Anda di halaman 1dari 36

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.................................................................. 1

BAB II KOMUNIKASI EFEKTIF....................................................... 3

BAB III KOMUNIKASI EFEKTIF PERAWAT DAN PASIEN................. 11

BAB IV KOMUNIKASI EFEKTIF DOKER DAN PASIEN..................... 15

BAB V KOMUNIKASI ANTAR PEMBERI PELAYANAN..................... 24

BAB VI KOMUNIKASI ASUHAN DAN EDUKASI............................. 26


BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Kegiatan komunikasi sudah menjadi sebagian besar kegiatan kita sehari-hari, mulai
antar teman/pribadi, organisasi, atau massa. Kegiatan komunikasi pada prinsipnya adalah
aktivitas pertukaran ide atau gagasan. Secara sederhana kegiatan komunikasi dipahami
sebagai kegiatan penyampaian dan penerimaan pesan atau ide dari satu pihak ke pihak lain,
dengan tujuan untuk mencapai kesamaan pandangan atas ide yang dipertukarkan tersebut.

Begitu pula dengan pelayanan rumah sakit, keberhasilan misi sebuah rumah sakit
sangat ditentukan oleh keluwesan berkomunikasi setiap petugas perawat dan dokter.
Pelayanan rumah sakit selalu berhubungan dengan berbagai karakter dan perilaku pasien
yang berkepentingan dengan jasa perawatan sehingga petugas. Perawat dan dokter harus
memahami dan mengerti bagaimana cara berkomunikasi yang bisa di terapkan di segala
situasi.

Dalam profesi kedokteran. Komunikasi dokter dengan pasien merupakan salah satu
kompetensi yang harus di kuasai dokter. Kompetensi komunikasi menentukan keberhasilan
dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien.

Di indonesia sebagian dokter merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk
berbincang-bincang dengan pasiennya sehingga hanya bertanya seperlunya. Akibatnya,
dokter bisa saja tidak mendapatkan keterangan yang cukup untuk menegakkan diagnosis
dan menentukan perananan dan tindakan lebih lanjut. Dari sisi pasien, umumnya pasien
merasa berada dalam posisi lebih rendah di hadapan dokter sehingga takut bertanya dan
bercerita atau mengungkapkan diri. Hasilnya, pasiennyamenerima saja apa yang dikatakan
dokter. Paradigma inilah yang harus kita perbaiki. Pasien dan dokter harus berada dalam
kedudukan setara sehingga pasien tidak merasa rendah diri dan malu untuk bisa
menceritakan sakit/keluhan yang dialaminya secara jujur dan jelas. Komunikasi yang efektif
mampu mempengaruhi emosi pasien dalam pengambilam keputusan tentang rencana
tindakan selanjutnya.

Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasinefektif justru tidak memerlukan waktu


yang lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan waktu yang lebih sedikit karena petugas,
perawat dan dokter terampil mengenali kebutuhan pasien. Atas dasar kebutuhan pasien,
perawat dan dokter melakukan menajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama
pasien. Untuk itu dirasakan perlunya memberikan pedoman komunikasi efektif untuk
petugas, perawat dan dokter di RSIA Defina untuk memudahkan berkomunikasi dengan
pasien dan keluarganya.
B. Tujuan
Secara umum tujuan penyusunan pedoman komunikasi efektif ini adalah :
1. Memberikan pengetahuan dan pedoman bagi petugas, perawat dan dokter
mengenai cara berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya.
2. Agar petugas, perawat dan dokter dapat melakukan komunikasi yang efektif
dengan pasien dan keluarganya.
3. Menghindarkan kesalahpahaman yang bisa menimbulkan dugaan malpraktik.

BAB II
KOMUNIKASI EFEKTIF

Komunikasi berasal dari bahas latin “communts” yang artinya bersama. Secara
terminologis komunikasi di artikan sebagai suatu proses penyampaian pikiran atau informasi
(pesan) dari satu pihak ke pihak lain dengan menggunakan suatu media. Menurut ahli kamus
bahasa, komunikasi adalah upaya yang bertujuan berbagai untuk mencapai kebersamaan.
Jika dua orang berkomunikasi maka pemahaman yang sama terhadap pesan yang saling
dipertukarkan adalah tujan yang di inginkan oleh keduanya. Webster’s New Collegiate
Dictionary edisi tahun 1977 antar lain menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses
pertukaran informasi antara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda, atau
tungkah laku.

A. KLASIFIKASI KOMUNIKASI
Berdasarkan kepada penerima pesan atau komunikan komunikasi diklasifikasikan menjadi :

1. Komunikasi Intrapersonal
Penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator sendiri
antara individu dengan Tuhannya. Komunikasi intrapersonal merupakan keterlibatan
internal secara aktif dari individu dalam pemprosesan simbolik dari pesan-pesan.
Seorang individu menjadi pengirim sekaligus penerima pesan, memberikan umpan
balik bagi dirinya sendiri dalam proses internal yang berkelanjutan.
2. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal berlangsung dengan dua arah, antara komunikator dan
komunikan; antara seorang tenaga medis dengan teman sejawat atau antara
seorang tenaga pasien dengan pasien.
3. Komunikasi Kelompok
Salah satu bentuk yang terjadi di dalam sebuah sebuah kelompok. Komunikasi tidak
hanya terjadi antar seorang dengan seseorang yang lainnya, komunikasi juag
dilakukan dengan sekelompok orang yang disebut dengankomunikasi kelompok.
Menurut Michael Burgoon, komunikasi kelompok adalah interaksi secara tatap muka
antara tiga orang atau lebih dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagai
informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, dimana anggota-anggotanya dapat
mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat, misalnya
organisasi profesi, kelompok remaja atau kelompok-kelompok sejenisnya. Komuniasi
dapat dalam bentuk komunikasi, rapat dan sebagainya.
4. Komunikasi Publik
Komunikasi yang dilakukan secara aktif maupun pasif yang dilakukan didepan
umum. Dalam komunikasi publik, pesan yang disampaikan dapat berupa suatu
informasi, ajakkan, gagasan. Komunikasi ini memerlukan keterampilan komunikasi
lisan dan tulisan agar pesan dapat di sampaikan secara efektif dan efisien.
5. Komunikasi Organisai
Merupakan komunikasi yang dilakukan dalam suatu organisasi atau antar organisasi
baik secara formal maupun informal. Komunikasi organisasi pada umumnya
membahas tentang stuktur dan fungsi organisasi serta hubungan antar manusia.
6. Komunikasi Massa
Komunikasi ini melibatkan sejumlah besar komunikasi heterogen yang tersebar di
suatu wilayah geografis yang luas dan berkepentingan pada komunikasi yang sama.

B. JENIS KOMUNIKASI
Komunikai dapat dibedakan dalam lima jenis, yaitu komunikasi tertulis, komunikasi
verbal, komunikasi non verbal, komunikasi 1 arah, dan komunikasi dua arah.
1. Komunikasi Tertulis
Merupakan komunikasi yang penyampaian pesan secara tertulis baik manual
maupun melalui media seperti email, surat, media cetak. Lainnya.
Prinsip-prinsip komunikasi tertulis, yaitu :
 Lengkap
 Ringkas
 Pertimbangan
 Konkrit
 Jelas
 Sopan
 Benar

Dalam rumah sakit, komunikasi tertulis dapat berupa catatan perkembangan pasien,
catatan medis, laporan perawat, dan catatan lainya yang memiliki fungsi sebagai
berikut :

 Sebagai tand bukti tertulis otentik, misalnya persetujuan operasi.


 Alat pengingat/berfikir bila mana diperlukan, misalnya surat yang telah
diarsipkan.
 Dokumentasi historis, misalnya surat keterangan jalan
 Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat perintah,
surat pengangkatan, SPO.

Keuntungan komunikasi tertulis :

 Adanya dokumen tertulis


 Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman
 Dapat menyampaikan ide yang rumit
 Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan
 Menyebarkan informasi kepada khalayak ramai
 Dapat menegaskan, menafsirkan dan menjelaskan komunikasi lisan
 Membentuk dasar kontrak atau perjanjian
 Untuk penelitian dan bukti pengadilan.
2.. Komunikasi Verbal
Merupakan komunikasi yang disampaikan secara lisan. Komunikasi dapat dilakukan
secara langsung atau melalui sarana komunikasi seperti telepon. Kelebihan dari
komunikasi ini terletak pada keberlangsungannya, yakni dilakukan secara tatap muka
sehingga umpan balik dapat di peroleh secara langsung dalam bentuk respon dari
pihak komunikan.
Komunikasi verbal ini harus memperhatikan arti denotative dan konotatif. Kosa kata,
tempo bicara, intonasi, kejelasan dan keringkasanserta waktu dan kesesuaian jenis
komunikasi ini sering digunakan dalam pelayanan Rumah Sakit dalam hal pertukaran
informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi ini
biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kelebihan dari komunikasi ini adalah
memungkinkan setiap indivu untuk merespon secara langsung.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam komunikasi verbal :
1) Memahami arti dinotatif dan konoatif
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama dengan kata yang digunakan,
sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat
dalam suatu kata. Misalnya kata “kritis”. Secara denotatif kritis berarti cerdas,
tetapi perawat menggunakan kata-kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang
mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan pasien, tenaga medis harus
berhati-hati memlih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah artikan
terutama saat menjelaskan pasien mengenai kondisi kesehatannya dan saat
terapi.
2) Kosa Kata mudah dipahami
Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan
kata dan ucapan. Kemampuan dalam pengetahuan kosa kata, khususnya yang
berhubungan dengan duna medis, berperan penting dalam komunikasi verbal.
Banyak istilah teknis yang digunakan oleh tenaga medis di Rumah Sakit, misalnya
istilah ‘auskultasi’, akan lebih mudah dipahami oleh pasien bila diucapkan dengan
menggunakan kosa kata “mendengarkan”.
3) Intonasi
Pembicaraan dapat diartikan berdasarkan pada intonasi atau nada. Seseorang
yang berbicara dengan nada yang tinggi menunjukkan bahwa orang tersebut
sedang marah. Sebaliknya seseorang yang berbicara dengan nada riang
menunjukkan bahwa orang tersebut sedang bergembira. Petugas dan tenaga
medis rumah sakit hendaknya menjaga intonasi yang menunjukkan perhatian dan
ketulusan kepada pasien.
4) Jelas dan ringkas
Komunikasi yang efektif harus sederhana, ringkas dan maksudnya dapat diterima
dengan jelas. Semakin sedikit kata-kata yang digunakan semakin kecil
kemungkinan terjadinya kerancuan. Komunikasi dapat diterima dengan jelas
apabila penyampiannya dengan berbicara lambat dan pengucapan vocalnya
dengan jelas. Selain itu, komunikator harus tetap memperhatikan tingkat
pengetahuan komunikan.
5) Selaan dan tempo bicara
Kecepatan atau tempo bicara yang tepat dapat menentukkan keberhasilan
komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok
pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa komunikator sedang
menyembunyikan sesuatu. Hal ini harus diperhatikan oleh petugas dan tenaga
medis di Rumah Sakit, jangan sampai pasien menjadi curiga karena selaan yang
lama dan pengalihan yang cepat. Selaan dapat dilakukan untuk menekankan pada
hal tertentu. Misalnya memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan
dan memahami arti kata. Selain yang tepat dapat dilakukan dengan memikirkan
apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya.
6) Ketetapan waktu dan relevansi
Komunikasi yang dilakukan pada waktu yang tepat akan membawa hasil sesuai
dengan yang diharapkan. Misalnya, bila pasien sedang menangis kesakitan, bukan
waktunya untuk tenaga medis menjelaskan resiko operasi. Oleh karena itu
petugas dan tenaga medis harus peka terhadap ketepatan waktu untuk
berkomunikasi. Relevansi atau kesesuaian materi komunikasi juga merupakan
faktor penting untuk diperhatikan. Komunikasi akan efektif apabila topik
pembicaraan berkenaan dengan masalah yang dihadapi oleh komunikan.
Komunikasi verbal akan lebih bermanfaat jka pesan yang disampaikan berkaitan
dengan minat dan kebutuhan klien.
7) Humor
Dugan (1989) dalam purba (2003) mengatakan bahwa tertawa dapat mengurangi
ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stress dan dapat meningkatkan
keberhasilan tenaga medis dalam memberikan dukungan emosional terhadap
pasien. Sullivian dan Deane (1988) dalam purba (2006) melaporkan bahwa humor
merangsang produksi catecholaminesis dan hormone yang menimbulkan
perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi
ansietas, memfasilitasi relaksasi pernafasan dan humor dapat digunakan untuk
menutupi rasa takut dan tidak enak atau ketidakmampuannya untuk
berkomunikasi dengan pasien.

Dalam menyebutkan kata yang sulit maka pemberi pasan harus mengeja hurufnya
dengan menggunakan kode alfabeth internasional, yaitu :

Karakter Kode Alfabeta Karakter Kode Alfabet


A Alfa N November
B Bravo O Oscar
C Charlie P Papa
D Delta Q Quebec
E Echo R Romeo
F Foxtrot S Sierra
G Golf T Tango
H Hotel U Uniform
I India V Viktor
J Juliet W Whiskey
K Kilo X Xray
L Lima Y Yankee
M Mike Z Zulu
Sumber : Wikipedia

3. Komunikasi Non Verbal


Merupakan proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan kata-
kata. Komunikasi ini adalah cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan
pesan kepala orang lain. Tenaga medis perlu menyadari pesan verbal dan non verbal
yang di sampaikan oleh pasien mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi asuhan
keperawatan karena pesan non verbal dapat memperkuat pesan yang disampaikan
acra verbal, misalnya, menggunakan gerak isyarat, bahas tubuh, ekspresi wajah,
kontak mata, simbol-simbol serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan,
kualitas suara, gaya emosi dan gaya berbicara.
Komunikasi non verbal meliputi beberapa hal sebagai berikut :
a. Metakomunikasi
Suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara
komunikator dan komunikan disebut metakomunikasi misalnya, tersenyum
meskipun hati kecewa atau marah.
Metakomunikasi dapat dilihat dari :
 Penampilan fisik
Penampilan seseorang merupakan faktor yang menarik perhatian dalam
komunikasi antar pribadi. Penampilan fisik, cara berpakaian dan cara berhias
akan menunjukkan kepribadian seseorang. Tenaga medis yang
memperhatikan penampilan diri dapat menampilkan citra profesionalisme
yang positif.
 Nada suara atau intonasi bicara
Intonasi bicara berpengaruh terhadap arti pesan yang disampaikan oleh
seseorang kepad pihak lain. Oleh sebab itu, pengendalian emosi merupakan
faktor yang sangat penting dalam berkomunikasi.
 Ekspresi wajah
Kondisi perasaan seseorang dapat diketahui melalui ekspresi wajah. Sakit,
susah, senang, takut, ngeri, jijik dan sebagainya dapat diketahui dari ekspresi
wajah. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar dalam menentukan
pendapat seseorang ketika berkomunikasi tatap muka.

C. MODEL KOMUNIKASI
Model komunikasi adalah ilustrasi alur komunikasi yang menunjukkan unsur-unsur
penting didalamnya. Menurut beberapa pakar komunikasi model adalah
penyederhanaan adalah penyederhanaan teori yang disajikan dalam bentuk gambar.
Model Komunikasi SMCR/BERLO
Merupakan salah satu model komunikas. Model ini mensyaratkan adanya empat
unsur komunikasi (sumber informasi, pean, saluran dan penerima pesan) untuk dapat
terjadinya komunikasi.
Unsur Komunikasi
1. Sumber informasi (Source)
Sumber (pengirim pesan) adalah orang yang menyampaikan pemikiran atau
informasi yang dimilikinya kepada orang lain (penerima pesan). Pengirim pesan
bertanggng jawab dalam menerjemahkan pemikiran atau informasinya menjadi
suatu yang berarti, dapat berupa pesan verbal, non verbal dan tulisan atau
kombinasi dari ketiganya.
Pengirim pesan (komunikator) yang baik adalah komunikator yang menguasai
materi pengetahuannya luas tentang informasi yang disampaikan, cara berbicaranya
jelas dan menjadi pendengar yang baik saat dikonfirmasi oleh si penerima pesan
(komunikan).
2. Pesan atau informasi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pesan komunikasi adalah :
 Tingkat kepentingan informasi
 Sifat pesan
 Kemungkinan pelaksanaannya
 Tingkat kepastian dan kebenaran pesan
 Kondisi pada saat pesan diterima
 Penerima pesan
 Cara penyampaian pesan
3. Saluran (channel)
Saluran komunikasi adalah media yang dilalui pesan. Jarang sekali komunikasi
berlangsung melalui hanya satu saluran, biasanya menggunakan dua, tiga atau
empat saluran berbeda secara simultan.
Contoh :
Dalam interaksi tatap muka, kita berbicara dan mendangarkan (saluran
suara), tetapi kita juga membirikan isyarat tubuh dan menerima isyarat ini secara
visual (saluran visual). Kita memancarkan dan mencium bau-bauan (saluran
olfaktori) dan seringkali kita saling mnyentuh (saluran taktil).
Media fisik yang sering digunakan di rumah sakit adalah telepon, brosur, surat
edaran, memo, internet, royal news, dll
4. Penerima pesan
Penerima pesan adalah orang yang menerima pesan dari sumber informasi
(komunikator). Penerima pesan akan menerjemahkan pesan (decoding) berdasarkan
pada batasan pengertian yang dimilikinya. Dengan demikian dapat saja terjadi
kesengajaan antara yang dimaksud oleh pengirim pesan dengan yang dimengerti
oleh penerima pesan yang disebabkan oleh adanya kemungkinan hadirnya
gangguan/hambatan. Hambatan ini bisa karena perbedaan sudut pandang,
pengetahuan atau pengalaman, perbedaan budaya, masalah bahasa dan lainya.
Pada saat menyampaikan pesan, pengirim pesan (komunikator) harus
memastikan apakah pesan telah diterima dengan baik atau tidak. Sementara
penerima pesan perlu berkosentrasi agar pesan di terima dengan baik dan
memberikan umpan balik (feedback) kepada pengirim pesan.
5. Umpan balik
Umpan balik merupakan tanggapan komunikasi terhadap pesan yang
diberikan oleh komunikator. Umpan balik dapat berupa tanggapan verbal atau non
verbal dan sangat penting sekali sebagai proses klarifikasiuntuk memastikan tidak
terjadi kesalahan dalam menginterpretasikan pesan.
Pada saat menerima pesan melakukan proses umpan balik, pengirim pesan
(komunikator) yang baik harus memiliki kemampuan sebagai berikut :
a. Cara berbicara
Komunikator harus menguasai cara berbicara termasuk cara bertanya
(mengerti waktu penggunaan pertanyaan tertutup dan terbuka), menjelaskan,
klarifikasi, paraphrase, intonasi.
b. Mendengar
Komunikator harus mendengarkan dengan baik umpan balik dari penerima
pesan tanpa memotong pembicaraannya.
c. Cara mengamati
Komunikator harus bisa mengamati cara berbicara komunikan misalnya bahasa
non verbal yang digunakan di balik ungkapan kata/kalimatnya, gerakan
tubuhnya.
d. Menjaga sikap
Komunikator harus menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan
(bahasa tubuh) agar tidak menggangu komunikasi dan untuk menghindari
kesalahpahaman dalam mengartikan gerak tubuh yang dilakukan komunikator.
6. Gangguan
Gangguan adalah segala sesuatu yang menghambat atau mengurangi
kemampuan kita untuk mengirim dan menerima pesan.
a. Pengacu indra, misalnya suara terlalu keras atau lemah. Bau mengenyat, udara
panas, dan lain-lain.
b. Faktor-faktor pribadi, antara lain prasangka, lamunan, dan lain-lain.
BAB III
KOMUNIKASI EFEKTIF
PERAWAT DAN PASIEN

Pelayanan Rumah Sakit tidak dapat dipisahkan dari peran komunikasi. Petugas dan
tenaga medis tidak dapat melaksanakan tahapan-tahapan dalam proses pelayanan
kesehatan dengan baik tanpa kemampuan berkomunikasi dengan baik dengan pasien,
teman, atasan dan pihak-pihak lain.

Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah
sakit dalam hubungan perawat dan pasien adalah pertukaran informasi secra verbal
terutama pembicaraan dengan tatap muka. Kemampuan perawat melakukan komunikasi
verbal akan menentukan kualitas asuhan yang diberikan. Dalam setiap tahapan pelaksanaan
proses keperawatan, perawat selalu menggunakan komunikasi verbal. Oleh karena itu
perawat harus memahami hal-hal yang harus diperhatikan dalam komunikasi verbal.

Tahapan komunikasi dalam keperawatan melalui tahap pengkajian, perumusan


diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

1. Tahap pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal proses pelayanan di rumah sakit yang dilakukan oleh
petugas registrasi/admisi dan perawat untuk mengumpulkan data pasien. Data tersebut
diperlukan sebagai dasar pelaksanaan proses leperawatan pada tahap selanjutnya.
Data pasien diperoleh dari :
a. Wawancara, terdiri dari :
 Wawancara admisi
Wawancara ini dilakukan pada saat pertama kali pasien masuk rumah sakit
dengan tujuan untuk mendapatkan dat umum atau identitas pasien.
 Wawancara riwayat hidup
Wawancara dapat dilakukan oleh perawat untuk mendapatkan informasi
mengenai keluhan pasien, riwayat kesehatan, perjalanan penyakit dengan
tujuan untuk mengetahui alasan pasien datang kerumah sakit dan menjadi
acuan rencana tindakann keperawatan.
 Wawancara teraupeutik
Wawancara ini ditekankan paa fakta, ide dan isi dalam rangka
pengembangan hubungan sehat yang bertujuan untuk membantu pasien
mengidentifikasi masalahnya. Wawancara ini memberikan peluang kepada
pasien untuk mengungkapkan perasaan, mengenal dan mengetahui masa
lalunya. Wawancara terapeutik banyak digunakan oleh profesional kesehatan
seperti perawat, dokter, psikolog, dan psikiater, biasanya diterapkan pada
pasien yang mengalami gangguan psikologis.
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan diagnostic (laboratorium,radiologi, dsb)
d. Informasi/catatan dari tenaga medis lain dan dari keluarga pasien

Kemampuan berkomunikasi sangat terpengaruh pada kelengkapan data


pasien. Oleh karena itu, peningkatan kmunikasi seorang perawat perlu
mendapatakan perhatian. Dalam berkomuniksi perawat perlu memperhatikan
budaya yang terpengaruh pada waktu dan tempat terjadinya komunikasi,
pengguanaan bahasa, usia dan perkembangan pasien.

Ada beberapa hal yang menjadi kendala bagi pasien dalam menyampaikan,
menerima dan memahamai informasi yang diterimanya. Beberapa hal yang menjadi
kendala , antara lain:

a. Kemampuan bahasa

Perawat perlu memperhatikan bahasa yang mampu dipahami oleh pasien dalam
berkomunikasi karena penguasaan bahasa sangat berpengaruh terhadap persepsi
dan penafsiran pasien dalam menerima informasi yang sesuai.
b. Ketajaman panca indera
Ketajaman panca indera dalam mendengar, melihat, merasa dan mencium bau
merupakan factor penting dalam komunikasi. Pasien akan dapat menerima
pesan Komunikasi dengan baik apabila panca inderanya berfungsi baik. Bagi
pasien yang mengalami gangguan pendengaran, ada tahapan yang perlu
diperhatikan dalam melakukan pengkajian, yaitu informasi medik yang
mengindikasikan adanya kelemahan pendengaran, memperhatikan perlu /
tidaknya pasien menggunakan alat bantu dengar yang masih berfungsi,
memperhatikan kemampuan pasien membaca ekspresi wajah dan gerak bibir
perawat, dan apakah pasien mampu menggunakan gerak isyarat sebagai bentuk
komunikasi non verbal.
c. Kelemahan fungsi kognitif
Kerusakan yang melemahkan fungsi kognitif, misalnya tumor otak yang dapat
mengpengaruhi kemampuan pasien untuk mengungkapkan dan memahami
bahasa.Dalam mengkaji pasien ini, perawat harus dapat menilai respon baik
secara verbal maupun non verbal yang disampaikan oleh pasien dalam menjawab
pertanyaan.
d. Gangguan structural
Gangguan struktural tubuh terutama yang berhubungan langsung dengan organ
suara seperti mulut dan hidung dapat berpengaruh pada proses komunikasi.

2. Tahap perumusan diagnosa


Diagnosa dirumuskan berdasarkan data yang diperoleh dari tahap pengkajian.
Perumusan diagnosa keperawatan merupakan hasil penilaian perawat dengan
melibatkan pasien dan keluarganya, tenaga kesehatan lain yang berkenaan dengan
masalah yang dialami pasien. Diagnosa keperawatan yang tepat memerlukan sikap
komunikatif perawat dan sikap kooperatif pasien.
3. Tahap perencanaan
Pengembangan rencana tindakan keperawatan kepada psien diperlukan interaksi dan
komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk menetukan alternative rencana keperawatan
yang akan diterapkan. Misalnya, sebelum memberikan makannan kepada pasien,
perwat harus terlebih dahulu mengetahui makanan yang sesuai bagi psien.Rencana
tindakn yang dibuat oleh perawat merupakan media komunikasi antar tenaga kesehatan
yang berkesinambungan sehingga pelayannan dapat dilaksanakan secara teratur dan
efektif.
4. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang telah di tetapkan
terlebih dahulu. Aktifitas ini memerlukan keterampilan dalam berkomunikasi dengan
pasien. Terdapat dua kategori umum aktivitas perawat dalam berkomunikasi, yaitu saat
mendekati pasien untuk memenuhi kebutuhan dan saat pasien mengalami masalah
piskologis.
Pada saat menghadapi pasien , perawat perlu:
 Menunjukan raut wajah yang mencerminkn ketulusan agar tercipta suasana saling
percaya saat berkomunikasi.
 Kontak pandang yang menunjukan perhatian dan kesungguhan perawat.
 Fokus pada psien.
 Bersikap terbuka untuk menumbuhkan keberanian pasien dalam mengikuti
tindakan keperawatan yang dilakukan.
 Mendengarkan secara seksama dan penuh perhatian untuk mendapatkan
informasi dari pasien. Perawat lebih banyak mendengarkan dari pada berbicara
.hal ini akan menumbuhkan kepercayaan pasien pada perawat.
 Mendengarkan keluhan pasien dan memahami perasaan.
 Perawat mampu menjadi pembimbing dan konseling terhadap pasien.
 Bersikap tenang selama berada di depan pasien.
Dalam komunikasi di rumah sakit, petugas dan tenaga medis harus melakukan
proses vertifikasi terhdap akurasi dari komunikasi lisan dengan tulis, baca kembali dan
konfirmasi ulang (TBAK), yaitu :
1. Pemberi pesan memberikan pesan secara lisan.
Komunikasi dapat dilakukan secara langsng atau melalui sarana komunikasi
seperti telephone. Pemberi pesan harus memperhatikan kosa kata yang di
gunakan, intonsi, kekuatan suara (tidak besar dan tidak kecil), jelas, singkat dan
padat.
2. Penerima pesan mencatat isi pesan tersebut. (TULIS) untuk menghindari adanya
pesan yang terlewat maka penerima pesan harus mencatat pesan yang diberikan
secara jelas.
3. Isi pesan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima pesan. (BACA) setelah
pesan di catat, penerima pesan harus membacakan kembali pesan tersebut
kepada pemberi pesan agar tidak terjadi kesalahan dan pesan depan diterima
denagan baik
4. Penerima pesan mengkonfirmasi kembali isi pesan kepada pemberi pesan.
(KONFIRMASI) pemberi pesan harus mendengarkan pesan yang di bacakan oleh
penerima pesan dan memberikan perbaikan bila pesan tersebut masih ada yang
kurang atau salah.

BAB IV
KOMUNIKASI EFEKTIF
DOKTER DAN PASIEN

Dalam hubungan tenaga medis dan pasien, baik dokter maupun pasien dapat
berperan sebagai sumber atau pengirim pesan dan penerima pesan secara bergantian.
Pasien sebagai pengirim pesan, menyampaikan apa yang dirasakan atau menjawab
pertanyaan tenaga medis sesuai dengan pengetahuannya. Sementara tenaga medis sebagai
pengirim pesan, berperan pada saat menyampaikan penjelasan penyakit, rencana
pengobatan dan terapi, efek samping obat yang mungkin terjadi serta dampak dari dilakukan
dan tidak dilakukannya terapi tertentu. Dalam penyampaian ini, tenaga medis bertanggung
jawab untuk memastikan pasien memahami apa yang di sampaikan.

Sebagai penerima pesan, doketr perlu berkonsentrasi dan memperhatikan setiap


pernyataan pasien. Untuk memastikan apa yang di maksud oleh pasien, dokter sesekali perlu
membuat pertanyaan atau pernyataan klarifikasi. Mengingat kesenjangan informasi dan
pengetahuan yang ada antara dokter dan pasien, dokter perlu mengambil peran aktif. Ketika
pasien dalam posisi sebagai penerima pesan, dokter perlu secara proaktif memastikan
apakah pasien benar-benar memahami pasien yang telah disampaikannya. Misalnya dalam
menginterpretasikan kata “panas” dokter yang mempunyai pasien berumur dua tahun
memesankan kepada ibu pasien, “kalau dia panas, berikan obatnya.” Pengertian panas oleh
ibu pasien mungkin saja berbeda dengan yang dimaksudkan oleh dokter. Dokter perlu
mencari cara untuk memastikan si ibu mempunyai pemahaman yang sama, misalnya dengan
menggunakan ukuran yang tepat, yaitu termometer. Dokter mengajarkan cara menggunakan
thermometer untuk mengetahui keadaan anaknya. Si ibu diminta memberikan obat yang
telah di resepkan dokter kepada anaknya apabila suhu tubuh anak mencapai angka tertentu
yang dimaksud dokter mengalami “panas”.

Dalam dunia kesehatan, warna yang berbeda, ukuran yang berbeda, rasa yang
berbeda bisa menjadi hal yang sangat vital karena bisa membedakan intensitas radang,
intensitas nyeri yang pada akhirnya bermuara pada perbedaan diagnosa maupun jenis obat
yantg harus diminum. Peran dokter sebagai fasilitator pembicaraan sanagat penting agar
tidak terjadi salah interpretasi.

Silverman (1998) menjelaskan bahwa komunikasi efektif tidak berhenti sampai


pemberi pesan selesai menyampaikan mkasudnya.Komunikasi dapat dikatakan lengkap
ketika pembicara mendapatkan umpan balik dari penerima yang meyakinkannya bahwa
tujuan komunikasinya tercapai (penerima pesan memahami sesuai yang diharapkannya).

Disease centered communication style adalah komunikasi berdasarkan kepentingan


dokter dalam usaha menegakkan diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik
mengenai tanda dan gejala.
Illness centered communication stylea adalah komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan
pasien tentang penyakitnya yang secara individu merupakan pengalaman unik, termasuk
pendapat pasien, apa yang menjadi kepentingannya, apa kekkhawatirannya, harapannya,
apa yang dipikirkannya akan menjadi akibat dari penyakitnya (Kurtz, 1998).

Pada dasarnya komunikasi efektif adalah bagaimana menyatukan sudut pandang


pasien maupun dokter menjadi sebuah bentuk relasi dokter-pasien (doctor-patient
partnership), keduannya berada dalam level yang sejajar dan saling bekerja sama untuk
menyelesaikan masalah kesehatan pasien.

Di dunia kedokteran, model proses komunikasi tersebut telah di kembangkan oleh


van dalen (2005) menjadi sebuah model yang sangat sederhana dan aplikatif.

1 3

2 3
 Kotak 1 : pasien memimpin pembicaraan melalui pertanyaan terbuka yang
dikemukan oleh dokter (patient takes the lead through open ended question by the
doctor)
 Kotak 2 : pasien memimpin pembicaraan melalui pertanyaan tertutup/ terstruktur
yang telah disusunnya sendiri (doctor takes the lead through closed question by the
doctor)
 Kotak 3 : kesepakatan apa yang harus dan akan dilakukan berdasarkan negosiasi
kedua belah pihak (negotiating agenda by both)

Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan melahirkan
kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khususnya menciptakan satu kata
tambahan bagi pasien yaitu empati. Empati dapat diraih melalui kecukupan dokter
akanlistening skills dan training skills yang dapat diraih melalui latihan.
Carma L Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic Communication In
Physician-Patient Encounter 2002, menyatakan betapa pentingnya empati ini
dikomunikasikan. Dalam konteks ini empati disusun dalam batasan definisi berikut:
1. Kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan psien .
2. Kemampuan afektifitas / sensitifitas dokter terhadap perasaan pasien.
3. Kemampuan prilaku dokter dalam memperlihatkan / menyampaikan empatinya
kepada pasien.
Berikut adalah contoh aplikasi empati yang dikembangkan oleh Bylund & Makoul 2002

Tingkat atau level empati dalam komunikasi dikodekan dalam suatu sistem.

Ada 6 level pada pengodean ini, yaitu:

Level 0 : dokter menolak sudut pandang pasien

Level 1 : dokter mengenal secara sambil lalu

Level 2 : dokter mengenal sudut pandang pasien secara implisit

Level 3 : dokter menghargai pendapat pasien


Level 4 : dokter mengkonfirmasi kepada pasien

Level 5 : dokter berbagi perasaan dan pengalaman dengan pasien

Keterangan:

Level 3 – 5 adalah pengenalan dokter terhadap sudut pandang pasien tergantung


penyakitnya, secara eksplisit.

Contoh-contoh kalimat :

Level 5 : berbagi pengalaman maupun perasaan


“ ya saya mengerti hal ini dapat mengkhawatirkan anda berdua. Beberapa
pasien pernah mengalami aborsi spontan, kemudian setelah kehamilan
berikutnya mereka sangat, sangat khawatir.”
Level 4 : konfirmasi
“anda sepertinya sangat sibuk, saya mengerti seberapa besar usaha anda
untuk menyempatkan berolahraga”.
Level 3 : penghargaan
Level 2 : pengenalan dokter terhadap sudut pandang pasien secara implicit
“anda bilang anda sangat stress datang kesini? Apa anda mau menceritakan
lebih jauh apa yang membuat anda stress”
Pasien : “pusing saya ini membuat saya sulit bekerja”
Dokter : “ya…? Bagaimana bisnis anda akhir-akhir ini?”
Level 1 : pengenalan secara sambil lalu
“ A-ha”, tapi dokter mengerjakan hal lain, menulis, membalikan badan,
menyiapkan alat, dan lain-lain.
Level 0 : penolakan terhadap apa yang menjadi sudut pandang pasien.
- Mengacuhkan pendapat pasien
- Membuat pernyataan yang tidak menyetujui pendapat pasien, seperti
“kalo stress ya, mengapa datang ke sini ?!”atau “ya, lebih baik operasi saja
sekarang.”
Keterampilan empati bukan hanya sekedar basa-basi atau bermanis mulut kepada pasien,
melainkan:
1. Mendengarkan aktif
2. Responsif pada kebutuhan pasien.
3. Responsif pada kepentingan pasien.
4. Usaha memberikan pertolongan kepada pasien
Sikap Profesional Dokter

Sikap profesional seorang dokter ditunjukkan ketika dokter berhadapan dengan


tugasnya (dealing with task), yang berarti mampu menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai
peran dan fungsinya; mampu mengatur diri sendiri seperti ketepatan waktu, pembagian
tugas profesi dengan tugas-tugas pribadi yang lain (dealing with one-self); dan mampu
menghadapi berbagai macam tipe pasien serta mampu bekerjasama dengan profesi
kesehatan yang lain (dealing with others). Di dalam proses komunikasi dokter-pasien, sikap
profesional ini penting untuk membangun rasa nyaman, aman, dan percaya pada dokter,
yang merupakan landasan bagi berlangsungnya komunikasi secara efektif (Silverman, 1998).

Contoh sikap dokter ketika menerima pasien:

 Membukakan pintu atau berdiri ketika pasien datang

 Menyilakan masuk terlebih dahulu baru dokter

 Memanggil ? menyapa pasien dengan namanya

 Menyilakan duduk, Menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa punya cukup

waktu, menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari tampak

lelah).

 Mengucapkan salam (“selamat pagi/siang/sore/malam”)

 Memperkenalkan diri, menjelaskan tugas atau perannya (apakah dokter umum,

spesialis, dokter keluarga, dokter paliatif, konsultan gizi, konsultan tumbuh kembang,

dan lain-lain).

 Menilai suasana hati lawan bicara

 Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah atau mimik, gerak atau bahasa tubuh)

pasien
 Menatap mata pasien secara profesional yang lebih terkait dengan makna

menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan.

 Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang tidak

perlu.

 Apabila pasien marah, menangis, takut, dan sebagainya maka dokter tetap

menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang.

 Melibatkan pasien dalam rencana tindakan medis selanjutnya atau pengambilan

keputusan.

 Memeriksa ulang segala sesuatu yang belum jelas bagi kedua belah pihak.

 Melakukan negosiasi atas segala sesuatu berdasarkan kepentingan kedua belah

pihak.

 Membukakan pintu, atau berdiri ketika pasien hendak pulang.

Didalam komunikasi dokter-pasien,ada dua tahap yang penting :

1. Tahap pengumpulan informasi

Dimulai dengan tahap penggalian informasi yang terdiri dari :

a. Mampu mengenali alasan kedatangan pasien

Panggilan informasi akan berhasil apabila dokter mampu menjadi Pendengar

yang aktif adalah fasilitator yang baik sehingga pasien dapat mengungkapkan

kepentingan, harapan, kecemasannya secara terbuka dan jujur. Hal ini akan

membantu dokter dalam menggali riwayat kesehatannya yang merupakan data-

data penting untuk menegakkan diagnosis.

b. Penggalian riwayat penyakit

Penggalian riwayat penyakit (anamnesis) dapat dilakukan melalui pertanyaan-

pertanyaan terbuka terdahulu, yang kemudian diikuti dengan pertanyaan


tertutup yang membutuhkan jawaban “ya” atau “tidak”. Inilah yang di maksud

dalam kotak kedua. Dalam Van Dalen (2005), Dokter merupakan seorang ahli

yang akan menggali riwayat kesehatan pasien sesuai kepentingan medis.

Pertanyaan-pertanyaan terbuka yang dapat ditanyakan :

 Bagaimana pusing tersebut Anda rasakan, dapat diceritakan lebih jauh?

 Menurut Anda pusing tersebut reda bila Anda melakukan sesuatu, meminum

obat tertentu, atau bagaimana menurut Anda?

Sedangkan pertanyaan tertutup yang merupakan inti dari anamnesis meliputi:

 Eksplorasi terhadap riwayat penyakit dahulu

 Eksplorasi terhadap riwayat penyakit keluarga

 Eksplorasi terhadap riwayat penyakit sekarang, contoh menggunakan pedoman

Macleod’s clinical examination seperti disebutkan dalam Kurtz (1998)

Macleod’s clinical examination

 Di mana dirasakan? (site)

 Bagaimana karakteristik dari nyerinya, berdenyut-denyut? Hilang timbul? Nyeri

terus menerus? (character)

 Nyeri? Amat nyeri? Sampai tidak dapat melakukan kegiatan mengajar? (severity)

 Berapa lama nyeri berlangsung? Sebentar? Berjam-jam? Berhari-hari? (duration)

 Setiap waktu tertentu nyeri tersebut dirasakan? Berulang-ulang? Tidak tentu?

(frequency)

 Apa yang membuatnya reda? Apa yang membuatnya kumat? Saat istirahat?

Ketika kerja? Sewaktu minum obat tertentu? (aggravating and relieving factors)
 Adakah keluhan lain yang menyertainya? (associated phenomenon)

2. Tahap penyampaian informasi

Setelah tahap pengumpulan informasi dilakukan dengan akurat, maka dokter masuk

ketahap penyampaian informasi. Tanpa informasi yang akurat ditahap pengumpulan

informasi, dokter dapat terjebak kedalam kecurigaan yang tidak beralasan.

Secara ringkas ada 6 (enam) hal yang penting diperhatikan agar efektif dalam

berkomunikasi dengan pasien, yaitu:

a. Materi informasi apa yang akan disampaikan

 Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak nyaman atau

sakit saat pemeriksaan).

 Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis.

 Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan diagnosis,

termasuk manfaat, risiko, serta kemungkinan efek sampingataukomplikasi.

 Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk

menegakkan diagnosis.

 Diagnosis, jenis atau tipe.

 Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan kelebihan masing-

masing cara).

 Prognosis.

 Dukungan (support) yang tersedia.

b. Siapa yang akan diberi informasi

 Pasien, kalau pasiennya menghendaki dan kondisinya memungkinkan.

 Keluarganya atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien.


 Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali atau pengampu dan

bertanggungjawab atas pasien kalau kondisi pasien tidak memungkinkan untuk

berkomunikasi sendiri secara langsung.

c. Berapa banyak atau sejauh mana informasi yang akan disampaikan

 Untuk pasien: sebanyak yang pasien kehendaki, yang dokter merasa perlu untuk

disampaikan, dengan memerhatikan kesiapan mental pasien.

 Untuk keluarga: sebanyak yang pasienataukeluarga kehendaki dan sebanyak yang

dokter perlukan agar dapat menentukan tindakan selanjutnya.

d. Kapan menyampaikan informasi

 Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan.

e. Di mana informasi akan disampaikan

 Di ruang praktik dokter.

 Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat.

 Di ruang diskusi.

 Di tempat lain yang pantas, atas persetujuan bersama, pasien atau keluarga dan

dokter.

f. Bagaimana menyampaikannya

 Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak melalui

telpon, juga tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim melalui pos,

faksimile, SMS, internet.

 Persiapan meliputi:

 Materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis, prognosis

sudah disepakati oleh tim);

 Ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak terganggu orang lalu

lalang, suara gaduh dari tvatauradio, telepon;


 Waktu yang cukup;

 Mengetahui orang yang akan hadir (sebaiknya pasien ditemani oleh keluarga

atau orang yang ditunjuk; bila hanya keluarga yang hadir sebaiknya lebih dari

satu orang).

 Jajaki sejauh mana pengertian pasienataukeluarga tentang hal yang akan

dibicarakan.

 Tanyakan kepada pasien atau keluarga, sejauh mana informasi yang diinginkan

dan amati kesiapan pasien atau keluarga menerima informasi yang akan

diberikan.

Agar tujuan komunikasi tercapai, seorang dokter harus menjadi pendengar yang aktif.

Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :

1. Perhatikan sikap non verbal pasien

 Bila terlihat amat lemas, tentunya dokter memberi kesempatan untuk berbaring,

duduk ataupun yang dapat membantunya selama proses konsultasi

 Bila terlihat amat memperhatikan penjelasan dokter, maka dokter dapat

meneruskan penjelasannya, dengan melakukan periksa saling (cross check),

apakah pasien merasa sudah jelas atau belum

 Bila pasien terlihat tergesa-gesa, dokter dapat menawarkan segala sesuatu yang

membuat proses konsultasi berlangsung cepat dengan bernegosiasi dengan

pasien. Bila perlu pasien dapatbdatang lagi dikesempatan berikutnya

 Bila pasien terlihat ingin bertanya tetapi ragu-ragu, maka dokter hendaknya

memberi kesempatan pasien untuk berbicara

2. Mulai dengan pertanyaan terbuka

Contoh : “Bagaimana keadaan bapak hari ini?

“Apa yang ibu ingin sampaikan atau ingin didiskusikan hari ini?”
3. Dengarkan keluhan pertama kali yang disampaikan pasien yang belum tentu keluhan

medis

Contoh : “sekarang susah ya, mencari pekerjaan...”

“Harga sembako semakin mahal saja ya..”

4. Fasilitas keluhan pasien dengan :

 Mendengarkan aktif jawaban pasien, tanpa interupsi

 Menanggapi dengan ucapan, “baik..” atau “oke” atau “aha..”, atau

menganggukkan kepala

 Merespon atau memberikan umpan balik maupun klarifikasi dengan pertanyaan

atau jawaban pada waktu tepat

5. Tanyakan bila ada keraguan

6. Konfirmasi maupun negosiasi agenda hari ini dengan mengikut sertakan pendapat

atau putusan pasien, “jadi bapak mengeluh tentang pusing dan keluhan, apakah ada

lagi yang ingin disampaikan?”...kalau tidak, bisakah kita mulai sesi hari ini dengan...

kemudian dilanjutkan dengan...?”.


BAB V

KOMUNIKASI ANTAR

PEMBERI LAYANAN

Dalam memberikan pelayanan di RSIA DEFINA, antar pemberi layanan melakukan


komunikasi dengan teknik SBAR. SBAR merupakan suatu teknik komunikasi yang
dipergunakan dalam melakukan identifikasi terhadap paien sehingga mampu meningkatkan
kemampuan berkomunikasi antara perawat dengan dokter. Dengan komunikasi SBAR ini
maka perawat dapat memberikan laporan mengenai kondisi pasien lebih informative dan
terstruktur.

SBAR merupakan kerangka acuan dalam laporan kondisi pasien yang memerlukan
perhatian dan tindakan segera. Teknik SBAR terdiri atas unsur situation, background,
assessment, recommendation. Pada prinsipnya,SBAR merupakan komunikasi standar yang
ingin menjawab pertanyaan, yaitu apa yang terjadi, apa yang diharapkan oleh perawat dari
dokter yang dihubungi dan kapan dokter harus mengambil tindakan.
4 (empat) unsur SBAR :

1. Situation
Menjelaskan kondisi terkini dan keluhan yang terjadi pada pasien.
Misalnya : penurunan tekanan darah, gangguan ira jantung, sesak nafas, dll.
2. Background
Menggali informasi mengenai latar belakang klinis yang menyebabkan timbulnya
keluhan klinis.
Misalnya : riwayat alergi obat-obatan, hasil pemeriksaan laboratorium yang sudah
diberikan, hasil pemeriksaan penunjang, dll.
3. Assessment
Penilaian/pemeriksaan terhadap kondisi pasien terkini sehingga perlu diantisipasi
agar kondisi pasien tidak memburuk
4. Recommendation
Merupakan usulan sebagai tindak lanjut, apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi
masalah pasien saat ini.
Misalnya : menghubungi dokter, mengarahkan pasien untuk melakukan pemeriksaan
penunjang, dll.
Contoh laporan perawat ke dokter dengan menggunakan SBAR ( haigh, K.M.,
dkk.,2006) :

Situation (S)  Sebutkan nama Anda dan unit


 Sebutkan identitas pasien dan nomor kamar
pasien.
 Sebutkan masalah pasien tersebut (misalny sesak
nafas, nyeri dada, dsb.)

Background (B)  Sebutkan diagnosis dan kata klinis pasien sesuai


kebutuhan:
 Status kordiovaskular (nyeri dada, tekanan darah,
EKG, dsb.)
 Status respirasi (frekuensi pernafasan, spo2,
analisis gas darah , dsb.)
 Status gastro-intestinal (nyeri perut, muntah,
perdarahan, dsb.)
 Neurologis (GCS, pupil, kesadaran, dsb.)
 Hasil laboratorium / pemeriksaan penunjang
lainnya.

Assessment (A) Sebutkan problem pasien tersebut:


 Problem kardiologi (syok kardiogenik, aritmia
maligna, dsb.)
 Problem gastro-intestinal (perdarahan masif dan
syok)

Recommendation (R) Rekomendasi (pilih sesuai kebutuhan)


 Saya meminta dokter untuk :
 Memindahkan pasien ke ICU
 Segera datang melihat pasien
 Mewakilkan dokter lain untuk datang
 Konsultasi ke dokter lain
 Pemeriksaan atau terapi apa yang diperlukan :
 Foto rontgen
 Pemeriksaan analisis
 Pemeriksaan EKG
 Pemberian oksigenasi
 Beta 2 agonis nebulizer

BAB VI
KOMUNIKASI ASUHAN DAN EDUKASI

Komunikasi di rumah sakit memiliki dua tujuan, yaitu :


1. Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan.
2. Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga
pasien.
Komunikasi informasi asuhan
Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan ini biasa dilakukan oleh
petugas customer service, registrasi dan admission yang meliputi :
a. Jam pelayanan
b. Pelayanan yang tersedia
c. Cara mendapatkan pelayanan
d. Sumber alternative mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika
kebutuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit
Contoh sikap petugas customer service, registrasi dan admission ketika menerima pasien:
 Berdiri ketika pasien datang.
 Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri (“selamat pagi/siang/sore/malam,
saya (nama)”).
 Mempersilahkan pasien duduk
 Menanyakan nama pasien (“maaf dengan bapak/ibu”).
 Tawarkan bantuan kepada pasien (“ada yang bias ibu bantu bapak/ibu (nama)”)
 Menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa punya cukup waktu,
mengganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari tamapk lelah).
 Menilai suasana hati lawan bicara.
 Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah/mimic, gerak/bahasa tubuh dari
pasien).
 Menatap mata pasien secara professional yang lebih terkait dengan makna
menunjukan perhatian dan kesungguhan mendengarkan.
 Memberikan informasi yang diperlukan oleh pasien.
 Memberikan informasi jadwal praktek/paket dan langsung tanyakan apakah mau
dibantu untuk dibuatan perjanjian.
 Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang tidak
perlu.
 Memberikan solusi yang tepat dan capat bila ada keluhan yang disampaikan
 Apabila pasien marah, menangis, takut dan sebagainya maka dokter tetap
menunjukan raut wajah dan sikap yang tenang.
 Menawarkan kembali bantuan kepada pasien (“ada lagi yang bias kami bantu
bapak/ibu?”).
 Mengucapkan salam penutup (“terimakasih atas waktunya bapak/ibu. Apabila ada
lagi yang bias saya bantu, kami siap melayani dengan penuh cinta kasih.”
 Berdiri ketika pasien hendak pulang

Komunikasi Edukasi Pasien Dan Keluarga Pasien


Petugas rumah sakit berkewajiban untuk melakukan edukasi kepada pasien dan keluarga
pasien sehingga pasien dan keluarga pasien biasa memahami pentingnya mengikuti proses
pengobatan yang telah ditetapkan.
Terdapat 3 tahap dalam pemberian edukasi :
1. Tahap asesmen pasien
Sebelum melakukan edukasi, pertama-tama petugas menilai kebutuhan edukasi
pasien dan keluarga pasien berdasarkan formulir asesmen kebutuhan edukasi.
Hal-hal yang harus diperhatikan :
1. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan kkeluarga.
2. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan.
3. Hambatan emosinal dan motivasi.
4. Keterbatasan fisik dan kognitif.
5. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi
2. Tahap penyampain informasi dan edukasi yang efektif cara penyampaian informasi
dan edukasi yang efektif tergantung pada hasil asesmen pasien, yaitu:
a. Jika pasien dalam kondisi baik semua dan emosional senang maka proses
komunikasi edukasi nya bias langsung di jelaskan kepada pasien sesuai dengan
kebutuhan edukasi nya .
b. Jika pasien memiliki hambatan fisik (tuna rungu dan tuna wicara) maka proses
komunikasi edukasinya dapat disampaikan dengan menggunakan media cetak
seperti brosur yang diberikan keada pasien dan keluarga sekandung (istri, anak,
ayah, ibu atau saudara sekandung) dan menjelaskannya kepada mereka (lihat
selengkapnya di panduan penanganan pasien ditabel).
c. Jika pasien memiliki hambatan emosional (pasien marah atau depresi) maka
proses komunikasi edukasinya juga dapat di sampaikan menggunakan media
cetak seperti brosur dan menyarankan pasien untuk membacanya. Apabila pasien
tidak mengerti materi edukasi nya, pasien bisa menghubungi medical
information.
3. Tahap verifikasi
Pada tahap ini, petugas memastikan keadaan pasien dan keluarga mengenai
kejelasan dan pemahaman materi edukasi yang di berikan.
a. Apabila pada saat pemberian edukasi, pasien dalam kondisi baik dan senang
maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kembali edukasi yang
telah diberikan.
b. Untuk pasien yang mengalami hambatan fisik maka verifikasi dapat dilakukan
dengan cara menanyakan kepada keluarganya dengan pertanyaan yang sama,
yaitu “apakah bapak/ibu bisa memahami materi edukasi yang kami berikan?”
(lihat selengkapnya dipanduan penanganan pasien ditabel).
c. Untuk Pasien yang mengalami hambatan emosional (marah atau depresi) maka
verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kepada pasien mengenai
sejauh mana pasien telah mengerti tentang materi edukasi yang di berikan
melalui brosur. proses pertanyaan ini bisa lewat telepon atau datang langsung ke
kamar pasien setelah pasien tenang.

Dengan berikutnya informasi dan edukasi pasien, diharapkan komunikasi yang


disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Apabila pasien mengikuti
semua arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses penyembuhan
pasien.

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK


DEFINA
Jl. Trans Sulawesi No.7 Kel Kampal. Telp. (0450) 21915

PARIGI – 94371
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK DEFINA

KABUPATEN PARIGI MOUTONG

NOMOR :

TENTANG

PEMBERLAKUAN PANDUAN PEMBERIAN INFORMASI DAN EDUKASI PADA PASIEN


DAN KELUARGA DI RSIA DEFINA

MENIMBANG : a. Bahwa dalam rangka penyelenggaraan pendidikan dan


keluarga yang mengacu pada akreditas rumah sakit, maka
perlu dibuatkan panduan pemberian informasi dan edukasi
pada pasien dan keluarga ;
b. Bahwa agar panduan pemberian informasi dan edukasi
pada pasien dan keluarga dapat berjalan dengan baik, perlu
ditetapkan panduan pemberian informasi dan edukasi pada
pasien dan keluarga Rumah Sakit Ibu dan Anak DEFINA ;
c. Bawha berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan b perlu penetapan keputusan Direktur
pada pasien dan keluarga pada Rumah Sakit Ibu dan Anak
DEFINA ;

MENGINGAT : 1. Undang-Undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


(Lembaran negara Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara RI nomor 5063);
2. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit (lembaran Negara RI Tahun 2009, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 5072);
3. Keputusan Menteri Kesehata Nomor 129/Menkes/SK/2008
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit;
4. Kuputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1114/Menkes/SK/X/2004 tentang Pedoman Pelaksana
Promosi Kesehatan Daerah;
5. Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 004 tahun2012
tentang Petunjuk Teknis Promosi Kesehatan Rumah Sakit;

MEMUTUSKAN :
MENETAPKAN : KEPUTUSAN DIREKTUR RSIA DEFINA TENTANG
PANDUAN PEMBERIAN INFORMASI DAN EDUKASI
PADA RSIA DEFINA
KESATU : Kebijakan pemberian informasi dan Edukasi pada Pasien dan
Keluarga pada Rumah Sakit Ibu dan Anak Defina
KEDUA : Kebijakan tentang Pemberian Informasi dan Edukasi sebagai
mana disebutkan pada dictum KESATU, sesuai yang tercantum
pada lampiran keputusan ini
KETIGA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan,dan apabila
dikemudian hariternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini
akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Parigi
Pada tanggal,
DIREKTUR
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK DEFINA

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK


DEFINA
Jl. Trans Sulawesi No.7 Kel Kampal. Telp. (0450) 21915

PARIGI - 94371
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK DEFINA

KABUPATEN PARIGI MOUTONG


NOMOR :

TENTANG

PANDUAN KOMUNIKASI EFEKTIF


PADA RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK DEFINA
MENIMBANG : a. Bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan pada Rumah
Sakit Ibu dan Anak Defina salah satunya adalah melalui
pelaksanaan kegiatan keselamatan pasien di Rumah Sakit
Ibu dan Anak Defina
b. Bahwa untuk menjamin pelaksanaan sasaran keselamatan
pasien diperlukan adanya panduan komunikasi efektif
sebagai acuan dalam penerapan program keselamatan
pasien di Rumah Sakit Ibu dan Anak Defina
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
huruf a dan huruf b, maka perlu menetapkan keputusan
direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak Defina tentang
pemberlakuan panduan komunikasi efektif di RSIA
DEFINA

MENGINGAT : 1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Praktek


kedokteran (lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4437);
2. Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 116
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4431);
3. Undang-Undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran negara Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara RI nomor 5063);
4. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit (lembaran Negara RI Tahun 2009, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 5072);
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1333/Menkes/SK/XXI/1999 tentang Standar Pelayanan
Rumah sakit;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah sakit;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran;

MEMUTUSKAN :
MENETAPKAN : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN
ANAK DEFINA TENTANG PANDUAN KOMUNIKASI
EFEKTIF PADA RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK
DEFINA
KESATU : Memberlakukan Panduan Komunikasi efektif pada Rumah Sakit
Ibu dan Anak Defina
KEDUA : Panduan komunikasi efektif sebagaimana dimaksud diktum
kesatu tercantum dalam lampiran keputusan ini, meliputi :
1. Komunikasi Efektif Perawat – Pasien
: 2. Komunikasi Efektif Dokter – Pasien
3. Komunikasi Efektif Antar Pemberi Pelayanan
4. Komunikasi Asuhan dan Edukasi
5. Daftar Singkatan
KETIGA Panduan Sasaran Keselamatan pasien dimaksud dalam diktum
kedua keputusan ini harus dijadikan acuan dalam melaksanakan
tindakan/kegiatan dalam lingkup pelaksanaan program
keselamatan pasien di RSIA Defina
KEEMPAT Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Parigi

Pada tanggal

DIREKTUR

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK DEFINA


DAFTAR PUSTAKA

World Health Organization Collaborating Centre For Patient Safety Solutions.(2007).


Patient Identification. Dalam : Patient Safety Solusions. Volume 1. Solution 2.

-------.(2009).Critical Management Solutions. Patient Identification Policy.


http//www.kraskerhc.com.diperoleh 25 Februari 2012.

Tameside Hospital NHS Foundation Trust. (2010). Patient Identification Policy.

Anda mungkin juga menyukai