PENDAHULUAN
BAB II
LATAR BELAKANG
Meningkatnya kesadaran kesehatan konsumen dan bertambahnya kebutuhan akan layanan
kesehatan yang baik, membuat para pemasar di industri rumah sakit harus berfikir lebih keras untuk
mencari cara agar bisa menarik hati para pasien. Untuk Indonesia, hal ini harus menjadi perhatian
khusus, mengingat sangat gencarnya upaya pemasaran yang dilaksanakan oleh industri rumah sakit
di negara tetangga.
Dalam upaya peningkatan pelayanan rumah sakit tersebut salah satu yang perlu diupayakan
dan ditingkatkan adalah pelayanan komunikasi di lingkungan rumah sakit. Menurut Carl I.
Hovland, komunikasi adalah suatu proses dimana seorang individu menyampaikan pemikiran-
pemikiran atau informasi (verbal atau non verbal) untuk mengubah tingkah laku orang lain/
individu lain. Untuk itu harus ada kesepahaman arti dalam proses penyampaian arti tersebut agar
tercapai komunikasi yang efektif.
Berdasarkan definisi di atas, kita simpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian
pesan dari komunikator kepada komunikan untuk mengubah tingkah laku orang lain/individu lain.
Tujuan yang diharapkan dalam proses komunikasi yaitu perubahan berupa penambahan
pengetahuan, merubah pendapat, memperkuat pendapat, merubah sikap dan perilaku komunikan
atau dengan kata lain dikenal sebagai tiga tingkatan perubahan yaitu kognitif, afektif, behavioral.
Bentuk Komunikasi Interpersonal di rumah sakit biasanya antara dokter, perawat, ataupun
paramedik dengan pasien dan keluarganya. Bentuk komunikasi interpersonal seperti ini juga dkenal
dengan Komunikasi Terapeutik. Komunikasi semacam ini biasanya berfokus pada pertukaran
informasi mengenai kondisi kesehatan pasien. Sedangkan komunikasi dalam hal penyampaian
informasi dan edukasi mengenai fasilitas pelayanan rumah sakit dan kesehatan kepada pasien dan
keluarga biasanya dijembatani melalui customer service ataupun kegiatan-kegiatan seperti
penyuluhan (edukasi) dan Customer Relationship Management (CRM).
Komunikasi interpersonal ini juga diperlukan antara Direksi dengan unit kerja serta antar
tiap unit kerja di Rumah Sakit Kartini agar kegiatan manajemen rumah sakit berjalan lancar.
Beberapa media massa yang digunakan oleh Rumah Sakit Kartini dalam berkomunikasi dengan
masyarakat ataupun pasien dan keluarga adalah buku, leaflet, poster, banner, majalah, dan website.
BAB III
TUJUAN
Rumah Sakit menyusun komunikasi yang efektif baik dengan komunitas, pasien, dan
keluarga, tenaga kesehatan profesional lain maupun antar unit kerja di Rumah Sakit agar tidak
terjadi atau setidaknya meminimalkan kegagalan dalam berkomunikasi yang mengancam
keselamatan pasien. Tujuan dari panduan ini adalah:
2. Membantu pengembangan rencana perawatan bersama pasien untuk kepentingan pasien dan
atas dasar kemampuan pasien, termasuk kemampuan finansial.
3. Membimbing pasien sampai pada pengertian yang sebenarnya tentang penyakit atau masalah
yang dihadapinya
4. Membantu mengendalikan kinerja dokter dengan acuan langkah-langkah atau hal-hal yang
telah disetujui pasien
6. Mengurangi adanya kesalahan komunikasi dan persepsi perawat terhadap instruksi dokter
PENGERTIAN
4.1 Menetapkan sebuah proses atau prosedur untuk perintah yang disampaikan melalui telepon
(lisan) atau penyampaian hasil uji klinis penting yang harus diverivikasi dengan
“mengulang” selengkapnya perintah ataupun hasil uji klinis yang diterima dan harus
dilakukan oleh orang yang menerima informasi tersebut.
4.2 Mengembangkan dan mensosialisasikan sebuah sistem dimana semua perintah maupun hasil
uji yang diterima harus di verifikasi atau “ dibacakan ulang” kepada pihak yang memberi
perintah atau hasil uji klinis tersebut. Termasuk pula proses dokumentasi dan penanda
tanganan sebagai bentuk komunikasi atas perintah atau hasil uji yang diterima.
4.3 Sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui
suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh
penyampai pikiran-pikiran atau informasi (Komaruddin, 1994; Schermerhorn, Hunt dan
Osborn, 1994; Koontz dan Weihrich, 1988) dalam Konsil Kedokteran 2006.
LANDASAN HUKUM
UU Republik Indonesia No. 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran Paragraf 2, Pasal 45
Hubungan karena kontrak atau kontrak terapeutik dimulai dengan tanya jawab (anamnesis) antara
dokter dengan pasien, kemudian diikuti dengan pemeriksaan fisik. Kadang-kadang dokter
membutuhkan pemeriksaan diagnostik untuk menunjang dan membantu menegakkan diagnosisnya
yang antara lain berupa pemeriksaan radiologi atau pemeriksaan laboratorium, sebelum akhirnya
dokter menegakkan suatu diagnosis. Sebagaimana telah dikemukakan, tindakan medik
mengharuskan adanya persetujuan dari pasien (informed consent) yang dapat berupa tertulis atau
lisan. Persetujuan tindakan kedokteran atau informed consent harus didasarkan atas informasi dari
dokter berkaitan dengan penyakit. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
Tentang Praktik Kedokteran, Paragraf 2, Pasal 45
Komunikasi antara dokter dengan pasien merupakan sesuatu yang sangat penting dan wajib.
Kewajiban ini dikaitkan dengan upaya maksimal yang dilakukan dokter dalam pengobatan
pasiennya. Keberhasilan dari upaya tersebut dianggap tergantung dari keberhasilan seorang dokter
untuk mendapatkan informasi yang lengkap tentang riwayat penyakit pasien dan penyampaian
informasi mengenai penatalaksanaan pengobatan yang diberikan dokter. Melihat pentingnya
komunikasi timbal balik yang berisi informasi ini, maka secara jelas dan tegas diatur dalam
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Paragraf 2, Pasal 45 ayat (2),
(3), Paragraf 6, Pasal 50 huruf (c), Paragraf 7, Pasal 52 huruf (a), (b), dan Pasal 53 huruf (a).
Paragraf 6 dan 7 dalam Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
secara jelas menyebutkan mengenai hak dan kewajiban dokter dan hak dan kewajiban pasien yang
di antaranya memberikan penjelasan dan mendapatkan informasi. Hak pasien sebenarnya
merupakan hak yang asasi yang bersumber dari hak dasar individual dalam bidang kesehatan (The
Right of Self Determination). Meskipun sebenarnya sama fundamentalnya, hak atas pelayanan
kesehatan sering dianggap lebih mendasar.
BAB VI
RUANG LINGKUP
BAB VII
TATA LAKSANA
Sebagai tata laksana dari peningkatan komunikasi efektif di Rumah Sakit Kartini ini dapat dilihat
beberapa hal-hal sebagai berikut :
7. Proses Komunikasi
Komunikasi adalah proses pengiriman pesan yang berasal dari sumber kepada penerima lewat
saluran, dengan pengaruh yang diharapkan. Menurut definisi kamus, komunikasi adalah “suatu
proses pertukaran atau penyampaian maksud melalui sistem atau simbol yang umum”. Maksud
“pertukaran”, komunikasi adalah proses yang bersifat interaktif dan dinamis. Komunikasi dapat
efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan
ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu
(Hardjana, 2003).
8. Unsur komunikasi
8.1. Sumber atau komunikator (dokter, perawat,petugas informasi registrasi, petugas mini
counter, unit rawat inap, unit rawat jalan, kasir, dan lain-lain)
8.4. Penerima atau komunikan (pasien, keluarga pasien, perawat, dokter, petugas
informasi registrasi, petugas mini counter, unit rawat inap, unit rawat jalan)
Berikut adalah penjabaran dari masing masing unsur diatas untuk membantu kita dalam
perancangan program komunikasi yang efektif.
Sumber (yang menyampaikan informasi) adalah orang yang menyampaikan pernyataannya kepada
penerima. Hal-hal yang menjadi tanggung jawab pengirim pesan adalah mengirim pesan dengan
jelas, memilih media yang sesuai, dan meminta kejelasan apakah pesan yang diterima sudah
diterima dengan baik (Konsil Kedokteran Indonesia, halaman 5). Komunikator yang baik adalah
komunikator yang menguasai materi, pengetahuan luas dan dalam tentang informasi yang
disampaikan, cara berbicaranya jelas, dan menjadi pendengar yang baik saat dikonfirmasi oleh
penerima pesan (komunikan).
Panjang pendeknya, kelengkapan isi pesan perlu disesuaikan dengan tujuan komunikasi melalui
penyampaiannya, penerimanya.
c) Media
Media berperan sebagai jalan atau saluran yang dilalui pernyataan yang disampaikan pengirim atau
umpan balik yang disampaikan penerima. Pada kesempatan tertentu media dapat digunakan oleh
pengirim saat berkomunikasi atau tatap muka langsung dengan efek yang mungkin terjadi berupa
perubahan sikap.
Penerima berfungsi sebagai penerima berita. Dalam komunikasi peran penerima dan pengirim
bergantian sepanjang pembicaraan. Tanggung jawab penerima adalah berkonsentrasi untuk
menerima pesan dengan baik dan memberikan umpan balik kepada pengirim. Umpan balik sangat
penting sehingga komunikasi berlangsung dua arah.
Pemberi pesan atau komunikator yang baik adalah pada saat melakukan proses umpan balik,
diperlukan dalam hal-hal sebagai berikut :
• Cara mengamati (observation) agar memahami yang tersirat dibalik yang tersurat
(bahasa non verbal dibalik ungkapan kata atau kalimatnya, gerak tubuh). Menjaga sikap
selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa tubuh) agar tidak mengganggu
komunikasi, misalnya karena komunikan keliru mengartikan gerak tubuh, raut tubuh,
raut muka, dan sikap komunikator.
7. Sifat Komunikasi
a) Jam pelayanan
d) Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yan diberikan ketika kebutuhan
asuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit.
a) Edukasi tentang obat yang efektif dan aman, efek samping obat dan pencegahan
terhadap potensi interaksi obat.
Akses untuk mendapatkan edukasi ini bisa melalui petugas edukator di masing-masing unit bila
perlu dapat berkoordinasi dengan tim PKRS (Promosi Kesehatan Rumah Sakit).
8. Komunikasi Efektif
Jelaskan SITUATION (situasi atau kondisi yang dilihat pada pasien) yang terjadi:
▪ Sebutkan identitas pasien yang akan dilaporkan: Nama (Tn/Ny/Nn/ Sdr) dan
alamat
Jelaskan BACKGROUND (latar belakang medis) yang berkaitan dengan situasi tersebut :
▪ Riwayat penyakit
▪ Tindakan-tindakan yang sudah diambil terkait kondisi saat ini (tensi, nadi,
suhu, respirasi).
Sebutkan RECOMMENDATION (rekomendasi tindak lanjut) yang dianjurkan oleh petugas medis
saat ini, rekomendasi yang dianjurkan bisa antara lain:
▪ Permintaan untuk advis perubahan terapi atau tindakan lain yang diperlukan.
• Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan, setelah itu dituliskan secara
lengkap isi pesan tersebut oleh si penerima pesan.
• Isi pesan dibacakan kembali (Read Back) secara lengkap oleh penerima pesan.
➔ Situation:
Selamat pagi dr. A saya Neny bidan di Ruang Bersalin RS Kartini mau melaporkan pasien atas
nama Ny. M mengalami panas.
➔ Background:
TD : 100/60 mmHg, Suhu 38, RR 24 x/menit, Nadi 90x/menit, Flatus (+), Saat ini terpasang infus
RL drip Oxytosin 2 ampul + inf. D5 drip MO 2 Amp + Ketorolac 3 Ampl dan terpasang Dower
Kateter.
➔ Assessment:
Saya pikir masalahnya pasien ini kekurangan cairan dan infusnya phlebitis.
➔ Recommendation:
Perlukah saya harus pasang infus lagi dokter?
Dalam menuliskan kalimat yang sulit, maka komunikasi harus menjabarkan hurufnya satu
persatu dengan menggunakan alphabet. Kode Alfabet International :
Sumber:http://www.nationsonline.org/oneworld/international-spelling-alphabet.htm
7.1. Proses memberikan edukasi kepada pasien atau keluarga berkaitan dengan kondisi
kesehatan pasien
Sebelum melakukan edukasi, petugas menilai dulu kebutuhan edukasi pasien dan keluarga
• Pasien dalam kondisi fisik stabil dan secara emosional siap menerima
informasi.
• Hambatan fisik pasien (tuna rungu dan tuna wicara,tuna netra), maka
komunikasi yang efektif adalah memberi leaflet kepada keluarga kandung
(istri,anak, ayah, ibu, atau saudara sekandung) dan menjelaskannya kepada
mereka.
• Hambatan emosional pasien (pasien menyangkal, marah atau depresi) maka
komunikasi yang efektif adalah dengan menenangkan pasien terlebih dahulu.
Setelah pasien tenang, berikan informasi hanya tentang pemeriksaan yang
diperlukan hari itu dan apa yang harus dilakukan (penjelasan singkat). Pasien
diberi kesempatan untuk konsultasi dengan keluarga dan dianjurkan untuk
konsultasi lanjutan.
Dengan diberikannya informasi dan edukasi kepada pasien, diharapkan komunikasi yang
disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Apabila pasien mengikuti semua arahan
dari rumah sakit, maka diharapkan dapat mempercepat proses penyembuhan.
7.2. Dokumentasi
DOKUMENTASI
BAB IX
PENUTUP
Panduan ini disusun untuk menjadi acuan pelaksanaan Peningkatan Komunikasi Efektif
sesuai prosedur di Rumah Sakit Kartini. Tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam
pembuatan panduan ini, karena keterbatasan pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi.
Tim penyusun berharap berbagai pihak dapat memberikan kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan panduan dimasa yang akan datang.
DIREKTUR RS KARTINI