposisi jaringan pulpa atau sisa makanan. Gas yang dihasilkan oleh pulpa
nekrosis dapat membentuk ion sulfida berwarna hitam.
b. Pemakaian antibiotik, misalnya tetrasiklin. Tetrasiklin merupakan penyebab
paling sering dari perubahan warna gigi intrinsik. Pemakaian obat golongan
tetrasiklin selama proses pertumbuhan gigi dapat menyebabkan perubahan warna
gigi permanen. Periode waktu pemberian tetrasiklin yang menyebabkan
perubahan warna pada gigi:
- Semasa dalam kandungan, pada usia kehamilan ibu lebih dari 4 bulan,
molekul tetrasiklin dapat melewati barier plasenta mengenai gigi sulung
yang sudah terbentuk.
- Masa bayi sesudah lahir sampai usia 5 tahun, pada periode ini terjadi
pembentukan mahkota gigi seri permanen.
a. Diskolorasi non metalik, disebabkan oleh kromogen organik melekat pada pelikel.
Warnanya berasal dari warna asli kromogen tersebut. Diketahui dapat
menyebabkan stain langsung adalah merokok, mengunyah tembakau, teh, dan
kopi. Pada gigi terlihat warna berasal dari komponen polyphenol yang
memberikan warna makanan.
b. Diskolorasi metalik, dihasilkan dari interaksi kimia antara komponen penyebab
perubahan warna dengan permukaan gigi. Berhubungan dengan antiseptik
kationik dan garam metal.
Beberapa macam diskolorasi ekstrinsik antara lain coklat, hitam, jingga, hijau,
metalik, kuning kecoklatan, kuning, emas kecoklatan, dan merah hitam (Prathap, 2013).
Antibiotik ini digunakan secara luas selama tahun 1950 dan 1960-an untuk
perlindungan profilaksis dan untuk pengobatan penyakit paru obstruktif kronik,
mycoplasma, dan infeksi riketsia. Kadang-kadang diresepkan untuk jangka waktu yang
lama, dalam beberapa kasus, dan karena itu merupakan penyebab umum dari perubahan
warna gigi.
Nuansa gigi bisa berwarna kuning, kuning – coklat, coklat, abu-abu gelap, atau
biru, tergantung pada jenis tetrasiklin, dosis, durasi, dan usia pasien. Perubahan warna
biasanya bilateral, yang mempengaruhi beberapa gigi di kedua lengkung. Deposisi
tetrasiklin terus menerus atau ditetapkan dalam garis-garis tergantung pada apakah
konsumsi itu terus menerus atau terputus.
Gambar 1. Gambaran histologi gigi akibat tetrasiklin
2. Veneer
Veneer dapat digunakan dalam beberapa kasus seperti (Sowmya et al., 2015):
- Koreksi cacat permukaan yang tidak estetik seperti permukaan enamel atau
enamel hipoplastik yang hilang karena erosi atau abrasi
- Penyamaran perubahan warna akibat trauma
- Perawatan endodontic
- Pewarnaan gigi akibat tetrasiklin
- Perbaikan defisiensi struktural seperti tepi insisal yang retak, diastema dan peg
shaped.
b. Reduksi Proksimal
Preparasi akan diperpanjang ke arah lingual hanya jika diastema atau insisif
dengan peg shaped harus direstorasi. Sebisa mungkin area kontak harus dipertahankan
karena (Sowmya et al., 2015):
c. Reduksi Insisal
Tidak ada kesepakatan yang pasti apakah dalam preparasi veneer diperlukan
pengurangan insisal atau tidak. Pendapat beberapa ahli menyatakan bahwa pengurangan
permukaan insisal sangat diperlukan dalam semua kasus untuk meningkatkan kekuatan
mekanis veneer, meskipun hal ini melibatkan pengurangan tepi insisal sebesar 0,5 -2 mm
dan dapat menyebabkan area cavosurface margin yang rapuh (Sowmya et al., 2015).
Teknik impresi: Bahan impresi elastomer yang dikenal apa pun cocok untuk
merekam persiapan. Jika preparat terbatas pada gigi anterior rahang atas, baki stok
anterior memadai. Namun, kesan alginat disarankan sebelum persiapan sehingga baki
khusus dibuat. Baki khusus diperpanjang 5 mm gingiva dari margin gingiva dan
menutupi setengah dari permukaan palatal, gigi yang tidak dipersiapkan berdekatan, dan
berhenti oklusal. Ketika gigi anterior bawah dipersiapkan, perlu memiliki baki khusus
dari seluruh lengkung rahang bawah.
Pasien jarang mengalami sensitivitas sebagai akibat dari persiapan enamel dan
biasanya tidak senang dengan penampilan, dalam hal ini penutup sementara dapat
dihilangkan. Tetapi, jika diperlukan restorasi sementara, maka material yang digunakan
adalah veneer resin akrilik dan resin komposit preformed. Veneer sementara di bawah
tekanan fungsional dapat "dilas spot" untuk retensi yang lebih baik (Sowmya et al.,
2015).
Saat ini empat kelompok keramik digunakan untuk veneer: porselen Feldspathic,
porselen cor atau pres, pres panas dan CAD-CAM. Porselen yang terbuat dari porselen
feldspathic panggang memungkinkan ketebalan lapisan minimal 0,3 mm yang berarti
bahwa jumlah zat gigi yang harus dihilangkan untuk persiapan dapat dijaga agar tetap
minimum. Namun, porselen feldspathic rapuh, dan sintering partikel porselen
menciptakan mikroporosit yang menghasilkan kekuatan lentur rendah. Kaca-keramik
castable dan keramik leucite yang ditekan dengan panas menawarkan kekuatan lentur
yang lebih besar ketika ketebalan veneer tidak <0,5 mm. Oleh karena itu, persiapan harus
tebal 0,6-0,8 mm yang bertentangan dengan sifat restorasi yang konservatif (Sowmya et
al., 2015).
2.4.8 Try in
Lapisannya rapuh dan harus ditangani dengan hati-hati, lebih disukai dengan jari
dan pada permukaan yang mengerut warna seperti serbet kertas gelap. Periksa veneer
untuk setiap keretakan dan ketidaksempurnaan pada model untuk kecocokan yang tepat,
kemudian lepaskan sementara dengan hemostat, pecahkan komposit rapuh yang
digunakan untuk mengikat restorasi sementara, dan apung semua area permukaan yang
disiapkan. Lembabkan gigi dan permukaan internal porselen dengan air dan tempatkan
pada gigi dan evaluasi kecocokan dan warna. Penyesuaian dilakukan dengan bur berlian
halus dan diverifikasi Efek khusus seperti garis cek, tambalan hipoplastik putih dan tepi
insisal yang tembus cahaya biasanya dimasukkan ke dalam porselen selama penumpukan
di laboratorium, tetapi beberapa modifikasi pewarnaan sedikit dapat dilakukan di sisi
kursi, karena penembakan porselen lebih lanjut tidak dimungkinkan. Ada sejumlah kit
pewarnaan, terutama dalam bentuk resin yang diisi ringan, termasuk pewarnaan (Sowmya
et al., 2015).
Ada 3 cara dasar menempelkan laminasi porselen ke permukaan gigi (Sowmya et
al., 2015):
- Lampiran kimia: Semen (komposit yang diaktifkan ringan dan agen kopling)
- Pelekatan mikromekanis: Etsa asam
- Lampiran gabungan
Baru-baru ini, Dune dan Millar melaporkan bahwa umur panjang klinis veneer
keramik lebih terkait dengan adaptasi marginal. Oleh karena itu, sementasi (ikatan antara
gigi dan porselen) adalah salah satu parameter terpenting untuk sukses.
Prosedur: Gigi diisolasi dengan kapas, dipoles ulang sedikit, dan dicuci. Gigi yang
dipilih dipisahkan dari tetangganya dengan strip mylar, terukir selama 60 detik, dicuci,
dan dikeringkan. Zat pengikat obat ringan dioleskan pada enamel yang dietsa dan
kelebihannya tertiup angin. Warna semen yang dipilih ditempatkan secara merata pada
porselen untuk menutupi seluruh permukaan pemasangan tanpa udara yang terperangkap.
Spot 10-s menyembuhkan labio-incisaly semen, setelah veneer telah diposisikan dengan
benar, memungkinkan penghapusan kelebihan yang tidak disetel di tempat lain sebelum
pengeringan akhir.
Stres yang berlebihan pada veneer yang baru ditempatkan harus dihindari karena
dibutuhkan 24 jam untuk zat perangkai untuk mengembangkan kekuatan ikatan
maksimumnya. Pemolesan akhir jauh lebih baik ditunda untuk kunjungan selanjutnya.
Gigi harus dibersihkan secara profesional 3-4 kali setahun. Untuk kebersihan
rongga mulut harus diperingatkan untuk tidak menggunakan penskalaan ultrasonik atau
abrasif udara. Prosedur-prosedur ini akan memperpanjang umur veneer.
3. Kasus
Seorang wanita usia 46 tahun datang ke klinik gigi mempunyai keinginan untuk
dibuatkan veneer baru. Pada gigi 13, 23 pernah menggunakan veneer selama 28 tahun,
namun sekarang telah berubah warna dan veneer pada gigi 11 dan 13 fraktur.
Pemeriksaan klinis didapatkan diskolorasi tetrasiklin tingkat 4.
4. Pembahasan
Pada kasus tersebut, ditemukan intrinsic tetracycline stain (kelas IV). Bergantung
pada etiologi dan keparahan dari stain tersebut, opsi perawatan pun bervariasi, mulai dari
simple polishing hingga bleaching, veneers, atau crown. Crown m
erupakan opsi terakhir
untuk menangani gigi yang berubah warna karena perawatan ini termasuk perawatan
yang agressive. Pada kasus tersebut, conventional feldspathic ceramic veneers
digunakan. Sistem restorasi tersebut merupakan sistem restorasi yang efektif untuk
menangani stain tetrasiklin. Walaupun begitu, restorasi tersebut dapat menimbulkan
masalah ketika diskolorasi pada gigi sudah terlalu parah. Penambahan ketebalan dari
porcelain dapat meningkatkan masking ability, namun dapat memengaruhi jaringan
pulpa.
Kami menentukan untuk menggunakan translucent porcelain veneers yang
dikombinasi dengan opaque composite sublayer. Dengan demikian, didapatkan hasil
yang natural. Beberapa studi menyatakan bahwa penggunaan opaque composite dapat
menangani diskolorasi gigi yang lebih intens dibanding dengan porcelain veneers.
Namun, Bassett et al. mengamati bahwa teknik tersebut mempunyai kesukaran tersendiri,
salah satunya adalah resiko terjadinya separasi antara opaque composite d engan
permukaan gigi. Magne et al menyatakan bahwa penggunaan dari immediate dentine
sealing s belum diberi komposit adalah suatu keharusan. Immediate dentine sealing
digunakan untuk adesi yang lebih baik dan untuk menghindari infiltrasi bakteri.
Di sisi lain, kekuatan ikatan antara komposit - porselain telah diuji. Gresnigt et al
telah melakukan suatu studi klinis untuk mengevaluasi performa dari kelekatan veneer
pada gigi / pada gigi dengan restorasi komposit. Survival Rate d ari ikatan ceramic pada
gigi dengan resin komposit maupun tidak, memiliki perbedaan yang tidak signifikan.
Cehn et al menyatakan bahwa ikatan antara porselain-komposit dan porselain-gigi tidak
memiliki perbedaan.
Untuk hasil yang lebih baik, veeners dibuat dengan parallel stratification
masking technique. Teknik ini memberikan integrasi optikal yang efisien pada restorasi
ketika diskolorasi gigi dengan keadaan parah terjadi. Lapisan masking yang pertama dari
fluorescent porselain d iaplikasikan untuk melapisi area yang terjadi diskolorasi dan
apisan kedua diaplikasikan lebih sedikit dari
untuk menciptakan basis yang seimbang. L
yang pertama sebagai filter untuk memperhalus transisi dari lapisan masking dengan
struktur gigi asli.
Penggunaan dari porcelain veneers merupakan opsi yang baik dilihat dari segi
estetik dan survival rates. Presentase dijelaskan dalam literatur tersebut adalah 95,7%
setelah 5 tahun dan 87% setelah 8 tahun. Katoh et al mengamati bahwa hasil klinis dari
feldspathic veneer setelah 20 tahun termasuk memuaskan secara umum.
Reinforced porcelain veneer juga memiliki survival rate y ang bagus, yaitu 94%
setelah 7 tahun. Walupun begitu, veener b entuk ini memiliki translusensi yang lebih
rendah. Aluminium dan zirconia adalah material yang opaque, s ehingga untuk mencapai
estetik yang baik pada sektor anterior merupakan hal yang sulit.
Jadi, penggunaan dari opaque composite s ebelum conventional feldspathic ceramic
veneers adalah opsi perawatan konservatif untuk melapisi gigi yang terdiskolorasi.
5. Kesimpulan
Conventional feldspathic ceramic veneers d isertai penggunaan opaquer
merupakan sistem restorasi yang efektif untuk menangani diskolorasi gigi akibat
tetrasiklin.
6. Daftar Pustaka
Anusavica, K.J., DeFreest, C.F., Ferracane, J., Mackert, J.R., Marek, M., et al. 2004.
Buku ajar ilmu bahan kedokteran gigi, edisi 10. Jakarta: Phiips
Putri MH, Herijulianti E, Nurjanah N. 2010. Ilmu pencegahan penyakit jaringan keras
dan jaringa pendukung gigi. Preventive dentistry. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC: 77-85; 93-97; 220-221
Prathap, Sruthy. 2013. Extrinsic stain and management : A new insight: India
Sundoro, EH. 2005. Serba - serbi ilmu konservasi gigi. Jakarta: UI Pres: 175
Tarigan, Rasinta. 2004. Perawatan pulpa gigi (endodonti), Ed. 2. Jakarta: EGC: 209-210
Walton, Richard E. 2003. Prinsip dan praktik ilmu endodonsia. Ed. 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC: 455-465.