Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan
memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya.
Komunikasi juga merupakan suatu seni untuk dapat menyusun dan menghantarkan suatu
pesan dengan cara yang mudah sehingga orang lain dapat mengerti dan menerima maksud
dan tujuan pemberi pesan.
Pada rumah sakit di Indonesia khususnya Rumah Sakit Umum Daerah Sultan
Muhammad Jamaludin I, komunikasi sangat diperlukan dan digunakan oleh seluruh staf
di rumah sakit.Komunikasi di lingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal utama
untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada konsumennya.
Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu konsumen internal dan konsumen
eksternal. Konsumen internal melibatkan unsur hubungan antar individu yang bekerja di
rumah sakit, baik hubungan secara horisontal ataupun hubungan secara vertikal.
Hubungan yang terjalin antar tim multidisplin termasuk keperawatan, unsur penunjang
lainnya, unsur adminitrasi sebagai provider merupakan gambaran dari sisi konsumen
internal. Sedangkan konsumen eksternal lebih mengarah pada sisi menerima jasa
pelayanan, yaitu klien baik secara individual, kelompok, keluarga maupun masyarakat
yang ada di rumah sakit. Seringkali hubungan buruk yang terjadi pada suatu rumah sakit,
diprediksi penyebabnya adalah buruknya sistem komunikasi antar individu yang terlibat
dalam sistem tersebut.
Komunikasi sangat tergantung pada persepsi dan sebaliknya persepsi juga tergantung
pada komunikasi. Persepsi meliputi semua proses yang dilakukan seseorang dalam
memahami informasi mengenai lingkungannya. Baik buruknya proses komunikasi sangat
tergantung pada persepsi masing-masing staf yang terlibat didalamnya. Ketidaksamaan
pengertian antara penerima dan pengirim informasi akan menimbulkan kegagalan dalam
berkomunikasi.

B. KLASIFIKASI KOMUNIKASI
Berdasarkan kepada penerima pesan atau komunikan, komunikasi diklasifikasikan
menjadi :
1. Komunikasi Intrapersonal
Penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator
sendiri antara individu dengan Tuhannya. Komunikasi intrapersonal meru- pakan

1
keterlibatan internal secara aktif dari individu dalam pemrosesan simbolik dari pesan-
pesan. Seorang individu menjadi pengirim sekaligus penerima pesan, meberikan
umpan balik bagi dirinya sendiri dalam proses internal yang berkelanjutan.

2. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal berlangsung dengan dua arah, antara komunikator
dan komunikan; antara seorang tenaga medis dengan teman sejawat atau antara
seorang tenaga medis dengan pasien.
3. Komunikasi Kelompok
Salah satu bentuk komunikasi yang terjadi di dalam sebuah kelompok.
Komunikasi tidak hanya terjadi antara seseorang dengan seseorang yang lainnya,
komunikasi juga dilakukan dengan sekelompok orang yang disebut dengan
komunikasi kelompok. Menurut Michael Burgoon, ko- munikasi kelompok adalah
interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih dengan tujuan yang telah
diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, dimana
anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggotaanggota yang lain
secara tepat, misalnya organisasi profesi, kelompok remaja dan kelompok-kelompok
sejenisnya. Komunikasi dapat dalam bentuk diskusi, rapat dan sebagain- ya.
4. Komunikasi Publik
Komunikasi yang dilakukan secara aktif maupun pasif yang dilakukan di depan
umum. Dalam komunikasi publik, pesan yang disampaikan dapat berupa suatu
informasi, ajakan, gagasan. Komunikasi ini memerlu- kan ketrampilan komunikasi
lisan dan tulisan agar pesan dapat disampai- kan secara efektif dan efisien.
5. Komunikasi Organisasi
Merupakan komunikasi yang dilakukan dalam suatu organisasi atau antar
organisasi baik secara formal maupun informal. Komunikasi organ- isasi pada
umumnya membahas tentang struktur dan fungsi organisasi serta hubungan
antarmanusia.
6. Komunikasi Massa
Komunikasi ini melibatkan sejumlah besar komunikan heterogen yang tersebar
di suatu wilayah geografis yang luas dan berkepentingan pada pesan komunikan yang
sama.

C. JENIS KOMUNIKASI
Komunikasi dapat dibedakan dalam lima jenis, yaitu komunikasi tertulis,
komunikasi verbal, komunikasi non-verbal, komunikasi satu arah dan komunikasi dua
arah.

2
1. Komunikasi Tertulis
Merupakan komunikasi yang penyampaian pesan secara tertulis baik manual
maupun melalui media seperti email, surat, media cetak lainnya. Prinsip-prinsip
komunikasi tertulis, yaitu :
•Lengkap
•Ringkas
•Pertimbangan
•Konkrit
•Jelas
•Sopan
•Benar
Dalam Rumah Sakit, komunikasi tertulis dapat berupa catatan perkem- bangan
pasien, catatan medis, laporan perawat dan catatan lainnya yang memiliki fungsi
sebagai berikut :
•Sebagai tanda bukti tertulis otentik, misalnya persetujuan operasi.
•Alat pengingat / berpikir bilamana diperlukan, misalnya surat yang telah
diarsipkan.
•Dokumentasi historis, misalnya rekam medis pasien.
•Jaminan keamanan, misalnya surat keterangan jalan.
•Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat perintah, surat
pengangkatan, SPO.
Keuntungan komunikasi tertulis ;
• Adanya dokumen tertulis
•Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman
•Dapat menyampaikan ide yang rumit
•Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan
•Menyebarkan informasi kepada khalayak ramai
•Dapat menegaskan, menafsirkan dan menjelaskan komunikasi lisan
•Membentuk dasar kontrak atau perjanjian
•Untuk penelitian dan bukti di pengadilan
2. Komunikasi Verbal
Merupakan komunikasi yang disampaikan secara lisan. Komunikasi dapat
dilakukan secara langsung atau melalui sarana komunikasi seperti telepon. Kelebihan
dari komunikasi ini terletak pada keberlangsungannya, yakni dilakukan secara tatap
muka sehingga umpan balik dapat diperoleh secara langsung dalam bentuk respon dari
pihak komunikan.

3
Komunikasi verbal ini harus memperhatikan arti denotative dan konotatif, kosa
kata, tempo bicara, intonasi, kejelasan dan keringkasan serta waktu dan kesesuaian.
Jenis komunikasi ini sering digunakan dalam pelay- anan di Rumah Sakit dalam hal
pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka.
Komunikasi ini biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kelebihan dari komunikasi ini
adalah memungkinkan setiap individu untuk merespon secara langsung.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam komunikasi verbal :
a) Memahami arti denotatif dan konotatif
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama dengan kata yang
digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang
terdapat dalam suatu kata. Misalnya kata “kritis”. Secara denotatif, kritis berarti
cerdas, tetapi perawat menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang
mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan pasien, tenaga medis harus
berhati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalahartikan terutama
saat menjelaskan pasien mengenai kondisi kesehatannya dan saat terapi.
b) Kosa kata mudah dipahami
Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim pesan tidak mampu
menerjemahkan kata dan ucapan. Kemampuan dalam pengetahuan kosa kata,
khususnya yang berhubungan dengan dunia medis, berperan pent- ing dalam
komunikasi verbal. Banyak istilah teknis yang digunakan oleh tenaga medis di
rumah sakit, misalnya istilah “auskultasi”, akan lebih mudah dipahami oleh pasien
bila diucapkan dengan menggunakan kosa kata “mendengarkan”.
c) Intonasi
Pembicaraan seseorang dapat diartikan berdasarkan pada intonasi atau nada.
Seseorang yang berbicara dengan nada yang tinggi menun- jukkan bahwa orang
tersebut sedang marah. Sebaliknya seseorang yang berbicara dengan nada riang
menunjukkan bahwa orang tersebut sedang bergembira. Petugas dan tenaga medis
rumah sakit hendaknya menjaga intonasi yang menunjukkan perhatian dan
ketulusan kepada pasien.
d) Jelas dan ringkas
Komunikasi yang efektif harus sederhana, ringkas dan maksudnya dapat
diterima dengan jelas. Semakin sedikit kata-kata yang digunakan semakin kecil
kemungkinan terjadinya kerancuan. Komunikasi dapat diterima dengan jelas
apabila penyampaiannya dengan berbicara secara lambat dan pengucapan
vokalnya dengan jelas. Selain itu, komunikator harus tetap memperhatikan tingkat
pengetahuan komunikan.
e) Selaan dan tempo bicara

4
Kecepatan atau tempo bicara yang tepat dapat menentukan keberhasilan
komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok
pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa komunikator sedang
menyembunyikan sesuatu. Hal ini harus diperhati- kan oleh petugas dan tenaga
medis di rumah sakit, jangan sampai pasien menjadi curiga karena selaan yang
lama dan pengalihan yang cepat. Selaan dapat dilakukan untuk menekankan pada
hal tertentu, misalnya memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan
memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan memikirkan apa
yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya.
f) Ketepatan waktu dan relevansi
Komunikasi yang dilakukan pada waktu yang tepat akan membawa hasil
sesuai dengan yang diharapkan. Misalnya, bila pasien sedang menangus kesakitan,
bukan waktunya untuk tenaga medis menjelaskan resiko operasi. Oleh karena itu
petugas dan tenaga medis harus peka ter- hadap ketepatan waktu untuk
berkomunikasi. Relevansi atau kesesuaian materi komunikasi juga merupakan
faktor penting untuk diperhatikan. Komunikasi akanefektif apabila topik
pembicaraan berkenaan dengan masalah yang dihadapi oleh komunikan.
Komunikasi verbal akan lebih bermanfaat jika pesan yang disampaikan berkaitan
dengan minat dan kebutuhan klien.
g) Humor
Dugan (1989) dalam Purba (2003) mengatakan bahwa tertawa dapat
mengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stress dan dapat
meningkatkan keberhasilan tenaga medis dalam memberikan dukungan emosional
terhadap pasien. Sullivan dan Deane (1988) dalam Purba (2006) melaporkan
bahwa humor merangsang produksi catechol- amines dan hormon yang
menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit,
mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernafasan dan humor dapat
digunakan untuk menutupi rasa takut danti- dak enak atau ketidakmampuannya
untuk berkomunikasi dengan pasien.
Dalam menyebutkan kata yang sulit maka pemberi pesan harus mengeja
hurufnya dengan menggunakan kode alfabeth Internasional, yaitu :
Karakter Kode Alfabet Karakter Kode Alfabet
A Alfa N November
B Bravo O Oscar
C Charlie P Papa
D Delta Q Quebec
E Echo R Romeo
F Foxtrot S Sierra
G Golf T Tango
H Hotel U Uniform
5
I India V Victor
J Juliet W Whiskey
K Kilo X Xray
L Lima Y Yankee
M Mike Z Zulu

3. Komunikasi Non Verbal


Merupakan proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan
kata-kata. Komunikasi ini adalah cara yang paling meyakinkan untuk menyamoaikan
pesan kepada orang lain. Tenaga medis perlu menyadari pesan verbal dan non verbal
yang disampaikan oleh pasien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan
keperawatan karena pesan non verbal dapat memperkuat pesan yang disampaikan
secara verbal, misalnya, meng- gunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah,
kontak mata, simbol- simbol serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas
suara, gaya emosi dan gaya berbicara.
 Penampilan fisik .
Penampilan seseorang merupakan faktor yang menarik perhatian dalam
komunikasi antar pribadi. Penampilan fisik, cara berpakaian dan cara berhias
akan menunjukkan kepribadian seseorang. Tenaga medis yang memperhati-
kan penampilan diri dapat menampilkan citra profesionalisme yang positif.
 Nada suara atau intonasi bicara.
Intonasi bicara berpengaruh terhadap arti pesan yang disampaikan oleh
seseorang kepada pihak lain. Oleh sebab itu, pengendalian emosi meru- pakan
faktor yang sangat penting dalam berkomunikasi.
 Ekspresi Wajah.
Kondisi perasaan seseorang dapat diketahui melalui ekspresi wajar.
Sakit, susah, senang, takut, ngeri, jijik dan sebagainya dapat diketahui dari
ekspresi wajah. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar dalam
menentukan pendapat seseorang ketika berkomunikasi tatap muka

D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMUNIKASI


Beberapa faktor komunikasi yang berperan dalam menciptakan dan memelihara otoritas
yang obyektif dalam organisasi, menurut pendapat Barnard adalah
1) Saluran komunikasi harus diketahui secara pasti
2) Harus ada saluran komunikasi formal pada setiap anggota organisasi
3) Jalur komunikasi seharusnya langsung dan sependek mungkin
4) Garis informasi formal hendaknya dipergunakan secara normal
6
5) Orang-orang yang bekerja sebagai pusat pengatur komunikasi haruslah orang-orang
yang berkemampuan cakap
6) Setiap komunikasi haruslah disahkan
7) Situasi/suasana
Situasi/suasana yang hiruk pikuk atau penuh kebisingan akan mempengaruhi
baik/tidaknya pesan diterima oleh komunikan, suara bising yang diterima
komunikan saat proses komunikasi berlangsung membuat pesan tidak jelas, kabur,
bahkan sulit diterima.
8) Kejelasan pesan.
Kejelasan pesan akan sangat mempengaruhi keefektifan komunikasi. Pesan yang
kurang jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh komunikan sehingga antara komunikan
dan komunikator dapat berbeda persepsi tentang pesan yang disampaikan. Bal ini
akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan komunikasi yang dijalankan. oleh
karena itu, komunikator harus memahami pesan sebelum menyampaikannya pada
komunikan, dapat dimengerti komunikan dan menggunakan artikulasi dan kalimat
yang jelas.

E. TUJUAN KOMUNIKASI
Secara umum tujuan komunikasi adalah sebagai berikut :
1) Supaya pesan yang disampaikan komunikator dapat dimenegerti oleh komunikan.
Agar dapat dimengerti oleh komunikan maka komunikator perlu menjelaskan
pesan utama dengan sejelas-jelasnya dan sedetail mungkin.
2) Agar dapat memahami orang lain. Dengan melakukan komunikan setiap individu
dapat memahami individu yang lain dengan kemampuan mendengar apa yang
dibicarakan orang lain.
3) Agar pendapat kita diterima orang lain. Komunikasi dan pendekatan persuasif
merupakan cara agar gagasan kita diterrima orang lain.
4) Menggerakan orang lain untuk melakukan sesuatu. Komunikasi dan pendekatan
persuasif kita mampu membangun persamaan persepsi dengan orang lain
kemudian menggerakkannya sesuai keinginan kita.

7
BAB II
KOMUNIKASI EFEKTIF DENGAN MASYARAKAT

A. Ruang Lingkup
1. Populasi masyarakat
Untuk daerah sasaran rumah sakit populasi yang ada meliputi masyarakat
umum tanpa mempunyai asuransi, masyarakat dengan peserta Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan yaitu peserta ex.
Jamkesmas, Askes, Jamsostek, dan TNI/Polri), pasien kesecelakaan dengan
menggunakan asuransi Jasa Raharja, dan pasien peserta Asuransi Kesehatan lain
seperti Garda Medika Asuransi, Asuransi Sinarmas dll serta perusahaan-
perusahaan swasta yang bekerjasama (PKS) dalam pelayanan kesehatan bagi
karyawan.
2. Strategi
Komunikasi dilakukan melaui radio, banner, spanduk dan komunikasi langsung
ke masyarakat dan perusahaan-perusahaan.
3. Isi informasi
Informasi yang disampaikan adalah jenis pelayanan yang terdapat di rumah
sakit, jam pelayanan dan bagaimana akses pelayanan dari masyarakat ke rumah
sakit termasuk kualitas pelayanan yang diberikan.

Ada beberapa hal yang harus disampaikan oleh rumah sakit kepada masyarakat
dalam proses komunikasi meliputi :
a. Mutu pelayanan rumah sakit
b. Info layanan dan jaam pelayanan rumah sakit
Info layanan rumah sakit diberikan dengan media leaflet, spanduk atau
poster dimana isi dari media tersebut adalah mengenai seluruh layanan yang
ada di rumah sakit seperti :
 Pelayanan instalasi gawat darurat
- Dokter jaga 24 jam
- Apotek/farmasi 24 jam
- Laboratorium 24 jam
- Ambulance 24 jam
- Rontgen 24 jam
 Pelayanan kamar operasi
- Bedah umum
- Bedah obgyn/kandungan

8
 Pelayanan kamar bersalin
- Persalinan 24 jam
 Pelayanan instalasi rawat inap
- Kelas 3
 Perinatologi
- Kamar perawatan bayi sehat dan sakit 24 jam
 Rawat jalan/poliklinik
- Rawat jalan umum
- Klinik gigi
- Spesialis penyakit dalam
- Spesialis anak
- Spesialis bedah
- Spesialis obgyn
 Cara bagaimana masyarakat dapat mengakses layanan tersebut
- Langsung datang ke alamat RSUD Sultan Muhammad Jamaludin I Jl
Provinsi, Sukadana –Teluk batang, dusun senebing, desa harapan
mulia kecamatan sukadana.
Masyarakat perlu mengetahui tentang perkembangan rumah sakit, sehingga akan
timbul rasa yakin dan percaya atas pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit jika
masyarakat datang berkunjung dan berobat. Informasi tersebut disampaikan melalui
berbagai media seperti : spanduk, leaflet, brosur.

B. Tata Laksana
1. Komunikasi dengan menggunakan media
a) Spanduk
- Spanduk himbauan kesehatan yang berkaitan dengan peringatan hari-
hari besar nasional dan internasional, seperti : Peringatan hari
kesehatan, hari anak nasional, HIV AIDS sedunia dll
- Spanduk pelayanan rumah sakit
- Spanduk kegiatan – kegiatan sosial
b) Penyuluhan
Proses komunikasi dalam bentuk program penyuluhan di rumah sakit
memeiliki berbagai jalinan kerjasama di masyarakat, sehingga program
penyuluhan ini dilakukan diberbagai lapisan masyarakat dengan harapan
rumah sakit dapat memberikan pendidikan kepada masyarakat terkait
kesehatan. Jenis penyuluhan yang dilakukan oleh rumah sakit adalah :
- Penyuluhan melalui media audio (radio)

9
- Penyuluhan langsung kepada masyarakat
c) Baliho
- Baliho tentang pelayanan rumah sakit
d) Sign Box dan Neon Box
- Pelayanan IGD 24 Jam
- Jadwal Poli Spesialis
- Neon Box Pelayanan Rumah Sakit
e) Brosur dan flayer
- Brosur tentang pelayanan rumah sakit
- Flayer Medical Ceck Up (MCU)
- Flayer Gizi
- Pencegahan Infeksi di Rumah Sakit
2. Komunikasi langsung
a. Talkshow dokter umum di Radio
b. Screening atau kegiatan sosial
Kegiatan ini berlangsung dengan adanya kerja sama rumah sakit dan
masyrakat, misal kerjasama dengan :
- Lembaga pendidikan (TK,SD,SMP maupun SMA)
- Kader posyandu
- Pemerintah desa
- Organisasi pemerintah
c. Kegiatan Edukasi penyakit dalam kegiatan senam lansia
d. Seminar kesehatan

10
BAB III
KOMUNIKASI EFEKTIF DENGAN PASIEN DAN KELUARGA

A. Ruang Lingkup
Komunikasi sangatlah penting dalam hubungannya dengan professional kesehatan.
Tanpa adanya komunikasi sesuatu bisa dipersepsikan dan diinterpretasikan berbeda
dengan yang seharusnya. Apalagi orang yang berhadapan dengan kita (tenaga kesehatan)
mempunyai  pengetahuan dan pemahaman serta  prior knowledge yang tidak sama dengan
tenaga kesehatan. Adapun komunikasi efektif dengan pasien dan keluarga meliputi :
1) Cara informasi
Komunikasi antara staf rumah sakit dengan pasien dan keluarga harus
dilakukan komunikasi secara efektif. Komunikasi efektif merupakan komunikasi
yang mampu menghasilkan perubahan sikap (attidute change) pada orang yang
terlibat dalam komunikasi. Komunikasi efektif yang dilakukan di rumah sakit dapat
berupa :
a) Komunikasi verbal efektif
 Komunikasi yang dilakukan dengan jelas dan ringkas.
Dapat melalui contoh untuk membuat penjelasan lebih mudah dipahami oleh
penerima informasi/perintah/pesan,mengulang bagian yang penting sehingga
penerima pesan mengetahui “apa, siapa,mengapa,kapan,dimana, dan
bagaimana. Ide-ide disampaikan secara ringkas dengan menggunakan kata-
kata sehingga dapat mengekspresikan ide secara sederhana.
 Perbendaharaan kata.
Menyampaikan pesan dan informasi serta istilah-istilah yang mudah
dimengerti pasien sesuai dengan tingkat pendidikan,budaya dan format
sehingga pesan menjadi efektif.
 Intonasi dan kecepatan berbicara.
Intonasi dan kecepatan berbicara juga disesuaikan dengan tingkat pendidikan
dan budaya masyarakat setempat sehingga apa yang disampaikan menjadi
jelas dan dapat merubah perilaku penerima pesan.
b) Komunikasi non verbal
Komunikasi non verbal dapat berupa ;
 Penampilan fisik
 Sikap tubuh dan cara berjalan
 Ekspresi wajah dan kontak mata
 Sentuhan (kasih sayang,dukungan emosional dan perhatian diberikan
melalui sentuhan dan sesuai dengan norma sosial)

11
2) Jenis informasi
Informasi yang perlu disampaikan dari staf medis dan keperawatan kepada
pasien meliputi :
a) Jenis dan akses pelayanan di rumah sakit
b) Biaya perawatan dan tindakan
c) Informasi diagnose,pemeriksaan yang dilakukan dan akan dilakukan, terapi serta
rencana tindakan,inform consent.
d) Asuhan keperawatan , pendidikan pasien dan keluarga
e) Pemberi informasi
Semua informasi disampaikan sesuai dengan kewenangan staf rumah sakit yaitu
front office, Kasir, staf klinik (dokter UGD dan DPJP, perawat) dan non klinik.

Macam komunikasi efektif dengan pasien dan keluarga dibedakan menjadi dua
yaitu antara perawat dan pasien serta antara dokter dan pasien :
1) Komunikassi Efektif Perawat dan Pasien
Pelayanan rumah sakit tidak dapat dipisahkan dari peran komunikasi. Petugas
dan tenaga medis tidak dapat melaksanakan tahapan-tahapan dalam proses pelayanan
kesehatan dengan baik tanpa kemampuan berkomunikasi yang baik dengan pasien,
teman, atasan dan pihak-pihak lain.
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan
di rumah sakit dalam hubungan perawat dan pasien adalah pertukaran informasi
secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Kemampuan perawat
melakukan komunikasi verbal akan menen- tukan kualitas asuhan yang diberikan.
Dalam setiap tahapan pelaksanaan proses keperawatam, perawat selalu menggunakan
komunikasi verbal. Oleh karena itu perawat harus memahami hal-hal yang harus
diperhatikan dalam komunikasi verbal. Tahapan komunikasi dalam keperawatan
meliputi tahap pengkajian, perumusan diagnose, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi :
a) Tahap Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal proses pelayanan di rumah sakit yang
dilakukan oleh petugas registrasi/admisi dan perawat untuk mengumpulkan
data pasien. Data tersebut diperlukan sebagai dasar pelaksanaan proses
keperawatan pada tahap selanjutnya. Data pasien diperoleh dari:
1) Wawancara, terdiri dari :
 Wawancara admisi

12
Wawancara ini dilakukan pada saat pertama kali pasien masuk rumah
sakit dengan tujuan untuk mendapatkan data umum atau identitas
pasien.
 Wawancara riwayat hidup
Wawancara ini dilakukan oleh perawat untuk mendapatkan informasi
mengenai keluhan pasien, riwayat kesehatan, perjalanan penyakit
dengan tujuan untuk mengetahui alasanpasien datang ke rumah sakit
dan menjadi acuan rencana tindakan keperawatan.
 Wawancara terapeutik
Wawancara ini ditekankan pada fakta, ide dan isi dalam rangka
pengemban- gan hubungan sehat yang bertujuan untuk membantu
pasien mengiden- tifikasi masalahnya. Wawancara ini memberikan
peluang kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan, mengenal dan
mengetahu masa lalunya. Wawancara terapeutik banyak digunakan
oleh professional kesehatan seperti perawat, dokter, psikolog dan
psikiater, biasanyaditerapkan pada pasien yang mengalami gangguan
psikologis.
2) Pemeriksaan fisik
3) Pemeriksaan diagnostic (laboratorium, radiologi, dsb)
4) Informasi/catatan dari tenaga medis lain dan dari keluarga pasien.
b) Tahap perumusan diagnose
Diagnosa dirumuskan berdasarkan data yang diperoleh dari tahap
pengkajian. Perumusan diagnosa keperawatan merupakan hasil penilaian perawat
dengan melibatkan pasien dan keluarganya, tenaga kesehatan lain yang
berkenaan dengan masalah yang dialami pasien. Diagnosa keperawatan yang
tepat memerlukan sikap komunikatif perawat dan sikap kooperatif pasien.
c) Tahap perencanaan
Pengembangan rencana tindakan keperawatan kepada pasien diperlukan
interaksi dan komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk menentukan alternative
rencana keperawatan yang akan diterapkan. Misalnya, sebelum memberikan
makanan kepada pasien, perawat harus terlebih dahulu mengetahui makanan
yang sesuai bagi pasien. Rencana tindakan yang dibuat oleh perawat merupakan
media komunikasi antar tenaga kesehatan yang berkesinambungan sehingga
pelayanan dapat dilaksanakan secara teratur dan efektif.
d) Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang telah
ditetapkan terlebih dahulu. Aktifitas ini memerlukan ketrampilan dalam

13
berkomunikasi dengan pasien.Terdapat dua katergori umum aktivitas perawat
dalam berkomunikasi, yaitu saat mendekati pasien untuk memenuhi kebutuhan
dan saat pasien mengalami masalah psikologis.
Pada saat menghadapi pasien, perawat perlu :
 Menunjukkan raut wajah yang mencerminkan ketulusan agar tercipta
suasana saling percaya saat berkomunikasi.
 Kontak pandang yang menunjukkan perhatian dan kesungguhan perawat.
 Fokus pada pasien.
 Bersikap terbuka untuk menumbuhkan keberanian pasien dalam mengikuti
tindakan keperawatan yang dilakukan.
 Mendengarkan secara seksama dan penuh perhatian untuk mendapatkan
informasi dari pasien. Perawat lebih banyak mendengarkan daripada
berbicara. Hal ini akan menumbuhkan kepercayaan pasien kepada perawat.
 Mendengarkan keluhan pasien dan memahami perasaan.
 Perawat mampu menjelaskan keadaan pasien.
 Perawat mampu menjadi pembimbing dan konseling terhadap pasien.
 Bersikap tenang selama berada di depan pasien.

Dalam berkomunikasi di rumah sakit, petugas dan tenaga medis harus melakukan
proses verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan dengan catat, baca kembali dan
konfirmasi ulang (CABAK/TBAK), yaitu :
1. Pemberi pesan memberikan pesan secara lisan. Komunikasi dapat dilakukan
secara langsung atau melalui sarana komunikasi seperti telepon. Pemberi pesan
harus memperhatikan kosa kata yang digunakan, intonasi, kekuatan suara (tidak
besar dan tidak kecil), jelas, singkat dan padat.
2. Penerima pesan mencatat isi pesan tersebut. (CATAT) Untuk menghindari
adanya /pesan yang terlewat maka penerima pesan harus mencatat pesan yang
diberikan secara jelas.
3. Isi pesan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima pesan. (BACA)
Setelah pesan dicatat, penerima pesan harus membacakan kembali pesan tersebut
kepada pemberi pesan agar tidak terjadi kesalahan dan pesan dapan diterima
dengan baik.
4. Penerima pesan mengkonfirmasi kembali isi pesan kepada pemberi pesan.
(KONFIRMASI) Pemberi pesan harus mendengarkan pesan yang dibacakan oleh
penerima pesan dan memberikan perbaikan bila pesan tersebut masih ada yang
kurang atau salah.

14
Sistem CABAK/TBAK dapat diillustrasikan dengan skema sebagai berikut :

Yah, Benar Jadi,isi pesannya


ini yah pak.....

Dikonfirmasikan

Komunikator Isi pesan Ditulis Dibacakan Komunikan

2) Komunikasi Efektif Dokter dan Pasien


Dalam hubungan tenaga medis dan pasien, baik dokter maupun pasien dapat
berperan sebagai sumber atau pengirim pesan dan penerima pesan secara bergantian.
Pasien sebagai pengirim pesan, menyampaikan apa yang dirasakan atau menjawab
pertanyaan tenaga medis sesuai pengetahuannya. Sementara tenaga medis sebagai
pengirim pesan, berperan pada saat menyampaikan penjelasan penyakit, rencana
pengobatan dan terapi, efek samping obat yang mungkin terjadi serta dampak dari
dilakukan dan tidak dilakukannya terapi tertentu. Dalam penyampaian ini, tenaga
medis bertanggung jawab untuk memastikan pasien memahami apa yang
disampaikan.
Sebagai penerima pesan, dokter perlu berkonsentrasi dan memperhatikan
setiap pernyataan pasien. Untuk memastikan apa yang dimaksud oleh pasien, dokter
sesekali perlu membuat pertanyaan atau pernyataan klarifikasi. Mengingat
kesenjangan informasi dan pengetahuan yang ada antara dokter dan pasien, dokter
perlu mengambil peran aktif. Ketika pasien dalam posisi sebagai penerima pesan,
dokter perlu secara proaktif memastikan apakah pasien benar-benar memahami pesan
yang telah disampaikannya. Misalnya dalam menginterpretasikan kata “panas”.
Dokter yang mempunyai pasien berumur dua tahun memesankan kepada ibu pasien,
“Kalau dia panas, berikan obatnya.” Pengertian panas oleh ibu pasien mungkin saja
berbeda dengan yang dimaksudkan oleh dokter. Dokter perlu mencari cara untuk
memastikan si ibu mempunyai pemahaman yang sama, misalnya dengan
menggunakan ukuran yang tepat, yaitu termometer. Dokter mengajarkan cara
menggunakan termometer untuk mengetahui keadaan anaknya. Si ibu diminta
memberikan obat yang telah diresepkan dokter kepada anaknya apabila suhu tubuh
anak mencapai angka tertentu yang dimaksud dokter mengalami “panas”.
Dalam dunia kesehatan, warna yang berbeda, ukuran yang berbeda, rasa yang
berbeda bisa menjadi hal yang sangat vital karena bisa membedakan intensitas
radang, intensitas nyeri yang pada akhirnya bermuara pada perbedaan diagnosa

15
maupun jenis obat yang harus diminum. Peran dokter sebagai fasilitator pembicaraan
amat penting agar tidak terjadi salah interpretasi.
Disease Centered Communication Style adalah komunikasi berdasarkan
kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis, termasuk penyelidikan dan
penalaran klinik mengenai tanda dan gejala. Illness Centered Communication Style
adalah komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang
secara individu merupakan pengalaman unik, termasuk pendapat pasien, apa yang
menjadi kepentingannya, apa kekhawatirannya, harapannya, apa yang dipikirkannya
akan menjadi akibat dari penyakitnya .

Contoh sikap dokter ketika menerima pasien:


 Membukakan pintu atau berdiri ketika pasien datang.
 Menyilakan masuk, pasien masuk terlebih dahulu baru dokter.
 Memanggil/menyapa pasien dengan namanya.
 Menyilakan duduk, menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa punya
cukup waktu, menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari
tampak lelah).
 Mengucapkan salam (“Selamat pagi/siang/sore/malam”)
 Memperkenalkan diri, menjelaskan tugas/perannya (apakah dokter umum,
spesialis, dokter keluarga, dokter paliatif, konsultan gizi, konsultan tumbuh
kembang, dan lain-lain).
 Menilai suasana hati lawan bicara.
 Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah/mimic, gerak/bahasa tubuh dari
pasien).
 Menatap mata pasien secara professional yang lebih terkait dengan makna
menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan
 Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang tidak
perlu.
 Apabila pasien marah, menangis, takut dan sebagainya maka dokter tetap
menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang.
 Melibatkan pasien dalam rencana medis selanjutnya atau pengambilan
keputusan.
 Memeriksa ulang segala sesuatu yang belum jelas bagi kedua belah pihak.
 Melakukan negosiasi atas segala sesuatu berdasarkan kepentingan kedua belah
pihak.
 Membukakan pintu, atau berdiri ketika pasien hendak pulang.

16
Di dalam komunikasi dokter-pasien, ada dua tahap yang penting :
1) Tahap pengumpulan informasi
Dimulai dengan tahap penggalian informasi yang terdiri dari :
a) Mampu mengenali alasan kedatangan pasien.
Penggalian informasi akan berhasil apabila dokter mampu menjadi
pendengar yang aktif sehingga pasien dapat mengungkapkan kepentingan,
harapan, kecemasannya secara terbuka dan jujur. Hal ini akan membantu
dokter dalam menggali riwayat kesehatannya yang merupakan data-data
penting untuk menegakkan diagnosis.
b) Penggalian riwayat penyakit
Penggalian riwayat penyakit (anamnesis) dapat dilakuakn melalui
pertanyaan- pertanyaan terbuka dahulu, yang kemudian diikuti dengan per-
tanyaan tertutup yang membutuhkan jawaban “ya” atau “tidak”. Inilah yang
dimaksud dalam kotak kedua, dalam Van Dalen (2005), dokter merupokan
seorang ahli yang akan menggali riwayat kesehatan pasien sesuai kepentingan
medis.
Pertanyaan-pertanyaan terbuka yang dapat ditanyakan :
 Bagaimana pusing tersebut Anda rasakan, dapat diceritakanlebih jauh?
 Menurut Anda, pusing tersebut reda bila Anda melakukan sesuatu,
meminum obat tertentu atau bagaimana menurut Anda?
Sedangkan pertanyaan tertutup yang merupakan inti dari anamnesis meliputi:
 Eksplorasi terhadap riwayat penyakit dahulu
 Eksplorasi terhadap riwayat penyakit keluarga
 Eksplorasi terhadap riwayat penyakit sekarang, contoh menggunakan
pedoman Macleod’s clinical examination seperti disebutkan dalam Kurtz
(1998)
Macleod’s clinical examination :
 Dimana dirasakan?
 Sampai di bagian tubuh mana hal tersebut dirasakan?
 Bagaimana karakteristik dari nyerinya, berdenyut-denyut? Hilang timbul?
Nyeri terus menerus?
 Nyeri? Amat nyeri? Sampai tidak daoat melakukan kegiatan mengajar?
 Berapa lama nyeri berlangsung? Sebentar? Berjam-jam? Berhari-hari?
 Setiap waktu tertentu nyeri tersebut dirasakan? Berulangulang? Tidak
tentu?
 Apa yang membuatnya reda? Apa yang membuatnya timbul kembali?
Saat istirahat? Ketika kerja? Sewaktu minum obat tertentu?

17
 Adakah keluhan lain yang menyertainya ?

2) Tahap penyampaian informasi


Setelah tahap pengumpulan informasi dilakukan dengan akurat, maka dokter
masuk ke tahap penyampaian informasi. Tanpa informasi yang akurat di tahap
pengumpulan informasi, dokter dapat terjebak kedalam kecurigaan yang tidak
beralasan. Secara ringkas ada 6 (enam) hal penting yang harus diperhatikan agar
efektif dalam berkomunikasi dengan pasien, yaitu :
a) Materi informasi apa yang disampaikan
 Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak nya-
man/sakit saat pemeriksaan).
 Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis.
 Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan
diagnosis (manfaat, resiko, efek samping/komplikasi).
 Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk
menegakkan diagnosis.
 Diagnosis, jenis atau tipe.
 Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan kelebihan
masing-masing cara).
 Prognosis
 Dukungan (support) yang tersedia.
b) Siapa yang diberi informasi
 Pasien, kalau pasiennya menghendaki dan kondisinya memungkinkan.
 Keluarga atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien.
 Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampu dan
bertanggung jawab atas pasien kalau kondisi pasien tidak
memungkinkan untuk berkomunikasi sendiri secara langsung.
c) Berapa banyak atau sejauh mana
 Untuk pasien : sebanyak yang pasien kehendaki, yang dokter merasa
perlu dengan memperhatikan kesiapan mental pasien
 Untuk keluarga : sebanyak yang pasien/keluarga kehendaki dan seban-
yak yang dokter perlukan agar dapat menentukan tindakan selanjutnya.
d) Kapan menyampaikan informasi
 Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan.
e) Dimana menyampaikannya
 Di ruang praktik dokter.
 Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat.

18
 Di ruang diskusi.
 Di tempat lain yang pantas, atas persetujuan bersama, pasien/keluarga
dan dokter.
f) Bagaimana menyampaikannya
 Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak
melalui telepon, juga tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim
melalui pos, faksimil, sms, internet.
 Persiapan, meliputi :
o Materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis,
progno- sis sudah disepakati oleh tim).
o Ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak terganggu
orang lalu lalang, suara gaduh dari tv/radio, telepon
o Waktu yang cukup
o Mengetahui orang yang akan hadir (sebaiknya pasien ditemui oleh
keluarga/orang yang ditunjuk; bila hanya keluarga yang hadir
sebaiknya lebih dari satu orang).
o Jejaki sejauh mana pengertian pasien/keluarga tentang hal yang
akan dibicarakan.
o Tanyakan kepada pasien/keluarga, sejauh mana informasi yang
diinginkan dan amati kesiapan pasien/keluarga menerima informasi
yang akan diberikan.

B. Tata Laksana komunikasi dengan pasien dan keluarga


1) Dokter IGD dengan Pasien dan Keluarga
 Setelah dilakukan pemeriksaan [anamnesis,fisik] kemudian dokter menjelaskan
diagnose atau perkiraan diagnose pasien, serta pemeriksaan penunjang yang akan
dilakukan.
 Dokter menjelaskan tujuan pemeriksaan, hasil yang diharapkan dari pemeriksaan
penunjang tersebut untuk menegakkan diagnose.
 Untuk besarnya biaya pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan, pasien atau
keluarga di minta ke bagian kasir secara langsung untuk mendapatkan informasi
atau informasi dari perawat yang sebelumnya sudah konfirmasi dengan kasir.
 Apabila keluarga dan pasien setuju, pemeriksaan dapat dikerjakan.
 Apabila keluarga dan pasien tidak setuju maka pemeriksaan tidak dilakukan dan
keluarga menandatangani surat penolakan.

19
 Setelah hasil pemeriksaan penunjang [Radiologi,lab,EKG,USG] sudah selesai
kemudian dokter menjelaskan ke keluarga pasien .
2) Informasi Dokter DPJP dengan Pasien dan Keluarga
a. Wajib memberikan pendidikan kepada pasien tentang kewajibannya terhadap
rumah sakit antara lain :
 Memberi informasi yang benar, jelas dan jujur
 Mengetahui kewajibannya dan tanggung jawab pasien dan keluarga
 Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
 Memahami konsekuensi pelayanan
 Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit
 Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
b. Memenuhi kewajiban financial yang disepakati
Pendidikan tersebut disampaikan secara lisan dan dicatat dalam Lembar
Penunjukan DPJP Utama dan Bukti Pelaksanaan Penjelasan DPJP yang dilengkapi
tanda tangan pasien, dan DPJP.
c. DPJP wajib membuat rencana pelayanan
1. Menuliskkan rencana pelayanan
 Dokter menuliskan rencana kerja atau permasalahan medis yang akan
ditangani.
 Dokter menulis rencana tindakan yang akan dilaksanakan, dapat berupa
rencana pemeriksaan penunjang, konsul dan lain-lain.
 Dokter menyusun rencana terapi atau intervensi guna menangani
masalah.
 Dokter membubuhkan tanda tangan dan waktu penulisan.
2. Menginformasikan rencana pelayanan kepada pasien/ keluarga
 Dokter sudah menyampaikan pada pasien bahwa pasien diperiksa dan
dibuat diagnose kerja.
 Dokter menyampaikan pada pasien pemeriksaan/tindakan apa yang akan
dilaksanakan.
 Dokter menyampaiakan kemungkinan manfaat dan resikonya terhadap
tindakan.
 Dokter memastikan apakah pasien sudah paham.
 Dokter mempersilakan kepada pasien untuk menanyakan sesuatu apabila
belum jelas.
 Dokter menuliskan pada dokumen rekam medis bahwa telah
menginformasikan rencana pelayanan dan membubuhkan paraf.
3) Informasi Front Office/Pendaftaran Dengan Pasien

20
a. Pendaftaran Pasien
 Petugas pendaftaran memberikan salam hangat kepada pasien/keluarga pasien
yang datang ke bagian pendaftaran.
 Petugas pendaftaran mewawancari pasien atau keluarga pasien terhadap
identitas pasien.
 Untuk data nama pasien dilakukan eja huruf oleh pasien/keluarga pasien atau
diulang oleh petugas pendaftaran dengan mengeja huruf sehingga tidak terjadi
kesalahan nama pasien.
 Untuk data tanggal lahir/umur, petugas mengulang menanyakan kebenaran
data dan apabila masih diragukan maka pengecekan langsung ke IGD untuk
memastikan kesesuaian antara umur dengan fisik pasien.
b. Pendaftaran Pasien Rawat Inap
1. Pasien/keluarga pasien datang ke bagian pendaftaran untuk melakukan
pendaftaran rawat inap.
2. Petugas pendafataran memberikan informasi tentang:
 Hak Dan Kewajiban Pasien
 Identifikasi Pasien
 Jenis Pelayanan
 Fasilitas Ruangan/Pelayanan
 Tarif Ruangan
 Tarif Tindakan
3. Petugas menuliskan terhadap isi penjelasan dari point 2 pada dokumen rekam
medis dan apabila hal-hal yang dijelaskan sudah dimengerti dan disetujui oleh
pasien/keluarga pasien maka dokumen rekam medis ditandatangani oleh
pasien/keluarga pasien dan petugas pendaftaran yang memberikan informasi.
Data rekam medis dimasukkan ke list pasien.
4. Setelah pasien setuju dengan informasi biaya dan tindakan medis, petugas
pendaftaran menginformasikan ke unit terkait.
5. Jika Pasien tidak setuju dengan informasi biaya, Petugas Pendaftaran akan
menginformasikan kepada Dokter yang merawat dan Dokter akan
memberikan solusi apakah akan memberikan keringanan biaya atau
disarankan ke rumah sakit pemerintah.
6. Jika terjadi perubahan kriteria tindakan dari ruang tindakan akan
menginfomasikan kepada keluarga pasien.
4) Informasi antara perawat dengan pasien dan keluarga
 Memberi salam pada pasien dan keluarga

21
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang fasilitas yang ada di ruang
perawatan dan prosedur penggunaannya
 Menjelaskan tata tertib di Rumah Sakit
 Menjelaskan hak dan kewajiban pasien
 Memberikan penjelasan dokter/petugas yang merawat
 Informasi waktu konsultasi
 Informasi catatan perkembangan konsisi pasien dan rencana asuhan perawatan
 Informasi tentang persiapan pulang
 Setiap selesai melaksanakan orientasi harus tercatat pada checklist dan ditanda
tangani oleh kedua belah pihak

22
BAB IV
KOMUNIKASI ANTAR PEMBERI LAYANAN

A. Ruang Lingkup
Komunikasi efektif yang dilakukan di rumah sakit yang tepat waktu, akurat,
lengkap dan jelas serta yang dipahami oleh resipien/penerima. Hal tersebut akan
mengurangi kesalahan dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Banyak jenis
komunikasi yang dapat dilakukan dalam rumah sakit antar pemberi pelayanan yaitu
secara elektronik, lisan dan tertulis. Dalam jenis komunikasi tersebut, komunikasi yang
paling mudah mengalami kesalahan adalah perintah yang diberikan secara lisan dan
yang diberikan melalui telpon, bila diperbolehkan peraturan perundangan. Komunikasi
lain yang mudah terjadi kesalahan adalah pada saat pelaporan kembali hasil pemeriksaan
kritis, seperti bagian laboratorium klinis menelpon unit pelayanan pasien untuk
melaporkan hasil pemeriksaan segera/cito.
Dalam rangka mendukung terjadinya komunikasi yang efektif antar pemberi
layanana di rumah sakit, maka secara kolaboratif rumah sakit perlu mengembangkan
suatu kebijakan atau prosedur terkait perintah lisan dan melalui telpon. Perintah lisan
dan yang melaui telepon ataupun hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh
penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut tertuang dalam kebijakan.
Proses komunikasi pemberi layanan dapat dilakukan dalam beberapa bentuk
dimana hal tersebut sudah menajdi ketentuan yang harus dilakukan di rumah sakit secara
tepat waktu, berikut beberapa bentuk komunikasi yang dilakukan :
1. Rapat koordinasi
2. Konsultasi dokter umum kepada dokter spesialis
3. Konsultasi perawat/bidan kepada dokter umum atau spesialis
4. Komunikasi dalam pengelolaan hasil pemeriksaan penunjang
5. Serah terima atau Operan shift jaga
6. Status kesehatan termasuk CPPT
7. Ringkasan pulang pasien rawat jalan dan ranap
8. Informasi klinis saat transfer dan dirujuk
Proses komunikasi komunikasi di atas, proses komunikasi di rumah sakit
berikutnya adalah komunikasi rumah sakit dengan praktisi kesehatan di luar rumah sakit
guna merencanakan dan merancang proses manajemen informasi untuk memenuhi
kebutuhan informasi baik internal maupun eksternal. Proses komunikasi tidak
diharuskan dengan surat formal melainkan dapat dilakukan dengan bentuk rapat
koordinasi yang isi rapat tersebut meliputi :
- Pelayanan yang harus diberikan kepada pasien

23
- Informasi yang harus dihasilkan setiap rumah sakit
B. Tata Laksana
1) Rapat koordinasi
Rapat adalah pertemuan atau perkumpulan dalam suatu organisasi, perusahaan,
instansi pemerintah baik dalam situasi formal maupun nonformal untuk
membicarakan, merundingan dan memutuskan suatu masalah berdasarkan hasil
kesepakatan bersama.
Salah satu upaya rumah sakit dalam meningkatkan komunikasi effektif antar
pemberi pelayanan maka rumah sakit mengadakan rapat koordinasi yaitu :
- Rapat bulanan
- Rapat triwulan
- Rapat tahunan
- Rapat insidental
Rapat koordinasi dapat dipimpin oleh Kepala rumah sakit, namun tidak harus
dipimpin oleh kepala rumah sakit. Peserta yang hadir adalah kepala bagian serta tamu
undangan yang diharpakan hadir pada saat rapat koordinasi tersebut berlangsung.
Rapat koordinasi antar bagian digunakan untuk meniskusikan yang melibatkan
antar bagian. Diharapkan dengan adanya rapat koordinasi yang berkelanjutan akan
memperbaiki kelemahan sistem sehingga tujuan dari sasaran keselamatan pasien akan
tercapai.
2) Macam perintah lisan dokter
a) Perintah lisan dari dokter spesialis kepada dokter umum
Dalam melakukan pelayanan, seringkali didapatkan keadaan dimana dokter
umum mendapatkan perintah penatalaksanaan pasien secara lisan baik dengan
bertemu langsung maupun via telepon. Hal ini dapat menimbulkan kecelakaan
kepadda pasien karena sangat mungkin terjadi kesalahan dari pihak pemberi
perintah maupun dari penerima perintah. Oleh karena itu harus diciptakan sistem
yang dapat memeinimalkan terjadinya kesalahan tersebut.
Untuk mengurangi kesalahan tersebut, maka sistem yang dikembangkan
adalah TBAK yaitu Tulis (write), Baca ulang (read back), Konfirmasi (confirm)
dan Konfirmasi ulang setelah dokter spesialis melakukan visit.
Dokter umum bertemu langsingdengn dokter spesialis , apabila dokter
umum tidak membawa status pasien, dokter umum mencatatat (T) dalam kertas
atau fasilitas lainnya kemudian membacakan ulang (B) perintah dan melakukan
konfirmasi (K) kemudian tulis (T) di rekam medis yang akan dimintakan tanda
tangan atau paraf dokter spesialis tersebut. Dalam keadaan dimana dokter

24
menerima perintah lisan bertemu langsung memegang rekam medis pasien maka
TbaK dilakukan persis seperti konsultasi via telepon seperti dibawah ini.
Berikut hal yang harus dilakukan dokter umum ketika melakukan
konsultasi via telepon kepada dokter spesialis :
1) Dokter umum memperkenalkan identitas diri kepada dokter spesialis dan
menyampaikan maksud dan tujuan
2) Bahasa yang digunakan pada saat melakukan konsultasi adalah bahasa
indonesia atau dalam kondisi tertentu dapat menggunakan bahasa daerah
yang dipahami oleh keduanya dengan intonasi bahasa yang jelas dan sopan.
3) Dokter umum menginformasikan keadaan pasien dengan menggunakan S-
BAR meliputi :
a) SITUATION : bagaimana kondisi pasien saat ini ?
- Identitas pasien (nama, tanggal lahir, alamat, nomor rekam medis
pasien, ruang perawatan pasien, lama perawatan)
- Diagnosa medis
- Keluhan utama yang saat ini dirasakan data keadaan umum dan vital
sign terakhir
b) BAGROUND
- Riwayat alergi, riwayat pengobatan
- Hasil pemeriksaan penunjang : Lab, USG, Rontgen,
- Tindakan atau pengobatan yang sudah diberikan
- Obat yang sudah diberikan
c) ASSESMENT
Dokter umum menyampaikan pendapat mengenai analisa
permasalahan (kesimpulan dari situation dan baground)yang terjadi
pada pasien saat ini.
d) RECOMENDATIONS
Dokter umum menyampaikan usulan pengobatan / tindakan yang
harus dilakukan pada pasien.
4) Dokter umum mencatat informasi yang disampaikan melalui S-BAR
dibawahnya.
5) Saat dokter spesialis menanggapi informasi yang disampaiakan maka dokter
umum mencatat lengkap (write/tulis/T) pada dokumen rekam medis pasien
sesui dengan advis dokter spesialis yang diberikan dengan tulisan jelas dan
mudah dibaca.
6) Hasil pencatatan yang dilakukan oleh dokter umum dibaca ulang (read
back/baca ulang/Ba) kepada dokter spesialis untuk memvalidasi hadil

25
catatan yang telah ditulis sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam
maksud dan tujuan. Untuk obat-obatan yamg msuk dalam daftar LASA atau
NORUM , maka petugas membacakan ulang kembali nama obat yang
dimaksud dengan mengeja obat-obatan tersebut sehingga tidak terjadi
kesalahan pemberian obat dan menulis di rekam medis : sudah dibacakan
kembali.
7) Petugas melakukan Konfirmasi (K) kepada dokter atas penulisan dan
pembacaan yang dilakukannya dan dinyatakan benar oleh dokter.
8) Jika terjadi kesalahan pencatatan atau salah pemahaman dalam menerima
advis, maka catatan dibenarkan, dibacakan ulang dan dikonfimasi ulang
( reconfirm/konfimasi ulang/K) pada dokter spesialis.
9) Pencatatan pada rekam medis kemudian di stempel TBAK dan advis
ditandatangani oleh dokter umum yang kemudian dimintakan tandatangan
atau paraf kepada dokter spesialis pada saat dokter spesialis tersebut visit.
Apabila dokter spesialis tidak mau memberikan paraf atau tandatangan,
maka dibawah stempel ditulis : dokter spesialis (....) tidak bersedia tanda
tangan.
10) Dalam keadaan darurat, pembacaan ulang catatan pesan tidak harus
dilakukan.
b) Antar DPJP
1. Pelayanan medis di RSUD Sultan Muhammad Jamaludin I dilaksanakan
oleh dokter spesialis dan dokter umum.
2. Jika oleh karena suatu sebab dokter spesialis tidak dapat melaksanakan
tugasnya, maka yang bersangkutan wajib melapor kepada atasan dan
mendelegasikan tugas-tugas kepada dokter spesialis di lingkungan staf nya.
3. Apabila di suatu Rumah Sakit hanya ada satu orang dokter spesialis atau jika
semua dokter spesialis disuatu rumah sakit berhalangan hadir (tugas), maka
Kepala rumah sakit wajib mendelegasikan tugas-tugas pelayanan kesehatan
kepada dokter umum (asisten), sesuai dengan kompetensinya yang
ditentukan oleh dokter spesialis yang bersangkutan.
4. Pada kasus tertentu baik dari rawat jalan maupun rawat inap yang
memerlukan pengelolaan medis oleh lebih dari satu DPJP/bidang lain sesuai
dengan kewenangan klinisnya DPJP Utama wajib melalukan konsul dalam
hal:
 Konsul Minta Pendapat

26
Apabila hanya diperlukan untuk memperoleh informasi dan
pertimbangan dari staf lain tanpa mendapat penanganan lanjutan dari
staf tersebut.
 Konsul Alih Rawat
Dilakukan apabila suatu kasus yang awalnya dirawa oleh suatu staf
dan ternyata sudah tidak perlu mendapatkan perawatan dari staf
tersebut, sedangkan lebih tepat dirawat oleh staf lain.
 Konsul Rawat Bersama
Apabila terdapat kasus yang bersifat komplek dan harus mendapat
penanganan lebih dari satu bidang ilmu/staf dengan DPJP Utama
adalah bidang staf yang tingkat kegawatannya paling tinggi.
5. Segala bentuk transformasi antar DPJP dituangkan dalam form konsul yang
tersedia dan diletakan dalam les pasien.
6. Segala perihal keperluan konsul antar DPJP harus dijelaskan kepada pasien
mengenai maksud dan tujuannya.
3. Macam konsultasi perawat/bidan kepada dokter
a) Konsultasi perawat atau bidan kepada dokter spesialis berdasarkan delegasi dokter
umum
Konsultasi dilakukan oleh dokter umum, namun disuatu kondisi dokter
umum mendelegasikan konsultasi kepada perawat atau bidan, maka perawat atau
bidan juga dapat melakukan konsultasi kepada dokter spesialis.
Hal yang harus dilakukan perawat/bidan apabila melakukan konsultasi
secara lisan atau telepon sama dengan konsultasi dokter umum kepada dokter
spesialis, hanya saja apabila dokter umum mendelegasikan perintah konsultasi
kepada perawat maka setelah melakukan TBAK, perawat/biidan memintakan
tandatnagan atau paraf dokter umum. Setelah dokter umum membubuhkan paraf
atau tandatangan, petugas dapat memintakan tandatangan kepada dokter spesialis
pada saat dokter spesilais melakukan visit.
b) Konsultasi perawat atau bidan kepada dokter umum
Hal yang harus dilakukan oleh perawat/bidan apabila melakukan konsultasi
secara lisan atau telepon sama dengan konsultasi dokter umum kepada dokter
spesialis.
4. Komunikasi dalam pengelolaan hasil pemeriksaan penunjang
Dalam memberikan pelayanan kepada pasien petugas penunjang medis seperti
farmasi, laboratorium, radiologi juga melakukan komunikasi dengan petugas pelayanan
medis baik itu dokter, perawat, bidan maupun petugas lainnya.

27
Umumnya hasil pemeriksaan penunjang laboratorium atau radiologi dalam
bentuk laporan tertulis yang kemudian akan ditempel dalam lembar yang sudah
disediakan di rekam medis pasien. Namun hasil pemeriksaan penunjang yang abnormal
harus segera disampaikan kepada petugas terkait melalui lisan atau telepon, tidak harus
menunggu hasil pemeriksaan tertulisnya jadi terlebih dahulu. Karena itulah petugas
penunjang medis juga harus melakukan komunikasi efektif jika melakukan perintah
atau menerima perintah secara lisan atau melalui telepon untuk menyampaikan hasil
pemeriksaan penunjang kepada disiplin klinis lain di rumah sakit.
Petugas penerima hasil pemeriksaan penunjang secara lisan atau telepon harus
mencatat (T) dilembar catatan perkembangan pasien dalam rekam medis atau dicatata
dikertas atau media lain apa saja yang memungkinkan untuk mencatatnya dalam
rekam medis pasien, membaca ulang (Ba) , melakukan konfirmasi (K) kepada pemberi
informasi dan membubuhkan stempel nama, paraf atau tandatangan pada catatannya.
Khusus untuk obat-obatan yang masuk dalam daftar NORUM/LASA (nama obat rupa
mirip), pada saat petugas membacakan ulang perintah pengobatan, petugas harus
mengeja kembali nama obat yang dituliskan ketika menerima perintah secara lisan atau
telepon. Jika hasil pemeriksaan penunjang sudah jadi, maka petugas menempel
dilembar yang sudah disediakan si rekam medis pasien.
5. Serah terima atau Operan shift jaga
Selain kegiatan komunikasi yang dilakukan di atas, proses komunikasi antar
pemberi layanan yang dilakukan dalam bentuk rapat pergantian shift. Pergantin shift
jaga yang dilakukan oleh setiap petugas harus dilakukan adanya operan jaga, yaitu
menginformasikan hal terkait keadaan pasien meliputi :
a) Status kesehatan pasien
b) Ringkasan asuhan yang sudah diberikan kepada pasien
c) Respon pasien terhadap asuhan yang sidah diberikan
d) Perencanaan asuhan keperawatan berikutnya.
e) Langkah operan shift jaga meliputi :
 Sedikitnya 30 menit sebelum shift kerja berakhir, petugas yang masih
mempunyai tanggung jawab asuhan pasien di Unit kerjanya, wajib
melaksanakan handoff kepada petugas shift berikutnya.
 Penanggung jawab shift saat itu dengan penanggung jawab shift
berikutnya diikuti oleh petugas lainnya melakukan rekapitulasi dan
melaporkan hasil asesmen kondisi terakhir pasien di ruangan perawat.
 Laporan berupa identitas pasien, diagnosis kerja, hasil pemeriksaan
diagnostic kritis, pengobatan, monitoring, dan rencana pelayanan
kesehatan yang sudah, sedang, dan akan dilaksanakan terhadap pasien.

28
 Laporan ini ditulis dalam bentuk SBAR
 Setelah laporan selesai dilaksanakan, tim menuju ke masing-masing
pasien; penanggung jawab shift saat itu memperkenalkan penanggung
jawab shift berikutnya dan atau anggota tim yang ditunjuk bertanggung
jawab khusus atas pasien tersebut, serta memberitahukan bahwa
pelayanan asuhan pasien selanjutnya akan dilaksanakan oleh tim
tersebut.
6. Status kesehatan termasuk CPPT
Prinsip pencatatan ditinaju dari dua segi yaitu segi isi maupun teknik
pencatatan yaitu seperti :
a. Isi Pencatatan
1) Nilai administratif misalnya rangkaian pendokumentasian kegiatan pelayanan
keperawatan merupakan alat pembelaan yang sah manakala terjadi gugatan
2) Mengandung nilai hukum misalnya catatan medis kesehatan
keperawatan/kebidanan dapat dijadikan sebagai pegangan hukum bagi rumah
sakit, petugas pelayanan kesehatan maupun pasien
3) Mengandung nilai keuangan kegiatan pelayanan medis keperawatan/
kebidanan akan menggambarakn tinggi rendahnya biaya perawatan yang
merupakan sumber perencanaan keuangan rumah sakit
4) Mengandung nilai riset pencatatan mengandung data atau informasi atau bahan
yang dapat digunakan sebagai objek penelitian, karena dokumentasi
merupakan informasi yang terjadi dimasa lalu
5) Mengandung nilai eddukasi pencatatan media keperawatan/kebidanan dapat
digunakan sebagai referensi atau bahan pengajaran dibidang profesi si pemakai
b. Teknik Pencatatan
1) Menulis nama pasien, tanggal lahir, nomor register pada setiap halaman
catatan perawatan terintegrasi
2) Mudah dibaca, sebaiknya menggunakan tinta warna hitam
3) Akurat, menulis catatan selalu dimulai dengan menulis tanggal, waktu dan
dapat dipercaya
4) Mencantumkan profesi pemberi asuhan dengan jelas (dokter, perawat/bidan
dan pemberi pelayanan kesehatan lainnya)
5) Pencatatan hasil pemeriksaan, analisis, rencana penatalaksanaan pasien
menggunakan format SOAP. Cara menulis metode S-O-A-P adalah sebagai
berikut :
- Subjektif (S)

29
Lakukan anamnesa untuk mendapatkan keluhaan pasaien saat ini, riwayat
penyakit lalu, riwayat penyakit keluarga. Kemudian tuliskan pada kolom
S
Contoh : S = sesak nafas sejak 3 jam yang lalu, riwayat astma bronchial
sejak 5 tahun yang lalu
- Objektif (O)
Lakukan pemeriksaan fisik dan kalau perlu pemeriksaan penunjang
terhadap pasien, tulis pada pemeriksaan kolom O
Contoh : O = keadaan umum gelisah, Tensi..., Nadi..., Ronki -/-,
wheezing +/+,dst
- Assessment (A)
Buat kesimpulan dalam bentuk suatu diagnosa kerja, diagnosa referensial
atau suatu penilaian keadaan berdasarkan hasil S dan O , isi kolom A
Contoh : A = WD/ status astmatikus ;DD/ALO.....dst
- Plan (P)
Tuliskan rencana diagnostik, rencana terapi/tindakan, rencana monitoring
dan rencana edukasi.
Contoh : P = Rencana diagnostik (D) ; lakukan foto RO thorax ap/lat,
periksa GDP dan 2 jam pp, dst.
Rencana Terapi/tindakan (Tx) ; pasang infus..., berikan
medika mentosa... dst.
Rencana monitoring (M) ; pasang monitor, catat tanda-tanda
vital tiap 4 jam..dst
Rencana edukasi (E) ; posisi harus...., kegiatan fisik terbatas
pada.., diet booleh....,dst.
6) Ringkas, singkatan yang biasa digunakan dan dapat diterima dapat dipakai.
Contoh : Kg untuk kilogram
7) Pencatatan mencakup keadaan sekarang dan waktu lampau
8) Jika terjadi kesalahan pada saat pencatatan, coret satu kali kemudian tulis kata
salah diatasnya serta parah dengan jelas. Dilanjutkan dengan informasi yang
benar “jangan dihapus”. Validasi pencatatan akan rusak jika ada penghapusan.
9) Tulis nama jelas pada setiap hal yang telah dilakukan dan bubuhi tanda tangan
10) Jika pencatatan bersambung pada halaman baru, tandantangani dan tulis
kembali waktu dan tanggal pada bagian tersebut.
c. Jenis-jenis Pencatatan
Ada dua jenis pencatatan yaitu :
1) Catatan pasien secara tradisional

30
Catatan pasien secara tradisional merupakan catatan yang berorientasi
pada sumber dimana setiap sumber mempunyai catatan sendiri. Sumber bisa
didapat dari perawat, dokter atau tim kesehatan lainnya. Catatan perawat
terpisah dari catatan dokter dan catatan perkembangan. Biasanya catatatn ditulis
dalam bentuk naratif. Sistem dokumentasi yang berorientasi pada sumber yang
ditulis secara terpisah-pisah sulit menghubuungkan keadaan yang benar sesuai
dengan perkembangan pasien. Catatan tradisional umumnya mempunyai enam
bagian yaitu : catatan khusus, lembar catatan dokter, lembar riwayat medik,
lembar identitas, catatan keperawatan dan laporan khusus lainnya.
2) Catatan berorientasi pada masalah
Pencatatan yang berorientasi pada masalah berfokus pada masalah yang
sedang dialami pasien. Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh dr. Lawrence
Weed dari USA, dimana dikembangkan satu sistem pencatatan dan pelaporan
dengan penekanan pada pasien tentang segala permasalahannya. Secara
menyeluruh sistem ini dikenal dengan nama “Problem Oriented Method”.
Problem Oriented Method (POR) merupakan suatu alat yang efektif untuk
membantu tim kesehatan mengidentifikasi masalah-masalah pasien,
merencanakan terapi, diagnosa, penyuluhan, serta mengevaluasi dan mengkaji
perkembangan pasien. POR adalah suatu konsep maka disarankan untuk
membuat suatu format yang baku. Tiap pelayanan dapat menerapkan konsep ini
dan menyesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi setempat. Komponen POR
terdiri dari empat bagian yaitu :
a) Data dasar ; identitas, keluhan utama, riwaya penyakit sekarang dan
sebelumnya. Riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik,
laboratorium dan lain-lain. Data dasar diperlukan tergantung dari unit
atau jenis asuhan yang akan diberikan misalnya data dasar unit
kebidanan akan berbeda dengan unit bedah.
b) Daftar masalah ; masalah pasien didapat dari hasil kajian. Pencatatan
dasar masalah dapat berupa gejala-gejala, kumpulan gejala atau hasil
laboratorium yang abnormal, masalah psikologis, atau masalah sosial.
Masalah yang ada mungkin banyak sehingga perlu diatur menurut
prioritas masalah dengan memberi nomor, tanggal pencatatan, serta
menyebutkan masalahnya. Daftra memeberikan keuntungan bagi
perawat sebagai perencana keperawatan.
c) Rencana disesuaikan dengan tiap masalah yang ada. Dengan demikian
perawat dapat merencanakan sesuai kebutuhan pasien

31
d) Catatan perkembangan pasien adalah semua catatan yang berhubungan
dengan keadaan pasien selama dalam perawatan. Pada umumnya catatan
terdiri dari beberapa macam bnetuk anatara lain:
- Catatan berkesinambungan (Flow Sheet) digunakan untuk
mencatat hasil observasi perawatan secara umum, khususnya
pada keadaan pasien yang dapat berubah-ubah dengan cepat.
- Catatan secara naratif (notes)
- Catatan akan pulang/sembuh (discharge notes), dokter maupun
perawat/bidan membuat kesimpulan tentang keadaan pasien
selama dirawat, baik mengenai permasalahan dan tindak lanjut
yang dibutuhkan.
7. Resume medis
a. Resume medis rawat jalan
1) Resume medis rawat jalan harus mencakup :
- Diagnosis yang penting
- Alergi terhadap obat
- Medikamentosa yang diberikan
- Prosedur bedah yang lalu
- Riwayat perawatan/hoospitalisasi masa lalu
2) Resume medis diisi dengan lengkap dan jelas oleh dokter, dokter gigi
maupun dokter spesialis yang memberikan pelayanan terhadap pasien
tersebut.
3) Resume medis diisi berdasarkan kumpulan rekam medis setiap kali pasien
berobat diklinik rawat jalan
4) Resume medis untuk pasien rawat jalan dengan kasus penyakit kronik
diberikan setiap tiga bulan sekali
5) Resume medis diberikan untuk pasien rawat jalan yang memerlukan
pelayanan dan pengobatan berkelanjutan, misalnya psien yang akan dirujuk
ke klinik rawat jalan lain atau kerumah sakit lain. Hal ini untuk mencegah
terjadinya akumulasi diagnosis, pemberian medikamentosa dan
perkembangan penyakit
6) Resume medis rawat jalan juga dapat diberikan atas permintaan sendiri yaitu
untuk kepentingan dengan pihak ketiga misalnya klaim asuransi.
b. Resume medis rawat inap
1) Resume medis rawat inap mencakup :
- Alasan masuk rumah sakit, diagnosis dan penyakit penyerta
- Temuan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang penting

32
- Prosedur diagnostik dan terpeutik yang sudah diberikan
- Medikamentosa termasuk obat-obatan untuk diminum di rumah
- Status/kondisi pasien saat pulang (membaik, sembuh, belum sembuh,
meninggal, pulang atas permintaan sendiri)
- Instruksi follow up/tindak lanjut/kontrol.
2) Resume medis diisi dengan lengkap dan jelas oleh dokter, dokter gigi,
maupun dokter spesialis yang memberikan pelayanan terhadap pasien
tersebut yaitu DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pasien) sebelum pasien
pulang.
3) Resume medis diisi berdasarkan ringkasan pelayanan medis yang diterima
psien selama masa perawatan hingga pasien keluar dari rumah sakit baik
dalam keadaan hidup maupun meninggal.
4) Resume medis rawat inap juga diberikan untuk pasien yang memerlukan
pelayanan dan pengobatan berkelanjutan misalnya : pasien yang akan
dirujuk ke rumah sakit lain, pasien yang membutuhkan perawatan rutin di
rumah dan dilakukan oleh dokter atau perawat setempat dan lain-lain.
5) Resume medis rawat inap dapat juga diberikan untuk kepentingan pasien
dengan pihak ketiga misalnya klain asuransi.

8. Informasi klinis saat transfer dan dirujuk


a) Kriteria Transfer
 Derajat 0:
Pasien yang dapat terpenuhi kebutuhannya dengan ruang rawat biasa di unit/
rumah sakit yang dituju; biasanya tidak perlu didampingi oleh dokter, perawat,
atau paramedis (selama transfer).
 Derajat 1:
Pasien dengan risiko perburukan kondisi, atau pasien yang sebelumnya
menjalani perawatan di High Care Unit (HCU); di mana membutuhkan
perawatan di ruang rawat biasa dengan saran dan dukungan tambahan dari tim
perawatan kritis; dapat didampingi oleh perawat, petugas ambulan, dan atau
dokter (selama transfer).
 Derajat 2:
Pasien yang membutuhkan observasi / intervensi lebih ketat, termasuk
penanganan kegagalan satu sistem organ atau perawatan pasca-operasi, dan
pasien yang sebelumnya dirawat di HCU; harus didampingi oleh petugas yang
kompeten, terlatih, dan berpengalaman (biasanya dokter dan perawat /
paramedis lainnya).

33
 Derajat 3:
Pasien yang membutuhkan bantuan pernapasan lanjut (advanced respiratory
support) atau bantuan pernapasan dasar (basic respiratory support) dengan
dukungan / bantuan pada minimal 2 sistem organ, termasuk pasien-pasien yang
membutuhkan penanganan kegagalan multi-organ; harus didampingi oleh
petugas yang kompeten, terlatih, dan berpengalaman (biasanya dokter anestesi
dan perawat ruang intensif / IGD atau paramedis lainnya).
b) Kriteria Masuk Dan Keluar Unit Khusus
1) Indikasi Masuk Kamar Bersalin
- Tanda-tanda inpartu
- Usia kehamilan cukup
- Tidak didapatkan faktor risiko tinggi pada ibu bersalin dengan indikasi
operasi
2) Indikasi Keluar Kamar Bersalin
- Partograf tidak menunjukkan kemajuan persalinan
- Terjadi kegawatdaruratan obstetric yang memerlukan tindakan operasi
- Pasca persalinan, bayi dan pplacenta telah dilahirkan, perawatan perineum
dan vulva hygiene, dan ibu dalam keadaan stabil
3) Indikasi Masuk HCU
- Pasien Prioritas 1
Pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif dan titrasi,
seperti dukungan/bantuan centilasi dan alat bantu suportif kontinyu;
pengobatan kontinyu, obat anti aritmia kontinyu, pengobatan kontinyu
titrasi dan lain-lainnya. Contoh pasien kelompok ini antara lain: pasca
bedah kardiotorasik, pasien sepsis berat, gangguan keseimbangan asam
basa dan elektrolit yang mengancam nyawa.
- Pasien Prioritas
Pasien yang memerlukan pelayanan pemantauan canggih di HCU, yang
sangat berisiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya
pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial catheter. Contoh
pasien kelompok ini antara lain: penyakit dasar jantung-paru, gagal ginjal
akut dan berat atau yang telah mengalami pembedahan mayor.
- Pasien Prioritas 3
Pasien yang tidak stabil status kesehatan sebelumnya, penyakit yang
mendasarinya, atau penyakit akutnya, secara sendirian atau kombinasi.
Kemungkinan sembuh dan/atau manfaat terapi di HCU pada golongan ini
sangat kecil. Contoh pasien kelompok ini antara lain: penyakit dengan

34
keganasan metastatic dengan penyulit infeksi, pericardial tamponade,
sumbatan jalan napas, atau pasien penyakit jantung, penyakit paru terminal
disertai komplikasi penyakit aku berat. Pengelolaan pada pasien golongan
ini hanya untuk mengatasi kegawatan akutnya sajam dan usaha terapi
mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau resusitasi jantung paru.
4) Indikasi Keluar HCU
- Pasien tidak lagi memerlukan alat atau obat untuk life-support
- Terapi telah dinyatakan gagal, prognosis jangka pendek jelek dan manfaat
kelanjutan terapi intensif kecil (gagal multi organ tidak berespons terhadap
terapi agresif).
- Pasien dalam kondisi stabil normal (sesuai parameter base line) dan
kemungkinan kebutuhan terapi intensif secara mendadak kecil/ kurang
- Manfaat terapi intensif kecil karena penyakit primernya sudah terminal,
tidak berespons terhadap terapi HCU untuk penyakit akutnya, prognosis
jangka pendek kecil dan tidak ada terapi potensial untuk memperbaiki
prognosisnya
- Pengaturan untuk perawatan non HCU yang sesuai hendaknya
dipertimbangkan sehingga kelanjutan perawatan yang memadai tetap
terjamin Indikasi pasien yang dipindahkan dari HCU berdasarkan
pertimbangan medis oleh kepala HCU dan tim yang merawat pasien.
5) Indikasi Masuk Ruang Pemulihan Semua pasien yang telah menjalani tindakan
anestesi harus masuk ruang pulih sadar kecuali yang membutuhkan penanganan
intensif di HCU
6) Indikasi Keluar Ruang Pemulihan
- Jalan nafas, ventilasi, oksigenasi, sirkulasi dan temperatur dalam kondisi
baik dan stabil.
- Tidak membutuhkan penatalaksanaan dan pemantauan intensif pasca
bedah.
- Skor Aldrette > 8. ( terlampir )
- Skor Bromage 0. ( terlampir )
- Skala nyeri < 4 . ( terlampir )
- Tidak mual / muntah
- Disetujui oleh dokter anestesi dan ditandatangani pada rekam medis
anestesi pasien
c) Pengambilan Keputusan Transfer Pasien
1) Sesuai kondisi dan indikasi pasien, DPJP mengambil keputusan untuk
melakukan transfer pasien dan mencatat pada berkas rekam medis pasien,

35
setelah menginformasikan dan melibatkan pasien dan keluarga atas keputusan
tersebut
2) Pada kondisi khusus DPJP meminta persetujuan tertulis pasien dan atau
keluarga atas keputusan transfer pasien tersebut.
3) Instruksi transfer pasien meliputi informasi mengenai unit tujuan transfer,
waktu pelaksanaan transfer, monitoring dan asuhan klinis yang perlu
dilaksanakan selama proses transfer, instruksi khusus yang perlu dilaksanakan
oleh unit penerima transfer
4) Perawat pelaksana pada unit kerja tersebut terlebih dahulu mengkomunikasikan
kepada perawat unit penerima transfer dan memastikan bahwa unit tersebut
dapat menerima dan melanjutkan asuhan pasien
d) Persiapan Pasien transfer
1) Meskipun berpotensi memberikan risiko tambahan terhadap pasien, transfer
yang aman dapat dilakukan bahkan pada pasien yang sakit berat / kritis
(extremely ill).
2) Transfer sebaiknya tidak dilakukan bila kondisi pasien belum stabil (pasien
kalau kondisi sudah stabil)
3) Hipovolemia adalah kondisi yang sulit ditoleransi oleh pasien akibat adanya
akselerasi dan deselerasi selama transfer berlangsung, sehingga hipovolemia
harus sepenuhnya dikoreksi sebelum transfer.
4) Unit/ rumah sakit yang dituju untuk transfer harus memastikan bahwa ada
prosedur / pengaturan transfer pasien yang memadai.
5) Perlu waktu hingga beberapa jam mulai dari setelah pengambilan keputusan
dibuat hingga pasien ditransfer ke unit/ rumah sakit lain.
6) Hal yang penting untuk dilakukan sebelum transfer:
- Amankan patensi jalan napas Beberapa pasien mungkin membutuhkan
intubasi atau trakeostomi dengan pemantauan end-tidal carbondioxide yang
adekuat.
- Analisis gas darah harus dilakukan pada pasien yang menggunakan
ventilator portabel selama minimal 15 menit.
- Terdapat jalur / akses vena yang adekuat (minimal 2 kanula perifer atau
sentral)
- Pengukuran tekanan darah invasif yang kontinu / terus-menerus merupakan
teknik terbaik untuk memantau tekanan darah pasien selama proses transfer
berlangsung.
- Jika terdapat pneumotoraks, selang drainase dada (Water-Sealed Drainage-
WSD) harus terpasang dan tidak boleh diklem.

36
- Pasang kateter urin dan nasogastric tube (NGT), jika diperlukan
- Pemberian terapi /tatalaksana tidak boleh ditunda saat menunggu
pelaksanaan transfer
7) Unit/ rumah sakit yang dituju dapat memberikan saran mengenai penanganan
segera / resusitasi yang perlu dilakukan terhadap pasien pada situasi-situasi
khusus, namun tanggung jawab tetap pada tim transfer.
8) Tim transfer harus familiar dengan peralatan yang ada dan secara independen
menilai kondisi pasien.
9) Seluruh peralatan dan obat-obatan harus dicek ulang oleh petugas transfer.
e) Penentuan Rumah Sakit Penerima Rujukan Dapat Memenuhi Kebutuhan Pasien
1) DPJP menentukan kebutuhan akan pemeriksaan penunjang, misal pemeriksaan
lab, radiologi .
2) Dokter memberikan informasi kepada pasien dan keluarga bahwa diperlukan
pemeriksaan penunjan pasien dan keluarga pasien setuju dan menandatangani
persetujuan.
3) DPJP menuliskan permintaan pemeriksaan penunjang pada form lab/radiologi.
4) Perawat membawa pengantar pemeriksaan penujang ke unit penunjang. Unit
penunjang melakukan konfirmasi dan klarifikasi tentang pemeriksaan
pemeriksaan penunjang yang dimaksud.
5) Unit penunjang memberikan informasi kepada ruangan tempat pasien dirawat
mengenai tempat dan waktu pemeriksaan.
6) Unit penunjang melakukan pencatatan pasien yang melakukan pemeriksaan
dalam buku ekspedisi.
7) Pasien diantar oleh perawat dengan memakai ambulance rumah sakit.
f) Pencatatan Rekam Medis Pasien transfer
1) Gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, hindari penulisan singkatan
dan istilah yang tidak baku yang dapat menyebabkan salah interpretasi
2) Isilah Form Serah Terima Pasien dengan tinta hitam
3) Apabila salah menulis, jangan dihapus. Coretlah tulisan yang salah, tuliskan
yang benar di atas atau di samping tulisan yang salah, kemudian berikan paraf.
4) ‘Form Serah Terima Pasien setelah ditandatangani, dijadikan satu dalam berkas
Rekam Medis pasien
g) Monitoring Pasien Selama Proses Transfer
1) Pasien dengan kebutuhan perawatan kritis memerlukan pemantauan selama
proses transfer.
2) Standar pelayanan dan pemantauan pasien selama transfer setidaknya harus
sebaik pelayanan di RS/RS tujuan.

37
3) Peralatan pemantauan harus tersedia dan berfungsi dengan baik sebelum
transfer dilakukan. Standar minimal untuk transfer pasien antara lain:
- Kehadiran petugas yang kompeten secara kontinu selama transfer
- EKG kontinu
- Pemantauan tekanan darah (non-invasif)
- Saturasi oksigen (oksimetri denyut)
- Terpasangnya jalur intravena
- ‘Terkadang memerlukan akses ke vena sentrall
- Peralatan untuk memantau cardiac output
- Pemantauan end-tidal carbon dioxide pada pasien dengan ventilator
- Mempertahankan dan mengamankan jalan napas
- Pemantauan temperatur pasien secara terus-menerus (untuk mencegah
terjadinya hipotermia atau hipertermia)
4) Pengukuran tekanan darah non-invasif intermiten, sensitif terhadap gerakan
dan tidak dapat diandalkan pada mobil yang bergerak. Selain itu juga cukup
menghabiskan baterai monitor.
5) Pengukuran tekanan darah invasif yang kontinu (melalui kanula arteri)
disarankan.
6) Idealnya, semua pasien derajat 3 harus dipantau pengukuran tekanan darah
secara invasif selama transfer (wajib pada pasien dengan cedera otak akut;
pasien dengan tekanan darah tidak stabil atau berpotensi menjadi tidak stabil;
atau pada pasien dengan inotropik).
7) Tim transfer yang terlibat harus memastikan ketersediaan obat-obatan yang
diperlukan, antara lain: (sebaiknya obat-obatan ini sudah disiapkan di dalam
jarum suntik)
- Obat resusitasi dasar: epinefrin, anti-aritmia
- Obat sedasi
- Analgesik
- Relaksans otot
- Obat inotropik
8) Hindari penggunaan tiang dengan selang infus yang terlalu banyak agar akses
terhadap pasien tidak terhalang dan stabilitas brankar terjaga dengan baik.
9) Semua infus harus diberikan melalui syringe pumps.
10) Penggunaan tabung oksigen tambahan harus aman dan terpasang dengan baik.
11) Petugas transfer harus familiar dengan seluruh peralatan yang ada di ambulans.
12) Pertahankan temperature pasien, lindungi telinga dan mata pasien selama
transfer.

38
13) Seluruh peralatan harus kokoh, tahan lama, dan ringan.
14) Peralatan listrik harus dapat berfungsi dengan menggunakan baterai (saat tidak
disambungkan dengan stop kontak/listrik).
15) Baterai tambahan harus dibawa (untuk mengantisipasi terjadinya mati listrik)
16) Monitor yang portabel harus mempunyai layar yang jernih dan terang dan dapat
memperlihatkan elektrokardiogram (EKG), saturasi oksigen arteri, pengukuran
tekanan darah (non-invasif), kapnografi, dan temperatur.
17) Semua peralatan harus terstandarisasi sehingga terwujudnya suatu proses
transfer yang lancar dan tidak adanya penundaan dalam pemberian terapi /
obat- obatan
18) Catatlah status pasien, tanda vital, pengukuran pada monitor, tatalaksana yang
diberikan, dan informasi klinis lainnya yang terkait. Pencatatan ini harus
dilengkapi selama transfer.
19) Pasien harus dipantau secara terus-menerus selama transfer dan dicatat di
lembar pemantauan.
h) Rujukan Ke Rumah Sakit Lain
1) Dokter memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai kasus
pasien bahwa pasien perlu /dapat ditangani ditempat lain.
2) Dokter melengkapi RM pasien dan menyiapkan berkas penunjang yang akan
diperlukan di rumah sakit rujukan.
3) Dokter melengkapi resume medis pasien dan menuliskan nama Rumah Sakit &
Dokter yang dituju. Dan Perawat yang ditunjuk sebagai tim transfer
melengkapi form catatan perpindahan pasien antar RS.
4) Keluarga pasien menyelesaikan biaya administrasi di RS TK. IV Madiun
5) Pastikan bahwa rumah sakit tujuan dapat dan setuju untuk menerima pasien
sebelum dilakukan transfer.
6) Kontak pertama harus dilakukan oleh konsultan/ dokter penanggung jawab di
kedua rumah sakit, untuk mendiskusikan mengenai kebutuhan medis pasien.
7) Untuk kontak selanjutnya, tunjuklah satu orang lainnya (biasanya perawat
senior). Bertugas sebagai komunikator utama sampai transfer selesai dilakukan.
- Jika selama transfer terjadi pergantian jaga perawat yang ditunjuk,
berikan penjelasan mengenai kondisi pasien yang ditransfer dan lakukan
penyerahan tanggung jawab kepada perawat yang menggantikan.
- Komunikator utama harus menghubungi pelayanan ambulan, jika ingin
menggunakan jasanya dan harus menjadi kontak satu-satunya untuk
diskusi selanjutnya antara rumah sakit dengan layanan ambulans

39
- Harus memberikan informasi terbaru mengenai kebutuhan perawatan
pasien kepada rumah sakit tujuan.
8) Tim transfer harus berkomunikasi dengan rumah sakit asal dan tujuan
mengenai penanganan medis yang diperlukan dan memberikan update
perkembangannya melalui telfon perihal rujukan kepada rumah sakit yang
dituju.
9) Tim Transfer memberikan informasi kepada RS rujukan data pasien yang
tercantum dalam surat rujukan
10) Tim transfer mengantar pasien ke tempat rujukan dan tim melakukan observasi
pasien selama perjalanan dan form hasil observasi disatukan dengan RM
pasien.
11) Perawat melakukan serah terima pasien setelah tiba di rumah sakit yang dituju
i) Pendokumentasian Proses Rujukan Di Dalam Rekam Medis
1. Di status pasien yang pindah dicatat nama rumah sakit dan nama staf yang
menerima tujuannya mengetahui dengan jelas rumah sakit yang dituju dan
nama petugas yang setuju menerima pasien
- Mencatat nama rumah sakit yang dituju serta nama petugas yang dituju
- Menginformasikan kondisi/ status pasien kepada petugas rumah sakit
yang dituju
- Menginformasikan kepada keluarga nama dan alamat rumah sakit
2. Di rekam medis pasien yang pindah dicatat hal- hal lain yang diperlukan sesuai
dengan kebijakan rumah sakit yang merujuk .Pengertiannya adalah catatan
kondisi pasien selama proses pemindahan pasien dan dokumentasi pasien.
Pencatatan dan pendokumentasian dilakukan pada saat pasien masuk ataupun
rawat jalan. Prosedur pengiriman pasien ke rumah sakit lain diatur dalam SPO
dan kebijakan MOU antar rumah sakit. Adapun Tata Laksana dalam
dokumentasinya adalah Perawat mencatat keadaan pasien dari awal sampai
dirujuk secara rinci :
a. Mengisi Formulir Monitor pasien antara lain
- Nama Pasien
- Umur
- Jenis Kelamin
- Diagnosis medis
- Diagnosis keperawatan
- Catatan keperawatan terdiri dari tensi,nadi,suhu,keadaan umum pasien
b. Nama petugas yang bertugas saat itu. Di status pasien yang pindah dicatat
alasan-alasan Dari rujukan / kepindaha. Prosedur pengiriman pasien ke

40
rumah sakit lain diatur dalam SPO dan kebijakan MOU antar rumah sakit.
Perawat mencatat alasan pasien dirujuk :
- Tempat tidur pasien rumah sakit penuh
- Permintaan keluarga pasien
- Sesuai dengan kesatuan dan status pasien
- Petugas mencatat alasan pasien dirujuk ke dalam buku registrasi untuk
mempermudah informasi

41
BAB VI
KOMUNIKASI AKURAT TERKAIT KODE EMERGENCY

A. Ruang Lingkup
Setiap orang yang membutuhkan upaya penyelamatan dalam kondisi kedaruratan
baik pasien, keluarga pasien, pengunjung, karyawan dan warga disekitar RSUD Sultan
Muhammad Jamaludin I. Adapun ruang lingkup pada suatu kondisi kegawatdaruratan
meliputi :
1. Sistem Respon
Sistem respon dibentuk untuk memastikan bahwa semua kondisi darurat medis
kritis tertangani dan stabilisasi sesegera mungkin. Pada sistem respon terbagi dalam
dua jenis :
 Petugas pertama kali yang menemukan(medis/non medis) kondisi gawatdarurat
harus segera memberikan pertolongan/ bantuan sesuai dengan SPO. Respon time
untuk tim sangat diperlukan sebagai bentuk upaya pertolongan pada pasien
kegawatdaruratan.
 Pasien dengan kegawatan medis. Respon tim untuk tim sekunder adalah segera
dengan maksimal 5 menit sejak adanya panggilan code kegawatdaruratan.
Sistem respon dilakukan dengan waktu respon tertentu berdasarkan standar
kualitas pelayanan yang telah ditentukan oleh rumah sakit. Untuk menunjang hal
tersebut yang dilakukan adalah :
a) Semua personil di rumah sakit harus dilatih dengan keterampilan untuk
menunjang kecepatan respon di lokasi kejadian.
b) Peralatan – peralatan yang diperlukan saat situasi bencana harus ditempatkan di
lokasi yang strategis dalam kawasan rumah sakit seperti peralatan APAR dan
troli emergency. Peralatan tersebut diletakan pada area yg memungkinkan misal
dilobi rumah sakit, ruang tunggu poliklinik dan ruang rawat inap, dimana
peralatan dapat dipindah atau dibawa untuk memungkinkan respon yang cepat.
2. Kriteria Aktivasi dan Indikasi Pemanggilan
Pada kriteria aktivasi dan indikasi pemanggilan kondisi kegawatdaruratan
diperlukan aktivasi Code kegawatdaruratan sebagai usaha untuk meminta pertolongan
dalam pemberian bantuan di lingkungan Rumah sakit.

42
3. TataLaksana
Adanya komunikasi dan sosialisasi yang efektif terhadap seluruh penghuni Rumah
Sakit dalam menanggapi situasi kegawatdaruratan harus selalu ditingkatkan karena hal
itu berpengaruh pada keberhasilan penanggulangan bencana yang terjadi sehingga bisa
mencegah terjadinya bencana. Dalam hal penanggulangan bencana dibedakan menjadi
beberapa tata laksana penanggulangan yaitu :
a) Code Red
 Tugas Tim Code Red :
1. Tim Pemadam Kebakaran
 Memadamkan api pada kesempatan pertama dengan alat yang tersedia
secara cepat dan tepat (menggunakan alat pemadam api ringan atau
hidran)
 Melokalisasi area yang terbakar dengan menyemprotkan hidran pada
barang yang mudah terbakar sampai Dinas Kebakaran datang.
 Membantu di lantai lain yang terbakar bila memerlukan tenaga dan
bekerja sama dengan kelompok lain yang memerlukan bantuan.
 Menggunakan tangga darurat atau lift kebakaran selama lift tersebut
aman.
 Memadamkan api dengan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dan
Hidran Kebakaran bangunan
 Menjaga terjadinya penjalaran kebakaran dengan cara melokalisasi
daerah kebakaran dan menyingkirkan barang yang mudah terbakar atau
menutup pintu dan jendela
 Mencegah orang yang bukan petugas pemadam atau petugas Tim
Penenggulangan Bencana dan Kebakaran mendekati daerah yang
terbakar 
 Menghubungi Kepala Keadaan Darurat jika kebakaran diperkirakan
tidak dapat diatasi lagi
2. Tim Securiti
 Menangani urusan keamanan dalam bangunan maupun lingkungannya
saat penanggulangan keadaan darurat berlangsung.
 Melaksanakan pengawasan area dan mencegah orang yang dicurigai
menggunakan kesempatan melakukan kejahatan.
 Menangkap orang yang jelas-jelas melakukan kejahatan dan
membawanya ke Posko sekuriti
 Bersama tim evakuasi memeriksa ruangan dan memastikan benar benar
bahwa semua orang telah ke luar dengan aman dan mengunci pintu.

43
 Satu orang sekuriti bertugas menjaga dan mengoperasikan lift kebakaran
yang dipergunakan untuk kelompok pemadam kebakaran serta
membantu mengevakuasikan orang sakit, cedera, meninggal dan
sebagainya.
 Mengamankan daerah bencana dan kebakaran agar tidak dimasuki oleh
orang- orang yang tidak bertanggung jawab
 Menangkap orang yang mencurigakan sesuai prosedur yang berlaku
seperti dengan dibawa ke Pos Keamanan untuk diperiksa dan
selanjutnya diserahkan ke Polisi
 Mengamankan barang- barang berbahaya seperti brankas dan lain-lain
 Membantu Tim Pemadam
 Tim ini adalah tim terakhir meninggalkan lantai
3. Tim Evakuasi
 Menginstruksikan semua penghuni dan pengguna untuk segera keluar
dari bangunan melalui tangga darurat/ jalur evakuasi dengan tertib pada
saat terjadi kebakaran
 Memimpin pelaksanaan evakuasi lewat tangga darurat/ jalur evakuasi
 Melarang penghuni menggunakan lift
 Mengarahkan penghuni keluar melalui tangga darurat/jalur evakuasi
dengan  jalan cepat
 Menginstruksikan penghuni wanita untuk melepas sepatu dengan hak
yang tinggi
 Memimpin evakuasi sampai menuju lantai dasar dan berkumpul di
lokasi yang telah ditentukan
 Mengevaluasi jumlah yang dievakuasi, bersama dengan kelompok
evakuasi gedung
 Menyelamatkan orang yang pakaiannya terbakar dengan selimut tahan
api dan mengguling-gulingkan tubuhnya di atas lantai agar api cepat
padam serta memberi pertolongan pertama
 Menghitung jumlah karyawan pada gedung yang terbakar  atau bencana
lainnya dan membuat laporan pelaksanaan tugas
 Menjaga dengan ketat supaya jangan sampai ada yang berusaha untuk
naik kembali ke gedung yang terbakar atau bencana lainnya sebelum
ada instruksi lebih lanjut
 Melakukan evakuasi pada orang cacat, wanita hamil, lanjut usia dan
orang sakit melalui tangga darurat

44
 Menyelamatkan orang pingsan akibat kebakaran atau bencana lainnya
dengan tandu dan segera memberikan pertolongan pertama
 Mengatur dan menunjukkan rute untuk evakuasi ke daerah tempat
berkumpul dan konsolidasi.
 Memberi peringatan-peringtan terhadap orang yang membawa barang
berat & besar, orang yang akan menggunakan lift agar tidak
menimbulkan bencana tebih buruk
 Memeriksa ruangan kantor kemungkinan ada orang yang masih
tertinggal.
 Bila ternyata masih ada yang tertinggal di dalam ruangan, segera lapor
ke Koordinator Keadaan Darurat ,gedung selarijutnya laporkan ke
Kepala Keadaan Darurat
 Menghitung berapa jumlah korban (sakit,pingsan,meninggal,luka-luka)
dan berusaha mengevakuasikan korban melalui lift kebakaran, tangga
darurat atau mobil tangga Dinas Kebakaran.
4. Tim PPPK (P3K)
 Memberikan pertolongan kepada korban (sakit, cedera, meninggal) di
luar gedung setelah dievakuasikan oleh petugas evakuasi.
 Berusaha memanggil ambulans dan mengatur  penggunaannya
 Mengatur pengiriman orang sakit, cedera ke Rumah Sakit terdekat
dengan menggunakan ambulans
 Alur penanganan kejadian kebakaran
1. Pegawai atau orang yang pertama kali mengetahui/melihat kebakaran
segera mengambil APAR terdekat dan berusaha memadamkan api dan
memberitahukan kepada karyawan lainnya untuk menginformasikan
keadaan kepada Tim Tanggap Darurat atau Tim Tanggap Darurat Area
tersebut dan/atau pihak keamanan area tersebut.
2. Bagian Tim keamanan menginformasikan keadaan darurat ke semua
penghuni gedung RSUD SULTAN MUHAMMAD JAMALUDIN I
dengan menyebut “Code Red, Code Red, Code Red”.
3. Tim Tanggap Darurat menginformasikan ke bagian
pemeliharaan/IPSRS untuk memadamkan aliran listrik yang tidak
dibutuhkan.
4. Tim pemadam kebakaran melakukan tindakan pemadaman api.
5. Kondisi keadaan
 Kondisi keadaan darurat terkendali, jika api padam langsung
laporkan kondisi ke Ketua Tim Tanggap Darurat.

45
 Kondisi keadaan darurat tidak terkendali, jika api tidak padam,
koordinasikan dengan Tim Tanggap Darurat untuk menghubungi
pihak terkait (Dinas Pemadam Kebakaran)
6. Tim Evakuasi mengarahkan seluruh penghuni lantai menuju area titik
kumpul. Tim penanggung jawab dokumentasi dan evakuasi mendata
pasien, pengunjung dan karyawan area masing-masing dan melaporkan
ke Ketua Tim Tanggap Darurat
7. Tim PPPK memberikan pertolongan kepada korban diluar gedung
setelah di evakuasi oleh petugas evakuasi.
b) Code Blue
 Anggota Tim Code Blue
Semua komponen rumah sakit terlibat dalam proses resusitasi untuk dapat
melakukan tindakan bantuan hidup dasar dan hidup lanjut, terdiri dari :
 Petugas non medis terlatih
Merupakan petugas non medis dengan keterampilan bantuan hidup dasar dan
aktivasi sistem code blue.
 Tim code blue
Merupakan petugas medis dengan komponen dokter dan perawat dengan
kemampuan bantuan hidup dasar dan lanjut dan didukung dengan peralatan yang
lebih lengkap (termasuk peralatan jalan napas definitif) obat-obatan emergency
termasuk penggunaan defibrilator.
 Alur Code Blue
1) Petugas non medis terlatih
Petugas non medis terlatih yang menemukan korban dengan henti
jantung segera memberikan pertolongan Bantuan Hidup Dasar dan
memamnggil bantuan tim code blue.
2) Tim code blue
 Persiapan
1. Satu tim code blue beranggotakan 1 dokter, 3 perawat dan 1 satpam
dengan peran sebagai berikut :
a. Satu dokter sebagai pemimpin dan operator defibrilator/AED
b. Satu perawat tugas sebagai pengatur jalan nafas dan ventilator
c. Satu perawat tugas sebagai pijat jantung luar (compressor)
d. Satu perawat sebagai sirkulator
e. Satu satpam sebagai petugas aktivasi code blue
2. Setiap hari Dokter jaga sebagai pemimpin membagi jadwal tugas
tim code blue dan menuliskan pada papan code blue

46
3. Nomor telepon khusus code blue ada di IGD, ransel emergency
code blue berada di IGD.
 Langkah-langkah aktivasi code blue
a. Langkah-langkah aktivasi code blue pasien henti nafas dan henti
jantung
 Petugas non medis yang menemukan korban (pasien, keluarga,
pengnjung atau petugas) dengan henti jantung segera
memberikan pertolongan Bantuan Hidup Dasar sambil
berteriak minta tolong orang lain untuk membantu memberikan
pertolongan bantuan hidup dasar dan melaporkan ke petugas
security yang bertugas .
 Petugas security menyalakan alaram emergency code blue
melalui audioline dengan menyebut “code blue, code blue,code
blue”.
 Waktu respon dari aktivasi code blue sampai dengan
kedatangan tim code blue adalah 5 menit.
 Tim respon cepat code blue mendatangi TKP henti jantung
dengan membawa peralatan resusitasi termasuk defibrilator.
 Tim code blue melakukan bantuan hidup dasar : Resusitasi
jantung paru dilakukan dengan kualitas tinggi, perbandingan
kompresi dan ventilasi 30 : 2, dengan perhatian pada kompresi
yang dalam (minimal 5 cm), kompresi yang cepat (minimal
100 kali/menit) dan menghindari interupsi selama sirkulasi
kompresi dan ventilasi. Untuk mencegah kelelahan penolong
setiap 2 menit atau 5 siklus petugas melakukan kompresi harus
bergantian.
 Tim bekerja melakukan bantuan hidup lanjut termasuk
pemberian obat-obatan dan penggunaan defibrilator apabila
diindikasikan.
 Jika resusitasi jantung paru berhasil, ditandai dengan
kembalinya fungsi sirkulasi dan pernafasan korban, maka
korban akan di transport menuju ke ruang dengan peralatan
monitoring HCU untuk selanjutnya dilakukan penatalaksanaan
yang sesuai untuk pasien dengan paska henti jantung termasuk
kemungkinan rujukan ke rumah sakit lain untuk perawatan
ICU.

47
 Tim code blue mendokumentasikan semua kejadian dan
tindakan yang dilakukan.
 Leader tim code blue sekunder mengevaluasi tindakan yang
dilakukan. Bila pasien berhasil diselamatkan kemudian
menentukan tindakan selanjutnya apakah perlu alih rawat di
perawatan intensif. Bila tindakan berhasil, leader akan
memutuskan untuk menghentikan tindakan, menyatakan
kematian dan memberikan penjelasan kepada keluarga.
 Tim code blue membuat laporan resusitasi di rekam medis.
b. Langkah aktivasi pasien/ korban dengan kegawatan medis
 Pasien di IGD, bangsal perawatan, poliklinik dan ruang
tindakan harus dipantau secara kontinue sesuai dengan kondisi
masing-masing pasien.
 Monitoring harus dicatat dan jika pasien menunjukan
perubahan atau penurunan kondisi maka kondisi pasien harus
dilaporkan kepada dokter penangggung jawab pasien dan
dilakukan terapi untuk sementara dan monitoring yang lebih
ketat.
 Jika pasien menunjukan tanda-tanda kegawatan/pasien kritis
atau potensial kritis (obstruksi jalan nafas, jika RR>36 kali atau
<5 kali/menit, jika Nadi >140 Kali/menit atau <40 kali/menit,
jika tekanan darah sistole >220 mmHg atau <90 mmHg,
penurunan kesadaran dan kejang) maka petugas medis akan
menelpon code blue sistem untuk memanggil tim code blue.
 Tim code blue akan memberikan arahan penatalaksanaan
pasien.
 Tim code blue datang dengan membawa peralatan emergency,
melakukan assesment awal pada pasien dan melakukan
resusitasi apabila diperlukan
 Jika kondisi pasien membaik dan layak transport maka pasien
akan dipindahkan ke ruang ICU/HCU untuk dilakukan
monitoring yang lebih ketat termasuk kemungkinan proses
merujuk ke rumah sakit yang lebih sesuai.
 Tim code blue melaporkan kondisi pasien kepada dokter
penanggung jawab pasien
 Tim code blue mendokumentasikan semua kejadian dan
tindakan yang dilakukan dan mencatat di rekam medis

48
 Tim code blue memberikan penjelasan kepada keluarga
mengenai kondisi pasien dan tindakan yang akan dilakukan.
c) Code Pink
Prosedur penangan penculikan anak/bayi :
 Petugas yang menemukan terjadinya penculikan bayi/anak, meneriakkan :“Code
Pink Code Pink ”dan segera menelpon bagian sekuriti.
 Selanjutnya menghubungi pihak yang terkait di Rumah Sakit antara lain
Koordinator perawat jaga, Direksi, dan Staf Senior lainnya dan mengumumkan
‘Code pink,code pink.”
 Sekuriti melakukan pengamanan dengan cara pada area pintu masuk dan keluar
rumah sakit dilakukan penjagaan ketat dan ditutup.
 Koordinator perawat jaga melakukan sikap menenangkan pasien dan membawa
pasien ke ruang khusus.
 Setelah pasien tenang petugas menanyakan kronolis kejadian dan ciri-ciri korban.
 Petugas securiti yang berjaga mengawasi pengunjung yang membawa anak/bayi
yang mencurigakan dan melaporkan kebagian direksi/staf senior lain.
 Apabila korban tidak ditemukan petugas direksi/staf melapor kepada pimpinan
dan atas perintah pimpinan menelepon petugas kepolisian untuk melaporkan
kejadian dengan menyebutkan jenis kejadian,lokasi kejadian dengan tepat, nama
anda dan tugas profesi.
 Petugas Kepolisian kemungkinan akan meminta gambar/foto bayi/anak yang
diculik (kalau ada), dan menanyakan beberapa pertanyaan antara lain : kapan
terjadinya, lokasi terakhir masih melihat bayi/anak yang hilang, dan memakai
pakaian apa bayi/anak tersebut.
 Pihak keamanan rumah sakit bekerjasama dengan pihak kepolisian untuk
dilakukan penutupaan area rumah sakit.
 Apabila korban tidak berhasil ditemukan didalam area rumah sakit, maka pihak
keamanan dapat memperluas pencarian ke area luar dengan lingkupnyang luas.
 Pihak keamanan mengamankan area tempat penculikan berlangsung
 Pihak keamanan mengamankan rekaman CCTV area rumah sakit.

d) Code Black
Dalam hal adanya ancaman terhadap seseorang (orang bersenjata atau tidak
bersenjata yang mengancam akan melukai seseorang atau melukai diri sendiri) yang
dilakukan :
 Dalam hal adanya ancaman terhadap seseorang yang perlu dilakukan adalah :
 Remain calm : Tetap tenang.

49
 Retreat : Mundur bila lebih aman.
 Raise the alarm :Bunyikan alarm.
 Record details : Catat rincian kejadian.
 Ambil tindakan cepat untuk melindungi diri sendiri atau melindungi pasien yang
terancam
 Beri peringatan atau minta bantuan kepada sesama teman, sambil meneriakkan : ”
Code Black - Code Black”.
 Melangkah mundur bila lebih aman dan segera hubungi pihak sekuriti.
 Selanjutnya menghubungi pihak yang terkait antara lain Sekuriti, Manager on
Duty, Direksi, dan Staf Senior lainnya, terangkan tentang: Jenis kejadian, lokasi
kejadian, nama dan tempat tugas Anda.
 Bila tidak memungkinkan melangkah mundur .
 Turuti perintah pengancam. 
 Lakukan hanya yang diminta.
 Catat hasil pengamatan Anda secepatnya. (Misalnya : ciri penyerang, senjata, cara
bicara/logat, tingkah laku, tato, ciri kendaraan, arah pelarian, dll-nya)
 Amankan tempat kejadian perkara.
 Bekerjasama dengan sekuriti sambil menunggu petugas kepolisian Bila
mendapatkan ancaman bom, yang perlu dilakukan adalah :
 Tetap tenang sambil mendengarkan suara si penelepon,
 Jangan menutup telepon.
 Gunakan telpon lain untuk menghubungi pihak kepolisian.
 Selanjutnya menghubungi pihak yang terkait,dan sampaikan :
 Bahwa terdapat ancaman bom.
 Lokasi ancaman bom secara tepat.
 Nama anda dan tempat tugas/profesi Anda.
 Evakuasi Segera/Evacuation

e) Code Brown
Aktivasi penatalaksanaan jika terjadi code brown yaitu sebagai berikut :
 Tetap tenang jangan panik
 Hentikan semua pekerjaan
 Tenangkan pasien, pengunjung, kemudian berikan informasi keadaan darurat
dan meneriakan kode bencana “Code Brown” untuk membantu petugas lain
mengetahui bencana yang terjadi.
 Lepaskan sepatu hak tinggi

50
 Berjalanlah biasa dengan cepat, jangan lari,tidak diperkenankan menggunakan
jalur evakuasi menuju pintu keluar.
 Hubungi pihak sekuriti untuk mengumumkan Code Brown melalui audioline.
 Pelaksanaan evakuasi sesuai alur dan perintah dari pihak keamanan.
 Beritahu petugas lain/tamu yang kebetulan berada diruang/lantai tersebut untuk
evakuasi pasien bersama yang lain.
 Karyawan, pasien dan pengunjung dengan kondisi bisa berjalan didahulukan.
Pasien yang tidak dapat berjalan tetapi dalam kondisi stabil dapat menggunakan
kursi roda/digendong. Pasien dengan kondisi tidak stabil menggunakan tempat
tidur dan didampingi oleh perawat menuju tempat berkumpul/tempat yang
aman (Assembly Point ).
 Perawat mendata dan mengecek kondisi pasien setelah dilakukan evakuasi.
 Petugas keamanan melakukan penyisiran dan pengamanan area untuk
mencegah terjadinya tindak pencurian.
 Jangan kembali keruangan sebelum ada instruksi bahwa situasi telah aman dari
petugas keamanan.
 Jika situasi telah dinyatakan aman oleh penanggungjawab, pasien dapat dibawa
kembali ke ruang perawatan
 Setelah keadaan terkendali, Pihak kemanana melakukan koordinasi investigasi
bersama kepala unit kerja terkait maksimal 2x24 jam untuk dilaporkan kepada
kepala rumah sakit.

f) Code Orange
Aktivasi penatalaksanaan code orange jika terjadi bencana antara lain :
 Pada saat menerima pemberitahuan terjadinya darurat eksternal, petugas IGD
atau securiti akan menyampaikan kepada semua pejabat senior dan Tim Siaga
Bencana RSUD Sultan Muhammad Jamaludin I.
 Petugas sekuriti akan meneriakkan :Code Orange – Code Orange melalui
audioline.
 Setiap staf akan merespon sesuai dengan pedoman komunikasi di RSUD
Sultan Muhammad Jamaludin I.Respon dapat meliputi salah satu atau lebih
langkah berikut ini:
 Bila memungkinkan sediakan tempat tidur untuk menampung korban,
bila perlu dengan cara memulangkan sebagaian pasien rawat inap atau
mengirimkannya ke RS lain.
 Sediakan fasilitas penerimaan dan perawatan pasien secukupnya.

51
 Bila diminta oleh Manajer Senior atau Direksi ataupun utusan dari
lokasi bencana, sediakan bantuan yang dapat dikirim ke lokasi bencana.
 Semua personil lainnya merespon sesuai arahan supervisornya.
 Bila kondisi bencana memberikan dampak kepada RSUD Sultan Muhammad
Jamaludin I (misalnya serbuan asap, huru-hara sipil), pengisolasian/penyekatan
mungkin diperlukan.
 Tunggu sampai ada pemberitahuan bahwa “ SITUASI TELAH
TERKENDALI”.

g) Code Yellow
Selain kebakaran dan atau asap, emergensi internal meliputi: kebocoran atau dugaan
kebocoran gas termasuk gas elpiji; kebocoran dan tumpahan bahan kimia dan atau
bahan berbahaya; kegagalan sistem vital seperti kegagalan backup daya listrik; boks
pembagi daya listrik;seseorang terjebak/terjerat; banjir; insiden radiasi; dan lain-lain.
Adapaun tatalaksana penanganan kejadian code yellow yaitu :
 Pada saat menemukan kejadian emergensi internal petugas meneriakkan :Code
Yellow – Code Yellow.
 Petugas menghubungi securiti untu memberi tahu seluruh petugas memalui
audioline dengan menyebutkan code yellow,code yellow.
 Jauhkan orang dari lokasi bahaya.
 Apabila evakuasi diperlukan, ikuti prosedur evakuasi
 Tunggu instruksi dari Staf Senior, Koordinator perawat jaga atau Petugas
Emergensi.
 Stanby untuk membantu bila diperlukan.
 Jangan kembali ketempat semula sampai Staf Senior atau yang bertanggung
jawab dalam keamanan fasilitas menyatakan “ SEMUA TELAH AMAN”
 Dalam hal insiden kimia, biologis atau radiasi:
 Pakailah masker dan atau tutup mulut.
 Buka pakaian yang terkontaminasi, dan cuci kulit dengan air mengalir.
 Jauhi zona berbahaya

52
BAB VII
DOKUMENTASI

Dalam komunikasi efektif antara dokter dan pasien yang harus didokumentasikan di
dalam rekam medis adalah :
1. Semua perintah dokter baik lisan maupun telepon
2. Hasil-hasil pemeriksaan dokter/assesmen dokter dan pemeriksaan penunjang
3. Materi pendidikan pasien yang disampaikan dokter kepada pasien
Dokumentasi yang diperlukan saat proses komunikasi antar paramedis adalah dengan
mengisi buku operan jaga yang sudah tersedia dimasing-masing unti kerja. Untuk hasil rapat,
didokumentasikan melalui notulensi rapat yang dilengkapi dafatr hadir, undangan dan materi
bila ada.

Di tetapkan di : Sukadana
Pada Tanggal : 29 Maret 2019

KEPALA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


SULTAN MUHAMMAD JAMALUDIN I

MARIA FRANSISCA ANTONELLY SCHOGGERS

53
DAFTAR PUSTAKA

Permenkes Nomor 1691 Tahun 2011 Tentang Keselamatan Pasien


Konsil Kedokteran Indonesia,2006.Komunikasi Efektif Dokter Pasien,Jakarta.
https://www.scribd.com/dokument/348358657/PANDUAN-KOMUNIKASI-EFEKTIF

54
LAMPIRAN
Contoh laporan perawat ke dokter dengan menggunakan SBAR (Haig, K.M., dkk.,2006) :
Situation (S)  Sebutkan nama Anda dan unit
 Sebutkan identitas pasien dan nomor kamar pasien.
 Sebutkan masalah pasien tersebut (misalnya sesak nafas,
nyeri dada, dsb.
Background (B) •  Sebutkan diagnosis dan data klinis pasien sesuai
kebutuhan :
 Status kardiovaskular (nyeri dada, tekanan darah, EKG,
dsb.)
 Status respirasi (frekuensi pernafasan, Sp02, analisis
gas darah, dsb.)
 Status gastro-intestinal (nyeri perut, muntah,
perdarahan, dsb.)
 Neurologis (GCS, pupil, kesadaran, dsb.)
 Hasil laboratorium/pemeriksaan penunjang lainnya.
Assessment (A)  Sebutkan problem pasien tersebut :
 Problem kardiologi (syok kardiogenik, aritmia maligna,
dsb.)
 Problem gastro-intestinal (perdarahan massif dan syok)
Recommendation (R) Rekomendasi (pilih sesuai kebutuhan) :
 Saya meminta dokter untuk:
 Memindahkan pasien ke ICU
 Segera datang melihat pasien
 Mewakilkan dokter lain untuk datang
 Konsultasi ke dokter lain
 Pemeriksaan atau terapi apa yang diperlukan
 Foto rontgen
 Pemeriksaan analisi gas darah
 Pemeriksaan EKG
 Pemberian oksigenasi
 Beta 2 agonis nebulizer

55

Anda mungkin juga menyukai