T.A 2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 PENDAHULUAN
Komunikasi merupakan kegiatan yang terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari, yang
terjadi antara teman/pribadi, kelompok, organisasi atau massa. Komunikasi pada prinsipnya
adalah suatu aktivitas pertukaran ide atau gagasan dari satu pihak ke pihak lain, dengan tujuan
untuk mencapai kesamaan pandangan atas ide yang dipertukarkan tersebut.
Sebagaimana yang terjadi pada pelayanan rumah sakit, bahwa keberhasilan pencapaian
visi rumah sakit sangat ditentukan oleh kemampuan berkomunikasi setiap petugas, perawat
dan dokter. Pelayanan rumah sakit selalu berhubungan dengan manusia dari berbagai
karakter, baik pasien maupun petugas rumah sakit yang berbeda. Perbedaan karakter ini
meliputi budaya, bahasa dan prilaku. Hal ini menuntut tenaga kesehatan harus mampu
berkomunikasi secara baik dan efektif. Profesi perawat dan dokter selaku tenaga profesional
harus selalu terlibat untuk memberikan informasi kepada pasien dan keluarga disetiap
tindakan yang diberikan.
Menurut Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan
waktu yang lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan waktu yang lebih sedikit karena
petugas, perawat dan dokter sangat terampil mengidentifikasi kebutuhahan pasien.
Berdasarkan hasil identifikasi maka perawat dan dokter melakukan manajemen dalam
mengelola masalah kesehatan bersama pasien dan melibatkan keluarga.
Berdasarkan hal diatas maka dirasa perlu untuk memberikan pedoman dalam melakukan
komunikasi efektif untuk petugas, perawat dan dokter di Rumah Sakit Hj. Bunda Halimah
untuk memudahkan berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya.
1.2 MAKSUD DAN TUJUAN
Komunikasi dianggap efektif bila tepat waktu, akurat, lengkap, tidak mendua
(ambiguous) dan diterima oleh penerima informasi yang bertujuan mengurangi kesalahan-
kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk verbal,
elektronik, atau tertulis. Komunikasi yang jelek dapat membahayakan pasien. Komunikasi
yang rentan terjadi kesalahan adalah saat perintah lisan atau perintah melalui telepon,
komunikasi verbal, saat menyampaikan hasil pemeriksaan kritis yang harus disampaikan lewat
telepon. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan aksen dan dialek. Pengucapan juga dapat
menyulitkan penerima perintah untuk memahami perintah yang diberikan. Misalnya, nama-
nama obat yang rupa dan ucapannya mirip (look alike sound alike), seperti phenobarbital dan
phentobarbital serta lainnya.
Pelaporan hasil pemeriksaan diagnostik kritis juga merupakan alah satu isu keselamatan
pasien.
Pemeriksaan diagnostik kritis termasuk, tetapi tidak terbatas pada :
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Pemeriksaan radiologi
3. Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan di tempat tidur pasien, seperti hasil tanda-tanda
vital, portable radiographs, bedside ultrasound, atau transesophageal echocardiograms.
Hasil yang diperoleh dan berada di luar rentang angka normal secara mencolok akan
menunjukkan keadaan yang berisiko tinggi atau mengancam jiwa. Sistem pelaporan formal
yang dapat menunjukkan dengan jelas bagaimana nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostic
dikomunikasikan kepada staf medis dan informasi tersebut terdokumentasi untuk mengurangi
resiko bagi pasien. Tiap-tiap unit menetapkan nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostiknya.
Untuk melakukan komunikasi secara verbal atau melalui telepon dengan aman dilakukan hal-
hal sebagai berikut :
1. Pemesanan obat atau permintaan obat secara verbal sebaiknya dihindari
2. Dalam keadaan darurat karena komunikasi secara tertulis atau komunikasi elektronik tidak
mungkin dilakukan maka harus ditetapkan panduannya meliputi permintaan pemeriksaan,
penerimaan hasil pemeriksaan dalam keadaan darurat, identifikasi dan penetapan nilai
kritis, hasil pemeriksaan diagnostik, serta kepada siapa dan oleh siapa hasil pemeriksaan
kritis dilaporkan
3. Prosedur menerima perintah lisan atau lewat telepon meliputi penulisan secara lengkap
permintaan atau hasil pemeriksaan oleh penerima informasi, penerima membaca kembali
permintaan atau hasil pemeriksaan, dan pengirim memberi konfirmasi atas apa yang telah
ditulis secara akurat
Penggunaan singkatan-singkatan yang tidak ditetapkan oleh rumah sakit sering kali
menimbulkan kesalahan komunikasi dan dapat berakibat fatal. Oleh karena itu, rumah sakit
diminta memiliki daftar singkatan yang diperkenankan dan dilarang. (lihat juga MIRM 12 EP
5) serah terima asuhan pasien (hand over) didalam rumah sakit terjadi :
a. Antar PPA seperti antara staf medis dan staf medis, antar staf medis dan staf
keperawatan atau dengan staf klinis lainnya, atau antara PPA dan PPA lainnya pada
saat pertukaran shift
b. Antar berbagai tingkat layanan didalam rumah sakit yang sama seperti jika pasien
dipindah dari unit intensif ke unit perawatan atau dari unit darurat ke kamar operasi
c. Dari unit rawat inap ke unit layanan diagnostic atau unit tindakan seperti radiologi
atau unit terapi fisik
Gangguan komunikasi dapat terjadi saat dilakukan serah terima asuhan pasien yang
dapat berakibat kejadian yang tidak diharapkan (adverse event) atau kejadian sentinel.
Komunikasi yang baik dan berstandar baik dengan pasien, keluarga pasien, dan pemberi
layanan dapat memperbaiki secara signifikan proses asuhan pasien.
BAB II
KOMUNIKASI EFEKTIF
Komunikasi berasal dari bahasa latin “comunis” yang artinya bersama. Secara
terminologis, komunikasi diartikan sebagai suatu proses penyampaian pikiran atau informasi
(pesan) dari satu pihak ke pihak lain dengan menggunakan suatu media. Sedangkan menurut
Webster’s New Dictionary (1977) bahwa komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi
diantara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku.
2.1 KLASIFIKASI KOMUNIKASI
Berdasarkan kepada penerima pesan dan komunikan, komunikasi diklasifikasikan menjadi:
1. Komunikasi intrapersonal
Yang dimaksud dengan komunikasi intrapersonal adalah bahas a atau pikiran yang terjadi
di dalam diri komunikator sendiri antara individu dengan Tuhannya. Disamping itu ada juga
yang mendefinisikan sebagai keterlibatan internal secara aktif individu dalam pemrosesan
simbolik dari pesan-pesan dan memberikan umpan balik bagi dirinya sendiri dalam proses
internal berkelanjutan.
2. Komunikasi interpersonal
Komunikasi interpersonal berlangsung dengan dua arah, antara komunikator dan
komunikan; antara seorang tenaga medis dengan teman sejawat atau antara seorang tenaga
medis dan pasien.
3. Komunikasi kelompok
Salah satu bentuk komunikasi yang terjadi didalam sebuah kelompok. Komunikasi tidak
hanya terjadi antara seseorang dengan seseorang yang lainnya, komunikasi juga dilakukan
dengan sekelompok orang yang disebut dengan komunikasi kelompok. Komunikasi kelompok
adalah interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih dengan tujuan yang telah
diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, dimana anggota-
anggota yang lain secara tepat, misalnya organisasi profesi, kelompok remaja dan sejenisnya.
Komunikasi dapat dalam bentuk diskusi, rapat dan sebagainya.
4. Komunikasi publik
Komunikasi yang dilakukan secara aktif maupun pasif didepan umum. Dalam komunikasi
publik, pesan yang disampaikan dapat berupa suatu informasi, ajakan, gagasan. Komunikasi ini
memerlukan keterampilan komunikasi lisan dan tulisan agar pesan dapat disampaikan secara
efektif dan efisien.
5. Komunikasi organisasi
Merupakan komunikasi yang dilakukan dalam suatu organisasi baik secara formal maupun
non formal.
6. Komunikasi Massa
Komunikasi ini melibatkan sejumlah besar komunikan heterogen yang tersebar di suatu
wilayah geografis yang luas dan berkepentingan pada pesan komunikan yang sama.
2.2 JENIS KOMUNIKASI
Komunikasi dapat dibedakan dalam lima jenis, yaitu komunikasi tertulis, komunikasi verbal,
komunikasi non verbal, komunikasi satu arah dan komunikasi dua arah.
1. Komunikasi Tertulis
Merupakan komunikasi yang penyampaian pesan secara tertulis baik manual maupun
melalui media seperti email, surat, media cetak lainnya. Prinsip-prinsip komunikasi
tertulis, yaitu :
a. Lengkap
b. Ringkas
c. Pertimbangan
d. Konkrit
e. Jelas
f. Sopan
g. Benar
Di dalam rumah sakit, komunikasi tertulis dapat berupa catatan perkembangan pasien,
catatan medis, laporan perawat dan catatan lainnya yang memilki fungsi sbb:
a. Sebagai tanda bukti tertulis otentik, misalnya persetujuan operasi;
b. Alat pengingat/berfikir bilaman diperlukan, misalnya surat yang telah diarsipkan;
c. Dokumentasi historis, misalnya rekam medis pasien;
d. Jaminan keamanan, misalnya surat keterangan jalan;
e. Pedoman atas dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat perintah, surat
pengangkatan, SPO.
Keuntungan komunikasi tertulis:
a. Adanya dokumen tertulis;
b. Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman;
c. Dapat menyampaikan ide yang rumit;
d. Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan;;
e. Menyebarkan informasi kepada khalayak ramai
f. Dapat menegaskan ,menafsirkan dan menjelaskan komunikasi lisan;
g. Membentuk dasar kontrak atau perjanjian;
h. Untuk penelitian dan bukti di pengadilan.
2. Komunikasi Verbal
Merupakan komunikasi yang disampaikan secara lisan. Komunikasi dapat dilakukan
secara langsung atau melalui sarana komunikasi seperti telepon. Kelebihan dari komunikasi
ini terletak pada keberlansungannya, yakni dilakukan secara tatap muka sehingga umpan
balik dapat diperoleh secara langsung dalam bentuk respon dari pihak komunikan.
Komunikasi verbal ini harus memperhatikan arti denotatif dan konotatif, kosa kata,
tempo bicara, intonasi, kejelasan dankeringkasan serta waktu dan kesesuaian. Jenis
komunikasi ini sering digunakan dalam pelayanan di rumah sakit dalam hal pertukaran
informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi ini biasanya
lebih akurat dan tepat waktu. Kelebihan dari komunikasi ini adalah memungkinkan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan komunikasi verbal:
a. Memahami makna denotatif dan konotatif
Makna denotatif memberikan pengertian yang sama dengan kata yang digunakan,
sedangkan makna konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam
suatu kata. Misalnya kata “kritis”, secara denotatif, kata kritis berarti cerdas, namun
dalam hal ini perawat dan dokter menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan
yang mendekati kematian. Saat berkomunikasi dengan pasien, perawat dan tenaga medis
harus berhati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalahartikan terutama
ketika menjelaskan pasien mengenai kondisi kesehatannya dan saat terapi.
b. Kosa kata harus mudah dipahami
Pesan dalam komunikasi tidak akan berhasil diterima jika pengirim pesan tidak mampu
menterjemahkan kata dan ucapan dari si pengirim pesan. uKemampuan dalam
pengetahuan kosa kata, khususnya yang berhubungan dengan dunia medis berperan
penting dalam komunikasi verbal. Banyak sekali istilah-istilah medis digunakan dalam
pelayanan rumah sakit, misalnya kata “faeces dan urine” akan lebih mudah dipahami oleh
pasien bila diganti dengan kata “buang air besar dan buang air kecil”
c. Intonasi
Komunikasi sangat membutuhkan intonasi atau tekanan. Seseorang yang bicara dengan
intonasi tinggi, menunjukkan bahwa orang tersebut sedang marah. Sebaliknya, seseorang
yang berbicara dengan intonasi rendah menunjukkan bahwa orang tersebut sedang dalam
keadaan tenang. Petugas kesehatan hendak nya memperhatikan intonasi ketika sedang
berbicara dengan pasien, agar dapat menunjukkan perhatian dan ketulusannya kepada
pasien.
d. Jelas dan ringkas
Komunikasi yang efektif harus ringkas, sederhana dan maksudnya dapat diterima dengan
jelas oleh si penerima pesan. Komunikasi dapat diterima dengan baik dan jelas apabila
penyampaiannya dengan berbicara secara lambat dan pengucapan vokal dan konsonannya
harus jelas.
e. Selaan dan tempo bicara
Kecepatan atau tempo bicara sangat menentukan keberhasilan komunikasi verbal. Selaan
yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan
menimbulkan kesan bahwa komunikator sedang menyembunyikan sesuatu. Hal ini harus
diperhatikan oleh petugas dan tenaga kesehatan adalah jangan sampai pasien menjadi
curiga karena selaan yang lama dan pengalihan yang cepat. Selaaan dapat dilakukan
untuk menekannkan pada hal tertentu, misalnya memberi waktu kepada pendengar untuk
mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang baik adalah dengan cara
memikirkan terlebih dahulu apa yang akan diucapkan.
f. Ketepatan waktu dan relevansi
Komunikasi yang tepat akan membawa hasil yang adekuat. Misalnya, bila pasien sedang
menangis kiesakitan, bukan waktunya yang tepat dakam menyampaikan risiko operasi.
Maka dari itu tenaga kesehatan harus peka terhadap situasi serta mood saat
berkomunikasi. Relevansi atau kesesuaian materi komunikasi harus lebih diperhatikan.
Komunikasi verbal akan lebih bermanfaat jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan
minat dan kebutuhan klien.
g. Humor
Humor dapat digunakan untuk menutupi rasa takut atau tidak nyaman atau
ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dengan pasien.
Dalam menyebutkan kata yang sulit maka pemberi pesan harus mengeja hurufnya dengan
Pelayanan rumah sakit sangat terintegrasi dengan kegiatan komunikasi. Tenaga kesehatan
tidak dapat melaksanakan tahapan-tahapan dalam proses pelayanan kesehatan dengan baik, tanpa
kemampuan berkomunikasi yang baik dengan pasien, teman, atasan dan pihak-pihak lain.
Dalam hubungan perawat-pasien kedudukannya adalah sejajar, sehingga istilah pasien diubah
sebutannya menjadi klien. Jenis komunikasi yang umum digunakan dalam pemberian asuhan
keperawatan di rumah sakit dalam hubungan perawat dan klien adalah pertukaran informasi secara
verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Kemampuan perawat melakukan komunikasi
verbal akan menentukan kualitas asuhan yang diberikan. Dalam setiap tahapan pelaksanaan proses
keperawatan, perawat selalu menggunakan komunikasi verbal. Oleh karena itu perawat harus
memahami hal-hal yang harus diperhatikan dalam komunikasi verbal.
Tahapan komunikasi dalam keperawatan meliputi tahap pengkajian, perumusan diagnosa,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Tahap Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal proses pelayanan di rumah sakit yang dilakukan oleh
petugas registrasi/admisi dan perawat untuk mengumpulkan data pasien. Data tersebut
diperlukan sebagai pelaksanaan proses keperawatan ada tahap selanjutnya. Data pasien diperoleh
dari :
a. Wawancara: 1) wawancara admisi:dilakukan saat pertama kali klien masuk rumah sakit
dengan tujuan untuk mendapatkan data umum atau identitas pasien.2) wawancara riwayat
hidup: dilakukan untuk mendapatkan keluhan pasien, riwayat kesehatan, perjalanan penyakit
dengan tujuan untuk mengetahui alasan pasien datang ke rumah sakit; 3) wawancara
terapeutik: ditekankan pada fakta, ide dan isi dalam rangka pengembangan hubungan sehat
yang bertujuan untuk membantu pasien mengidentifikasi masalahnya. Wawancara ini
memberi peluang kepada klien untuk mengungkapkan perasaan, mengenal dan mengetahui
masa lalunya. Biasanya dilakukan perawat terhadap klien yang mengalami gangguan
psikologis.
b. Pemerisaan fisik
c. Pemeriksaan diagnostik
d. Informasi/catatan dari tenaga medis lain dan dari keluarga pasien.
Kemampuan berkomunikasi sangat berpengaruh dalam kelengkapan data, oleh karena itu
peningkatan komunikasi seorang perawat perlu mendapatkan perhatian. Dalam berkomunikasi
perawat perlu memperhatikan budaya yang berpengaruh pada waktu dan tempat terjadinya
komunikasi, penggunaan bahasa, usia dan perkembangan klien.
Ada beberapa hal yang menjadi hambatan bagi klien dalam menyampaikan, menerima dan
memahami informasi yang diperolehnya. Beberapa hal yang menjadi hambatan, antara lain:
a. Kemampuan bahasa
Kemampuan perawat dalam penguasaan barbagai bahasa harus lebih baik karena hal ini akan
mempengaruhi penerimaan, persepsi dan penafsiran klien.
b. Ketajaman panca indra
Salah satu faktor penting dalam berkomunikasi adalah ketajaman panca indra yaitu dalam
mendengar, melihat, merasa dan mencium bau. Klien akan mampu menerima komunikasi
dengan baik bila panca indra berfungsi dengan baik. Bagi klien yang memiliki gangguan
pendengaran, perlu diperhatikan dalam tahapasien pengkajian yaitu infomrasi medik yang
mengindikasikan adanya kelemahan penderangan, memperhatikan perlu/tidaknya klien
menggunakan alat bantu dengar yang masih berfungsi, memperhatikan kemampuan klien
membaca ekspresi wajah dan gerak bibir perawat, dan apakah pasien mampu menggunakan
gerak isyarat sebagai bentuk komnikasi non verbal.
c. Kelemahan fungsi kognitif
Kelemahan fungsi kognitif dapat disebabkan oleh adanya tumor otak yang dapat
mempengaruhi kemampuan klien untuk mengungkapkan dan mamahami bahasa. Dalam
mengkaji klien ini, perawat harus dapat menilai respon baik secara verbal dan non verbal yang
disampaikan oleh klien dalam menjawab pertanyaan.
d. Gangguan struktural
Gangguan struktural tubuh khususnya yang berhubungan langsung dengan penghasil suara
seperti mulut dan hidung dapat berpengaruh pada roses komunikasi.
2. Tahap perumusan diagnosa
Diagnosa dirumuskan berdasarkan data yang siperoleh dari tahap pengkajian. Perumusan
diagnosa keperawatan merupakan hasil penilaian perawat dengan melibatkan klien dan
keluarganya. Diagnosa yang tepat memerlukan sikap komunikatif perawat dan sikap kooperatif
klien.
3. Tahap Perencanaan
Dalam menyusun perencanaan tindakan keperawatan perawat harus melakukan interaksi dan
komunikasi dengan klien.
4. Tahap Pelaksanaan
Realisasi dari perencanaan yang telah ditetapkan terlebih dahulu adalah merupakan tahap
pelaksanaan. Aktifitas ini memerlukan keterampilan dalam berkomunikasi dengan klien.
Terdapat dua kategori umum aktifitas perawat dalam berkomunikasi, yaitu saat mendekati klien
untuk memenuhi kebutuhannya dan saat pasien mengalami masalah psikologis.
Saat menghadapi pasien perawat perlu bersikap:
a. Menunjukkan raut wajah yang mencerminkan ketulusan agar tercipta suasana saling percaya;
b. Kontak pandang yang menunjukkan perhatian dan kesungguhan perawat;
c. Fokus pada klien;
d. Bersikap terbuka;
e. Mendengar secara seksama dan penuh perhatian;
f. Mampu menjelaskan keadaan klien;
g. Mampu menjadi pembimbing dan konseling terhadap klien;
h. Bersikap tenang selama berada di depan klien.
Dalam berkomunikasi di rumah sakit, petugas dan tenaga medis harus melakukan proses
verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan dengan tulis, baca kembali dan komfirmasi ulang
yaitu:
1. Pemberi pesan memberikan pesan secara lisan;
2. Penerima pesan mencatat isi pesan tersebut;
3. Isi pesan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima pesan (BACA). Setelah pesan dicatat,
penerima pesan harus membacakan kembali pesan tersebut kepada pemberi pesan agar tidak
terjadi kesalahan dan pesan dapat diterima dengan baik;
4. Penerima pesan mengkonfirmasi kembali isi pesan kepada pemberi pesan (KONFIRMASI).
Pemberi pesan harus mendengar pesan yang dibacakan oleh penerima pesan dan memberikan
perbaikan bila pesan tersebut masih ada yang kurang atau salah.
Gambar :
Pemberi pelayanan di RS Hj. Bunda Halimah Batam, melakukan komunikasi dengan teknik
SBAR. SBAR merupakan suatu teknik komunikasi yang dipergunakan dalam melakukan
identifikasi terhadap pasien sehingga mampu meningkatkan kemampuan komunikasi antara perawat
dan dokter. Dengan SBAR ini perawat dapat memberikan laporan mengenai kondisi pasien lebih
informatif dan terstruktur.
SBAR adalah sebagai kerangka acuan dalam pelaporan kondisi pasien yang memerlukan
perhatian dan tindakan segera. Teknik SBAR terdiri atas unsur Situation,Background, Assesment,
Recomendation. Pada prinsipnya SBAR merupakan komunikasi standar yang ingin menjawab
pertanyaan yaitu apa yang terjdi, apa yang diharapkan oleh perawat dari dokter yang dihubungi dan
kapan dokter harus mengambil tindakan.
Unsur – unsur SBAR adalalah sebagai berikut:
1. Situation
Menjelaskan kondisi terkini dan keluahan yang terjadi pada pasien, misalnya penurunan
tekanan darah, gangguan irama jantung, sesak nafas, dll.
2. Background
Menggali informasi mengenai latar belakang klien yang menyebabkan timbulnya kondisi
dan keluhan klinis, misalnya: riwayat alergiobat-obatan, hasil labor yang sudah diberikan,
hasil pemeriksaan penunjang.
3. Assesment
Penilaian/ pemeriksaan terhadap kondisi terkini sehingga perlu diantispasi kondisi klien
tidak memburuk.
4. Recomendation
Merupakan usulan sebagai tindak lanjut, apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah
pasien saat ini.
Misalnya: menghubungi dokter, mengarahkan pasien untuk melakukan pemeriksaan
penunjang, dll.
Contoh laporan perawat ke dokter dengan menggunakan SBAR (Haig, K.M, dkk.,200)