Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

Komunikasi adalah proses penyampaian dan penerimaan pesan dari


seseorang yang dibagi kepada orang lain. Berkomunikasi berarti membantu
menyampaikan pesan untuk kemudian diketahui dan pahami bersama. Pesan dalam
komunikasi digunakan dalam memilih dan pengambilan keputusan.
Komunikasi bersifat fundamental dalam kehidupan sehari-hari karena kita
tidak dapat hidup tanpa berkomunikasi. Berkomunikasi berarti menyampaikan suatu
pesan dari sumber pesan (komunikator) kepada satu atau lebih penerima pesan
(khalayak) dengan menggunakan seperangkat aturan atau cara tertentu. Pada
tingkat yang paling sederhana, komunikasi memerlukan unsur pengirim pesan,
pesan, penerima, dan media komunikasi. Namun, setiap peristiwa komunikasi yang
kompleks, pengirim pesan juga berfungsi sebagai penerima pesan, dan pesan lain
yang berbeda dikirim melalui media yang berbeda. 1
Komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien merupakan salah satu
kompetensi yang sangat penting dan harus dikuasai oleh dokter. Kompetensi
komunikasi menentukan keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah
kesehatan pasien. Komunikasi yang efektif dapat mengurangi keraguan pasien,
serta menambah kepatuhan dari pasien. Dokter dan pasien sama-sama
memperoleh manfaat dari saling berbagi dalam hubungan yang erat. Setiap pihak
merasa dimengerti. Pasien merasa aman dan terlindungi jika dokter yang
menanganinya melakukan yang terbaik untuk pasiennya. Ketika saling terhubung,
sang dokter dapat mengerti dan bereaksi lebih baik pada perubahan perilaku dan
perhatiannya pada pasien setiap saat. Komunikasi yang efektif antara dokter dan
pasien sangatlah diperlukan untuk memperoleh hasil yang optimal, berupa masalah
kesehatan yang dapat diselesaikan dan kesembuhan pasien. 2
Komunikasi pasien dengan dokter merupakan hubungan antar manusia yang
mempunyai sifat umum dan khusus. Sifat khusus tersebut antara lain: dokter
merupakan profesi penyembuhan dan menjadi kesediaan pasien untuk
menyerahkan sebagian rahasia pribadinya kepada dokter. Profesi dokter yang
khusus ini pula yang membuat pasien mempunyai fantasi dan perasaan tertentu,
yang dapat mempengaruhi sikapnya, bahkan sebelum bertemu dokternya yang
disebut sebagai transference.

1
Komunikasi efektif mampu mempengaruhi emosi pasien dalam pengambilan
keputusan tentang rencana tindakan selanjutnya, sedangkan komunikasi tidak efektif
akan mengundang masalah. Perlu dibangun komunikasi efektif yang dilandasi
keterbukaan, kejujuran dan pengertian akan kebutuhan, harapan, maupun
kepentingan masing-masing. Dengan terbangunnya komunikasi yang efektif, pasien
akan memberikan keterangan yang benar dan lengkap sehingga dapat membantu
dokter dalam mendiagnosis penyakit pasien secarabaik dan memberi obat yang
tepat bagi pasien. Komunikasi yang baik dan berlangsung dalam kedudukan setara
sangat diperlukan agar pasien mau dan dapat menceritakan sakit serta keluhanyang
dialaminya secara jujur dan jelas.3
Empat keinginan pasien yang harus dipenuhi untuk membangun hubungan
2
yang baik antara dokter dan pasien adalah:
1. Merasa ada jalinan dengan dokter dan mengetahui bahwa pasien memperoleh
perhatian penuh dari dokter
2. Mengetahui bahwa dokter dapat fokus pada setiap tindakan pengobatan dan
interaksinya
3. Merasa rileks dan bebas dari kekhawatiran pada suasana ruang praktek
4. Mengetahui bahwa dokternya dapat diandalkan.
Dari sudut pandang pasien, hubungan yang terjalin akan meningkatkan
kepercayaan dan komunikasi yang efektif. Dokter akan tanggap pada respon pasien
atas informasi yang disampaikannya. Pasien akan lebih terbuka dalam mendengar
dan belajar. Pertukaran pandangan yang sama akan mudah dikembangkan dan
pasien lebih bersedia untuk melakukan tindakan yang sesuai harapannya. Pasien
menjadi lebih siap menerima tindakan pengobatan dan akan menyarankan orang
lain ke dokter yang memiliki hubungan baik dengannya.

PENGERTIAN KOMUNIKASI
Pada dasarnya, setiap orang memerlukan komunikasi sebagai salah satu alat
bantu dalam kelancaran bekerja sama dengan orang lain dalam bidang apapun.
Komunikasi berbicara tentang caramenyampaikan dan menerima pikiran-pikiran,
informasi, perasaan, dan bahkan emosi seseorang, sampai pada titik tercapainya
pengertian yang sama antara penyampai pesan dan penerima pesan. 3

2
Menurut Griffin komunikasi adalah proses relasional menciptakan dan
menafsirkan pesan yang mendatangkan respon. Dimana pesan merupakan inti dari
komunikasi. Isi dan bentuk teks dari pesan biasanya dibangun,
diciptakan,direncanakan, dibuat, dibentuk, dipilih, atau diadopsi oleh komunikator.
Pesan tidak menafsirkan sendiri. Makna pesan berlaku baik untuk pencipta dan
penerima tidak berada dalam kata-kata yang diucapkan, ditulis, atau bertindak
keluar. Ada efek pesan atas orang-orang yang menerimanya. 4
Komunikasi menurut Effendy akan berlangsung selama ada kesamaan
makna mengenai apa yang dipercakapkan. Dan suatu percakapan akan dikatakan
komunikatif apabila kedua belah pihak dalam hal ini penyampai maupun penerima
pesan selain mengerti bahasa yang digunakan, juga makna dari bahan yang
diperbincangkan.5

KOMUNIKASI MEDIS DOKTER DAN PASIEN


Aplikasi definisi komunikasi dalam interaksi antara dokter dan pasien diartikan
sebagai tercapainya pengertian dan kesepakatan yang dibangun dokter bersama pasien
pada setiap langkah penyelesaian masalah pasien. Untuk sampai pada tahap tersebut,
diperlukan berbagai pemahaman seperti pemanfaatan jenis komunikasi (lisan, tulisan),
menjadi pendengar yang baik, adanya penghambat proses komunikasi, pemilihan alat
penyampai pikiran atau informasi yang tepat, dan mengekspresikan perasaan dan
emosi. Selanjutnya definisi tersebut menjadi dasar model proses komunikasi yang
berfokus pada pengirim pikiran-pikiran atau informasi, saluran yang dipakai untuk
menyampaikan pikiran-pikiran atau informasi, dan penerima pikiran-pikiran atau
informasi.
Model tersebut juga akan mengilustrasikan adanya penghambat pikiran-pikiran
atau informasi sampai ke penerima, dan umpan balik yang memfasilitasi kelancaran
komunikasi itu sendiri. Dalam hubungan dokter-pasien, baik dokter maupun pasien
dapat berperan sebagai sumber atau pengirim pesan dan penerima pesan secara
bergantian. Pasien sebagai pengirim pesan, menyampaikan apa yang dirasakan atau
menjawab pertanyaan dokter sesuai pengetahuannya. Sementara dokter sebagai
pengirim pesan, berperan pada saat menyampaikan penjelasan penyakit, rencana
pengobatan dan terapi, efek samping obat yang mungkin terjadi, serta dampak dari
dilakukan atau tidak dilakukannya terapi tertentu.

3
Dokter bertanggung jawab untuk memastikan pasien memahami apa yang
disampaikan. Sebagai penerima pesan, dokter perlu berkonsentrasi dan memperhatikan
setiap pernyataan pasien. Untuk memastikan apa yang dimaksud oleh pasien, dokter
sesekali perlu membuat pertanyaan atau pernyataan klarifikasi. Mengingat kesenjangan
informasi dan pengetahuan yang ada antara dokter dan pasien, dokter perlu mengambil
peran aktif. Ketika pasien dalam posisi sebagai penerima pesan, dokter perlu secara
proaktif memastikan apakah pasien benar benar memahami pesan yang telah
disampaikannya.
Elemen-elemen yang terdapat dalam komunikasi menurut Gorden adalah: 6
1. Komunikator: orang yang menyampaikan pesan
2. Pesan: ide atau informasi yang disampaikan
3. Media: sarana komunikasi
4. Komunikan: pihak yang menerima pesan
5. Umpan Balik: respon dari komunikan terhadap pesan yang diterimanya.
Lima sasaran pokok dalam proses komunikasi, yaitu:
1. Membuat komunikan mendengarkan atau melihat apa yang komunikator katakan
2. Membuat komunikan memahami apa yang mereka dengar atau lihat
3. Membuat komunikan menyetujui apa yang telah mereka dengar
4. Membuat komunikan mengambil tindakan yang sesuai dengan maksud komunikator,
dan maksudnya dapat diterima oleh komunikan
5. Memperoleh umpan balik dari komunikan.

Komunikasi dalam bidang medis melibatkan dokter, pasien, dan keluarga


adalah komunikasi yang tidak dapat dihindari dalam kegiatan kesehatan atau
klinikal. Pasien datang merobat menyampaikan keluhannya, didengar, dan
ditanggapi oleh dokter sebagai respon dari keluhan tersebut. Seorang pasien yang
datang berobat memiliki harapan akan kesembuhan penyakitnya, sedangkan
seorang dokter mempunyai kewajiban memberikan pengobatan sebaik mungkin.
Komunikasi medis antara dokter dan pasien yang dulu menganut pola
paternalistik dengan dokter pada posisi yang lebih dominan sudah saatnya diubah
menjadi setara antara dokter dan pasien. Efektifitas komuniksi yang baik antara
keduabelah pihak akan berdampak pada kesehatan yang lebih baik, kenyamanan,
kepuasan pada pasien, dan penurunan resiko malpraktik, serta perselisihan atau
sengketa yang terjadi antara dokter dan pasien.

4
Komunikasi medis yang berlangsung positif memberikan dampak penting bagi
pasien, dokter, dan orang lain. Seorang dokter lebih cenderung untuk membuat
diagnosis yang lebih akurat dan komprehensif guna mendeteksi tekanan emosional
pada pasien, pasien memiliki rasa puas dengan perawatan dan kurang cemas, dan
setuju dengan mengikuti saran yang diberikan. 7 Selain itu, pasien yang ditangani
oleh dokter dengan keterampilan komunikasi yang baik telah terbukti meningkatkan
Indeks Kesehatan dan Tingkat Pemulihan. 8,9,10 Namun, demikian hasil positif tersebut
tidak selalu diperoleh. Komunikasi yang positif telah terbukti memiliki dampak
menguntungkan, sebaliknya komunikasi yang negatif sebaliknya justru dapat
menyebabkan keseluruhan dampak yang negatif dokter maupun pasiennya.
Misalnya, komunikasi yang buruk menyebabkan pasien tidak terlibat dengan layanan
kesehatan selanjutnya menolak untuk mengikuti perilaku kesehatan dianjurkan dan
menjalani perawatan yang diperlukan, dan gagal untuk mematuhi resep pengobatan,
atau gagal untuk menyembuhkan penyakit.
Dalam kasus ekstrim, komunikasi yang buruk dapat menyebabkan gangguan
psikologis, gangguan fisik, litigasi atau, paling buruk, kematian. Singkatnya, seperti
dicatat oleh Pettigrew dan Logan, (komunikasi kesehatan mempromosikan
kesehatan dan penyakit dalam masyarakat, dan membuat sistem dijalankan pada
efektivitas secara optimal.11
Kemampuan komunikasi yang baik atau keterampilan sosial memberikan
keuntungan lebih dalam kehidupan antarmanusia manusia. Mereka yang memiliki
tingkat kemampuan dan keterampilan tinggi berguna untuk mengatasi stres atau
kegelisahan lebih mudah dan untuk beradaptasi dan menyesuaikan hidup lebih baik
dan menjadi lebih kecil kemungkinannya untuk menderita depresi, kesepian atau
kecemasan. Dalam konteks komunikasi, penting bagi seorang profesional kesehatan
untuk memiliki keterampilan komunikasi yang baik. Seperti dikemukakan oleh Blasi
bahwa : In healthcare, the importance of health professionals having good
communication skills is being increasingly recognized.12
Kemampuan interpersonal dokter kepada pasiennya memiliki hubungan
signifikan dalam upaya kesembuhan pasien Seorang praktisi kesehatan yang
berusaha untuk membentuk hubungan baik dan hubungan persahabatan dengan
pasien serta meyakinkan mereka bahwa mereka akan segera menjadi lebih baik,
lebih efektif daripada praktisi kesehatan yang terus-menerus berkonsultasi secara
impersonal (tidak akrab dan tidak bersahabat), formal atau tidak pasti.
5
Komunikasi kesehatan yang positif tidak hanya relevan dengan interaksi yang
berhubungan dengan pasien dalam pengaturan kesehatan, seperti dokter umum
praktik, General Practitioner (GP) rumah sakit, puskesmas dan klinik, tetapi juga
mendasar pada tingkat kesehatan yang lebih luas masyarakat. Penentu paling
penting dari kesehatan adalah keadaan sosial, ekonomi, dan paling tidak penting
adalah perilaku kesehatan individu. 13 Dengan demikian, disarankan untuk harus
memfokuskan usaha lebih luas pada kampanye pendidikan kesehatan masyarakat
daripada mencoba untuk mempengaruhi perilaku pada tingkat individu. Berfokus
pada berkomunikasi dengan publik yang lebih luas dalam rangka untuk
mempromosikan kesehatan yang lebih baik. Dengan mempertimbangkan
pendekatan yang berbeda dan strategi yang telah diambil, dan mengevaluasi
efektivitas mereka. Setelah ini, terjalin di sejumlah media komunikasi yang
digunakan untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat luas. 12
Dengan demikian komunikasi dalam lingkup kesehatan begitu penting. Hasil
konferensi tentang komunikasi kesehatan yang berlangsung di Toronto menghasilkan
‘Toronto Consensus”, menghasilkan 8 (delapan) point pernyataan hubungan antara praktek
komunikasi dan kesehatan sebagai berikut :
1. Communication problems in medical practice are important and
common.
2. Patient anxiety and dissatisfaction are related to uncertainty and lack
of
information, explanation and feedback.
3. Doctors often misperceive the amount and type of information that
patients
want to receive.
4. Improved quality of clinical communication is related to positive health
outcomes.
5. Explaining and understanding patient concerns, even when they cannot
be
resolved, results in a fall in anxiety.
6. Greater participation by the patient in the encounter improves
satisfaction,
compliance and treatment outcomes.

6
7. The level of psychological distress in patients with serious illness is less
when
they perceive themselves to have received adequate information.
8. Beneficial clinical communication is routinely possible in clinical practice
and can be achieved during normal clinical encounters, without unduly
prolonging them, provided that the clinician has learned the relevant
techniques.12

Tujuan Komunikasi Medis antara Dokter dan Pasien


Komunikasi medis antara dokter dan pasien merupakan jenis komunikasi
yang berlangsung secara transaksional, face to face, dan berlansung secara
langsung. Jenis komunikasi ini melibatkan dua orang yang berbeda posisi, tidak
sukarela, isi pesan yang penting sehingga membutuhkan kerjasama yang baik
seperti dikemukakan oleh Ong, dkk. bahwa the doctor–patient relationship is one of
themost complex interpersonal relationships. It involves the interaction between
people in non-equal positions, is often non-voluntary, concerns issues of vital
importance, is emotionally laden and requires close cooperation.10
Komunikasi antara dokter dan pasien adalah bentuk komunikasi kesehatan
yang sifatnya interpersonal yang komplek. Proses komunikasi ini dikontrol
bagaimana bentuk hubungan yang berlangsung dalam proses komunikasi tersebut.
Dalam mengevaluasi pola kontrol komunikasi antara dokter dan pasien Roter dan
Hall menggambarkan empat dasar bentuk hubungan antara dokter dan pasien yaitu:
bentuk standar (default), bentuk paternalistik (paternalistic), konsumtif (consumerist)
dan mutualistik (mutualistic).14 Hubungan standar ditandai dengan kurangnya kontrol
di kedua pihak baik dokter maupun si pasien , dan jelas jauh dari ideal. Bentuk
paternalistik ditandai hubungan oleh dokter yang dominan dan pasien pasif,
sedangkan konsumerisme dikaitkan dengan sebaliknya, dengan itu fokus pada “hak
dan kewajiban” dokter kepada pasien. Akhirnya, bentuk hubungan mutualistik
ditandai oleh berbagi dalam pengambilan keputusan, dan sering menganjurkan jenis
hubungan terbaik untuk saling memahami.12
Bentuk hubungan Komunikasi antara dokter dan pasien ditekankan pada
terjadinya komunikasi efektif antara dokter dan pasien yang memberikan manfaat.

7
Edelmann mengidentifikasi empat faktor utama yang mungkin mempengaruhi sifat
dan efektivitas komunikasi antara dokter dan pasien, yaitu : 15
1. Karakteristik dokter (jenis kelamin dan pengalaman)
2. Karakteristik pasien (jenis kelamin, kelas sosial, usia, pendidikan dan
keinginan akan informasi)
3. Perbedaan antara kedua belah pihak dalam hal kelas sosial dan pendidikan
sikap, keyakinan dan harapan
4. Faktor-faktor situasional (beban pasien, tingkat kenalan dan sifat masalah
yang diajukan).

Menariknya, dokter dan pasien memiliki perspektif sangat berbeda pada


faktor-faktor yang mereka pandang sebagai hal paling mendasar dalam komunikasi
dokter-pasien. Sebagai mana dikutip oleh Dianne Berry, dipaparkan dalam suatu
hasil penelitian sederhana dengan meminta para dokter dan pasien untuk
mengungkapkan pandangan mereka tentang dokter yang baik, adalah : The doctors
stated that ‘diagnostic ability’ was the most important quality of a good doctor,
whereas the patients said that ‘listening’ was the most important aspect. This latter
aspect was rated as being least important by the doctors.12
Para dokter menyatakan bahwa “kemampuan diagnostik” adalah kualitas
yang paling penting dari seorang dokter yang baik, sedangkan pasien mengatakan
bahwa “mendengarkan” adalah aspek yang paling penting. Temuan sejalan oleh
Delamothe,yang menemukan bahwa atas tiga kategori pandangan yang paling
mempengaruhi pilihan pasien untuk kategori dokter yang baik, 16 sebagai mana
kutipan oleh Dianne Berry, berikut ini : 12 Three categories for what most influences a
patient’s choice of good doctor were ‘how well the doctor communicates with
patients and shows a caring attitude’, ‘explaining medical or technical procedures in
an easytounderstand way’ and ‘listening and taking the time to ask questions’. In
contrast, the aspects most highly rated by doctors were ‘number of years of practice’
and ‘whether the doctor had attended a well known medical school’.
Berdasarkan penjelasan kutipan di atas menyebutkan bahwa dokter yang
baik adalah dokter berkomunikasi dengan pasien dan menunjukkan sikap peduli,
menjelaskan prosedur medis atau teknis dengan cara yang mudah-dipahami dan
mendengarkan dan meluangkan waktu untuk mengajukan pertanyaan. Sebaliknya,
aspek yang paling dinilai tinggi oleh dokter jumlah tahun praktek dan apakah dokter

8
telah menempuh pendidikan kedokteran di tempat terkenal. Hal ini menuntut
kemampuan seorang dokter untuk memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik
terhadap pasiennya untuk mencapai sejumlah tujuan yang berbeda. Sejalan dengan
hal ini, menurut Ong, dkk yang dikutip oleh Dianne Berry, mengemukakan bahwa
ada 3 (tiga) tujuan yang berbeda komunikasi antara dokter dan pasien, yaitu : 12
(1) menciptakan hubungan interpersonal yang baik (creating a good interpersonal
relationship),
(2) pertukaran informasi (exchange of information),
(3) pengambilan keputusan medis (medical decision making).

Tujuan pertama komunikasi dokter dan pasien yaitu menciptakan hubungan


interpersonal yang baik (creating a good interpersonal relationship) merupakan
prasyarat untuk perawan medis. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa
hubungan dokter dan pasien yang sukses dan komunikatif serta berdampak positif
bagi pasien seperti, kepuasan pengetahuan dan pemahaman, kepatuhan terhadap
pengobatan dan hasil kesehatan yang terukur. Kualitas afektif dari hubungan dokter
dan pasien merupakan penentu utama dari kepuasan pasien dan kepatuhan
terhadap pengobatan. Secara khusus, keakraban, perhatian, hal positif, kurangnya
ketegangan dan ekspresi non-verbal menjadi elemen paling penting dalam
membangun dan memelihara hubungan kerja yang baik. Secara khusus hubungan
interpersonal dokter dan pasien yang baik dan meningkat ketika konteks komunikasi
interpersonal berlangsung dengan keramahan dokter, perilaku sopan, percakapan
sosial, perilaku mendorong dan empatik, dan membangun kemitraan, dan ekspresi
empati selama konsultasi.
Tujuan kedua dari komunikasi dokter dan pasien adalah pertukaran informasi
(exchange of information) yang digariskan oleh Ong, dkk adalah pertukaran
informasi. Dari sudut pandang kedokteran, dokter perlu untuk mendapatkan
informasi dari pasien untuk menyakini diagnosis yang tepat dan rencana perawatan.
Dari perspektif lain, pasien perlu mengetahui dan memahami dan merasa dikenal
dan dipahami. Dalam rangka untuk memenuhi kedua kebutuhan ini, kedua pihak
perlu bergantian antara pemberian informasi dan bertukar informasi. Sejumlah studi
menemukan bahwa dokter umum meremehkan informasi tentang penyakit dan
perawatan yang pasien inginkan. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Donovan
dan Blake misalnya,17 menunjukkan bahwa pasien berpenyakit “arthritis rheumatoid”,
9
mendambakan informasi lebih banyak tentang penyakit dan perawatannya dibanding
dengan yang diberikan. Secara khusus, mereka ingin informasi tentang etiologi,
gejala, metode diagnosis, dan efek gejala/penyakit dan efek samping obat-obatan,
serta informasi tentang pilihan pengobatan yang tersedia. Hal ini bisa saja terjadi
terjadi kerena tidak berlangsung pertukaran informasi yang cukup. 12
Tujuan ketiga komunikasi dokter dan pasien adalah pengambilan keputusan
medis (medical decision making). Selama 20 tahun terakhir ini, telah terjadi
pergeseran yang menonjol dari apa yang telah disebut sebagai “paternalistic” model
kedokteran, dimana dokter membuat semua keputusan ke model yang berpusat
pada pasien, di mana pengambilan keputusan dibagi antara dokter dan pasien.
Model “patient centred” menekankan pentingnya memahami pengalaman pasien
dari penyakit mereka, serta faktor-faktor sosial dan psikologis yang relevan. Berarti
dokter menggunakan keterampilan mendengarkan aktif. Kunci sukses hubungan
dokter dan pasien dan pengambilan keputusan adalah mengakui bahwa pasien ahli
juga. Dokter mungkin akan diberitahu tentang penyebab penyakit, pilihan
pengobatan dan strategi pencegahan, tetapi hanya pasien tahu tentang penyakitnya,
keadaan sosial, kebiasaan, sikap terhadap resiko, nilai-nilai dan preferensi. Sejalan
dengan hal tersebut, pengambilan keputusan bersama karena melibatkan
pertukaran dua arah informasi, dimana kedua dokter dan pasien mendiskusikan
preferensi pengobatan dan menyetujui pilihan mana yang tepat. Dokter perlu
membangun suasana di mana pasien merasa bahwa pandangan mereka dihargai
dan dibutuhkan. Namun, telah dicatat bahwa tidak semua pasien mau berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan tentang kesehatan mereka. Keengganan tersebut
cenderung lebih umum pada pasien yang lebih tua dan mereka yang sakit. Dalam
kasus seperti ini, dokter mungkin perlu menggunakan pendekatan lebih direktif.
Komunikasi dokter dan pasien sebagai bentuk perilaku yang terjadi dalam
berkomunikasi yaitu bagaimana pelaku (dokter dan pasien) mengelolah dan
mentransformasikan dan pertukaran suatu pesan. Dalam proses pertukaran pesan
komunikasi antara dokter dan pasien merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan proses komunikasi itu sendiri. Suatu proses kesehatan antara dokter
dan pasien bersifat dua-arah terjadi bilamana orang yang terlibat didalamnya
berusaha menciptakan dan menyampaikan informasi kepada penerima. Dalam hal
ini sumber dan penerima (dokter dan pasien) harus memformulasikan,

10
menyampaikan serta menanggapi pesan tersebut secara jelas, lengkap, benar dan
saling mengerti di antara mereka.

KOMUNIKASI EFEKTIF
Tujuan komunikasi adalah segala bentuk aktivitas yang dilakukan oleh
individu dengan tujuan menyampaikan pesannya pada orang lain. Jika pesan yang
dimaksudkan tersebut tidak sesuai dengan penangkapan lawan bicara, maka
kemungkinan besar akan menyebabkan terjadinya miskomunikasi, sehingga
berdasarkan hal tersebut dibutuhkan suatu bentuk komunikasi yang efektif.
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana
dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh
penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu. 18 Hukum komunikasi efektif
yang banyak dibahas diberbagai literatur disingkat dalam satu kata, yaitu REACH,
19,20
yang dalam bahasa Indonesia berarti meraih:
1. Respect
Sikap menghargai mengacu pada proses menghargai setiap individu yang
menjadi sasaran pesan yang disampaikan oleh komunikator. Jika individu
membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan
menghormati, maka kerjasama yang menghasilkan sinergi dapat dibangun, yang
akan meningkatkan efektifitas kinerja, baik sebagai individu maupun secara
keseluruhan.
2. Humble
Sikap rendah hati mengacu pada sikap yang penuh melayani, sikap
menghargai, mau mendengar dan menerima kritik, tidak sombong dan memandang
rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan
penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar.
3. Empathy
Empati adalah kemampuan individu untuk menempatkan diri pada situasi
atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam
memiliki sikap empati adalah kemampuan untuk mendengarkan atau mengerti
terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Rasa empati
membantu individu dalam menyampaikan pesan dengan cara dan sikap yang akan
memudahkan penerima pesan menerimanya. Jadi sebelum membangun komunikasi
atau mengirimkan pesan, individu perlu mengerti dan memahami dengan empati

11
calon penerima pesan. Sehingga nantinya pesan dari komunikator akan dapat
tersampaikan tanpa ada halangan psikologis atau penolakan dari penerima.
4. Audible
Makna dari audible adalah dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik
oleh penerima pesan.

5. Clarity
Kejelasan, terkait dengan kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak
menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Kejelasan
juga berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam berkomunikasi, individu perlu
mengembangkan sikap terbuka, sehingga dapat menimbulkan rasa percaya dari
penerima pesan.

Komunikasi Efektif Dokter-Pasien


Komunikasi dokter-pasien merupakan salah satu kompetensi yang harus
dikuasai dokter. Kompetensi komunikasi menentukan keberhasilan dalam membantu
penyelesaian masalah kesehatan pasien. Komunikasi yang efektif diharapkan dapat
mengatasi kendala yang dialami oleh kedua belah pihak. Kurtz menyatakan bahwa
komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu lama. Komunikasi efektif terbukti
memerlukan lebih sedikit waktu karena dokter terampil mengenali kebutuhan pasien.
Dalam pemberian pelayanan medis, adanya komunikasi yang efektif antara dokter
dan pasien merupakan kondisi yang diharapkan sehingga dokter dapat melakukan
manajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama pasien, berdasarkan
kebutuhan pasien.21
Menurut Kurzt, dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan komunikasi
yang digunakan:21
1. Disease centered communication style atau doctor centered communication style.
Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis,
termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala-gejala.

12
2. Illness centered communication style atau patient centered communication style.
Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang
secara individu merupakan pengalaman unik. Keberhasilan komunikasi antara
dokter dan pasien pada umumnya akan melahirkan kenyamanan dan kepuasan bagi
kedua belah pihak.

Tujuan komunikasi yang relevan dengan profesi dokter adalah: 3


1. Memfasilitasi terciptanya pencapaian tujuan kedua pihak (dokter dan pasien).
2. Membantu pengembangan rencana perawatan pasien bersama pasien, untuk
kepentingan pasien dan atas dasar kemampuan pasien, termasuk kemampuan
finansial.
3. Membantu memberikan pilihan dalam upaya penyelesaian masalah kesehatan
pasien.
4. Membimbing pasien sampai pada pengertian yang sebenarnya tentang penyakit
atau masalah yang dihadapinya.
5. Membantu mengendalikan kinerja dokter dengan acuan langkah-langkah atau hal-
hal yang telah disetujui pasien.
Tujuan dari komunikasi efektif antara dokter dan pasiennya adalah untuk
mengarahkan proses penggalian riwayat penyakit lebih akurat untuk dokter, lebih
memberikan dukungan pada pasien, dengan demikian lebih efektif dan efisien bagi
keduanya.21
Menurut Konsil Kedokteran Indonesia, berdasarkan dari penelitian, manfaat
komunikasi efektif dokter-pasien adalah: 3
1. Meningkatkan kepuasan pasien dalam menerima pelayanan medis dari dokter
atau institusi pelayanan medis.
2. Meningkatkan kepercayaan pasien kepada dokter yang merupakan dasar
hubungan dokter-pasien yang baik.
3. Meningkatkan keberhasilan diagnosis terapi dan tindakan medis.

13
4. Meningkatkan kepercayaan diri dan ketegaran pada pasien fase terminal dalam
menghadapi penyakitnya.

Langkah-Langkah dalam Mewujudkan Komunikasi Efektif Dokter-Pasien


Menurut Konsil Kedokteran Indonesia, yang perlu diperhatikan dalam
meningkatkan komunikasi efektif antara dokter dan pasien adalah : 3
1. Sikap profesional dokter, sikap yang menunjukkan kemampuan dokter dalam
menyelesaikan tugas-tugas sesuai peran dan fungsinya, mampu mengatur diri
sendiri seperti ketepatan waktu, dan mampu menghadapi berbagai tipe pasien, serta
mampu bekerja sama dengan profesi kesehatan yang lain. Di dalam proses
komunikasi dokter-pasien, sikap profesional penting untuk membangun rasa
nyaman, aman, dan percaya pada dokter, yang merupakan landasan bagi
berlangsungnya komunikasi secara efektif. 22
2. Pengumpulan informasi, yang di dalamnya terdapat proses anamnesis yang
akurat, dan sesi penyampaian informasi.
3. Penyampaian informasi yang akurat.
4. Proses langkah-langkah komunikasi, yang terdiri dari salam, ajak bicara,
menjelaskan, dan mengingatkan pasien.
Dengan mengembangkan komunikasi efektif tersebut, dokter dapat
mengetahui sepenuhnya kondisi pasien dan keluarga pasien juga menaruh
kepercayaan sepenuhnya kepada dokter. Kondisi tersebut dapat berpengaruh pada
proses penyembuhan pasien selanjutnya. Pasien merasa aman dan tenang
mendapatkan penanganan yang intensif oleh dokter, sehingga pasien akan patuh
menjalankan petunjuk dan nasehat dokter karena yakin bahwa semua yang
dilakukan untuk kebaikan pasien.

SIMPULAN
Pasien adalah setiap orang yang menjalani konsultasi masalah kesehatannya
untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung
maupun tidak langsung kepada dokter. Kunjungan ke dokter dilakukan sebagai
upaya memperoleh jawaban atas kondisi kesehatannya dan harapan untuk dapat
sembuh. Aspek yang cukup dominan mempengaruhi keputusan pasien dalam
berobat ke dokter adalah komunikasi.
14
Komunikasi medis dokter dan pasien yang sukses dan komunikatif akan
memberikan berdampak positif bagi pasien. Hal ini juga mempengaruhi pada
kualitas afektif dari komunikasi dokter dan pasien merupakan penentu utama dari
kepuasan pasien dan kepatuhan terhadap pengobatan dan perawatan. Sikap dokter
dalam berkomunikasi dengan pasien dapat menimbulkan kesimpulan yang akan
mempengaruhi keputusan pasien.
Dokter perlu relevan dan efektif memahami bahwa yang dimaksud dengan
komunikasi tidaklah hanya sekadar komunikasi verbal, melalui percakapan, namun
juga mencakup pengertian komunikasi secara menyeluruh. Dokter perlu memiliki
kemampuan untuk menggali dan bertukar informasi secara verbal dan nonverbal
dengan pasien pada semua usia, anggota keluarga, masyarakat, kolega dan profesi
lain.
Secara khusus hubungan interpersonal dokter dan pasien yang baik dan
meningkat ketika konteks komunikasi interpersonal berlangsung dengan keramahan
dokter, perilaku sopan, percakapan sosial, perilaku mendorong dan empatik, dan
membangun kemitraan, dan ekspresi empati selama konsultasi.
Dalam paradigma baru yang senapas dengan ketentuan undang-undang,
hubungan dokter-pasien adalah kemitraan. Pasien harus dihargai sebagai pribadi
yang berhak atas tubuhnya. Menghormati dan menghargai pasien adalah sikap yang
diharapkan dari dokter dalam berkomunikasi dengan pasien, tanpa mempedulikan
berapa pun umurnya, tanpa memperhatikan status sosial-ekonominya. Bersikap adil
dalam memberikan pelayanan medis adalah dasar pengembangan komunikasi
efektif dan menghindarkan diri dari perlakuan diskriminatif terhadap pasien.
Efektif atau tidaknya komunikasi yang berlangsung akan menentukan sikap
pasien dalam menerima diagnosis yang ditetapkan dokter, menjalani pengobatan,
melakukan perawatan diri dan memerhatikan atau mematuhi anjuran dan nasihat
dokter. Komunikasi tersebut juga mempengaruhi kelangsungan terapi, apakah akan
berlanjut atau terjadi pemutusan hubungan secara sepihak. Reaksi pasien ketika
masih berada dalam ruang praktek, sikap pasien pada kunjungan ulang, cara pasien
melaksanakan pengobatan adalah umpan balik bagi dokter, untuk mengetahui hasil
komunikasinya.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Ganjar, Agus. 2009. Memetakan Komunikasi Kesehatan. BP2Ki.Bandung


2. Rusmana, A. 2009. Komunikasi Efektif Dokter Gigi vs Pasien.
3. Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Komunikasi Efektif Dokter-Pasien. Jakarta:
KKI
4. Griffin, E. 2012. In A First Look At Communication Theory (p. eight edition).
Amerika: McGrew Hill.
5. Effendy, Onong Uchjana. 2009. Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek. Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya.
6. Gorden, W I. 1978. Communication: Personal and Public. diunduh tanggal 18
Desember 2009
7. Lloyd, M. and Bor, R. 1996. Communication Skills for Medicine. Edinburgh:
Churchill Livingstone.
8. Davis, H., & Fallowfield, L. 1994. Counselling and communication in healthcare.
Chichester: John Wiley.
9. Greenfield, S., Kaplan, S., & Ware Jr, J.E. 1985 Expanding patient involvement in
care. Effects on patient outcomes. Ann Intern Med
10. Ong, L.M., de Haes, J.C., Hoos, A.M., & Lammes, F.B. 1995. Doctor–patient
communication: A review of the literature. Social Science and Medicine
11. Pettigrew, L.S. and Logan, R. 1987. The health care context, in C.R. Berger and
S.H. Chaffee (eds), Handbook of Communication Science. Newbury Park, CA: Sage.
12. Dianne Berry. 2007. Health Communication: Theory and Practice. McGraw-Hill
Education, New York, NY
13. French, J.F. and Adams, L.A. 2002. From analysis to synthesis: theories of
health education, in D.F. Marks (ed.), The Health Psychology Reader. London: Sage
14. Roter, D.L. and Hall, J.A. 1992. Doctors Talking with Patients/Patients Talking
with Doctors. Westport, CT: Auburn House.

16
15. Edelmann, R.J. 2000. Psychosocial Aspects of the Health Care Process.
London:Prentice Hall.
16. Delamothe, T. 1998. Who killed Cock Robin?, British Medical Journal, 316, 1757.
17. Donovan, J.L. and Blake, D.R. (1992). Patient non-compliance: deviance or
reasoned decision-making?, Social Science and Medicine, 34, 507–13.
18. Hardjana, Agus M. 2003. Komunikasi Intrapersonal & Komunikasi Interpersonal.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
19.Prijosaksono, Aribowo dan Roy Sembel. 2002. Komunikasi yang Efektif. Sinar
Harapan.
20. Thoha , Miftah. 2007. Ed. 1. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan
Aplikasinya, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
21. Kurtz, S., Silverman, J. & Drapper, J. (1998). Teaching and Learning
Communication Skills in Medicine. Oxon: Radcliffe Medical Press.

22. Silverman, J., Kurtz, S. & Drapper, J. (1998). Skills for Communicating with
Patients. Oxon: Radcliffe Medical Press.
23. Brown, H., Ramchandani, M., Gillow, J. and Tsaloumas, M. (2004). Are patient
information leaflets contributing to informed consent for cataract surgery?,
Journal of Medical Ethics, 30, 218–20
24. Edwards, I.R. and Hugman, B. (1997). The Challenge of Effectively
Communicating Risk-Benefit Information, Drug Safety
25. Hargie, O. and Dickson, D. (2004). Skilled Interpersonal Communication:
Research, Theory and Practice. Hove: Brunner Routledge.
26. Rogers, E.M. (1996). The Field Of Health Communication Today: An Up-To-Date
Report, Journal of Health Communication,
27.T. Leary, Nourthhouse dan Guy. 2011. Health Communication (A Handbook For
Health Profesional. New Jersey, Practical Hall.
28. Koontz., Weihrich (1988), Management, 9th ed, Mc Graw Hill Inc, Singapore, pp.461
-465
29. Mulyana., Deddy. (2001). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Rosda
30. Ruben., Brent D., Stewart., Lea P. (2005). Communication and Human
Behaviour,USA:Alyn and Bacon
31. Waitzkin dan Waterman. (1993). Sosiologi Kesehatan. Jakarta: Prima Aksara
32. Whitcomb, M.E. (2000). Communication and Professionalism, Patient Education
and Counseling, 41: 134-144

17

Anda mungkin juga menyukai