Anda di halaman 1dari 15

LEARNING ISSUES LBM 2

Nama : Brillian Novianty Nurwulan


NIM : 31101800020
SGD :4

1. Apa kelainan dan bagaimana patogenesis kelainan di skenario?

Diagnosis

Untuk diagnosis kelainan pada skenario adalah Turner's hypoplasia. Dimana pasien
mempunyai riwayat trauma pada gigi decidui pada usia 2 tahun sehingga giginya tanggal.
Pasien dengan kelainan enamel hypoplasia tipe IV dimana enamel mengalami diskolorisasi,
abnormalitas proses pertumbuhan dalam pembentukan enamel, serta bagian dari enamel
hilang. Adanya perubahan warna kecoklatan pada gigi terjadi karena gangguan pada lapisan
ameloblas yang mengarah ke pembentukan matriks yang rusak akibat trauma.

Dari radiografi terlihat gambaran bagian apeks terbuka. Pada turner's hypoplasia gigi
akan berubah menjadi non vital karena enamel mengalami kerusakan (defect) dan tubulus
dentin menjadi terbuka yang menjadi nidus atau sarang untuk masuknya bakteri ke dalam
pulpa, sehingga menyebabkan nekrosis pada pulpa.
Patogenesis turner's enamel

Turner's Hypoplasia adalah kelainan struktur email yang terjadi karena adanya gangguan
fungsi ameloblas pada tahap formatif. Trauma yang terjadi pada gigi sulung dapat
menyebabkan perubahan letak apeks gigi terutama bila terjadi pada gigi anterior dan akan
mempengaruhi peletakkan matriks enamel, sehingga pembentukan matriks enamel tidak
sempurna. Pembentukan enamel dimulai dari fase proliferasi ditandai dengan multifikasi sel
dan mulai terbentuk organ email. organ email berasal dari lapisan inner epitelium dan akan
membentuk email. Pada fase histodiferensiasi, organ email mengalami perubahan menjadi
ameloblas. Pada fase aposisi inilah peletakkan matriks email terjadi. Beberapa gangguan
tumbuh kembang dan beberapa faktor lokal (trauma dan infeksi) dapat merusak ameloblas
yang mengakibatkan terjadi gangguan peletakkan matriks email dan menyebabkan terjadinya
turner's hypoplasia.

Sumber :

1. Indiarti, Ike Siti. 2000. Penatalaksanaan Gigi Hipoplasia Email. Jurnal Kedokteran
Gigi. Halaman 133-134
2. P.R Geetha Priya, dkk. 2010. Turner's Hypoplasia and Non-vitality: A Case Report of
Sequelae in Permanent Tooth. Contemporary Clinical Dentistry Journal.
3. Tanuj Kanchan, dkk. 2015. Enamel Hypoplasia and Its Role in Identification of
Individuals: A Review of Literature. Indian Journal of Dentistry

2. Apa sajakah yang termasuk kelainan perkembangan gigi


ditinjau dari bentuk? Bagaimana gambaran klinis dan radiografi
dari kelainan tersebut? Jelaskan

a. Geminasi

Merupakan gigi yang besar karena satu benih gigi berkembang membentuk dua gigi
(dua gigi yang menyatu menjadi satu dengan satu saluran akar). Bisa terdapat pada gigi
decidui maupun gigi permanen. Gigi insisivus rahang bawah pada gigi decidui dan gigi
insisivus rahang atas pada gigi permanen adalah yang paling sering mengalami geminasi.
Etiologi dari geminasi adalah herediter.
Gambaran klinis

Posisi gigi geminasi terletak pada gigi insisivus dan kaninus maksila, Mempunyai satu
akar dan satu saluran akar. Geminasi sempurna, menghasilkan dua mahkota. Geminasi
tidak sempurna, satu mahkota besar.

b. Fusi

Merupakan dua gigi normal yang menyatu menjadi satu dengan dua saluran akar.
Etiologi fusi adalah herediter dan trauma saat pembentukan gigi.

Fusi dapat terjadi secara complete dan incomplete.

- Complete fusion

jika fusi terjadi sebelum kalsifikasi gigi mulai. mahkota gigi menyatu dan akan
menggabungkan komponen gigi yaitu dentin, enamel, dan ruang pulpa

- Incomplete fusion

jika fusi terjadi pada later stage pada pembentukan gigi. Terlihat mahkota yang
terpisah dan fusi hanya terjadi pada akar dengan ruang pulpa yang menyatu atau terpisah.

Gambaran radiografi fusi

Dentin pada gigi fusi selalu tampak menyatu pada sejumlah daerah, gigi fusi dapat
memiliki saluran akar yang terpisah atau saluran akar yang sama. Saluran akar yang terpisah
pada bagian gigi fusi yang lebih koronal menyatu menjadi satu saluran pada bagian radikuler.

Gambaran klinis fusi

Posisi gigi fusi biasanya terletak pada gigi insisivus lateral dan kaninus mandibula,
mempunyai dua akar dan dua saluran akar. Fusi sempurna, mahkota besar tanpa pemisahan
(groove) yang jelas. Fusi tidak sempurna, terdapat indentasi atau groove yang membagi
mahkota.

c. Dens Invaginatus (dens in dente)

Adanya gigi dalam gigi. Sering terlihat pada daerah ceruk lingual gigi insisif kedua
atas. Radang periapeks merupakan indikasi pertama dari adanya proses kerusakan pada gigi.

d. Talon cusp

Talon cusp terjadi karena adanya perubahan benih gigi pada tahap morfodiferensiasi.
Perubahan pada benih gigi ini berupa inflamasi di dalam maupun disekitar gigi yang ditandai
dengan hiperplasia organ. Gambaran klinis dari talon cusp adalah tonjolan kecil dari enamel
pada daerah cingulum gigi anterior atas dan bawah permanen menyerupai tanduk. Etiologi
dari talon cusp yaitu genetik.

Gambaran klinis talon cusp

Tonjolan kecil dari enamel pada daerah cingulum gigi permanen anterior atas dan
bawah menyerupai tanduk
Gambaran radiografi talon cusp

Superimposed pada mahkota dan insisal yang terlibat

e. Hutchinson Teeth

Hutchinson teeth ditemukan pada penderita sifilis congenital yang terjadi akibat
infeksi dari ibu melalui plasenta ke janin yang telah mencapai tahap perkembangan gigi tetap.
Bentuk khasnya gigi menyerupai obeng, lebar pada bagian servikal dan sempit pada bagian
insisal serta tonjolan-tonjolan atau notch pada edge insisal.

Pathogenesis Hutchinson teeth

Kuman treponema pallidum menyebabkan reaksi radang kronis dalam folikel gigi,
terjadi fibrosis dalam folikel gigi sehingga terjadi perubahan dan penekanan pada sel
ameloblas dan menyebabkan terjadinya hipoplasia.

f. Taurodontia

Merupakan kelainan dengan adanya pelebaran ruang pulpa dengan karakteristik


seperti tanduk sapi. Taurodontia dapat terjadi pada gigi posterior dan anterior susu maupun
permanen dan sering terjadi pada gigi molar. Secara klinis terlihat normal.
Shaw mengklasifikasikan taurodonsia menjadi hipotaurodonsia, mesotaurodonsia, dan
hipertaurodonsia

- Hipotaurodonsia, pembesaran moderat kamar pulpa yang melebar ke akar

- Mesotaurodonsia, pulpa cukup besar dan akar pendek tapi masih terpisah

- Hipertaurodonsia, bentuk prisma atau silindris dimana kamar pulpa mendekati akar
dan terbagi menjadi 2 atau 4 saluran.

Gambaran Radiografi taurodonsia

Kamar pulpa sangat besar dan memanjang dari apikooklusal daripada normal dan
memanjang ke apikal lebih dari CEJ. Furkasi terletak lebih ke apikal (beberapa millimeter
dari apeks) sehingga akarnya lebih pendek dan badan gigi terlihat besar.

Gambaran klinis taurodonsia

Secara klinis, taurodonsia tidak bisa didiagnosis karena CEJ dan akar terletak dibawah
margin alveolar.

Sumber :

1. Rohilla, Monika. 2017. Etiology of Various Dental Developmental Anomalies -


Review of Literature. Journal of Dental Problems and Solutions. Vol 4 No 2. Pages
20-24
2. Sudiono, Janti. 2008. Gangguan Tumbuh Kembang Dentokraniofasial. Jakarta: EGC.
Halaman 23-29
3. R Kalpana, M Thubashini. 2015. Talon Cusp: A Case Report and Literature Review.
Oral and Maxillofacial Pathology Journal. Vol 6 No 1
3. Apa sajakah yang termasuk kelainan perkembangan gigi
ditinjau dari warna? Jelaskan

a. Tetracycline stain

Disebabkan karena pemakaian antibiotik tetracycline saat masa kehamilan.


Tetracycline menembus plasenta ibu dan mempengaruhi proses pertumbuhan gigi. Gambaran
klinis dari Tetracycline stain yaitu warna gigi kuning hingga kecoklatan, dosis yang tinggi
menyebabkan enamel hipoplasia.

b. Fluorosis

Fluorosis merupakan kerusakan enamel secara kualitatif yang merupakan hasil dari
peningkatan konsentrasi flour disekitar ameloblas selama pembentukan enamel gigi.
Disebabkan karena pemakaian flour yang berlebih, seperti minuman mengandung flour,
tablet flour, dan pasta gigi. Gambaran klinis dari fluorosis yaitu pada konsentrasi rendah
terlihat opak putih. Sedangkan pada konsentrasi tinggi, enamel terkelupas dan berwarna
coklat.

Fluorosis ringan, garis putih luas dan menonjol dengan gambaran bercak-vercak kecil dan
tidak teratur.

Fluorosis sedang, ditandai dengan daerah opak yang tidak teratur berfusi sampai ke seluruh
permukaan gigi sehingga gigi nampak putih seperti kapur (chalky white).

Fluorosis berat, seluruh permukaan gigi nampak opak dan menunjukkan hipoplasia yang
sangat jelas/lepasnya permukaan enamel terluar yang mengakibatkan terbentuknya pit atau
bercak pada permukaan. Bagian enamel hilang dan warna menjadi coklat tua.
c. Neonatal Hyperbilirubinemia

Disebabkan karena peningkatan serum bilirubin. Gambaran klinis dari neonatal


hypervilirubinemia yaitu gigi memiliki bercak biru, kecoklatan, kehijauan atau hitam.

d. Erythroblastosis fetalis

Sebuah kondisi dimanifestasikan dengan adanya anemia pada janin saat antibodi dari
ibu menyerang darah merah janin. Rhesus negatif dari ibu dan rhesus positif bayi tidak cocok
sehingga antibodi ibu menyerang eritrosit bayi yang nantinya menyebabkan pigmen darah
(bilirubin dan biliverdin) terbentuk. Gambaran klinis dari erythroblastosis fetalis yaitu gigi
memiliki bercak berwarna biru, hijau, coklat, atau hitam.
Sumber :

1. Alvarez, et al. 2009. Dental fluorosis: Exposure, Prevention and Management.


Journal section: Clinical and Experimental Dentistry. Vol 14 No 2
2. McDonald, Avery. 2011. Dentistry for The Child and Adolescent. 8th Edition.
Elsevier

4. Apa sajakah yang termasuk kelainan perkembangan gigi


ditinjau dari struktur? Bagaimana gambaran klinis dan
radiografi dari kelainan tersebut? Jelaskan

a. Dentinogenesis Imperfecta (DI)

Merupakan gangguan pembentukan dentin yang bersifat herediter, dimana terjadi


anomali pada struktur dentin. Gangguan ini menyebabkan kerusakan matriks predentin yang
mengakibatkan dentin sirkumpulpa tidak terbentuk dan tidak teratur.

DI secara klinis diklasifikasikan atas 3 tipe (Shields,1973) :

- Tipe I (Dentinogenesis Imperfekta)

Diturunkan secara autosomal dominan

- Tipe II (Dentin Opalescent Herediter)

Diturunkan secara autosomal dominan


- Tipe III (Brandywine)

Kelainan ini pertama kali ditemukan pada tiga kelompok ras penduduk antara orang
Indian, Negro dan orang kulit putih yang hidup terisolasi di Maryland yang dikenal
sebagai populasi Brandywine.

Etiologi utama dari DI adalah faktor herediter yang diturunkan secara autosomal
dominan. Misalnya suatu sifat tertentu seperti kalsifikasi dentin yang tidak sempurna
diumpamakan sebagai D (dominan) dan kalsifikasi normal sebagai d (resesif), kemungkinan
kombinasi yang terjadi adalah DD, Dd dan dd. DD adalah dominan homozigot dan Dd adalah
dominan heterozigot yang mana keduanya ini memiliki kalsifikasi dentin yang tidak
sempurna, sedangkan dd adalah homozigot resesif yang memiliki kalsifikasi dentin yang
sempurna. Individu yang terkena DI biasanya heterozigot dominan (Dd).

DI terjadi akibat defisiensi fosfoprotein dentin yang berperan penting dalam


dentinogenesis yang berlangsung pada fase maturasi dentin. Fosfoprotein mengandung
protein yang berperan penting dalam kalsifikasi dentin seperti fosforesin. Proses maturasi
dentin mulai berkembang bila vesikel matriks pada sel-sel odontoblas mulai muncul. Vesikel
matriks mengandung membran yang kaya akan fosfatidilserin yang memiliki kemampuan
dalam mengikat kalsium. Akibat dari defisiensi fosfoprotein ini maka proses kalsifikasi
dentin akan terganggu sehingga fosfatidilserin tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Gambaran klinis DI

Untuk gambaran klinis DI tipe I selalu timbul dengan kombinasi OI yang merupakan
suatu kerusakan tulang yang kompleks yang dapat menimbulkan fraktur tulang. DI tipe I
biasanya memperlihatkan gambaran translusensi kekuningan pada gigi susu maupun gigi
permanen. Pada gigi yang terdiskolorisasi sering terdapat enamel yang rusak (patah) yang
mengakibatkan gigi menjadi mudah atrisi. Ciri klinis yang paling mencolok adalah warna
biru muda sampai biru tua atau coklat. Mahkota gigi sering berbentuk bulbous sebagai akibat
kontriksi servikal yang kuat, akar gigi tipis dan pendek.

Untuk gambaran klinis DI tipe II kelainan ini tidak disertai dengan kerusakan tulang
(OI) dan menunjukkan gambaran klinis pada gigi yang sama dengan gambaran klinis DI tipe
I.

Untuk gambaran klinis DI tipe III menunjukkan gigi geligi dengan penampilan seperti
shell (kulit kerang) dan adanya pembukaan pulpa yang terjadi pada gigi decidui. Mahkota
cenderung berbentuk bulbous dan sudah mengalami atrisi sejak erupsi.
Gambaran radiologis DI

Untuk gambaran radiologis DI tipe I dan II yaitu mahkota gigi berbentuk bulbous
dengan penyempitan ke arah servikal, akar pendek dan tumpul. Sementum, membran
periodontal dan tulang alveolar terlihat normal. Ruang pulpa dan saluran akar menyempit
sesudah erupsi atau segera setelah erupsi sehingga menyebabkan obliterasi pada ruang pulpa
dan saluran akar sebagian atau seluruhnya.

Untuk gambaran radiologis DI tipe III yaitu mahkota berbentuk bulbous dan sudah
aus sewaktu erupsi. Terjadi pembukaan pulpa pada gigi sulung akibat fraktur. Pada DI tipe III
tidak ditemukan obliterasi pulpa namun ukuran kamar pulpa lebih besar dari normal.

b. Amelogenesis Imperfecta (AI)

Amelogenesis Imperfecta merupakan kelainan pembentukan email gigi tanpa adanya


manifestasi sistemik. AI dapat terjadi pada gigi sulung maupun gigi permanen.

Sumber :

1. Bhandari, Sudhir dkk. 2008. Dentinogenesis Imperfecta: A review and Case Report of
A Family Over Four Generations. Indian Journal of Dental Research. Vol 19 Issue 4
2. Auerkari El dan Surjadi A. 1999. Aspek Genetika Molecular, Klasifikasi dan Upaya
Penanggulangannya. J Kedokteran Gigi Jakarta. Vol 6
3. Hertiana, Elin. 2015. Penatalaksanaan Amelogenesis Imperfekta: Laporan Kasus.
Cakradonya Dent Journal. Vol 10 No 1
4. Patel M., McDonnell ST, Iram S, Chan MFW-Y. Amelogenesis imperfecta -lifelong
management. Restorative management of the adult patient. British Dent J
2013;215(9):449-57

5. Apa sajakah yang termasuk kelainan perkembangan gigi


ditinjau dari jumlah? Bagaimana gambaran klinis dan radiografi
dari kelainan tersebut? Jelaskan

a. Hipodonsia

Merupakan kegagalan perkembangan satu atau dua benih gigi yang umumnya bersifat
herediter. Ada beberapa sindrom yang disertai hipodonsia, salah satunya sindrom down. Gigi
yang paling sering tidak tumbuh adalah molar ketiga, premolar kedua, dan insisif lateral atas.

b. Anodonsia (tidak tumbuhnya gigi)


Kegagalan perkembangan seluruh gigi (anodonsia) yang berkaitan dengan penyakit
sistemik, displasia ektodermal anhidrotik herediter yang merupakan suatu kelainan
perkembangan ektodermal dan umumnya diturunkan sebagai sex-linked. Anodonsia
merupakan kelainan pertumbuhan yang disebabkan karena kegagalan pembentukan gigi.
Biasanya diikuti dengan kehilangan gigi yang banyak (Multiple missing teeth). Bentuk
morfologi gigi umumnya berbentuk peg shape. Manifestasi klinis dari anodonsia adalah
hipodonsia, hipotrichosis, dan hipohidrosis. Anodonsia terjadi karena kegagalan
perkembangan lamina gigi sehingga tidak ada pembentukan gigi sama sekali. Gigi geligi
umumnya berbentuk seperti pasak atau konus. Pada anodonsia, prosesus alveolaris tanpa
adanya dukungan oleh gigi menjadi tidak berkembang dan kehilangan dimensi vertikal
(menyerupai orang yang sudah tua).

Gambaran klinis anodonsia

Tidak terbentuknya semua gigi, lebih sering mengenai gigi permanen dibandingkan
gigi decidui.

Gambaran radiografis anodonsia

Terlihat bahwa tidak adanya benih gigi.

c. Supernumerary teeth (hyperdonsia)

Gigi yang berkembang dalam jumlah lebih dari normal. Supernumerary teeth
disebabkan karena perkembangan berlebih dari dental lamina dengan penyebab yang tidak
diketahui. Supernumerary teeth dapat ditemukan pada setiap rahang, tetapi lebih sering
terlihat di insisif lateral maksila dan molar tiga. Gigi berlebih yang terjadi di antara gigi
insisif sentral atas dinamakan mesiodens (Gambaran klinis). Supernumerary teeth dapat
menyebabkan gigi berjejal, malposisi yang menyebabkan ketidaknyamanan dalam
mengunyah, persistensi gigi sulung, rotasi, diastema, resorbsi akar, impaksi dan
memperlambat erupsi gigi tetap. Untuk penatalaksanaan supernumerary teeth adalah dengan
pencabutan gigi.

Sumber :

1. Rohilla, Monika. 2017. Etiology of Various Dental Developmental Anomalies -


Review of Literature. Journal of Dental Problems and Solutions. Vol 4 No 2. Pages
20-24
2. Sudiono, Janti. 2008. Gangguan Tumbuh Kembang Dentokraniofasial. Jakarta: EGC.
Halaman 23-29

Anda mungkin juga menyukai