Anda di halaman 1dari 16

Model Komunikasi dokter pasien

Komunikasi dokter pasien merupakan elemen yang penting yang


menentukan kualitas interaksi dokter pasien untuk menjaga kepercayaan
pasien, dan kemampuan dokter untuk mengobati pasien dengan perhatian,
empati, kejujuran dan sensitivitas. Komunikasi dokter-pasien adalah hubungan yang
berlangsung antara dokter/dokter gigi dengan pasiennya selama proses pemeriksaan/
pengobatan/ perawatan yang terjadi di ruang praktik perorangan, poliklinik, rumah sakit,
dan puskesmas dalam rangka membantu menyelesaikan masalah kesehatan pasien.
Prof. Dr. L. Jan Slikerveer dari Universitas Leiden Belanda menyampaikan ada 4 model
komunikasi antara dokter pasien yaitu:
1. Model of Activity Passivity Relationship
Hal ini diibaratkan suatu komunikasi yang terjalim antara orang tua dengan anak kecil atau
anak balita, dimana dokter bertindak sebagai orang tua yang aktif memerintah inidan itu, dan
pasien dibaratkan anak kecil yang akan menurut dan tidak dapat mengungkapkan berbagai
keluhan dan rasa sakit yang dirasakan yang menyebabkan dia berobat ke dokter.
2. Model of Guidance Cooperation Relationship
Model ini diibartkan seperti sebuah komunikasi antara orang tua dengan anak yang sudah
beranjak dewasa. orang tua tetap sebagai

penentu

suatu kebijakan tunggal, namun

kebijakna tersebut bersifat arahan bukan perintah.


3. Model of Mutual Participation Relationship
Diiibarat sebagai dua orang yang yang saling bekerjasama. Dan melengkapi satu sama lain.
Dokter bukan satu-satunya pihak aktif, melainkan pasien juga ikut terlibat secara aktif karena
pasien juga

menyampaikan berbagai hal yang ingin dia ungkapkan kepada dokter

sehubungan dengan penyakit yang yang dirasakannya.


4. Model of Provider Consumer Relationship
Pada model ini pasien diibaratkan sebagai konsumen. dimana disebutkan konsumen adalah
raja dan dokter adalah pelayan.Pada model ini tugas dokter adalah memberikan pelayanan
terbaiknya untuk si konsumen.
Model yang baik dan disarankan untuk diterapkan dalam komunikasi kesehatan antar
dokter dan pasien adalah \ model ketiga dan keempat.Hal ini dimaksudkan supaya meningkatkan
tingkat kesehatan pada masyarakat, karena setelah dilakukan berbagai survei membuktikan
bahwa salah satu faktor penting yang menentukan kesembuhan pasien adalah sikap positif yang
ditunjukkan oleh dokter dalam berkomunikasi dengan sang pasien.

Terdapat empat langkah yang terangkum dalam satu kata untuk melakukan komunikasi,
yaitu SAJI (Poernomo, Ieda SS, Program Family Health Nutrition, Depkes RI, 1999).
S = Salam
A = Ajak Bicara
J = Jelaskan
I = Ingatkan
Secara rinci penjelasan mengenai SAJI adalah sebagai berikut.
Salam:
Memberi salam,

dan menyapa pasien, ini akan menunjukkan bahwa anda bersedia

meluangkan waktu untuk berbicara dengannya.


Ajak Bicara:
Bentuklah sebuah komunikasi secara dua arah. Jangan hanya bicara sendiri. Dokter harus
mendorong pasien mau dan dapat mengemukakan pikiran dan perasaannya secara rinci.
Tunjukan kepada pasien bahwa dokter mau mendengarkan menghargai pendapatnya, dapat
memahami kecemasannya dan ketakutkan akan penyakitnya, serta mengerti perasaannya. Dokter
bias menggunakan pertanyaan terbuka maupun tertutup dalam usaha menggali informasi.
Jelaskan:
Memberikan kepada pasien penjelasan mengenai hal-hal yang tidak dia pahami dan
yang menjadi perhatiannya, yang ingin pasien ketahuinya, dan yang akan dijalani atau
dihadapinya agar pasien tidak terjebak oleh pikirannya sendiri. Dokter harus dapat meluruskan
pikiran pasien supaya tidak terjadi kekeliruan pasien terhadap penyakitnya. Dokter juga harus
merikan penjelasan mengenai penyakit, terapi, atau apapun secara jelas dan detil.
Ingatkan:
Percakapan yang dilakukan antar dokter pasien mungkin memasukkan berbagai materi
secara luas, yang tidak mudah mungkin diingat oleh pasien semuanya. Di bagian akhir
percakapan, ingatkan dia untuk hal-hal yang penting

dan menjadi pokok percakapan dan

melakukan koreksi untuk persepsi yang keliru. Serta melakukan klarifikasi kepada pasien telah
mengerti benar, maupun klarifikasi terhadap hal-hal yang masih belum jelas bagi kedua belah
pihak serta mengulang kembali akan pesan-pesan kesehatan yang penting.
Komunikasi efektif dapat terjadi apabila pesan diterima dan dimengerti oleh pasien
sebagaimana dimaksud oleh si pengirim pesan yaitu snag dokter, kemudian pesan tersebut

ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal
itu (Hardjana, 2003). Model proses komunikasi digambarkan Schermerhorn, Hunt & Osborn
(1994) sebagai berikut:

Sumber (source) atau kdisebut juga pengirim pesan adalah orang yang menyampaikan
pemikiran atau informasi yang dimilikinya. Pengirim pesan tersebut bertanggungjawab dalam
menerjemahkan ide atau pemikiran (encoding) menjadi sesuatu yang berarti, jelas dan akurat
yang

mana dapat berupa pesan verbal, tulisan, dan atau non verbal, atau kombinasi dari

ketiganya. Pesan ini dikomunikasikan melalui saluran (channel) yang sesuai dengan kebutuhan.
Pesan kemudian diterima oleh penerima pesan (receiver). Penerima akan menerjemahkan
pesan tersebut (decoding) berdasarkan batasan batasan yang dapat dimengerti di penerima pesan.
Namun dapat terjadi kesenjangan antara yang dimaksud oleh pengirim pesan dengan yang
dimengerti oleh penerima pesan yang disebabkan kemungkinan adanya penghambat (noise).
Penghambat dalam pengertian ini bisa diakibatkan oleh perbedaan sudut pandang, pengetahuan
atau pengalaman, perbedaan budaya, masalah bahasa, dan lainnya.
Pada saat menyampaikan isi pesan, pengirim harus memastikan apakah pesan tersebut
dapat diterima dengan baik. Sementara penerima pesan perlu berkonsentrasi agar pesan diterima
dengan baik, tepat dan jelas dan kemudian dapat memberikan umpan balik (feedback) kepada

pengirim. Umpan balik

sangat penting dalam komunikasi dokter pasien sebagai proses

klarifikasi untuk memastikan tidak terjadi kesenjangan dalam pemikiran dan salah interpretasi.
Dalam hubungan dokter-pasien, baik dokter maupun pasien dapat berperan sebagai
sumber atau pengirim pesan dan penerima pesan secara bergantian. Ketika pasien bertindak
sebagi pengirim pesan,

pasien harus menyampaikan apa yang dirasakan atau menjawab

pertanyaan dokter sesuai pengetahuannya. Sementaradokter sebagai pengirim pesan, berperan


pada saat menyampaikan penjelasan penyakit, rencana pengobatan yang akan dilakukan dan
terapi yang akan diberikan, efek samping obat yang mungkin terjadi, serta dampak dari
dilakukan atau tidak dilakukannya terapi tertentu serta prognosis dalam penyakit tersebut. Dalam
penyampaian ini, dokter bertanggung jawab untuk memastikan apakah pasien sudah memahami
seluruh yang hal yang disampaikanagar tidak terjadi kekeliruan.
Sebagai penerima pesan, dokter perlu berkonsentrasi dan memperhatikan secara detail
setiap pernyataan pasien. Untuk memastikan apa yang dimaksud oleh pasien, dokter sesekali
perlu membuat pertanyaan atau pernyataan klarifikasi. Mengingat kesenjangan informasi dan
pengetahuan yang ada antara dokter dan pasien, dokter perlu mengambil peran aktif. Ketika
pasien dalam posisi sebagai penerima pesan, dokter perlu secara proaktif memastikan apakah
pasien benar-benar memahami pesan yang telah disampaikannya.
Misalnya dalam menginterpretasikan kata panas. Dokter yang mempunyai pasien
berumur dua tahun memesankan kepada ibu pasien, Kalau dia panas, berikan obatnya.
Pengertian panas oleh ibu pasien mungkin saja berbeda dengan yang dimaksudkan oleh dokter.
Dokter perlu mencari cara untuk memastikan si ibu mempunyai pemahaman yang sama,
misalnya dengan menggunakan ukuran yang tepat, yaitu termometer. Dokter dapat mengajarkan
cara menggunakan termometer untuk mengetahui keadaan anaknya. Si ibu diminta memberikan
obat yang telah diresepkan dokter kepada anaknya apabila suhu tubuh anak mencapai angka
tertentu yang dimaksud dokter mengalami panas.
Dalam dunia medik, warna ukuran rasa yang berbeda, merupakan hal yang amat vital,
karena bisa membedakan intensitas radang, intensitas nyeri, yang pada akhirnya bermuara pada
perbedaan diagnosis maupun jenis obat yang harus diminum. Peran dokter sebagai fasilitator
pembicaraan amat penting agar tidak terjadi salah interpretasi antara dokter dan pasien .

Pedoman komunikasi dokter pasien


Kemampuan yang dapat membuat perbedaan komunikasi antara dokter dan pasien adalah
kemampuan proses komunikasi Observation Guide (CC Guide) atau pedoman komunikasi
Calgary Cambridge.

Pedoman

komunikasi

Calgary Cambridge

menggambarkan

dan

mendefinisikan 71 keterampilan klinik dasar yang perlu digunakan dalam proses komunikasi
dokter-pasien. Tujuan Calgary Cambridge Guide adalah untuk mengidentifikasi komponen
keterampilan yang diperlukan dokter agar mempu memberi kosultasi dengan baik. Calgary
Cambridge Guide dikembangkan oleh Tim dari Calgary University di Canada dan Cambridge
University di Inggris. Calgary Cambridge Guide akan berlanjut untuk pengolahan dan
dikembangkan dalam penelitian. Struktur yang terdapat Calgary Cambridge di dalam Calgary
Cambridge Guide terdapat dalam semua wawancara kedokteran yang terdiri dari : memulai
wawancara, memberi informasi, membangun relasi, penjelasan dan perencanaan, dan menutup
wawancara.

Gambar 2. Kerangka Konsep Calgary Cambridge Guide6,7


Dari diagram di atas bisa dilihat bahwa tahap tahap komunikasi dokter-pasien adalah :
1.
2.
3.
4.

Memulai wawancara (initiating the session)


Mengumpulkan informasi (gathering information)
Penjelasan dan Perencanaan (explanation and planning)
Menutup wawancara (closing the session)

Pada waktu melaksanakan tahap tahap komunikasi dokter pasien tersebut ada dua hal yang
harus diperhatikan, yaitu :

Kemampuan dalam menjalin hubungan / sambung rasa antara dokter dengan pasien

(building the relationship).


Kemampuan dalam membuat struktur wawancara (structuring the consultation).

Jadi kemampuan dalam menjalin hubungan dan kemampuan dalam membuat struktur
wawancara harus selalu digunakan secara tepat pada tiap tahapan komunikasi dokter-pasien. Bisa
dikatakan ketiga hal tersebut harus bisa berjalan secara paralel pada saat berlangsungnya
wawancara antar dokter pasien.
a. Memulai Wawancara ( Initiating The Session )
Ada 5 tujuan pada tahap ini, yaitu :
1. Membentuk / menciptakan suatu lingkungan yang mendukung
2. Membangun suatu kesadaran mengenai status emosional pasien.
3. Mengidentifikasi secara lengkap semua permasalahan yang ada pada pasien sehingga dia
datang ke dokter.
4. Membuat suatu persetujuan terhadap agenda atau rencana konsultasi antar dokter dan pasien.
5. Membuat keterlibat pasien dalam suatu proses kolaboratif.
Keterampilan yang dibutuhkan pada tahap memulai wawancara
1. Persiapan
Menghilangkan dan mengesampingan semua perasaan dan emosi pribadi yang ada.
Buatlah diri sendiri merasa nyaman .
Membaca mengenai informasi dan bahan yang relevan terlebih dahulu.
2. Membangun sebuah hubungan baik dengan pasien
Sapalah dengan ramah saat pertama bertemu dengan pasien (mengucapkan selamat pagi,
siang, selamat sore, halo, atau yang lainnya; sapalah dengan ramah menggunakan nama

pasien, menatap mataya, kemudiam menjabat tangannya).


Lalu mersilahkan pasien untuk duduk di depan anda (gunakan bahasa verbal dan non

verbal yang jelas dan tidak banyak berbasa basi).


Berikan kepada pasien perhatian yang utuh/ menyeluruh pada pasien. Jangan melihat hal

hal lain atau menyibukkan diri dengan dengan hal hal lainnya .
Klarifikasi kembali identitas pasien sudah benar atau belum (bila identitas pasien belum

anda ketahui).
Perkenalkan diri anda dan peran anda dengan ramah dan sopan

(misalnya : saya

Chalista dokter muda yang bertugas menjadi assisten dokter Budiman. Saya di sini
bertugas untuk mengumpulkan informasi mengenai keluhan dan penyakit ibu sebelum

ibu diperiksa oleh dokter Budiman).


Bila dianggap perlu, sebutkan waktu yang tersedia.
Sebutkan juga bahwa anda akan mencatat seluruh keterangan keterangan yang

dianggap penting yang diberikan oleh pasien.


3. Mengidentifikasi alasan kunjungan

Meggunakanlah pertanyaan terbuka (misalnya : Apakah ada yang bisa saya bantu,

Bu ? Bapak ada keluhan apa?, kok sampai bapak berkunjung kemari ,dll)
Mendengarkan semua keluhan pasien secara aktif, tetapi jangan sampai melakukan
interupsi terhadap keluhan pasien atau memberi arahan terhadap pasien (kecuali untuk

kasus-kasus khusus).
Gunakanlah bahasa non verbal seperti anggukan, senyuman,atau bisa juga menggunakan
bahasa verbal yang netral seperti : ya, he-em, , terus, oh..ya dengan tujuan agar
pasien bisa terbantu dan merasa diperhatikan untuk terus melanjutkan pernyataan ata

ucerita mengenai alasan utama mereka datang ke dokter.


Buat ringkasan cerita/ rangkuman atau informasi dari pasien, lalu konfirmasi kembali ke
pasien apakah persepsi anda itu sudah benar apakah ada yang terasa kurang? Selanjutnya
tanyakan apakah ada gejala atau hal lain yang menjadi keluhan (screening) yang belum
diceritakan? Contoh : Jadi masalah utama bapak adalah nyeri dada dan sesak nafas ?

Apakah masih ada keluhan yang lain ?


4. Menyusun agenda wawancara
Jelaskan pada pasien tahaptahap pemeriksaan yang akan dilakukan oleh dokter.
Negosiasikan kepada pasien mengenai berpa lama waktu yang dibutuhkan untuk p
melakukan emeriksaan, agenda pemeriksaan, dll.
b. Mengumpulkan Informasi ( Gathering Information )
Tahap ini sering disebut dengan tahap anamnesis. Pada tahap ini terdapat empat tujuan utama ,
yaitu :
1. Mendapatkan semua data biofisik atau sejarah penyakit dengan lengkap dan akurat, supaya
dapat mengenali pola yang bisa diasosiasikan dengan suatu penyakit tertentu.
2. Mengeksplorasi dan memahami perspektif pasien, agar dokter bisa memahami segala arti
gejala serta penyakit tersebut bagi pasien.
3. Menyusun wawancara yang berstruktut antara dokter-dan pasien sedemikian rupa sehingga
dapat mendukung proses diagnostic reasoning dalam waktu seefisien dan seefektif mungkin .
4. Melibatkan partisipasi pasien dalam suatu proses interaktif, dengan cara selalu memelihara
sambung rasa dengan pasien,simpati dan memberikan respon serta dukungan pada
keterlibatan mereka.
Supaya dapat mendapatkan data biofisik atau sejarah penyakit dengan lengkap dan akurat
dokter harus mengacu pada pertanyaan yang sistematis dan berstruktur, yaitu dengan

berpedoman terhadap empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dan tujuh butir mutiara
anamnesis (The Sacred Seven).
Yang dimaksud dengan empat pokok pikiran, adalah melakukan anamnesis dengancara
mencari data :

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)


Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat sosial dan ekonomi yang dimaksud dengan tujuh butir mutiara anamnesis, yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)


Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)
Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)
Kualitas keluhan (rasanya seperti apa ?)
Faktor-faktor yang memperberat ?
Faktor-faktor yang memperingan ?
Analisis sistem yang menyertai keluhan utama

c.

Penjelasan Dan Perencanaan ( Explanation and Planning )

Pada tahap ini ada 3 hal yang penting, yaitu :


a) Memberikansemua informasi penting dalam jumlah serta jenis yang tepat.
b) Mencapai suatu pemahaman bersama antara dokter dan pasien : terutama dalam hal kerangka
penyakit pasien.
c) Perencanaan : membuat sebuah keputusan bersama antara dokter dengan pasien.
Tujuan tahap ini adalah :
1. Memberikan informasi yang tepat dan menyeluruh namun juga memperhatikan kebutuhan
masing masing pasien terhadap suatu informasi tersebut.
2. Menyediakan penjelasan dengan bahasa yang mudan yang dapat dipahami oleh pasien yang
berkaitan dengan perspektif pasien terhadap masalah.
3. Menemukan perasaan dan pemikiran pasien yang berhubungan dengan informasi yang
diberikan.
4. Mendorong untuk terjadinya sebuah interaksi / hubungan timbal balik (bukan hubungan
searah).
5. Membuat pasien menjadi paham tentang proses pengambilan keputusan.
6. Melibatkan pasien dalam mengambil sebuah keputusan ( sampai dengan tingkat / level yang
diinginkan pasien ).
7. Meningkatkan komitmen pasien terhadap rencana yang telah tepat.
d. Menutup Wawancara ( Closing The Session )
Tujuan :

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Mengkonfirmasi rencana perawatan yang akan dilakukan.


Mengklarifikasi langkah selanjutnya yang akan ditempuh oleh dokter maupun pasien.
Menetapkan rencana rencana yang akan mungkin akan ditempuh bila ada situasi darurat.
Memaksimalkan kepatuhan pasien dan outcome perawatan terhadap pasien.
Penggunaan waktu konsultasi yang efisien.
Menjaga agar pasien tetap merasa sebagai bagian dari proses kolaboratif, serta membangun
sebuah hubungan dokter-pasien yang baik untuk masa selanjutnya.

Keterampilan yang diperlukan pada tahap ini adalah :


a.
b.
c.
d.

Kemampuan untuk membuat suatu ringkasan dari wawancara (end summary)


Membuat suatu kesepakatan bersama antar dokter dan pasien (contracting)
Pengamanan terhadap hal yang tidak diharapkan (safety-netting)
Pengecekan kembali untuk yang terakhir (final checking).

1. Membuat ringkasan ( summarising )


Jadi yang akan dilakukan adalah membuat ringkasanakhir dari sesi wawancara yang
telah dilakukan oleh dokter tehadap pasien danringkasan tentang rencana perawatan / tindak
lanjut yang direncanakan untuk selanjutanya.
2. Membuat kesepakatan ( contracting )
Tahap ini meliputi membuat persetujuan atau kesepakatan mengenai langkah langkah
yang akan ditempuh selanjutnya, juga mengenai tanggung jawab masing masing pihak
(pihak dokter maupun pasien).
Contoh :
Meminta pasien untuk menghubungi anda (dokter) kembali bila hasil pemeriksaan rontgen

sudah ada hasilnya.


Meminta pasien untuk meminum sampai habis obat yang telah diresepkan sesuai dengan
ketentuan dan dosis yang tepat, dan sesudah itu segera menghubungi dokter kembali jika

terdapat perbaikan maupun tidak ada perbaikan.


Memberitahukan kepada pasien bahwa anda akan menghubungi dokter bedah yang akan

menangani pasien lebih lanjut.


Memberitahukan pada pasien bahwa anda akan memeriksa kembali kondisi pasien besok pagi

dll.
3. Pengamanan terhadap hal yang tidak diharapkan ( safety-netting )
Tahap ini merupakan tahap dimana mmeberitahukan pada pasien apabila terjadi peristiwa
atau terdapat perkembangan yang tidak diharapkan. Tidak ada jaminan yang pasti bahwa segala
hal yang sudah direncanakan bisa berjalan dengan baik dan sesaui dengan harapan. Untuk itu

sejak

awal

hal

tersebut

sudah

harus

dibicarakan

dengan

pasien,

termasuk

cara

mengatasinya. Adapun hal-hal yang perlu diberitahukan kepada pasien adalah sebagai berikut
a. Jelaskan ulang apa saja yang diharapkan akan terjadi.
b. Bagaimana cara mengenali secara dini bila muncul hal hal yang tidak dikehendaki.
c. Bagaimana cara pasien mencari bantuan bila muncul hal hal yang tidak diharapkan.
d. Perubahan yang mungkin terjadi terhadap rencana yang telah disepakati bersama, ataupun
perubahan terhadap hasil diagnosis.
Contoh :
Bu, anak anda diharapkan akan segera membaik dalam 24 jam ini. Akan tetapi bila nanti dalam
jangka waktu 24 jam tersebut anak anda masih terus untah muntah dan tidak adacairan yang
bisa masuk, anda harus segera membawa anak anda ke rumah sakit. Bila anak anda mengalami
dehidrasi, kemungkinan besar dia harus diobservasi di rumah sakit
4. Pengecekan terakhir ( final checking )
Harus dilakukan pengecekan terakhir, apakah pasien mengerti tentang hal yang sudah
dibicarakan dan merasa senang /nyaman baik dengan rencana yang telah dibuat , prosedur
apa saja yang harus diikuti, maupun terhadap segala hal yang harus dilakukan bila muncul
hal-hal yang tidak diharapkan.
e.

Kemampuan Menstruktur Wawancara


Kemampuan menstruktur suatu wawancara dibutuhkan untuk mengendalikan supaya

konsultasi/ wawancara tersebut tidak berjalan ke segala arah tanpa memiliki suatu tujuan yang pasti. Ada
beberapa keterampilan pokok yang termasuk dalam kemampuan menstruktur wawancara , yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Penyaringan (screening)
Negosiasi (negotiation)
Penentuan Agenda (agenda setting)
Pengarahan (signposting)
Meringkas (internal summarising)
Peruntunan (sequencing)

1. Penyaringan ( screening )
Penayringan

adalah suatu cara yang disengaja untuk memeriksa kembali bersama

dengan pasien apakah ada gejala atau tanda tanda lain atau persepsi lain yang dilupakan
atau belum disebutkan oleh pasien.
2. Negoisiasi ( negotiation )
3. Penentuan agenda ( agenda setting )
A. Manfaat agenda setting

Mengurangi ketidakpastian yang terjadi antara dokter dan pasien.


Penggunaan waktu akan menjadi lebih efektif dan efisien.
Memberikan suatu kesempatan pada pasien untuk lebih concern pada hal hal yang

paling penting atau yang paling ingin dibahas dengan dokter.


Mendorong terjadinya negosiasi dan hubungan timbal balik yang positif.
B. Strategi dalam agenda setting

Dengarkan masalah yang pertama muncul, dan biarkan pasien menceritaka


nmasalahnya tersebut sampai tuntas. Jika anda terlalu awal melakukan interupsi,

maka pasienakan kembali lagi pada masalah awal tadi.


Ringkaslah kembali masalah masalah yang ada, dan periksalah semua yang sudah

anda dengar, dan mengertilah dengan sungguh sungguh yang anda dengar tadi.
Kenalilah semua problem/ masalah masalahnya, dan tunjukkan perhatian baik

secaraverbal maupun non verbal.


Tanyakan kepada pasien apakah ada masalah lainnya yang terlewat atau lupa. Ini

untuk menghindarkan pasien terlambat mengeluhkan masalah lain.


Buatlah suatu prioritas masalah - negosiasikan manakah yang akan anda eksplorasi

paling awal pada kesempatan ini.


C. Contoh kalimat-kalimat yang sering digunakan dalam agenda setting:
Hal apakah yang ingin anda diskusikan terlebih dahulu ?
Hal manakah yang paling mengganggu anda ?
Masalah manakah yang akan kita bahas / selesaikan terlebih dahulu?
Manakah yang menurut anda paling penting ?
Bagaimana kalau kita mulai dengan masalah gangguan haid ini lebih dahulu ?
Baiklah kita mulai dulu dengan keluhan mengenai sesak nafas, bila nant waktunya
mencukupi, kita bicarakan juga mengenai kesulitan tidur anda.
4. Pengarahan ( signposting )
Pengarahan adalah pernyataan transisi yang digunakan oleh dokter untuk memberikan
isyarat adanya perubahan arah pembicaraan atau adanya perpindahan dari tahap wawancara
satu ke tahap yang lain. Selain itu signposting juga berisi penjelasan mengenai tahap
berikutnya
A. Manfaat pengarahan ( signposting ):
Pasien menjadi tahu kehendak dan arah perbincangan dokter dan mengapa.
Dokter bisa membagikan pemikirannya maupun rencana yang akan dilakukannya

dengan pasien.
Dokter dapat meminta izin pada pasien dan membangun hubungan baik.
Menjadikan sesi konsultasi menjadi lebih terbuka baik bagi dokter maupun pasien.
Mengurangi ketidakpastian.

Meningkatkan kerjasama dokter dan pasien.


Landasan kerjasama antara dokter dan pasien menjadi lebih baik
B. Pengarahan ( signposting ) dapat digunakan untuk :
Berpindah dari tahap permulaan wawancara ke tahap pengambilan/ pengumpulan informasi.
Mengganti pertanyaan terbuka menjadi pertanyaan tertutup.
Mengawali pertanyaan pertanyaan yang membutuhkan jawaban spesifik, misalnya

yangmenyangkut masalah ide, perhatian utama pasien,maupun harapan pasien.


Berpindah ke tahap pemeriksaan fisik.
Berpindah ke tahap penjelasan dan perencanaan.

Contoh :

Baiklah pak, untuk mengetahui lebih pasti mengenai nyeri dada yang
bapak keluhkan, saya akan melakukan beberapa pemeriksaan fisik. Silahkan

bapak menuju ruang periksa...


Ada beberapa hal penting yang perlu anda ketahui mengenai hipertensi. Saya
pertama

tama

akan

menjelaskan

apa

itu

hipertensi

dan

beberapa

penyebabnya.Selanjutnya saya ingin juga menerangkan efek hipertensi terhadap anda,


dan mengapa kita harus menjaga tekanan darah anda. Apakah anda setuju ?
5. Ringkasan ( internal summary )
Ringkasan dalam proses wawancara dokter-pasien ini ada dua macam, yaitu :
a. Ringkasan pada akhir wawancara (end summary).
b. Ringkasan dalam proses wawancara (Internal summary).
Ringkasan dalam proses wawancara (internal summary) adalah suatu proses dimana dokter
kembali mengatakan

topik utama yang telah disampaikan oleh pasien sebelumnya.

Tujuan utama adalah untuk memeriksa apakah dokter sudah sepenuhnya memahami
maksud pasien.
Ringkasan/ ikhtisar yang baik seharusnya memenuhi beberapa persyaratan berikut :

Harus benar benar mencerminkan isi pembicaraan pasien secara tepat.


Harus benar benar ringkas.
Jangan hanya mengulang kata kata pasien (secara harfiah), tetapi sebaiknya

menggunakan kata kata dokter sendiri.


Sebaiknya ringkasan merupakan verifikasi terhadap pernyataan pasien. Untuk itu
bisa dengan menanyakan secara langsung kepada pasien, atau diucapkan dengan

menggunakan nada bertanya


6. Urutan ( sequencing ).

Dokter harus bisa membawa suatu wawancara ke dalam suatu urutan / tahap tahap
yang logis, yaitu : mulai dari menexplorasi maksud dan tujuan kedatangan pasien, menggali
informasi, melakukan pemeriksaan fisik, memberikan dan menjelaskan diagnosis yang
terakhir melakukan perencanaan tindak lanjut.

f.

Membangun relasi (Building The Relationship )10


1. Menggunakan komunikasi non verbal yang tepat dapat dilakukan dengan cara:
Memperagakan perilaku nonverbal yang tepat:
o Kontak mata, ekspresi wajah
o Postur, posisi, gerakan
o Isyarat vokal seperti kecepatan, volume, intonasi
Penggunaan catatan: jika membaca, catatan tertulis atau computer yang digunakan
tanpa menginterupsi dialog atau rapport,
Tanggap terhadap suatu isyarat pasien (bahasa tubuh, pembicaraan, ekspresi wajah)
Hal yang dibutuhkan untuk melakukan komunikasi non verbal:
Postur: duduk, berdiri, duduk tegak, relaksasi
Pendekatan: memperhatikan jarak komunikasi antar dokter dan pasien
Sentuhan: jabat tangan, tepukan, kontak fisik selama pemeriksaan fisik.
Pergerakan tubuh: sikap tangan dan lengan, mengangguk setuju
Ekspresi wajah: alis yang naik, mengerutkan dahi, senyum
Sikap mata: kontak mata, tatapan
Isyarat vocal: nada, kecepatan, volume, ritme, hening, berhenti sejenak, intonasi
Tampilan fisik: suku, jenis kelamin, bentuk tubuh, pakaian.
Isyarat lingkungan: lokasi, penempatan furniture, pencahayaan, suhu, warna.
2. Membangun rapport:
Penerimaan: menerima pandangan dan perasaan pasien, jangan menghakimi
pasien.
3. Empati
Dukungan: ekspresi dalam mendengarkan, mengerti, keinginan untuk menolong.
Sensitivitas: berhubungan secara peka dengan topik yang mengganggu, hal tabu,
nyeri, termasuk ketika berhubungan dengan pemeriksaan fisik.
4. Melibatkan pasien:
Bertukar pikiran: membagikan pemikiran terhadap pasien untuk mendorong

keterlibatan pasien.
Memberikan suatu jawaban rasional atas pertanyaan pasien atau saat melakukan

pemeriksaan fisik.
5. Pemeriksaan: selama pemeriksaan fisik menjelaskan proses dan informed consent.

DAFTAR PUSTAKA
1. Rakhmat J. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya; 1995
2. Tarigan HG. Berbicara sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa;
1996.
3. Chant S, Jenkinson T, Randle J, Russell G, Webb C. Communication skills: some
problems in nursing education and practice. Journal of Clinical Nursing. 2002;11(1):12
21.
4. Ammentorp J, Sabroe S, Kofoed PE,Mainz J. The effects of training in communication
skills on medical doctors and nurses self-efficacy: a randomized controlled trial. Patient
Educationand Counseling. 2007; 66(3):270277.
5. Kurtz S, Silverman J, Draper J. Teaching and learning communication skills in medicine.
2nd ed. Oxon: Radcliffe Publishing Ltd; 2005.
6. Silverman JD, Kurtz SM, Draper J. Skills for Communicating with Patients.
Oxford:Radcliffe Medical Press; 1998.
7. Kurtz S, Silverman J, Draper J. Skills for communicating with patients. 2nd ed. Oxon:
Radcliffe Publishing; 2005.
8. Van Dalen J. Foreword in: Kurtz S, Silverman J, Draper J. Teach-Ing And Learning
Communication Skills In Medicine. 2nd ed. Oxon: Radcliffe Publishing Ltd; 2005.

9. Minister of Public Works and Government Services Canada. Put-Ting Communication


Skills To Work, Resource Booklet. Ottawa: Publications Health Canada; 2001.
10. Faiz, Abdul, U Rafique, AK Khandaker, FM Siddiqui, MR Alam, dkk. Communication
Skills In Medicine.

Anda mungkin juga menyukai