PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan komunikasi sudah menjadi sebagian besar kegiatan sehari-hari, mulai antar teman/
pribadi, kelompok, organisasi atau massa. Kegiatan komunikasi pada prinsipnya adalah
aktivitas pertukaran ide atau gagasan. Secara sederhana, kegiatan komunikasi dipahami
sebagai kegiatan penyampaian dan penerimaan pesan atau ide dari satu pihak ke pihak lain,
dengan tujuan untuk mencapai kesamaan pandangan atas ide yang dipertukarkan tersebut.
Begitu pula dengan pelayanan rumah sakit, keberhasilan misi sebuah rumah sakit sangat
ditentukan oleh keluwesan berkomunikasi setiap petugas, perwat atau dokter. Pelayanan
rumah sakit selalu berhubungan dengan berbagai karakter dan perilaku pasien yang
berkepentingan dengan jasa perawatan sehingga petugas, perawat dan dokter harus
memahami dan mengerti bagaimana cara komunikasi yang bisa diterapkan di segala situasi.
Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter dengan pasien merupakan salah satu
kompetensi yang harus dikuasai dokter. Kompetensi komunikasi menentukan keberhasilan
dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Di Indonesia, sebagian dokter
merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berbincang-bincang dengan pasiennya,
sehingga hanya bertanya seperlunya. Akibatnya, dokter bisa saja tidak mendapatkan
keterangan yang cukup untuk menegakkan diagnosis dan menentukan perencanaan dan
tindakan lebih lanjut. Dari sisi pasien, umumnya pasien merasa berada dalam posisi lebih
rendah di hadapan dokter sehingga takut bertanya dan bercerita atau mengungkapkan diri.
Hasilnya, pasien menerima saja apa yang dikatakan dokter. Paradigma inilah yang yang harus
kita perbaiki. Pasien dan dokter harus berada dalam kedudukan setara sehingga pasien tidak
merasa rendah diri dan malu untuk bisa menceritakan sakit/ keluhan yang dialaminya secara
jujur dan jelas. Komunikasi yang efektif mampu mempengaruhi emosi pasien dalam
pengambilan keputusan tentang rencana tindakan selanjutnya.
Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu yang
lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan waktu yang lebih sedikit karena petugas,
perwat dan dokter terampil mengenali kebutuhan pasien. Atas dasar kebutuhan pasien, perwat
dan dokter melakukan manejemn pengolahan masalah kesehatan bersama pasien. Untuk itu
dirasakan perlunya memberikan pedoman komunikasi efektif untuk petugas, perawat dan
MKI RSUD Kota Bekasi
dokter di RSUD Kota Bekasi untuk memudahkan berkomunikasi dengan pasien dan
keluarganya.
Tujuan
Secara umum tujuan penyusunan pedoman komunikasi efektif ini adalah:
1. Memberikan pengetahuan dan pedoman bagi petugas, perawat dan dokter mengenai cara
berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya.
2. Agar petugas, perawat dan dokter dapat melakukan komunikasi yang efektif dengan
pasien dan keluarganya.
3. Menghindarkan kesalahpahaman yang bisa menimbulkan dugaan malpraktik.
BAB II
KOMUNIKASI EFEKTIF
Komunikasi berasal dari bahasa Latin communis yang artinya bersama. Secara
terminologis, komunikasi diartikan sebagai suatu proses penyampaian pikiran atau informasi
(pesan) dari satu pihak ke piuhak lain dengan menggunakan suatu media. Menurut ahli kamus
bahasa, komunikasi adalah upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Jika
dua orang berkomunikasi maka pemahaman yang sama terhadap pesan yang saling
dipertukarkan adalah tujuan yang diinginkan oleh keduanya. Websters New Collegiate
Dictionary edisi tahun 1977 antara lain menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses
MKI RSUD Kota Bekasi
6. Komunikasi Massa
Komunikasi ini melibatkan sejumlah besar komunikan heterogen yang tersebar di suatu
wilayah geografis yang luas dan berkepentingan pada pesan komunikan yang sama.
B. JENIS KOMUNIKASI
Komunikasi dapat dibedakan dalam lima jenis, yaitu komunikasi tertulis, komunikasi verbal,
komunikasi non-verbal, komunikasi satu arah dan komunikasi dua arah.
1. Komunikasi Tertulis
Merupakan komunikasi yang penyampaian pesan secara tertulis baik manual maupun
media seperti email, surat, media cetak lainnya.
Prinsip-prinsip komunikasi tertulis:
Lengkap
Ringkas
Pertimbangan
Konkrit
Jelas
Sopan
Benar
Dalam Rumah Sakit, komunikasi tertuilis dapat berupa catatan perkembangan pasien,
catatan medis, laporan perawat dan catatan lainnya yang memiliki fungsi sebagai
berikut:
diarsipkan.
Dokumentasi historis, misalnya rekam medis pasien.
Jaminan keamanan, misalnya surat keterangan jalan.
Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat perintah, surat
pengangkatan, SPO.
2. Komunikasi Verbal
Merupakan komunikasi yang disampaiakn secara lisan. Komunikasi dapat dilakukan
secara langsung atau melalui sarana komunikasi seperti telepon. Kelebihan dari
komunikasi ini terletak pada keberlangsungannya, yakni dilakukan secara tatap muka
sehingga umpan balik dapat diperoleh secara langsung dalam bentuk respon dari pihak
komunikan.
Komunikasi verbal ini harus memperhatikan arti denotative dan konotatif, kosa kata,
tempo bicara, intonasi, kejelasan dan keringkasan serta waktu dan kesesuaian. Jenis
komunikasi ini sering digunakan dalam pelayanan di Rumah Sakit dalam hal pertukaran
informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka, Komunikasi ini
biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kelebihan dari komunikasi ini adalah
memungkinkan setiap individu untuk merespon secara langsung.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam komunikasi verbal:
1. Memahami arti denotatif dan konotatif
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama dengan kata yang digunakan,
sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam
suatu kata. Misalnya kata kritis. Secara denotatif, kritis berarti cerdas, tetapi
perawat menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati
kematian. Ketika berkomunikasi dengan pasien, tenaga medis harus berhati-hati
memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalahartuikan terutama saat
menjelaskan pasien mengenai kondisi kesehatannya dan saat terapi.
2. Kosa kata mudah dipahami
Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan
kata dan ucapan. Kemampuan dalam pengetahuan kosa kata, khususnya yang
berhubungan dengan dunia medis, berperan penting dalam komunikasi verbal.
Banyak istilah teknis yang digunakan oleh tenaga medis di rumah sakit, misalnya
istilah auskultasi, akan lebih mudah dipahami oleh pasien bila diucapkan dengan
menggunakan kosa kata mendengarkan.
3. Intonasi
Pembicaraan seseorang dapat diartikan berdasarkan pada intonasi atau nada.
Seseorang yang berbicara dengan nada yang tinggi menunjukkan bahwa orang
tersebut sedang marah. Sebaliknya seseorang yang berbicara dengan nada riang
menunjukkan bahwa orang tersebut sedang bergembira. Petugas dan tenaga medis
MKI RSUD Kota Bekasi
rumah sakit hendaknya menjaga intonasi yang menunjukkan perhatian dan ketulusan
kepada pasien.
4. Jelas dan ringkas
Komunikasi yang efektif harus sederhana, ringkas dan maksudnya dapat diterima
dengan jelas. Semakin sedikit kata-kata yang digunakan semakin kecil kemungkinan
terjadinya
kerancuan.
Komunikasi
dapat
diterima
dengan
jelas
apabila
Karakter
N
O
P
Q
R
S
T
U
V
W
X
Y
Z
Kode Alfabeth
November
Oscar
Papa
Quebec
Romeo
Sierra
Tango
Uniform
Victor
Whiskey
Xray
Yankee
Zulu
Ekspresi wajah
Kondiosi perasaan seseorang dapat diketahui melalui ekspresi wajah. Sakit,
susah, senang, takut, ngeri, jijik dan sebagainya, dapat diketahui dari ekspresi
wajah. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar dalam menentukan
pendapat seseorang ketika berkomunikasi tatap muka.
C. MODEL KOMUNIKASI
Model komunikasi adalah ilustrasi alur komunikasi yang menunjukkan unsur-unsur penting
di dalamnya. Menurut beberapa pakar komunikasi model adalah penyederhanaan teori yang
disajikan dalam bentuk gambar.
Pada saat penerima pesan melakukan proses umpan balik, pengirim pesan (komunikator)
yang baik harus memiliki kemampuan sebagai berikut:
a. Cara berbicara
Komunikator harus menguasai cara berbicara termasuk cara bertanya (mengerti
waktu penggunaan pertanyaan tertutup dan terbuka), menjelaskan, klarifikasi,
paraphrase, intonasi.
b. Mendengar
Komunikator harus mendengar dengan baik umpan balik dari penerima pesan tanpa
memotong pembicaraannya.
c. Cara mengamati
Komunikator harus bisa mengamati cara berbicara komunikan misalnya bahasa non
verbal yang digunakan di balik ungkapan kata atau kalimatnya, gerakan tubuhnya.
d. Menjaga sikap
Komunikator harus menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa
tubuh) agar tidak mengganggu komunikasi dan untuk menghindari kesalahpahaman
dalam mengartikan gerak tubuh yang dilakukan oleh komunikator.
6. Gangguan
Gangguan adalah segala sesuatu yang menghambat atau mengurangi kemampuan kita
untuk mengirim dan menerima pesan.
Gangguan komunikasi ini meliputi:
a. Pengacau indra, misalnya suara terlalu keras atau lemah, bau menyengat, udara panas
dan lain-lain.
b. Faktor-faktor pribadi, antara lain prasangka, lamunan, dan lain-lain.
10
BAB III
KOMUNIKASI EFEKTIF PERAWAT DAN PASIEN
Pelayanan rumah sakit tidak dapat dipisahkan dari peran komunikasi. Petugas dan tenaga
medis tidak dapat melaksanakan tahapan-tahapan dalam proses pelayanan kesehatan dengan
baik tanpa kemampuan berkomunikasi yang baik dengan pasien, teman, atasan dan pihakpihak lain.
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelaynan keperawatan di rumah sakit
dalam hubungan perawat dan pasien adalah pertukaran informasi secara verbal terutama
pembicaraan dengan tatap muka. Kemampuan perawat melakukan komunikasi verbal akan
menentukan kualitas asuhan yang diberikan. Dalam setiap tahapan pelaksanaan proses
keperawatan, perawat selalu menggunakan komunikasi verbal. Oleh karena itu perawat harus
memahami hal-hal yang harus diperhatikan dalam komunikasi verbal.
Tahapan komunikasi dalam keperawatan meliputi tahap pengkajian, perumusan diagnosa,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Tahap Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal proses pelayanan di rumah sakit yang dilakukan oleh
petugas registrasi/ admisi dan perawat untuk mengumpulkan data pasien. Data tersebut
diperlukan sebagai dasar pelaksanaan proses keperawatan pada tahap selanjutnya.
Data pasien diperoleh dari:
a. Wawancara, terdiri dari:
Wawancara admisi
Wawancara ini dilakukan pada saat pertama kali pasien masuk rumah sakit
11
mengetahui alasan pasien datang ke rumah sakit dan menjadi acuan rencana
tindakan keperawatan.
Wawancara terapeutik
Wawancara ini ditekankan pada fakta, ide dan isi dalam rangka pengembangan
hubungan sehat yang bertujuan untuk membantu pasien mengidentifikasi
masalahnya. Wawancara ini memberikan peluang kepada pasien untuk
mengungkapkan perasaan, mengenal dan mengetahuyi masa lalunya. Wawancara
terapeutik banyak digunakan oleh profesional kesehatan seperti perawat, dokter,
psikologi dan psikiater, biasanya diterapkan pada pasien yang mengalami
gangguan psikologis.
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan diagnostic (laboratorium, radiologi, dsb)
d. Informasi/ catatan dari tenaga medis lain dan dari keluarga pasien
Kemampuan berkomunikasi sangat berpengaruh pada kelengkapan data pasien. Oleh
karena itu, peningkatan komunikasi seorang perawat perlu mendapatkan perhatian.
Dalam berkomunikasi perawat perlu memperhatikan budaya yang berpengaruh pada
waktu dan tempat terjadinya komunikasi, penggunaan bahasa, usia dan perkembangan
pasien.
Ada beberapa hal yang menjadi kendala bagi pasien dalam menyamopaikan, menerima
dan memahami informai yang diterimanya. Beberapa hal yang menjadi kendala, antara
lain:
a. Kemampuan bahasa
Perawat perlu memperhatikan bahasa yang mampu dipahami oleh pasien dalam
berkomunikasi karena penguasaan bahasa sangat berpengaruh terhadap persepsi dan
penafsiran pasien dalam menerima informasi yang sesuai.
b. Ketajaman panca indra
Ketajaman panca indra dalam mendengar, melihat, merasa dan mencium bau
merupakan faktor penting dalam komunikasi. Pasien akan dapat menerima pesan
komunikasi dengan baik apabila panca indranya berfungsi baik.
Bagi pasien yang mengalami gangguan pendengaran, ada tahapan yang perlu
diperthatikan
dalam
melakukan
pengkajian,
yaitu
informasi
medik
yang
12
kemampuan pasien membaca ekspresi wajah dan gerak bibir perawat, dan apakah
pasien mampu menggunakan gerak isyarat bentuk komunikasi non verbal.
c. Kelemahan fungsi kognitif
Kerusakan yang melemahkan fungsi kognitif, misalnya tumor otak yang dapat
mempengaruhi kemampuan pasien untuk mengungkapkan dan memahami bahasa.
Dalam mengkaji pasien ini, perawat harus dapat menilai respon baik secara verbal
maupun non verbal yang disampaikan oleh pasien dalam menjawab pertanyaan.
d. Gangguan struktural
Gangguan struktural tubuh terutama yang berhubungan langsung dengan organ suara
seperti mulut dan hidung dapat berpengaruh pada proses komunikasi.
2. Tahap Perumusan Diagnosa
Diagnoisa dirumuskan berdasarkan data yang diperoleh dari tahap pengkajian.
Perumusan diagnosa keperawatan merupakan hasil penilaian perawat dengan melibatkan
pasien dan keluarganya, tenaga kesehatan lain yang berkenan dengan masalah yang
dialami pasein. Diagnosa keperawatan yang tepat memerlukan sikap komunikatif
perawat dan sikap kooperatif pasien.
3. Tahap Perencanaan
Pengembangan rencana tindakan keperawatan kepada pasien diperlukan interaksi dan
komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk menentukan alternative rencana keperawatan
yang akan diterapkan. Misalnya, sebelum memberikan makanan kepada pasien, perawat
harus terlebih dahulu mengetahui makanan yang sesuai bagi pasien. Rencana tindakan
yang dibuat oleh perawat merupakan media komunikasi antar tenaga kesehatan yang
berkesinambungan sehingga pelayanan dapat dilaksanakan secara teratur dan efektif.
4. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang telah ditetapkan terlebih
dahulu. Aktifitas ini memerlukan keterampilan dalam berkomunikasi dengan pasien.
Terdapat dua kategori umum aktivitas perawat dalam berkomunikasi, yaitu saat
mendekati pasien untuk memenuhi kebutuhan dan saat pasien mengalami masalah
psikologis.
Pada saat menghadapi pasien, perawat perlu:
Menunjukkan raut wajah yang mencerminkan ketulusan agar tercipta suasana saling
13
Dalam berkomunikasi di rumah sakit, petugas dan tenaga medis harus melakukan proses
verifikasi terhadap akurasi dari kounikasi lisan dengan catat, baca kembali dan
konfirmasi ulang (CABAK), yaitu:
1. Pemberi pesan memberikan pesan secara lisan.
Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui sarana komunikasi seperti
telepon. Pemberi pesan harus memperhatikan kosa kata yang digunakan, intonasi,
kekuatan suara (tidak besar dan tidak kecil), jelas, singkat dan padat.
2. Penerima pesan mencatat isi pesan tersebut (CATAT).
Untuk menghindari adanya pesan yang terlewat maka penerima pesan harus
mencatat pesan yang diberikan secara jelas.
3. Isi pesan dibaca kembali secara lengkap oleh penerima pesan (BACA).
Setelah pesan dicatat, penerima pesan harus membacakan kembali pesan tersebut
kepada pemberi pesan agar tidak terjadi kesalahan dan pesan dapat diterima dengan
baik.
4. Penerima pesan mengkonfirmasi kembali isi pesan kepada pemberi pesan
(KONFIRMASI).
Pemberi pesan harus mendengarkan pesan yang dibacakan oleh penerima pesan dan
memberikan perbaikan bila pesan tersebut masih ada yang kurang atau salah.
Yah
Benar
MKI RSUD Kota Bekasi
Komunikat
Jadi isi
pesannya ini
yah pak ...
14
Isi
Dikonfirmasikan
Dituli
Dibacak
Komunik
BAB IV
KOMUNIKASI EFEKTIF DOKTER DAN PASIEN
Dalam hubungan tenaga medis dan pasien, baik dokter maupun pasien dapat berperan sebagai
sumber atau pengirim pesan dan penerima pesan secara bergantian. Pasien sebagai pengirim
pesan, menyampaikan apa yang dirasakan atau menjawab pertanyaan tenaga medis sesuai
pengetahuannya. Sementara tenaga medis sebagai pengirim pesan, berperan pada saat
menyampaiakn penjelasan penyakit, rencana pengobatan dan terapi, efek samping obat yang
mungkin terjadi serta dampak dari dilakukan dan tidak dilakukannya terapi tertentu. Dalam
MKI RSUD Kota Bekasi
15
penyampaian ini, tenaga medis bertanggung jawab untuk memastikan pasien memahami apa
yang disampaikan.
Sebagai penerima pesan, dokter perlu berkonsentrasi dan memperhatikan setiap pernytaan
pasien. Untuk memastikan apa yang dimaksud oleh pasien, dokter sesekali perlu membuat
pertanyaan atau pernyataan klarifikasi. Mengingat kesenjangan informasi dan pengetahuan
yang ada antara dokter dan pasien, dokter perlu mengambil peran aktif. Ketika pasien dalam
posisi sebagai penerima pesan, dokter perlu secara proaktif memastikan apakah pasien benarbenar memahami pesan yang telah disampaikannya. Misalnya dalam menginterprestasikan
kata panas. Dokter yang mempunyai pasien berumur dua tahun memesankan kepada ibu
pasien, Kalau dia panas, berikan obatnya. Pengertian panas oleh ibu pasien mungkin saja
berbeda dengan yang dimaksudkan oleh dokter. Dokter perlu mencari cara untuk memastikan
si ibu mempunyai pemahaman yang sama, misalnya dengan menggunakan ukuran yang tepat,
yaitu termometer. Dokter mengajarkan cara menggunakan termometer untuk mengetahui
keadaan anaknya. Si ibu diminta memberikan obat yang telah diresepkan dokter kepada
anaknya apabila suhu tubuh anak mencapai angka tertentu yang dimaksud dokter mengalami
panas.
Dalam dunia kesehatan, warna yang berbeda, ukuran yang berbeda, rasa yang berbeda bisa
menjadi menjadi hal yang sangat vital karena bisa membedakan intensitas radang, intensitas
nyeri pada akhirnya bermuara pada perbedaan diagnosa maupun jenis obat yang harus
diminum. Peran dokter sebagai fasilitator pembicaraan amat penting agar tidak terjadi salah
interprestasi.
Silverman (1998) menjelaskan bahwa komunikasi efektif tidak berhenti sampai pemberi
pesan selesai menyampaikan maksudnya. Komunikasi baru dapat dikatakan lengkap ketika
pembicara mendapatkan umpan balik dari penerima yang meyakinkan bahwa tujuan
komunikasinya tercapai (penerima pesan memahami sesuai yang diharapkannya).
Disease Centered Communication Style adalah komunikasi berdasarkan kepentingan dokter
dalam usaha menegakkan diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai
tanda dan gejala.
Iliness Centered Communication Style adalah komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan
pasien tentang penyakitnya yang secara individu merupakan pengalaman unik, termasuk
16
pendapat pasien, apa yang menjadi kepentingannya, apa kekhawatirannya, harapannya, apa
yang dipikirkannya akan menjadi akibat dari penyakitnya (Kurtz, 1998).
Pada dasarnya komunikasi efektif adalah bagaimana menyatukan sudut pandang pasien
maupun dokter menjadi sebuah bentuk relasi dokter-pasien (doctor-patient partnership),
keduanya berada dalam level yang sejajar dan saling bekerja sama untuk menyelesaikan
masalah kesehatan pasien.
Di dunia kedokteran, model proses komunikasi tersebut telah dikembangkan oleh VanDalen
(2005) menjadi sebuah model yang sangat sederhana dan aplikatif.
1
3
2
oleh dokter (Patient takes the lead throught open ended question by the doctor)
Kotak 2: Dokter memimpin pembicaraan melalui pertanyaan tertutup/ terstruktur yang
telah disusunnya sendiri (Doctors takes the lead through closed question by the doctor)
Kotak 3: Kesepakatan apa yang harus dan akan dilakukan berdasarkan negosiasi kedua
belah pihak (Negotiation agenda by both)
Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan melahirkan
kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khususnya menciptakan satu kata
tambahan bagi pasien yaitu empati. Empati dapat diraih melalui kecukupan dokter akan
listening skills dan training skills yang dapat diraih melalui latihan.
Carma L Bylund dan Gregory Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic Communication
in Physician-patient Encouter 2002,
empati ini
dikomunikasikan. Dalam konteks ini empati disusun dalam batasan definisi berikut:
1. Kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan pasien.
2. Kemampuan efektifitas/ sensitifitas dokter terhadap perasaan pasien.
17
Berikut adalah contoh aplikasi empati yang dikembangkan oleh Bylund dan Mokoul 2002.
Tingkat atau level empati dalam komunikasi dikodekan dalam suatu sistem.
Ada 6 level pada pengkodean ini, yaitu:
Level 0
Level 1
Level 2
Level 3
Level 4
Level 5
Keterangan:
Level 3 5 adalah pengenalan dokter terhadap sudut pandang pasien tentang penyakitnya,
secara eksplisit.
Contoh-contoh kalimat:
Level 5
Level 4
: Konfirmasi.
18
Anda sepertinya sangat sibuk, saya mengerti seberapa besar usaha Anda
untuk menyempatkan berolahraga.
Level 3
: Penghargaan.
Anda bilang Anda sangat stress datang ke sini? Apa Anda mau
menceritakan lebih jauh apa yang membuat Anda stress?
Level 2
Level 1
Pasien
Dokter
Level 0
Keterampilan empati bukan hanya sekedar basa-basi atau bermanis mulut kepada pasien,
melainkan:
1.
2.
3.
4.
Mendengar aktif
Responsif pada kebutuhan pasien
Responsif pada kepentingan pasien
Usaha memberikan pertolongan kepada pasien
19
Sikap profesional dokter ditunjukkan ketika dokter berhadapan dengan tugasnya, yang
berarti mampu menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai dengan pesan dan fungsinya, mampu
mengatur diri sendiri seperti ketepatan waktu, pembagian tugas profesi dengan tugas-tugas
pribadi yang lain dan mampu menghadapi berbagai macam tipe pasien serta mampu bekerja
sama dengan profesi kesehatan yang lain. Di dalam proses dokter-pasien, sikap profesional
ini penting untuk menjalin sambung rasa, sehingga pasien merasa nyaman, aman, dan dapat
percaya kepada dokter yang merupakan landasan bagi berlangsungnya komunikasi secara
efektif (Silverman, 1998).
Contoh sikap dokter ketika menerima pasien datang:
waktu, menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari tampak lelah)
Mengucapkan salam (selamat pagi/ siang/ malam)
Memperkenalkan diri, menjelaskan tugas/ perannya (apakah dokter umum, spesialis,
dokter keluarga, dokter paliatif, konsultan gizi, konsultan tumbuh kembang, dan lain-
lain)
Menilai suasana hati lawan bicara.
Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah/ mimic, gerak/ bahasa tubuh dari pasien).
Menatap mata pasien secara profesional yang lebih terkait dengan makna menunjukkan
20
Penggalian informasi akan berhasil apabila dokter mampu menjadi pendengar yang
aktif sehingga pasien dapat mengungkapkan kepentingan, harapan, kecemasannya
secara terbuka dan jujur. Hal ini akan membantu dokter dalam menggali riwayat
kesehatannya yang merupakan data-data penting untuk menegakkan diagnosis.
b. Penggalian riwayat penyakit.
Penggalian riwayat penyakit (anamnesis) dapat dilakukan melalui pertanyaanpertanyaan terbuka dahulu, yang kemudian diikuti dengan pertanyaan tertutup yang
membutuhkan jawaban ya atau tidak. Inilah yang dimaksud dalam kotak kedua,
dalam Van Dalen (2005), dokter merupakan seorang ahli yang akan mengali riwayat
kesehatan pasien sesuai kepentingan medis.
Pertanyaan-pertanyaan terbuka yang dapat ditanyakan:
Bagaimana pusing tersebut Anda rasakan, dapat diceritakan lebih jauh?
Menurut Anda, pusing tersebut reda bila Anda melakukan sesuatu, meminum obat
tertentu atau bagaimana menurut Anda?
Sedangkan pertanyaan tertutup yang merupakan inti dari anamnesis meliputi:
Eksplorasi terhadap riwayat penyakit dahulu
Eksplorasi terhadap riwayat penyakit keluarga
Eksplorasi terhadap riwayat penyakit sekarang, contoh menggunakan pedoman
Macleods clinical examination seperti disebutkan dalam Kurtz (1998)
Macleods clinical examination :
Dimana dirasakan?
Sampai dibagian tubuh mana hal tersebut dirasakan?
Bagaimana karakteristik dari nyerinya, berdenyut-denyut? Hilang timbul? Nyeri
terus menerus?
Nyeri? Amat nyeri? Sampai tidak dapat melakukan kegiatan mengajar?
Berapa lama nyeri berlangsung? Sebentar? Berjam-jam? Berhari-hari?
Setiap waktu tertentu nyeri tersebut dirasakan? Berulang-ulang? Tidak tentu?
Apa yang membuatnya reda? Apa yang membuatnya kumat? Saat istirahat?
21
Secara ringkas 6 (enam) hal penting yang harus diperhatikan agar efektif dalam
berkomunikasikan dengan pasien, yaitu:
a. Materi informasi apa yang disampaikan
Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak nyaman/ sakit
saat pemeriksaan).
Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis.
Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan diagnosis
menegakkan diagnosis.
Diagnosis, jenis atau tipe.
Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan kelebihan masing-
masing cara).
Prognosis.
Dukungan (support) yang tersedia.
b. Siapa yang diberi informasi
Pasien, kalau pasiennya menghendaki dan kondisinya memungkinkan.
Keluarga atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien.
Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/ pengampu dan bertanggung
jawab atas pasien kalau kondisi pasien tidak memungkinkan untuk berkomunikasi
sendiri secara langsung.
c. Berapa banyak atau sejauh mana
Untuk pasien: sebanyak yang pasien kehendaki, yang dokter merasa perlu dengan
22
orang).
Jejaki sejauh mana pengertian pasien/ keluarga tentang hal yang akan
dibicarakan.
Tanyakan kepada pasien/ keluarga, sejauh mana informasi yang diinginkan dan
diamati kepada pasien/ keluarga menerima informasi yang akan diberikan.
Agar tujuan komunikasi tercapai, seorang dokter harus menjadi pendengar yang aktif. Hal-hal
yang harus diperhatikan adalah:
1. Perhatikan sikap non verbal pasien.
Bila terlihat amat lemas, tentunya dokter memberi kesempatan untuk berbaring,
menganggukkan kepala.
Merespon atau memberikan umpan balik maupun klarifikasi dengan pertanyaan atau
23
yang ingin disampaikan? ... Kalau tidak, bisakah kita mulai sesi hari ini dengan ...
kemudian dilanjutkan dengan ... ?
BAB V
KOMUNIKASI ANTAR PEMBERI LAYANAN
MKI RSUD Kota Bekasi
24
Dalam memberikan pelayanan di RSUD Kota Bekasi, antar pemberi layanan melakukan
komunikasi dengan teknik SBAR. SBAR merupakan suatu teknik komunikasi yang
dipergunakan dalam melakukan identifikasi terhadap pasien sehingga mampu meningkatkan
kemampuan komunikasi antara perawat dengan dokter. Dengan komunikasi SBAR ini maka
perawat dapat memberikan laporan mengenai kondisi pasien lebih informatif dan terstruktur.
SBAR merupakan kerangka acuan dalam pelaporan kondisi pasien yang memerlukan
perhatian dan tindakan segera. Teknik SBAR terdiri atas unsur Situation, Background,
Assessment, Recommendation. Pada prinsipnya, SBAR merupakan komunikasi standar yang
ingin menjawab pertanyaan, yaitu apa yang terjadi, apa yang diharapkan oleh perawat dari
dokter yang dihubungi dan kapan dokter harus mengambil tindakan.
4 (empat) unsur SBAR:
1. Situation
Menjelaskan kondisi terkini dan keluhan yang terjadi pada pasien.
Misalnya: penurunan tekanan darah, gangguan irama jantung, sesak nafas, dll.
2. Background
Menggali informasi mengenai latar belakang klinis yang menyebabkan timbulnya
keluhan klinis.
Misalnya: riwayat alergi obat-obatan, hasil pemeriksaan laboratorium yang sudah
diberikan, hasil pemeriksaan penunjang, dll.
3. Assessment
Penilaian/ pemeriksaan terhadap kondisi pasien terkini sehingga perlu diantisipasi
agar kondisi pasien tidak memburuk.
4. Recommendation
Merupakan usulan sebagai tindak lanjut, apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi
masalah pasien saat ini.
Misalnya: menghubungi dokter, mengarahkan pasien untuk melakukan pemeriksaan
penunjang, dll.
Contoh laporan perawat ke dokter dengan menggunakan SBAR (Haig, K. M., dkk.,
2006):
Situation (S)
Background (B)
dada, dsb)
Sebutkan diagnosis dan data klinis pasien sesuai kebutuhan:
25
Assessment (A)
dsb)
Status gastro-intestinal (nyeri perut, muntah, perdarahan, dsb)
Neurologis (GCS, pupil, kesadaran, dsb)
Hasil laboratorium/ pemeriksaan penunjang lainnya.
Sebutkan problem pasien tersebut:
Recommendation (R)
BAB VI
KOMUNIKASI ASUHAN DAN EDUKASI
26
Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan ini biasa dilakukan oleh
petugas customer service, registrasi dan admission yang meliputi:
a.
b.
c.
d.
Jam Pelayanan
Pelayanan yang tersedia
Cara mendapatkan pelayanan
Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika kebutuhan
pasien melebihi kemampuan rumah sakit.
Contoh sikap petugas customer service, registrasi dan admission ketika menerima pasien:
(nama)),
Mempersilahkan pasien duduk,
Menanyakan nama pasien (Maaf dengan Bpk/ Ibu?),
Tawarkan bantuan kepada pasien (Ada yang bisa dibantu Bp/ Ibu (nama)),
Menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa punya cukup waktu, menganggap
Ibu?),
Mengucapkan salam penutup (Terima kasih atas waktunya Bpk/ Ibu. Apabila ada lagi
yang bisa saya bantu, kami siap melayani dengan penuh cinta kasih.),
Berdiri ketika pasien hendak pulang.
27
Petugas rumah sakit berkewajiban untuk melakukan edukasi kepada pasien dan keluarga
pasien sehingga pasein dan keluarga pasien bisa memahami pentingnya mengikuti proses
pengobatan yang telah ditetapkan.
Terdapat 3 tahap dalam pemberian edukasi:
1. Tahap asesmen pasien
Sebelum melakukan edukasi, pertama-tama petugas menilai kebutuhan edukasi pasien
dan keluarga pasien berdasarkan formulir asesmen kebutuhan edukasi.
Hal-hal yang harus diperhatikan:
a. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.
b. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan.
c. Hambatan emosional dan motivasi.
d. Keterbatasan fisik dan kognitif.
e. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.
2. Tahap penyampaian informasi dan edukasi yang efektif
Cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif tergantung pada hasil asesmen
pasien, yaitu:
a. Jika pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang maka proses
komunikasi edukasinya bisa langsung dijelaskan kepada pasien sesuai dengan
kebutuhan edukasinya.
b. Jika pasien memiliki hambatan fisik (tuna rungu dan tuna wicara) maka proses
komunikasi edukasinya dapat disampaikan dengan menggunakan media cetak seperti
brosur yang diberikan kepada pasien dan keluarga sekandung (istri, anak, ayah, ibu,
atau saudara sekandung) dan menjelaskan kepada mereka (lihat selengkapnya di
Panduan Penanganan Pasien Difabel)
c. Jika pasein memiliki hambatan emosional (pasien marah atau depresi) maka proses
komunikasi edukasinya juga dapat disampaikan dengan menggunakan media cetak
seperti brosur dan menyarankan pasien untuk membacanya. Apabila pasien tidak
mengerti materi edukasi, pasien bisa menghubungi medical information.
3. Tahap verifikasi
Pada tahap ini, petugas memastikan kepada pasien dan keluarga mengenai kejelasan dan
pemahaman materi edukasi yang diberikan.
a. Apabila pada saat pemberian edukasi, pasien dalam kondisi baik dan senang maka
verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kembali edukasi yang telah
diberikan.
b. Untuk pasien yang mengalami hambatan fisik maka verifikasi dapat dilakukan
dengan cara menanyakan kepada keluarganya dengan pertanyaan yang sama, yaitu:
28
Apakah Bapak/ Ibu bisa memahami materi edukasi yang kami berikan? (lihat
selengkapnya di Panduan Penanganan Pasien Difabel)
c. Untuk pasien yang mengalami hambatan emosional (marah atau depresi) maka
verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kepada pasien mengenai sejauh
mana pasien telah mengerti tentang materi edukasi yang diberikan melalui brosur.
Proses pertanyaan ini bisa melalui telepon atau datang langsung ke kamar pasien
setelah pasien tenang.
29
30
A.
31
NO
1
2
3
4
5
6
SINGKATAN
#
(D)
(S)
@
Obs
2JPP
7
A
8
A
9
A
10
A
11
a
12
a/i
13
A/i
14
A/I atau Avice
15
a/n
16
A/P
17
A/P atau a/p
18
Ab
19
AB. Inc
20
Ab. Imm
21
ABC
22
ABD
23
ABP
24
AC
25
ACL
26
AD
27
ADT
28
AF
NO
SINGKATAN
29
AGD
30
AIDS
31
AKB
32
AKBK
33
AKBR
34
AKDR
35
AKG
36
AKI
37
AKI
38
ALB
39
Alg
40
Alkes
41
ALP
42
ALS
43
ALT
44
ALT
45
AMP
46
Amp
47
ANC
48
ANJ
49
AP
50
APB
51
APBD
52RSUD
APBN
MKI
Kota Bekasi
53
APC
54
APD
55
APENDO
ARTI SINGKATAN
FRAKTUR
DEXTRA/ KANAN
SINISTRA/ KIRI
SETIAP
OBSERVASI
2 JAM POST PARDIAL/ GULA DARAH 2 JAM
SETELAH MAKAN
AMPUL
ASTIGMATISME
ATERM
ASSESMENT
TIAP
ATAS INSTRUKSI
ATAS INSTRUKSI
ATAS INSTRUKSI ATAU ATAS PERINTAH
ATAS NAMA
ATAS PERINTAH
ATAS PERINTAH
ABORTUS
ABORTUS INCOMPLIT
ABORTUS IMINENS
ABACAVIR
ABDOMEN
ANGLED BLADE PLATE
ALTERNATING CURENT
ANTERIOR CRUCIATE LIGAMENT
AURICULA DEXTRA
APUSAN DARAH TEPI (BLOOD SMEAR)
ATRIAL FIBRILASI
ARTI SINGKATAN
ANALISIS GAS DARAH
ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME
ANGKA KEMATIAN BAYI
ALAT KONTRASEPSI BAWAH KULIT
ALAT KONTRASEPSI BAWAH RAHIM
ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM
ANGKA KBUTUHAN GIZI
ANGKA KEMATIAN IBU
ANGKA KEMATIAN IBU
ALBUMIN
ALGANOL
ALAT KESEHATAN
ALKALI PHOSPHAT
AMYOTROPIC LATERAL SKLEROSIS
ALANINE AMINOTRANSFERASE
LANINE AMINOTRANSFERASE
AUSTINE MURE PROTESE
AMPUL
ANTE NATAL CARE
ANGIOFIBROMA NASOFARING JUVENILE
ANTERO POSTERIOR
ANTE PARTUM BLEEDING
ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH
ANGGARAN
PENDAPATAN BELANJA NEGARA
32
ABORTUS PROVOKATUS CRIMINALIS
ALAT PELINDUNG DIRI
Z
APLIKASI PENGAMAN DOKUMEN
SIMBOL
ARTI SIMBOL
Transfusi darah
(Warna Merah)
2
Fraktur
3
Meninggal
(Warna Merah)
4
Laki-laki
5
Perempuan
6
(Warna Merah)
7
8
Infeksius
(Warna Jingga)
33
Daftar singkatan yang sebaiknya tidak digunakan merupakan bagian dari standar keamanan
pasien. Sangat mungkin terjadi kesalahan dikarenakan salah baca atau salah pengertian, oleh
karena itu singkatan-singkatan di bawah ini sebaiknya tidak digunakan bila ditulis tangan.
SINGKATAN/
DOSIS EKSPRESI
g
MAKSUD
Microgram
SALAH
INTERPRESTASI
Salah
interprestasi Gunakan meg
menjadi
QOD,
Q.O.D.,q.o.d
KOREKSI
(miligram)
Disalah
sebagai
mg
artikan Secara internasional
frekuensi berarti setiap 48 jam,
penggunaan
obat sedangkan
di
U atau u
Unit (s)
salah arti
Terbaca sebagai nol Unit
mencegah
dilarang
(4U
tarbaca
40 atau 4u terbaca
sebagai 44)
Salah baca menjadi Untuk
desimal
gunakan
cc
tidak terbaca
angka nol
Disalah
artikan Sebaiknya
gunakan
Angka
nol
setelah 1.0 mg
Cubic Centimeter
34