Pengelolaan Informasi
Keterampilan Klinis
KOMPETENSI
KOMUNIKASI EFEKTIF
Feedback
Noise
• Physical distraction
• Semantic problems
• Cultural differences
Dalam hubungan dokter-pasien, baik dokter maupun
pasien dapat berperan sebagai sumber atau pengirim
pesan dan penerima pesan secara bergantian.
Pasien sebagai pengirim pesan, menyampaikan apa
yang dirasakan atau menjawab pertanyaan dokter
sesuai pengetahuannya.
Sementara dokter sebagai pengirim pesan, berperan
pada saat menyampaikan penjelasan penyakit,
rencana pengobatan dan terapi, efek samping obat
yang mungkin terjadi, serta dampak dari dilakukan
atau tidak dilakukannya terapi tertentu.
Dalam penyampaian ini, dokter bertanggung jawab
untuk memastikan pasien memahami apa yang
disampaikan.
Sebagai penerima pesan, dokter perlu
berkonsentrasi dan memperhatikan setiap
pernyataan pasien.
Untuk memastikan apa yang dimaksud oleh
pasien, dokter sesekali perlu membuat
pertanyaan atau pernyataan klarifikasi.
Mengingat kesenjangan informasi dan
pengetahuan yang ada antara dokter dan pasien,
dokter perlu mengambil peran aktif.
Ketika pasien dalam posisi sebagai penerima
pesan, dokter perlu secara proaktif memastikan
apakah pasien benar-benar memahami pesan
yang telah disampaikannya.
Misalnya dalam menginterpretasikan kata
“panas”.
Dalam dunia medik, warna yang berbeda, ukuran
yang berbeda, rasa yang berbeda bisa jadi
merupakan hal yang amat vital, karena bisa
membedakan intensitas radang, intensitas nyeri,
yang pada akhirnya bermuara pada perbedaan
diagnosis maupun jenis obat yang harus
diminum.
Peran dokter sebagai fasilitator pembicaraan
amat penting agar tidak terjadi salah interpretasi.
Disease centered communication style atau
doctor centered communication style.
Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter
dalam usaha menegakkan diagnosis, termasuk
penyelidikan dan penalaran klinik me
Illness centered communication style atau patient
centered communication style. Komunikasi
berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang
penyakitnya yang secara individu merupakan
pengalaman unik. Di sini termasuk pendapat
pasien, kekhawatirannya, harapannya, apa yang
menjadi kepentingannya serta apa yang
dipikirkannya. ngenai tanda dan gejala-gejala.
Dengan kemampuan dokter memahami harapan,
kepentingan, kecemasan, serta kebutuhan
pasien, patient centered communication style
sebenarnya tidak memerlukan waktu lebih lama
dari pada doctor centered communication style.
Keberhasilan komunikasi antara dokter dan
pasien pada umumnya akan melahirkan
kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah
pihak, khususnya menciptakan satu kata
tambahan bagi pasien yaitu empati. Empati itu
sendiri dapat dikembangkan apabila dokter
memiliki ketrampilan mendengar dan berbicara
yang keduanya dapat dipelajari dan dilatih.
Carma L. Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya
tentang Emphatic Communication in Physician-
Patient Encounter (2002), menyatakan betapa
pentingnya empati ini dikomunikasikan. Dalam
konteks ini empati disusun dalam batasan definisi
berikut:
◦ (1) kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti
kebutuhan pasien (a physician cognitive capacity to
understand patient’s needs),
◦ (2) menunjukkan afektifitas/sensitifitas dokter terhadap
perasaan pasien (an affective sensitivity to patient’s
feelings),
◦ (3) kemampuan perilaku dokter dalam
memperlihatkan/menyampaikan empatinya kepada pasien
(a behavioral ability to convey empathy to patient).
Sementara, Bylund & Makoul (2002) mengembangkan 6 tingkat empati
yang dikodekan dalam suatu sistem (The Empathy Communication
Coding System (ECCS) Levels). Berikut adalah contoh aplikasi empati
tersebut:
Level 0: Dokter menolak sudut pandang pasien
• Mengacuhkan pendapat pasien
• Membuat pernyataan yang tidak menyetujui pendapat pasien seperti
“Kalau stress ya, mengapa datang ke sini?” Atau “Ya, lebih baik operasi
saja sekarang.”
2 3
Komunikasi
Teknik Komunikasi,
Mencari dan
Menyaring Informasi
a. Pengertian komunikasi interpersonal
b. Sistem komunikasi interpersonal
c. Hubungan interpersonal
d. Komunikasi antarpribadi
e. Persepsi interpersonal
f. Konsep diri
g. Atraksi interpersonal
a. Definisi dan jenis-jenis komunikasi
b. Proses komunikasi
c. Hambatan komunikasi efektif
d. Komunikasi nonverbal
e. Keterampilan mendengar yang efektif
f. Langkah-langkah untuk meningkatkan
keterampilan komunikasi
g. Indikator dari komunikator yang efektif
h. Sumber informasi (primer, sekunder, tersier)
i. Teknik memilih sumber informasi (medical journal
and textbook, medicaland scientific organizations,
popular press, search engine)
j. Teknik memilih informasi
Empati sebagaimana dikemukakan kali
pertama pada 1909 berasal dari bahasa latin
em dan pathos yang artinya feeling into.
Lima puluh tahun kemudian hal tersebut
dibahas pada ilmu psikososial dan
psikoanalitik, bagaimana seseorang dapat
meraba-rasakan dirinya sebagai orang lain
dengan tetap obyektif tanpa menyertakan
emosi diri.
Keterampilan berkomunikasi dengan
kesetaraan, dilandasi empati disebut
komunikasi efektif.
Komunikasi tersebut lebih menjamin pesan
(isi komunikasi) tersampaikan dan dimengerti
sehingga tujuan menggali informasi,
menetapkan diagnosis dan pengobatan lebih
tepat, efektif dan efisien
a. Orientasi: secara bertahap mahasiswa diberi
pembekalan komunikasi dan dilatih bagaimana
menciptakan suasana komunikasi
(conditioning) yang nyaman, membangun
kesetaraan dengan lawan bicara, membina
rapport (mempertahankan kontak mata),
mendengar aktif (mendengarkan dan
merespons dengan bahasa tubuh), menghargai
pasien sebagai manusia seutuhnya, memberi
tanggapan yang positif serta bersikap empati.
Mempelajari contoh film atau role model
sebagai pemicu.
b. Latihan komunikasi dengan empati: berlatih
menjadi pendengar aktif, bermain peran (role play)
bagaimana mahasiswa mengalami sendiri (self
experience) berkomunikasi empati dan non-empati
secara bergantian. Merabarasakan bagaimana bila
diperlakukan dengan empati dan nonempati
c. Umpan balik: melihat kembali serta mengkoreksi
sendiri sikap dan perilaku saat bermain peran (yang
direkam dengan video) serta mendapatkan
masukan dari sejawat dan tutor.
d. De-roling: setelah selesai bermain peran dilakukan
deroling, yaitu membasuh peran agar kepribadian
saat bermain peran hilang dan kembali kepada
kepribadian aslinya.
mahasiswa dilatih bagaimana berpikir kritis
dengan membaca artikel yang berkaitan
dengan isu etikamoral dan profesionalisme
dalam praktik, melihat model atau film
tentang perilaku komunikasi dengan empati
(misalnya film Patch Adam), dan etika
kedokteran (misalnya clonning), kemudian
membahasnya dalam diskusi kelompok
dengan tutor. Dalam diskusi kelompok
mahasiswa juga belajar berdiskusi dengan
benar.
mahasiswa melakukan kunjungan rumah atau
bangsal perawatan didampingi tutor dan
dilatih keterampilan berkomunikasi dengan
empati secara langsung dengan pasien,
keluarga pasien, atau orangorang yang
berada di sekitar mereka.
Pengalaman praktik lapangan tersebut
membantu mempertajam empati,
mengendalikan emosi, dan meningkatkan
kemampuan komunikasi.
mahasiswa belajar dan mencari informasi dari
berbagai sumber belajar antara lain di
perpustakaan, termasuk searching internet
Selain cara berkomunikasi yang benar, juga
dibutuhkan kompetensi ilmu pengetahuan
medis sebagai isi komunikasi.
Cara berkomunikasi dengan empati adalah
alat atau kegiatan untuk terlaksananya
komunikasi efektif.
Komunikasi efektif tersebut dapat
meningkatkan kepatuhan pasien dan taraf
kepuasan pasien.
Bioetik merupakan keilmuan interdisiplin.
Berbeda dengan etika klinis, bioetik lebih
menekankan tentang hubungan langsung
dokter-pasien, sedangkan etika klinis lebih
merupakan pedoman yang harus ditaati para
dokter saat mempraktikkan keprofesiannya.
Pasien lebih memprioritaskan perasaan dan
masalah dirinya yang sakit, mengharapkan
lebih mendapat perhatian, empati, perlakuan
yang ramah dan santun dalam upaya
penyembuhan yang cepat.
Pasien mempunyai hak mendapatkan
informasi guna memahami penyakitnya,
sehingga dapat mengambil keputusan
menerima atau menolak pengobatan (hak
autonomy).
Dokter lebih menekankan pada penyakit (disease) dan selalu
mengacu pada profesionalisme (kaidah dasar moral) yang harus
dianutnya. Mempunyai niat untuk berbuat baik (beneficence),
memberikan pelayanan medis dengan standar kedokteran
tertinggi, menghormati hak autonomi pasien, berlaku adil
(justice) tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, dan agama.
Prinsip etika kedokteran yang harus dijunjung tinggi, do no harm
(non-maleficence), yaitu tidak boleh merugikan pasien.
Citra profesionalisme kedokteran dalam etika klinis didasari
dengan setiap tindakan baik untuk diagnostik maupun terapi
harus sesuai indikasi, seizin pasien (informed consent), dan bukti
klinis (evidence based medicine), mempertimbangkan preferensi
pasien, quality of life pasien, dan berbagai faktor humaniora
(sosial, budaya, ekonomi, agama) yang dapat mempengaruhi
kesembuhan