Anda di halaman 1dari 25

PEDOMAN

KOMUNIKASI EFEKTIF
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur pihak rumah sakit panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga panduan yang membahas tentang “Komunikasi Efektif” ini dapat
terselesaikan.

Pihak rumah sakit menyadari panduan ini masih jauh dari harapan pembaca yang mana di
dalamnya masih terdapat berbagai kesalahan baik dari sistem penulisan maupun isi. Oleh karena itu
pihak rumah sakit mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun sehingga dalam panduan
berikutnya dapat diperbaiki serta ditingkatkan kualitasnya.

Pihak rumah sakit menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan panduan ini. Semoga panduan ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang...................................................................................................................................1
1.2. Tujuan...............................................................................................................................................1
1.3. Definisi..............................................................................................................................................2
1.4. Klasifikasi Komunikasi.......................................................................................................................2
1.5. Jenis Komunikasi...............................................................................................................................3
1.6. Model Komunikasi............................................................................................................................6
BAB II RUANG LINGKUP..........................................................................................................................9
BAB III TATA LAKSANA..........................................................................................................................10
3.1. Komunikasi Efektif Antara Staf Klinis dan Masyarakat.................................................................... 11
3.2 Komunikasi Efektif Staf Klinis dengan Pasien dan keluarga…… ………............................................ 14
3.3. Komunikasi Efektif Antar staf Klinis................................................................................................. 17
BAB IV DOKUMENTASI..........................................................................................................................19
4.1. Komunikasi Asuhan Dan Edukasi..................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kegiatan komunikasi sudah menjadi sebagian besar kegiatan kita sehari-hari, mulai antar
teman/pribadi, kelompok, organisasi atau masa. Kegiatan komunikasi pada prinsipnya adalah
aktivitas pertukaran ide atau gagasan. Secara sederhana, kegiatan komunikasi dipahami sebagai
kegiatan penyampaian dan penerimaan pesan atau ide dari satu pihak ke pihak lain, dengan
tujuan untuk mencapai kesamaan pandangan atas ide yang dipertukarkan tersebut.

Begitu pula dengan pelayanan rumah sakit, keberhasilan misi sebuah rumah sakit sangat
ditentukan oleh keluwesan berkomunikasi setiap petugas, perawat dan dokter. Pelayanan
rumah sakit selalu berhubungan dengan berbagai karakter dan perilaku pasien yang
berkepentingan dengan jasa perawatan sehingga petugas, perawat dan dokter harus memahami
dan mengerti bagaimana cara komunikasi yang bisa diterapkan di segala situasi.

Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter dengan pasien merupakan salah satu
kompetensi yang harus dikuasai dokter. Kompetensi komunikasi menentukan keberhasilan
dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Di Indonesia, sebagian dokter
merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berbincang-bincang dengan pasiennya,
sehingga hanya bertanya seperlunya. Akibatnya, dokter bisa saja tidak mendapatkan keterangan
yang cukup untuk menegakkan diagnosis dan menentukan perencanaan dan tindakan lebih
lanjut. Dari sisi pasien, umumnya pasien merasa berada dalam posisi lebih rendah di hadapan
dokter sehingga takut bertanya dan bercerita atau mengungkapkan diri.

Hasilnya, pasien menerima saja apa yang dikatakan dokter. Paradigma inilah yang harus
kita perbaiki. Pasien dan dokter harus berada dalam kedudukan setara sehingga pasien tidak
merasa rendah diri dan malu untuk bisa menceritakan sakit/keluhan yang dialaminya secara
jujur dan jelas. Komunikasi yang efektif mampu mempengaruhi emosi pasien dalam
pengambilan keputusan tentang rencana tindakan selanjutnya.

1.2. Tujuan
Secara umum tujuan penyusunan pedoman komunikasi efektif ini adalah :

a. Memberikan pengetahuan dan pedoman bagi petugas, perawat dan dokter mengenai cara
berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya.

b. Agar petugas, perawat dan dokter dapat melakukan komunikasi yang efektif dengan
masyarakat pasien dan keluarganya.
c. Menghindarkan kesalah pahaman yang bisa menimbulkan dugaan malpraktik.

1
1.3. Definisi

Komunikasi adalah Sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari seseorang
kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa
yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau informasi”. (Komaruddin, 1994;
Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994; Koontz & Weihrich, 1988).

Secara etimologis, kata efektif (effective) sering diartikan dengan mencapai hasil yang
diinginkan (producing desired result), dan menyenangkan (having a pleasing effect). Komunikasi
efektif adalah sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang
lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud
oleh penyampai pikiran-pikiran atau informasi”. (Komaruddin, 1994; Schermerhorn, Hunt &
Osborn, 1994; Koontz & Weihrich, 1988).

1.4. Klasifikasi Komunikasi

Berdasarkan kepada penerima pesan atau komunikan, komunikasi diklasifikasikan


menjadi :
a. Komunikasi Intrapersonal.

Penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator sendiri antara
individu dengan Tuhannya. Komunikasi intrapersonal merupakan keterlibatan internal
secara aktif dari individu dalam pemrosesan simbolik dari pesan-pesan. Seorang individu
menjadi pengirim sekaligus penerima pesan, meberikan umpan balik bagi dirinya sendiri
dalam proses internal yang berkelanjutan.
b. Komunikasi Interpersonal.

Komunikasi interpersonal berlangsung dengan dua arah, antara komunikator dan


komunikan; antara seorang tenaga medis dengan teman sejawat atau antara seorang
tenaga medis dengan pasien.
c. Komunikasi Kelompok

Salah satu bentuk komunikasi yang terjadi di dalam sebuah kelompok. Komunikasi tidak
hanya terjadi antara seseorang dengan seseorang yang lainnya, komunikasi juga dilakukan
dengan sekelompok orang yang disebut dengan komunikasi kelompok. Menurut Michael
Burgoon, komunikasi kelompok adalah interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau
lebih dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri,
pemecahan masalah, dimana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi
anggota-anggota yang lain secara tepat, misalnya organisasi profesi, kelompok remaja dan
kelompok-kelompok sejenisnya. Komunikasi dapat dalam bentuk diskusi, rapat dan
sebagainya.
d. Komunikasi Publik.

Komunikasi yang dilakukan secara aktif maupun pasif yang dilakukan di depan umum.
Dalam komunikasi publik, pesan yang disampaikan dapat berupa suatu informasi, ajakan,
gagasan. Komunikasi ini memerlukan ketrampilan komunikasi lisan dan tulisan agar pesan
dapat disampaikan secara efektif dan efisien.

2
e. Komunikasi Organisasi.

Merupakan komunikasi yang dilakukan dalam suatu organisasi atau antar organisasi baik
secara formal maupun informal. Komunikasi organisasi pada umumnya membahas tentang
struktur dan fungsi organisasi serta hubungan antar manusia.
f. Komunikasi Massa.

Komunikasi ini melibatkan sejumlah besar komunikan heterogen yang tersebar di suatu
wilayah geografis yang luas dan berkepentingan pada pesan komunikan yang sama.

1.5. Jenis Komunikasi

Komunikasi dapat dibedakan dalam lima jenis, yaitu komunikasi tertulis, komunikasi verbal,
komunikasi non-verbal, komunikasi satu arah dan komunikasi dua arah.
a. Komunikasi Tertulis

Merupakan komunikasi yang penyampaian pesan secara tertulis baik manual maupun melalui
media seperti email, surat, media cetak lainnya. Prinsip-prinsip komunikasi tertulis, yaitu :
1) Lengkap
2) Ringkas
3) Pertimbangan
4) Konkrit
5) Jelas
6) Sopan
7) Benar

Dalam Rumah Sakit, komunikasi tertulis dapat berupa catatan perkembangan pasien, catatan
medis, laporan perawat dan catatan lainnya yang memiliki fungsi sebagai berikut :
1) Sebagai tanda bukti tertulis otentik, misalnya persetujuan operasi.
2) Alat pengingat / berpikir bilamana diperlukan, misalnya surat yang telah diarsipkan.
3) Dokumentasi historis, misalnya rekam medis pasien.
4) Jaminan keamanan, misalnya surat keterangan jalan.

5) Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat perintah, surat
pengangkatan, SPO.

Keuntungan komunikasi tertulis ;


1) Adanya dokumen tertulis
2) Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman
3) Dapat menyampaikan ide yang rumit
4) Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan
5) Menyebarkan informasi kepada khalayak ramai
6) Dapat menegaskan, menafsirkan dan menjelaskan komunikasi lisan
7) Membentuk dasar kontrak atau perjanjian

3
8) Untuk penelitian dan bukti di pengadilan
b. Komunikasi Verbal

Merupakan komunikasi yang disampaikan secara lisan. Komunikasi dapat dilakukan secara
langsung atau melalui sarana komunikasi seperti telepon. Kelebihan dari komunikasi ini
terletak pada keberlangsungannya, yakni dilakukan secara tatap muka sehingga umpan balik
dapat diperoleh secara langsung dalam bentuk respon dari pihak komunikan. Komunikasi
verbal ini harus memperhatikan arti denotative dan konotatif, kosa kata, tempo bicara,
intonasi, kejelasan dan keringkasan serta waktu dan kesesuaian. Jenis komunikasi ini sering
digunakan dalam pelayanan di Rumah Sakit dalam hal pertukaran informasi secara verbal
terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi ini biasanya lebih akurat dan tepat
waktu. Kelebihan dari komunikasi ini adalah memungkinkan setiap individu untuk merespon
secara langsung.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam komunikasi verbal :
1) Memahami arti denotatif dan konotatif

Arti denotatif memberikan pengertian yang sama dengan kata yang digunakan, sedangkan
arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata.
Misalnya kata “kritis”. Secara denotatif, kritis berarti cerdas, tetapi perawat menggunakan
kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi
dengan pasien, tenaga medis harus berhati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah
untuk disalahartikan terutama saat menjelaskan pasien mengenai kondisi kesehatannya
dan saat terapi.
2) Kosa kata mudah dipahami

Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata
dan ucapan. Kemampuan dalam pengetahuan kosa kata, khususnya yang berhubungan
dengan dunia medis, berperan penting dalam komunikasi verbal. Banyak istilah teknis
yang digunakan oleh tenaga medis di rumah sakit, misalnya istilah “auskultasi”, akan lebih
mudah dipahami oleh pasien bila diucapkan dengan menggunakan kosa kata
“mendengarkan”.
3) Intonasi Pembicaraan

seseorang dapat diartikan berdasarkan pada intonasi atau nada. Seseorang yang berbicara
dengan nada yang tinggi menunjukkan bahwa orang tersebut sedang marah. Sebaliknya
seseorang yang berbicara dengan nada riang menunjukkan bahwa orang tersebut sedang
bergembira. Petugas dan tenaga medis rumah sakit hendaknya menjaga intonasi yang
menunjukkan perhatian dan ketulusan kepada pasien.
4) Jelas dan ringkas

Komunikasi yang efektif harus sederhana, ringkas dan maksudnya dapat diterima dengan
jelas. Semakin sedikit kata-kata yang digunakan semakin kecil kemungkinan terjadinya
kerancuan. Komunikasi dapat diterima dengan jelas apabila penyampaiannya dengan
berbicara secara lambat dan pengucapan vokalnya dengan jelas. Selain itu, komunikator
harus tetap memperhatikan tingkat pengetahuan komunikan.

4
5) Selaan dan tempo bicara

Kecepatan atau tempo bicara yang tepat dapat menentukan keberhasilan komunikasi
verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain
mungkin akan menimbulkan kesan bahwa komunikator sedang menyembunyikan sesuatu.
Hal ini harus diperhatikan oleh petugas dan tenaga medis di rumah sakit, jangan sampai
pasien menjadi curiga karena selaan yang lama dan pengalihan yang cepat. Selaan dapat
dilakukan untuk menekankan pada hal tertentu, misalnya memberi waktu kepada
pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat
dilakukan dengan memikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya.
6) Ketepatan waktu dan relevansi

Komunikasi yang dilakukan pada waktu yang tepat akan membawa hasil sesuai dengan
yang diharapkan. Misalnya, bila pasien sedang menangus kesakitan, bukan waktunya
untuk tenaga medis menjelaskan resiko operasi. Oleh karena itu petugas dan tenaga
medis harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Relevansi atau
kesesuaian materi komunikasi juga merupakan faktor penting untuk diperhatikan.
Komunikasi akan efektif apabila topik pembicaraan berkenaan dengan masalah yang
dihadapi oleh komunikan. Komunikasi verbal akan lebih bermanfaat jika pesan yang
disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien. Untuk menverifikasi dan
mengklarifikasi, maka komunikan sebaiknya mengeja huruf demi huruf menggunakan
alfabeth standart internasional yaitu:

5
c. Komunikasi Non Verbal

Merupakan proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan kata-kata.


Komunikasi ini adalah cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang
lain. Tenaga medis perlu menyadari pesan verbal dan non verbal yang disampaikan oleh pasien
mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan karena pesan non verbal dapat
memperkuat pesan yang disampaikan secara verbal, misalnya, menggunakan gerak isyarat,
bahasa tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, simbol-simbol serta cara berbicara seperti intonasi,
penekanan, kualitas suara, gaya emosi dan gaya berbicara.
Komunikasi non verbal meliputi beberapa hal sebagai berikut :
1) Metakomunikasi

Suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara komunikator dan
komunikan disebut metakomunikasi misalnya, tersenyum meskipun hati kecewa atau marah.
Metakomunikasi dapat dilihat dari :
a) Penampilan fisik
Penampilan seseorang merupakan factor yang menarik perhatian dalam komunikasi
antar pribadi. Penampilan fisik, cara berpakaian dan cara berhias akan menunjukkan
kepribadian seseorang. Tenaga medis yang memperhatikan penampilan diri dapat
menampilkan citra profesionalisme yang positif.
b) Nada suara atau intonasi bicara
Intonasi bicara berpengaruh terhadap arti pesan yang disampaikan oleh seseorang
kepada pihak lain. Oleh sebab itu, pengendalian emosi merupakan faktor yang sangat
penting dalam berkomunikasi.
c) Ekspresi wajah
Kondisi perasaan seseorang dapat diketahui melalui ekspresi wajar. Sakit, susah, senang,
takut, ngeri, jijik dan sebagainya dapat diketahui dari ekspresi wajah. Ekspresi wajah
sering digunakan sebagai dasar dalam menentukan pendapat seseorang ketika
berkomunikasi tatap muka.

1.6. Model Komunikasi

Model komunikasi adalah ilustrasi alur komunikasi yang menunjukkan unsur-unsur


penting di dalamnya. Menurut beberapa pakar komunikasi model adalah penyederhanaan teori
yang disajikan dalam bentuk gambar. Model Komunikasi SMCR/BERLO Merupakan salah satu
model komunikasi. Model ini mensyaratkan adanya empat unsur komunikasi (sumber informasi,
pesan, saluran dan penerima pesan) untuk dapat terjadinya komunikasi.
Unsur komunikasi antara lain:
a. Sumber Informasi ( Source )

Sumber (pengirim pesan) adalah orang yang menyampaikan pemikiran atau informasi yang
dimilikinya kepada orang lain (penerima pesan). Pengirim pesan bertanggung jawab dalam
menerjemahkan pemikiran atau informasinya menjadi sesuatu yang berarti, dapat berupa
pesan verbal, non verbal dan tulisan atau kombinasi dari ketiganya. Pengirim pesan

6
(komunikator) yang baik adalah komunikator yang menguasai materi, pengetahuannya luas
tentang informasi yang disampaikan, cara berbicaranya jelas dan menjadi pendengar yang
baik saat dikonfirmasi oleh si penerima pesan (komunikan).
b. Pesan atau informasi ( Message )
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pesan komunikasi adalah :
1) Tingkat kepentingan informasi
2) Sifat pesan
3) Kemungkinan pelaksanaannya
4) Tingkat kepastian dan kebenaran pesan
5) Kondisi pada saat pesan diterima
6) Penerima pesan
7) Cara penyampaian pesan
c. Saluran ( Channel )

Saluran komunikasi adalah media yang dilalui pesan. Jarang sekali komunikasi berlangsung
melalui hanya satu saluran, biasanya menggunakan dua, tiga atau empat saluran yang
berbeda secara simultan.
Contoh :

Dalam interaksi tatap muka, kita berbicara dan mendengarkan (saluran suara), tetapi kita
juga memberikan isyarat tubuh dan menerima isyarat ini secara visual (saluran visual). Kita
juga memancarkan dan mencium bau-bauan (saluran olfaktori) dan seringkali kita saling
menyentuh (saluran taktil). Media fisik yang sering digunakan di rumah sakit adalah telepon,
brosur, surat edaran, memo, internet , royal news, dll.
d. Penerima pesan ( Receiver )

Penerima pesan adalah orang yang menerima pesan dari sumber informasi (komunikator).
Penerima pesan akan menerjemahkan pesan (decoding) berdasarkan pada batasan
pengertian yang dimilikinya. Dengan demikian dapat saja terjadi kesenjangan antara yang
dimaksud oleh pengirim pesan dengan yang dimengerti oleh penerima pesan yang
disebabkan oleh adanya kemungkinan hadirinya ganguan / hambatan. Hambatan ini bisa
karena perbedaan sudut pandang, pengetahuan atau pengalaman, perbedaan budaya,
masalah bahasa dan lainnya. Pada saat menyampaikan pesan, pengirim pesan (komunikator)
harus memastikan apakah pesan telah diterima dengan baik atau tidak. Sementara
penerima pesan perlu berkonsentrasi agar pesan diterima dengan baik dan memberikan
umpan balik (feedback) kepada pengirim pesan.
e. Umpan balik

Umpan balik merupakan tanggapan komunikan terhadap pesan yang diberikan oleh
komunikator. Umpan balik dapat berupa tanggapan verbal atau non verbal dan sangat
penting sekali sebagai proses klarifikasi untuk memastikan tidak terjadi kesalahan dalam
menginterpretasikan pesan.Pada saat penerima pesan melakukan proses umpan balik,
pengirim pesan (komunikator) yang baik harus memiliki kemampuan sebagai berikut :
1) Cara berbicara

7
Komunikator harus menguasai cara berbicara termasuk cara bertanya (mengerti waktu
penggunaan pertanyaan tertutup dan terbuka), menjelaskan, klarifikasi, paraphrase,
intonasi.
2) Mendengar

Komunikator harus mendengarkan dengan baik umpan balik dari penerima pesan tanpa
memotong pembicaraannya.
3) Cara mengamati

Komunikator harus bisa mengamati cara berbicara komunikan misalnya bahasa non
verbal yang digunakan di balik ungkapan kata atau kalimatnya, gerakan tubuhnya.
4) Menjaga sikap

Komunikator harus menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa


tubuh) agar tidak mengganggu komunikasi dan untuk menghindari kesalahpaham dalam
mengartikan gerak tubuh yang dilakukan oleh komunikator.
f. Gangguan

Gangguan adalah segala sesuatu yang menghambat atau mengurangi kemampuan kita
untuk mengirim dan menerima pesan. Gangguan komunikasi ini meliputi :
1) Pengacau indra, misalnya suara terlalu keras atau lemah, bau menyengat, udara panas
dan lain-lain.
2) Faktor-faktor pribadi, antara lain prasangka, lamunan, dan lain-lain.

8
BAB II
RUANG LINGKUP

Pedoman komunikasi efektif ini diterapkan dilingkup rumah sakit yang ditujukan kepada :

a. Pemberi pelayanan saat memberikan informasi lisan atau melalui telepon tentang pelayanan,
jam operasional, dan proses untuk mendapatkan pelayanan dirumah sakit kepada masyarakat.
b. Antar pemberi pelayanan didalam dan keluar rumah sakit.
c. Petugas informasi saat memberikan informasi pelayanan rumah sakit kepada pelanggan
d. Petugas PKRS saat memberikan edukasi kepada pasien
e. Semua karyawan saat berkomunikasi via telpon dan lisan

Pelaksana pedoman ini adalah seluruh pemberi pelayanan, petugas laboratorium, petugas radiologi,
petugas informasi, pelaksana PKRS, dan semua karyawan di rumah sakit.

9
BAB III
TATA LAKSANA

3.1 Komunikasi Efektif Antara Staf Klinis Dengan Masyarakat

Pengertian komunikasi efektif adalah sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi
dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti
betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau informasi”. (Komaruddin, 1994;
Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994; Koontz & Weihrich, 1988). Komunikasi memiliki peran dalam
menyampaikan layana dan promosi kesehatan. Komunikasi kesehatan merupakan pertukaran pesan,
informasi, maupun gagasan mengenai kesehatan.

Masyarakat secara keseluruhan memiliki banyak pengaruh terhadap perilaku individ,


termasuk norma dan nilai, sikap dan pendapat, hukum dan kebijakan dan lingkungan fisik, ekonomi,
budaya dan informasi.
Komunikasi kesehatan memiliki beberapa peran penting yang diungkapkan oleh Centers of
Disease Control and Prevention diantaranya sebagai berikut:
Memengaruhi persepsi, kepercayaan, sikap dan norma sosial.
a. Tindakan cepat
b. Tingkatkan permintaan untuk layanan kesehatan
c. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran akan masalah kesehatan dan solusi kesehatan
d. Menunjukkan ketrampilan
e. Membantu menyatukan hubungan organisasi
f. Memperkuat pengetahuan, sikap dan perilaku
g. Advokat untuk masalah keseshatan atau kelompok social
h. Sangkal mitos dan kesalahpahaman

10
3.2. Komunikasi Efektif Antara Staf Klinis Dengan Pasien Dan Keluarga

Pelayanan rumah sakit tidak dapat dipisahkan dari peran komunikasi. Petugas dan tenaga
medis tidak dapat melaksanakan tahapan-tahapan dalam proses pelayanan kesehatan dengan baik
tanpa kemampuan berkomunikasi yang baik dengan pasien, teman, atasan dan pihak-pihak lain.
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit dalam
hubungan perawat dan pasien adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan
dengan tatap muka. Kemampuan perawat melakukan komunikasi verbal akan menentukan kualitas
asuhan yang diberikan. Dalam setiap tahapan pelaksanaan proses keperawatam, perawat selalu
menggunakan komunikasi verbal. Oleh karena itu perawat harus memahami hal-hal yang harus
diperhatikan dalam komunikasi verbal. Tahapan komunikasi dalam keperawatan meliputi tahap
pengkajian, perumusan diagnose, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
a. Tahap Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal proses pelayanan di rumah sakit yang dilakukan oleh petugas
registrasi/admisi dan perawat untuk mengumpulkan data pasien. Data tersebut diperlukan
sebagai dasar pelaksanaan proses keperawatan pada tahap selanjutnya.
Data pasien diperoleh dari :
1) Wawancara, terdiri dari :
a) Wawancara admisi

Wawancara ini dilakukan pada saat pertama kali pasien masuk rumah sakit dengan
tujuan untuk mendapatkan data umum atau identitas pasien.
b) Wawancara riwayat hidup

Wawancara ini dilakukan oleh perawat untuk mendapatkan informasi mengenai keluhan
pasien, riwayat kesehatan, perjalanan penyakit dengan tujuan untuk mengetahui alasan
pasien datang ke rumah sakit dan menjadi acuan rencana tindakan keperawatan.
c) Wawancara terapeutik

Wawancara ini ditekankan pada fakta, ide dan isi dalam rangka pengembangan
hubungan sehat yang bertujuan untuk membantu pasien mengidentifikasi masalahnya.
Wawancara ini memberikan peluang kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan,
mengenal dan mengetahu masa lalunya. Wawancara terapeutik banyak digunakan oleh
professional kesehatan seperti perawat, dokter, psikolog dan psikiater, biasanya
diterapkan pada pasien yang mengalami gangguan psikologis :
(1) Pemeriksaan fisik
(2) Pemeriksaan diagnostic (laboratorium, radiologi, dsb)
(3) Informasi/catatan dari tenaga medis lain dan dari keluarga pasien

Kemampuan berkomunikasi sangat berpengaruh pada kelengkapan data pasien. Oleh


karena itu, peningkatan komunikasi seorang perawat perlu mendapatkan perhatian.
Dalam berkomunikasi perawat perlu memperhatikan budaya yang berpengaruh pada
waktu dan tempat terjadinya komunikasi, penggunaan bahasa, usia dan perkembangan
pasien. Ada beberapa hal yang menjadi kendala bagi pasien dalam menyampaikan,

11
menerima dan memahami informasi yang diterimanya. Beberapa hal yang menjadi
kendala, antara lain :
(1) Kemampuan bahasa.

Perawat perlu memperhatikan bahasa yang mampu dipahami oleh pasien dalam
berkomunikasi karena penguasaan bahasa sangat berpengaruh terhadap persepsi dan
penafsiran pasien dalam menerima informasi yang sesuai.
(2) Ketajaman pancaindera.

Ketajaman pancaindera dalam mendengar, melihat, merasa dan mencium bau


merupakan faktor penting dalam komunikasi. Pasien akan dapat menerima pesan
komunikasi dengan baik apabila pancainderanya berfungsi baik. Bagi pasien yang
mengalami gangguan pendengaran, ada tahapan yang perlu diperhatikan dalam
melakukan pengkajian, yaitu informasi medik yang mengindikasikan adanya

kelemahan pendengaran, memperhatikan perlu/tidaknya pasien menggunakan alat


bantu dengar yang masih berfungsi, memperhatikan kemampuan pasien membaca
ekspresi wajah dan gerak bibir perawat, dan apakah pasien mampu menggunakan
gerak isyarat sebagai bentuk komunikasi non verbal.
(3) Kelemahan fungsi kognitif

Kerusakan yang melemahkan fungsi kognitif, misalnya tumor otak yang dapat
mempengaruhi kemampuan pasien untuk mengungkapkan dan memahami bahasa.
Dalam mengkaji pasien ini, perawat harus dapat menilai respon baik secara verbal
maupun non verbal yang disampaikan oleh pasien dalam menjawab pertanyaan.
(4) Gangguan struktural

Gangguan struktural tubuh terutama yang berhubungan langsung dengan organ suara
seperti mulut dan hidung dapat berpengaruh pada proses komunikasi.
b. Tahap perumusan diagnosa

Diagnosa dirumuskan berdasarkan data yang diperoleh dari tahap pengkajian. Perumusan
diagnosa keperawatan merupakan hasil penilaian perawat dengan melibatkan pasien dan
keluarganya, tenaga kesehatan lain yang berkenaan dengan masalah yang dialami pasien.
Diagnosa keperawatan yang tepat memerlukan sikap komunikatif perawat dan sikap kooperatif
pasien.
c. Tahap perencanaan

Pengembangan rencana tindakan keperawatan kepada pasien diperlukan interaksi dan


komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk menentukan alternative rencana keperawatan yang
akan diterapkan. Misalnya, sebelum memberikan makanan kepada pasien, perawat harus
terlebih dahulu mengetahui makanan yang sesuai bagi pasien. Rencana tindakan yang dibuat
oleh perawat merupakan media komunikasi antar tenaga kesehatan yang berkesinambungan
sehingga pelayanan dapat dilaksanakan secara teratur dan efektif.
d. Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Aktifitas ini memerlukan ketrampilan dalam berkomunikasi dengan pasien.Terdapat

12
dua katergori umum aktivitas perawat dalam berkomunikasi, yaitu saat mendekati pasien untuk
memenuhi kebutuhan dan saat pasien mengalami masalah psikologis. Pada saat menghadapi
pasien, perawat perlu :

1) Menunjukkan raut wajah yang mencerminkan ketulusan agar tercipta suasana saling
percaya saat berkomunikasi.
2) Kontak pandang yang menunjukkan perhatian dan kesungguhan perawat.
3) Fokus pada pasien.

4) Bersikap terbuka untuk menumbuhkan keberanian pasien dalam mengikuti tindakan


keperawatan yang dilakukan.

5) Mendengarkan secara seksama dan penuh perhatian untuk mendapatkan informasi dari
pasien. Perawat lebih banyak mendengarkan daripada berbicara. Hal ini akan
menumbuhkan kepercayaan pasien kepada perawat.
6) Mendengarkan keluhan pasien dan memahami perasaan.
7) Perawat mampu menjelaskan keadaan pasien.
8) Perawat mampu menjadi pembimbing dan konseling terhadap pasien.
9) Bersikap tenang selama berada di depan pasien.

Dalam berkomunikasi di rumah sakit, petugas dan tenaga medis harus melakukan proses verifikasi
terhadap akurasi dari komunikasi lisan dengan catat, baca kembali dan konfirmasi ulang (TBaK),
yaitu :
1) Pemberi pesan memberikan pesan secara lisan.

Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui sarana komunikasi seperti telepon.
Pemberi pesan harus memperhatikan kosa kata yang digunakan, intonasi, kekuatan suara (tidak
besar dan tidak kecil), jelas, singkat dan padat.
2) Penerima pesan mencatat isi pesan tersebut. (TULIS)

Untuk menghindari adanya pesan yang terlewat maka penerima pesan harus mencatat pesan
yang diberikan secara jelas.

3) Isi pesan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima pesan. (BACA) Setelah pesan dicatat,
penerima pesan harus membacakan kembali pesan tersebut kepada pemberi pesan agar tidak
terjadi kesalahan dan pesan dapan diterima dengan baik.

4) Penerima pesan mengkonfirmasi kembali isi pesan kepada pemberi pesan (KONFIRMASI) Pemberi
pesan harus mendengarkan pesan yang dibacakan oleh penerima pesan dan memberikan perbaikan
bila pesan tersebut masih ada yang kurang atau salah.

13
3.2. Komunikasi Efektif Dokter Dan Pasien

Dalam hubungan tenaga medis dan pasien, baik dokter maupun pasien dapat berperan
sebagai sumber atau pengrim pesan dan penerima pesan secara bergantian. Pasien sebagai
pengirim pesan, menyampaikan apa yang dirasakan atau menjawab pertanyaan tenaga medis
sesuai pengetahuannya. Sementara tenaga medis sebagai pengirim pesan, berperan pada saat
menyampaikan penjelasan penyakit, rencana pengobatan dan terapi, efek samping obat yang
mungkin terjadi serta dampak dari dilakukan dan tidak dilakukannya terapi tertentu. Dalam
penyampaian ini, tenaga medis bertanggung jawab untuk memastikan pasien memahami apa yang
disampaikan. Sebagai penerima pesan, dokter perlu berkonsentrasi dan memperhatikan setiap
pernyataan pasien. Untuk memastikan apa yang dimaksud oleh pasien, dokter sesekali perlu
membuat pertanyaan atau pernyataan klarifikasi.

Sikap professional dokter ditunjukkan ketika dokter berhadapan dengan tugasnya, yang
berarti mampu menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai dengan peran dan fungsinya, mampu
mengatur diri sendiri seperti ketepatan waktu pembagian tugas profesi dengan tugas-tugas pribadi
yang lain dan mampu menghadapi berbagai macam tipe pasien serta mampu bekerja sama dengan
profesi kesehatan yang lain.

Di dalam proses komunikasi dokter-pasien, sikap professional ini penting untuk menjalin
sambung rasa, sehingga pasien merasa nyaman, aman, dan dapat percaya kepada dokter yang
merupakan landasan bagi berlangsungnya komunikasi secara efektif (Silverman, 1998). Contoh
sikap dokter ketika menerima pasien :
a. Membukakan pintu atau berdiri ketika pasien datang.
b. Menyilakan masuk, pasien masuk terlebih dahulu baru dokter.
c. Memanggil/menyapa pasien dengan namanya.

d. Menyilakan duduk, menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa punya cukup waktu,
menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari tampak lelah).
e. Mengucapkan salam (“Selamat pagi/siang/sore/malam”)

f. Memperkenalkan diri, menjelaskan tugas/perannya (apakah dokter umum, spesialis, dokter


keluarga, dokter paliatif, konsultan gizi, konsultan tumbuh kembang, dan lain-lain).
g. Menilai suasana hati lawan bicara.
h. Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah/mimic, gerak/bahasa tubuh dari pasien)

i. Menatap mata pasien secara professional yang lebih terkait dengan makna menunjukkan
perhatian dan kesungguhan mendengarkan.
j. Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang tidak perlu.

k. Apabila pasien marah, menangis, takut dan sebagainya maka dokter tetap menunjukkan raut
wajah dan sikap yang tenang.
l. Melibatkan pasien dalam rencana medis selanjutnya atau pengambilan keputusan.
m. Memeriksa ulang segala sesuatu yang belum jelas bagi kedua belah pihak
n. Melakukan negosiasi atas segala sesuatu berdasarkan kepentingan kedua belah pihak
o. Membukakan pintu, atau berdiri ketika pasien hendak pulang.

14
Di dalam komunikasi dokter-pasien, ada dua tahap yang penting :
a. Tahap pengumpulan informasi
Dimulai dengan tahap penggalian informasi yang terdiri dari :
1) Mampu mengenali alasan kedatangan pasien.

Penggalian informasi akan berhasil apabila dokter mampu menjadi pendengar yang aktif
sehingga pasien dapat mengungkapkan kepentingan, harapan, kecemasannya secara
terbuka dan jujur. Hal ini akan membantu dokter dalam menggali riwayat kesehatannya
yang merupakan data-data penting untuk menegakkan diagnosis.
2) Penggalian riwayat penyakit

Penggalian riwayat penyakit (anamnesis) dapat dilakuakn melalui pertanyaan- pertanyaan


terbuka dahulu, yang kemudian diikuti dnegan pertanyaan tertutup yang membutuhkan
jawaban “ya” atau “tidak”. Inilah yang dimaksud dalam kotak kedua, dalam Van Dalen

(2005), dokter merupokan seorang ahli yang akan menggali riwayat kesehatan pasien
sesuai kepentingan medis.
Pertanyaan-pertanyaan terbuka yang dapat ditanyakan :
a) Bagaimana pusing tersebut Anda rasakan, dapat diceritakan lebih jauh?

b) Menurut Anda, pusing tersebut reda bila Anda melakukan sesuatu, meminum obat
tertentu atau bagaimana menurut Anda?
Sedangkan pertanyaan tertutup yang merupakan inti dari anamnesis meliputi :
a) Eksplorasi terhadap riwayat penyakit dahulu
b) Eksplorasi terhadap riwayat penyakit keluarga
c) Eksplorasi terhadap riwayat penyakit sekarang
Contoh menggunakan pedoman Macleod’s clinical examination seperti disebutkan
dalam Kurtz (1998) Macleod’s clinical examination :
a) Dimana dirasakan?
b) Sampai di bagian tubuh mana hal tersebut dirasakan?

c) Bagaimana karakteristik dari nyerinya, berdenyut-denyut? Hilang timbul? Nyeri terus


menerus?
d) Nyeri? Amat nyeri? Sampai tidak daoat melakukan kegiatan mengajar?
e) Berapa lama nyeri berlangsung? Sebentar? Berjam-jam? Berhari-hari?
f) Setiap waktu tertentu nyeri tersebut dirasakan? Berulang-ulang? Tidak tentu?

g) Apa yang membuatnya reda? Apa yang membuatnya kumay? Saat istirahat? Ketika
kerja? Sewaktu minum obat tertentu?
h) Adakah keluhan lain yang menyertainya ?
b. Tahap penyampaian informasi

Setelah tahap pengumpulan informasi dilakukan dengan akurat, maka dokter masuk ke
tahap penyampaian informasi. Tanpa informasi yang akurat di tahap pengumpulan
informasi, dokter dapat terjebak kedalam kecurigaan yang tidak beralasan. Secara ringkas
ada 6 (enam) hal penting yang harus diperhatikan agar efektif dalam berkomunikasi
dengan pasien, yaitu :
15
1) Materi informasi apa yang disampaikan

a) Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisi (kemungkinan rasa tidak nyaman/sakit


saat pemeriksaan).
b) Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis.

c) Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan diagnosis


(manfaat, resiko, efek samping/komplikasi).

d) Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk
menegakkan diagnosis.
e) Diagnosis, jenis atau tipe.

f) Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan kelebihan masing-
masing cara).
g) Prognosis
h) Dukungan ( support ) yang tersedia.
c. Siapa yang diberi informasi
1) Pasien, kalau pasiennya menghendaki dan kondisinya memungkinkan.
2) Keluarga atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien.

3) Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampu dan bertanggung jawab
atas pasien kalau kondisi pasien tidak memungkinkan untuk berkomunikasi sendiri
secara langsung.
d. Berapa banyak atau sejauh mana

1) Untuk pasien : sebanyak yang pasien kehendaki, yang dokter merasa perlu dengan
memperhatikan kesiapan mental pasien.

2) Untuk keluarga : sebanyak yang pasien/keluarga kehendaki dan sebanyak yang


dokter perlukan agar dapat menentukan tindakan selanjutnya.
e. Kapan menyampaikan informasi Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan.
f. Dimana menyampaikannya
1) Di ruang praktik dokter.
2) Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat.
3) Di ruang diskusi.
4) Di tempat lain yang pantas, atas persetujuan bersama, pasien/keluarga dan dokter.
g. Bagaimana menyampaikannya

Agar tujuan komunikasi tercapai, seorang dokter harus menjadi pendengar yang aktif. Hal-
hal yang harus diperhatikan adalah :
1) Perhatikan sikap non verbal pasien

a) Bila terlihat amat lemas, tentunya dokter member kesempatan untuk berbaring,
duduk ataupun yang dapat membantunya selama proses konsultasi.

b) Bila terlihat amat memperhatikan penjelasan dokter, maka dokter dapat


meneruskan penjelasannya, dengan melakukan periksa silang (cross check ),
apakah pasien merasa sudah jelas atau belum.

16
c) Bila pasien terlihat tergesa-gesa, dokter dapat menawarkan segala sesuatu yang
membuat proses konsultasi berlangsung cepat dengan cara bernegosiasi dengan
pasien. Bila perlu pasien dapat datang lagi di kesempatan berikutnya.

d) Bila pasien terlihat ingin bertanya tetapi ragu-ragu, maka dokter hendaknya
member kesempatan pasien untuk berbicara.
2) Mulai dengan pertanyaan terbuka
Contoh : “Bagaimana keadaan Bapak hari ini?”
“Apa yang Ibu ingin sampaikan atau ingin didiskusikan hari ini?”

3) Dengarkan keluhan pertama kali yang disampaikan pasien yang belum tentu keluhan
medis. Contoh : “Sekarang susah ya, mencari pekerjaan…”
“Harga sembako semakin mahal saja ya..”
4) Fasilitasi keluhan pasien dengan :
a) Mendengarkan aktif jawaban pasien, tanpa interupsi.

b) Menanggapi dengan ucapan, “Baik…” atau “Oke…” atau “Aha…”, atau


mengganggukkan kepala.

c) Merespon atau memberikan umpan balik maupun klarifikasi dengan pertanyaan


atau jawaban pada waktu yang tepat.
5) Tanyakan bila ada keraguan.

6) Konfirmasi maupun negosiasi agenda hari ini dengan mengikutsertakan pendapat


atau putusan pasien, “Jadi Bapak mengeluhkan tentang pusing dan kelelahan, apakah
ada lagi yang ingin disampaikan?”… Kalau tidak, bisakah kita mulai sesi hari ini
dengan…. kemudian dilanjutkan dengan…?”

3.3 Komunikasi Efektif Antar Staf Klinis

Dalam memberikan pelayanan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Cempaka Az-Zahra , antar
pemberi layanan melakukan komunikasi dengan teknik SBAR. SBAR merupakan suatu teknik
komunikasi yang dipergunakan dalam melakukan identifikasi terhadap pasien sehingga mampu
meningkatkan kemampuan komunikasi antara perawat dengan dokter. Dengan komunikasi
SBAR ini maka perawat dapat memberikan laporan mengenai kondisi pasien lebih informatif dan
terstruktur.

SBAR merupakan kerangka acuan dalam pelaporan kondisi pasien yang memerlukan
perhatian dan tindakan segera. Teknik SBAR terdiri atas unsur Situation, Background,
Assessment, Recommendation. Pada prinsipnya, SBAR merupakan komunikasi standar yang ingin
menjawab pertanyaan, yaitu apa yang terjadi, apa yang diharapkan oleh perawat dari dokter
yang dihubungi dan kapan dokter harus mengambil tindakan. Empat Unsur Sbar :

a. Situation

Menjelaskan kondisi terkini dan keluhan yang terjadi pada pasien. Misalnya : penurunan
tekanan darah, gangguan irama jantung, sesak nafas, dll.

17
b. Background

Menggali informasi mengenai latar belakang klinis yang menyebabkan timbulnya keluhan
klinis. Misalnya : Riwayat alergi obat-obatan, hasil pemeriksaan laboratorium yang sudah
diberikan, hasil pemeriksaan penunjang, dll.
c. Assessment

Penilaian/pemeriksaan terhadap kondisi pasien terkini sehingga perlu diantisipasi agar


kondisi pasien tidak memburuk.
d. Recommendation

Merupakan usulan sebagai tindak lanjut, apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi
masalah pasien saat ini. Misalnya : menghubungi dokter, mengarahkan pasien untuk
melakukan pemeriksaan penunjang, dll.

Contoh laporan perawat ke dokter dengan menggunakan SBAR (Haig, K.M., dkk.,2006) :

Situation (S) • Sebutkan nama Anda dan unit


• Sebutkan identitas pasien dan nomor kamar pasien.
• Sebutkan masalah pasien tersebut (misalnya sesak nafas, nyeri dada,
dsb.
Background (B) • Sebutkan diagnosis dan data klinis pasien sesuai kebutuhan :
• Status kardiovaskular (nyeri dada, tekanan darah, EKG, dsb.)
• Status respirasi (frekuensi pernafasan, Sp02, analisis gas darah, dsb.)
• Status gastro-intestinal (nyeri perut, muntah, perdarahan, dsb.)
• Neurologis (GCS, pupil, kesadaran, dsb.)
• Hasil laboratorium/pemeriksaan penunjang lainnya.
Assessment (A) Sebutkan problem pasien tersebut :
• Problem kardiologi (syok kardiogenik, aritmia maligna, dsb.)
• Problem gastro-intestinal (perdarahan massif dan syok)
Recommendation (R) Rekomendasi (pilih sesuai kebutuhan) :
• Saya meminta dokter untuk :

Memindahkan pasien ke ICU

Segera datang melihat pasien

Mewakilkan dokter lain untuk datang

Konsultasi ke dokter lain
• Pemeriksaan atau terapi apa yang diperlukan :

Foto rontgen

Pemeriksaan analisi gas darah

Pemeriksaan EKG

Pemberian oksigenasi

Beta 2 agonis nebulizer

18
BAB IV
DOKUMENTASI

4.1. Komunikasi Asuhan Dan Edukasi


Komunikasi di rumah sakit memiliki dua tujuan, yaitu :
a. Komunikasi Informasi Asuhan

Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan ini biasa dilakukan oleh
petugas customer service, registrasi dan admission yang meliputi :
1) Jam pelayanan
2) Pelayanan yang tersedia
3) Cara mendapatkan pelayanan

4) Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika kebutuhan
pasien melebihi kemampuan rumah sakit. Contoh sikap petugas customer service,
registrasi dan admission ketika menerima pasien :
a) Berdiri ketika pasien datang.

b) Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri (“Selamat pagi/siang/sore/malam,


saya (nama)”).
c) Mempersilahkan pasien duduk,
d) Menanyakan nama pasien (“Maaf dengan Bpk/Ibu?”).
e) Tawarkan bantuan kepada pasien (“Ada yang bisa dibantu Bpk/Ibu (nama)?”)

f) Menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa punya cukup waktu,


menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari tampak lelah).
g) Menilai suasana hati lawan bicara.

h) Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah/mimic, gerak/bahasa tubuh dari


pasien).

i) Menatap mata pasien secara professional yang lebih terkait dengan makna
menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan.
j) Memberikan informasi yang diperlukan oleh pasien.

k) Memberikan informasi jadwal praktek/paket dan langsung tanyakan apakah mau


dibantu untuk dibuatkan perjanjian.

l) Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang tidak


perlu.
m) Memberikan solusi yang tepat dan cepat bila ada keluhan yang disampaikan.

n) Apabila pasien marah, menangis, takut dan sebagainya maka dokter tetap
menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang.

o) Menawarkan kembali bantuan kepada pasien (“Ada lagi yang bisa kami bantu
Bpk/Ibu?”).

p) Mengucapkan salam penutup (“Terima kasih atas waktunya Bpk/Ibu. Apabila ada
lagi yang bisa saya bantu, kami siap melayani dengan sepenuh hati.”)
q) Berdiri ketika pasien hendak pulang.

19
b. Komunikasi Edukasi Pasien dan Keluarga Pasien

Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien
sehingga pasien dan keluarga pasien bisa memahami pentingnya mengikuti proses
pengobatan yang telah ditetapkan. Terdapat 3 tahap dalam pemberian edukasi :
1) Tahap asesmen pasien

Sebelum melakukan edukasi, pertama-tama petugas menilai kebutuhan edukasi pasien


dan keluarga pasien berdasarkan formulir asesmen kebutuhan edukasi.
Hal-hal yang harus di perhatikan :
a) Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.
b) Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan.
c) Hambatan emosional dan motivasi.
d) Keterbatasan fisik dan kognitif.
e) Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.
2) Tahap penyampaian informasi dan edukasi yang efektif

Cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif tergantung pada hasil asesmen
pasien, yaitu :

a) Jika pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang maka proses
komunikasi edukasinya bisa langsung dijelaskan kepada pasien sesuai dengan
kebutuhan edukasinya.

b) Jika pasien memiliki hambatan fisik (tuna rungu dan tuna wicara) maka proses
komunikasi edukasinya dapat disampaikan dengan menggunakan media cetak seperti
brosur yang diberikan kepada pasien dan keluarga sekandung (istri, anak, ayah, ibu
atau saudara sekandung) dan menjelaskannya kepada

c) Jika pasien memiliki hambatan emosional (pasien marah atau deperesi) maka proses
komunikasi edukasinya juga dapat disampaikan dengan menggunakan media cetak
seperti brosur dan menyarankan pasien untuk membacanya. Apabila pasien tidak
mengerti materi edukasi, pasien bisa menghubungi medical information .
3) Tahap verifikasi

Pada tahap ini, petugas memastikan kepada pasien dan keluarga mengenai kejelasan dan
pemahaman materi edukasi yang diberikan :

a) Apabila pada saat pemberian edukasi, pasien dalam kondisi baik dan senang maka
verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kembali edukasi yang telah
diberikan.

b) Untuk pasien yang mengalami hambatan fisik maka verifikasi dpat dilakukan dengan
cara menanyakan kepada keluarganya engan pertanyaan yang sama, yaitu “Apakah
Bapak/Ibu bisa memahami materi edukasi yang kami berikan?”

c) Untuk pasien yang mengalami hambatan emosional (marah atau depresi) maka
verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kepada pasien mengenai sejauh
mana pasien telah mengerti tentang materi edukasi yang diberikan melalui brosur.

20
Proses pertanyaan ini bisa melalui telepon atau datang langsung ke kamar pasien
setelah pasien tenang.

Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan komunikasi yang disampaikan
dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Apabila pasien mengikuti semua arahan dari
rumah sakit, diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien

21
DAFTAR PUSTAKA
Jefkins, Frank. 1996. Public Relations (terjemahan). Jakarta: Penerbit Erlangga

Moore, Frazier. 2000. Hubungan Masyarakat, Prinsip, Kasus dan Masalah. Jilid 2, (terjemahan) Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Muhammad, Arini. 1995. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara
Robbins, Stephen P. 2001. Perilaku Organisasi, Konsep, Kontoversi, Aplikasi.Jilid I (terjemahan). Jakarta:
PT Prenhallindo

Ruslan, Rosadi. 1999. Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Suranto. 2003. Komunikasi Organisasi. Diktat. Yogyakarta: Politeknik PPKP.
Wursanto. 1989. EtikaKomunikasi Kantor. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Wayne, Pace & Faules, Don F. 1998. Komunikasi Organisasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

22

Anda mungkin juga menyukai