Anda di halaman 1dari 17

PENGARUH KOMUNIKASI ANTAR PERSONAL DOKTER DENGAN

PASIEN PADA PENERAPAN GAYA HIDUP SEHAT DI MASA PANDEMI


COVID-19

(Studi pada pasien yang berobat di Praktek dokter keluarga dr. Saarah Agustin
Kecamatan Batiknau Bengkulu Utara pada bulan Januari-Februari 2022)

Oleh :

Asri Della Monika

D1E018010

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BENGKULU

2021
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Ada beberapa penelitian terdahulu yang menjadi pedoman atau contoh bagi
peneliti untuk bisa membandingkan penelitian peneliti dengan penelitian terdahulu,
serta untuk menghindari adanya kesamaan dalam sebuah penelitian. Ada 2 penelitian
terdahulu di antaranya yaitu: Pertama penelitian Gunawan Saleh dan Muhammad
David Hendra (2019), judul “Pengaruh Komunikasi Dokter terhadap Kesembuhan
Pasien Rawat Jalan”. Latar belakang masalah dalam penelitian ini yaitu ingin melihat
pengaruh komunikasi dokter dalam kesembuhan pasien rawat jalan. Teori yang
digunakan yaitu Parvanta dkk (2011), perencanaan komunikasi kesehatan terdiri dari
6 tahapan yaitu perencanaan makro, perencanaan strategi komunikasi, perencanaan
implementasi/ taktis, perencanaan evaluasi, perencanaan keberlangsungan program,
dan bila diperlukan perencanaan publikasi. Metode yang digunakan yaitu penelitian
ini lebih tepatnya menggunakan metode atau dengan pendekatan kuantitatif.
Hasil dan pembahasan, Setelah dilakukan kajian penelitian kuantitatif tentang
pengaruh komunikasi dokter terhadap kesembuhan pasien rawat jalan, dimana
variabel independent yaitu komunikasi dokter dan variabel dependent yaitu
kesembuhan pasien. Maka hasil dari penelitian yang menunjukan bahwa komunikasi
dokter secara signifikan memiliki pengaruh terhadap kesembuhan pasien rawat jalan.
Apabila seorang dokter memiliki hubungan interpesonal yang baik, pertukaran
informasi yang baik dan pengambilan keputusan yang baik maka akan semakin tinggi
tingkat kesembuhan pasien (perbedaan dokter antara pasien dan faktor situasional)
rawat jalan.
Persamaan penelitian ini yaitu menggunakian metode kuantitatif untuk
mengetahui pengaruh komunikasi dokter terhadap kesembuhan pasien rawat jalan.
Perbedaannya yaitu terdapat pada a) fokus penelitian, penelitian terdahulu pengaruh
komunikasi dokter terhadap kesembuhan pasien rawat jalan., sedangkan penelitian
saat ini fokus pada pengaruh komunikasinya personal dokter antar pasien pada
masacovid-19, b) variabel penelitian, penelitian terdahulu variabelnya, komunikasi
dokter terhadap kesembuhan pasien rawat jalan., kalau penelitian saat ini variabelnya
komunikasi antar personal dokter dengan pasien. c) penelitian terdahulu meneliti
sebelum adanya pandemi.
Penelitian selanjutnya dari Ilona Vicenovie Oisina Situmeang (2021), judul
“Komunikasi Dokter yang Berpusat pada Pasien di Masa Pandemi”. Latar belakang
masalah dalam penelitian ini ingin meneliti tentang bagaimana komunikasi dokter
yang berpusat pada pasien di masa pandemik. Teori yang digunakan yaitu Teori
dalam penelitian ini menggunakan teori Kredibilitas Sumber (source credibility
theory) adalah teori yang dikemukakan oleh Hovland, Janis dan Kelley. Teori
kredibilitas sumber (source of credibility theory) merupakan teori yang dikemukakan
oleh Hovland, Janis dan Kelley dalam bukunya Communication and Persuation.
Metode yang digunakan yaitu metode kualitatif dan sifat penelitian menggunakan
deskriptif.
Hasil dan pembahasan yaitu dalam menjalankan profesi menjadi seorang dokter
yang berpusat pada pasien diharapkan terciptanya komunikasi yang memunculkan
dan memahami perspektif dari pihak pasien dengan melihat kekhawatiran, ide,
harapan, kebutuhan, perasaan, dan fungsi yang ada pada diri pasien, memahami
pasien dalam konteks psikisnya, harus mencapai pemahaman bersama tentang
masalah yang dihadapi oleh pasien. Seorang dokter juga harus bisa memberikan
pasien berbagai pilihan-pilihan yang berhubungan dengan masalah kesehatannya dan
memberikan saran akan berbagai pilihan tersebut agar pasien dapat memilih dengan
tepat dan pilihannya akan membuat pasien menjadi segera sembuh dari penyakit yang
dideritanya. Dalam melakukan komunikasi yang berpusat pasien, dokter harus
memiliki keterampilan dalam berkomunikasi dengan mengedepankan pemahaman
akan perspektif pasien tentang penyakitnya dan harus mampu berempati terhadap
penyakit pasien.
Persamaan penelitian ini yaitu meneliti tentang komunikasi dokter terhadap
pasien dan sama-sama meneliti pada saat covid-19. Perbedaannya yaitu terdapat pada
a) fokus penelitian, penelitian terdahulu menganalisis komunikasi dokter yang
berpusat pada pasien, sedangkan penelitian saat ini dokus pada pengaruh
komunikasinya, b) variabel penelitian, penelitian terdahulu variabelnya, komunikasi
dokter berpusat pada pasien, kalau penelitian saat ini variabelnya komunikasi antar
personal dokter dengan pasien, dan c) metode yang digunakan, penelitian terdahulu
menggunakan metode kualitatif sedangkan penelitian saat ini kuantitatif.
2.2 Komunikasi Kesehatan
Dalam komunikasi kesehatan terdapat beberapa sub komunikasi yang menjadi
pendukung dalam terbentuknya suatu hubungan yang lebih baik. Bentuk dari
komunikasi yang sering dipakai pada program kesehatan masyarakat menurut Freddy
adalah sebagai berikut:
1. Komunikasi Oral
Merupakan komunikasi secara lisan, baik berkomunikasi dengan face to face
ataupun secara tidak langsung seperti misalnya komunikasi via telepon. Komunikasi
ini biasanya ditunjukkan pada pasien yang ingin berkomunikasi tetapi tidak secara
langsung melainkan via media. Beberapa bagaian dari komunikasi oral antara lain
perbendaharan kata, kecepatan bicara, intonasi bicara, selingan humor, sebuah
singkatan juga harus jelas.
2. Komunikasi Terapeutik
Merupakan komunikasi yang memiliki tujuan menterapi pasien yang dipusatkan
untuk kesembuhan pasien sehingga membuat pasien dapat untuk beradaptasi terhadap
gangguan-gangguan psikologis seperti stress. Beberapa tahapan komunikasi
terapeutik yaitu prainteraksi, tahap orientasi, tahap kerja dan yang terakhir terminasi.
komunikasi terapeutik adalah salah satu bentuk komunikasi kesehatan tetapi juga
termasuk kedalam komunikasi interpersonal.
3. Komunikasi SBAR
Komunikasi SBAR (Situation, Background, Assassement, Recommendation)
merupakan sebuah metode komunikasi yang dipakai oleh anggota tim medis
kesehatan pada saat melaporkan kondisi pasien. Teknik komunikasi SBAR,
menyediakan kerangka kerja untuk komunikasi antar anggota tim kesehatan
mengenai kondisi pasien, SBAR adalah tehnik yang mempermudah
dalamberkomunikasi dengan anggota tim untuk meningkatkan keselamatan pasien.
Komunikasi SBAR ini dipakai dalam sebuah komunikasi antara dokter dengan
sesama dokter, perawat dengan perawat lainnya dan juga para tenaga medis dengan
tenaga medis lainnya.
2.2.1 Pengertian Komunikasi dalam Konteks Kesehatan
Pada umumnya kebanyakan suatu penyakit yang dialami oleh individu
maupun penyakit yang menyebar ke masyarakat luas bermula dari ketidaktahuan dan
kesalahpahaman atas berbagai informasi kesehatan yang mereka terima. Maka dari
itu, perlunya memeperhatikan arus informasi kesehatan yang dikirim dan diterima
oleh manusia dan hal inilah yang mendasari perlu dan pentingnya mempelajari
komunikasi kesehatan.
Komunikasi dalam kesehatan adalah sebuah komunikasi yang dilakukan
dalam lingkup kesehatan yang memiliki tujuan untuk mewujudkan suatu keadaan
atau kondisi yang sehat secara utuh, baik secara jasmani maupun rohani. Menurut
Wilujeng dan Tatag (2017:7) komunikasi kesehatan adalah mengarahkan,
menguatkan dan memengaruhi individu dan komunitas. Tujuan dari komunikasi
kesehatan adalah meningkatkan kualitas pengetahuan individu, karena komunikasi
kesehatan bertujuan untuk meningkatkan capaian kesehatan dengan berbagai
informasi yang berkaitan dengan kesehatan.
Komunikasi kesehatan dapat diartikan sebagai proses penyampaian pesan
yang didalamnya berisi segala hal yang berkaitan dengan kesehatan. Penyampaian
pesan ini sendiri memiliki tujuan untuk memberikan informasi dan juga pengarahan
mengenai kesehatan guna mendukung tercapainya perilaku manusia yang sejahtera.
Komunikasi di bidang kesehatan ini berisi pesan-pesan yang lebih terfokus dan juga
khusus dibandingkan dengan komunikasi secara umum.
Tujuan praktis dari komunikasi kesehatan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan pengetahuan mengenai penyusunan pesan agar maksud dan
tujuandapat tersampaikan dengan baik, pemilihan media yang tepat agar
sesuai dengan target sehingga masyarakat dapat memahami maksud pesan dan
memberikan feedback atau respon seperti yang diharapkan.
2. Dapat meningkatkan keterampilan secara efektif, baik itu secara verbal
maupun non-verbal dalam berkomunikasi sehingga dapat menyampaikan
informasi maupun pesan kesehatan bagi masyarakat luas.
3. Membentuk perilaku dan sikap yang tepat, memiliki gaya bicara yang baik
dan menyenangkan serta memiliki rasa percaya diri dalam
mengkomunikasikan sebuah pesan kesehatan sehingga makna pesan dapat
tersampaikan dengan baik.
4. Memahami interaksi yang terjadi antara komunikator dalam penyampaian
pesan kesehatan dengan audiencenya atau individu yang diberikan informasi.
2.3 Komunikasi Antar Pribadi
2.3.1 Pengertian Komunikasi Antar Pribadi

Langkah awal untuk memahami karakteristik unik dari komunikasi


interpersonal adalah dengan melacak makna dari interpersonal, kata ini merupakan
turunan dari awalan inter, yang berarti “antara,” dan kata person, yang berarti orang.
Komunikasi interpersonal atau antar pribadi secara umum terjadi di antaradua orang.
Wood (2013: 21-22) menyatakan bahwa seluruh proses komunikasi terjadi di antara
beberapa orang, namun banyak interaksi tidak melibatkan seluruh orang di dalamnya
secara akrab.
Cangara (2004: 4) menyatakan bahwa komunikasi adalah salah satu aktivitas
yang sangat fundamental dalam kehidupan umat manusia. Kebutuhan manusia untuk
berhubungan dengan sesamanya. Secara lebih rinci mendefinisikan komunikasi
interpersonal sebagai suatu keadaan interaksi ketika seorang (komunikator)
mengirimkan stimulus (biasanya simbol-simbol verbal) untuk mengubah tingkah laku
orang lain (komunikan), dalam peristiwa tatap muka. Komunikasi antarpribadi yang
dimaksud di sini ialah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang secara
tatap muka. (Pice dalam Cangara, 2004: 36)
Maulana & Gumelar (2013: 75) menyatakan bahwa komunikasi antar pribadi
adalah komunikasi yang terjadi pada dua individu, seperti orangtua-anak, suami-istri,
dua sahabat dekat, dua sejawat, guru-murid dan sebagainya. Berkomunikasi dengan
orang lain berarti kita belajar makna cinta, kasih sayang, simpati, rasa hormat, rasa
bangga bahkan iri hati dan kebencian. Melalui komunikasi kita dapat mengalami
berbagai kualitas perasaan itu dan membandingkan antara perasaan yang satu dengan
perasaan yang lainnya. McDavid & Harari (dalam Maulana & Gumelar, 2013: 75)
komunikasi interpersonal yaitu suatu proses komunikasi yang ber-setting pada objek-
objek sosial untuk mengetahui pemaknaan suatu stimulus yang berupa informasi atau
pesan.
2.3.2 Aspek-aspek komunikasi Antar Pribadi

Ahmad dan Harapan (2014: 55) menyatakan ada tujuh aspek utama yang
mendasari komunikasi antarpribadi, yaitu

a. Berbagi maksud, gagasan, dan perasaaan yang ada dalam diri pengirim pesan
serta bentuk perilaku yang dipilihnya.
b. Proses kodifikasi pesan oleh pengirim, pengirim pesan atau komunikator
mengubah gagasan, perasaan, dan maksud-maksudnya ke dalam bentuk pesan
yang dapat dikirimkan.
c. Proses pengiriman pesan kepada penerima
d. Adanya saluran (channel) atau media, melalui apa pesan terebut dikirimkan.
e. Proses dekodifikasi pesan oleh penerima Penerima menginterpretasikanatau
menafsirkan makna pesan.
f. Tanggapan batin oleh penerima pesan terhadap hasil interpretasinya tentang
makna pesan yang ditangkap
g. Kemungkinan adanya hambatan (noise) tertentu.
2.3.3 Bentuk-bentuk komunikasi Antar Pribadi

Wood (2013: 19-20) menyatakan ada tiga proses dalam komunikasi antar
pribadi, yaitu a) model linear, model pertama dalam komunikasi antar pribadi
digambarkan sebagai bentuk yang linear atau searah, proses di mana seseorang
bertindak terhadap orang lain. Ini adalah model lisan yang terdiri atas lima
pertanyaan. (Siapa?, apa yang dikatakan?, Sedang berbicara di mana?, berbicara pada
siapa?, Apa dampak dari pembicaraan tersebut?), b) model interaktif, model interaktif
menggambarkan komunikasi sebagai proses di mana pendengaran memberikan
umpan balik sebagai respon terhadap pesan yang disampaikan oleh komunikan, c)
model transaksional, menekankan pada pola komunikasi yang dinamis dan berbagai
peran yang dijalankan seseorang selama proses interaksi.

2.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi Antar Pribadi

Rakhmat ( 2007: 97-129) menyatakan faktor yang mempengaruhi komunikasi


antar pribadi ada empat, yaitu

a. Persepsi Antar Pribadi

Pengaruh persepsi antar pribadi pada komunikasi interpersonal sudah jelas


perilaku kita dalam komunikasi interpersonal amat bergantung pada persepsi
interpersonal. Bila anda diberitahu bahwa dosen anda yang baru itu galak dan tidak
senang dikritik, anda akan berhati-hati dalam mengajukan pertanyaan.

b. Konsep Diri

Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi


antar pribadi, karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan
konsep dirinya. Bila seorang mahasiswa menganggap dirinya sebagai orang yang
rajin, ia akan berusaha menghadiri kuliah secara teratur, membuat catatan yang baik,
mempelajari kuliah yang sungguh-sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis
yang baik.

c. Atraksi Antar Pribadi

Sudah diketahui bahwa pendapat dan penilaian kita tentang orang lain tidak
semata-mata berdasarkan pertimbangan rasional. Kita juga makhluk emosional.
Karena itu, ketiak kita menyenangi seseorang, kita juga cenderung melihat segala hal
yang berkaitan dengan dia secara positif. Sebaliknya, jika kita membencinya, kita
cenderung melihat karakteristiknya secara negatif.

d. Hubungan Antar Pribadi

Pola-pola komunikasi antar pribadi mempunyai efek yang berlainan pada


hubungan interpersonal. Tidak benar anggapan orang bahwa makin sering orang
melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain, makin baik hubungan
mereka. Yang menjadi soal bukanlah berapa kali komunikasi dilakukan tetapi
bagaimana komunikasi itu dilakukan.

2.3.5 Komunikasi Dokter dan Pasien


Dokter menurut pengertian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah lulusan pendidikan kedokteran yang ahli dalam hal penyakit dan
pengobatannya. Astuti (2009) mendefinisikan Dokter adalah orang yang memiliki
kewenangan dan izin sebagaimana mestinya untuk melakukan pelayanan kesehatan,
khususnya memeriksa dan mengobati penyakit dan dilakukan menurut hukum dalam
pelayanan kesehatan.
Ketika seseorang menyebutkan kata dokter, maka yang tergambar dalam
pikiran seseorang adalah identitas dokter dan gambaran tentang seperti apa wujud
seorang dokter. Identitas menurut Michael Hecht dan koleganya, merupakan
penghubung utama antara individu dan masyarakat, dan komunikasi merupakan mata
rantai yang memperbolehkan hubungan ini terjadi. Identitas dipahami sebagai sesuatu
yang bersifat pribadi, yang menggabungkan 3 konteks budaya, yakni : individu,
komunal, publik. Identitas dokter berupa kode yang terdiri dari simbol-simbol, seperti
jas dokter yang berwarna putih, berpenampilan bersih, berkomunikasi dengan bahasa
medis kedokteran, membawa stetoskop pada saat memeriksa, dan memegang pasien
dengan sentuhan yang lembut pada daerah dada untuk mengecek gerak
pernafasannya. Rasa identitas ini diuraikan oleh Hecht melebihi pengertian sederhana
akan dimensi diri dan dimensi yang digambarkan, yang berinteraksi dalam rangkaian
4 tingkatan atau lapisan (Little John, 2011:102-104) :
1) Personal layer, terdiri dari rasa akan keberadaan dirinya dalam situasi sosial.
Yaitu dokter dengan seragam jas putihnya, secara fisik selalu tersenyum
ramah dan berempati kepada siapapun.
2) Enactment layer, pengetahuan orang lain tentang seorang dokter berdasarkan
pada apa yang dilakukan terhadap pasiennya dengan memegang stetoskop
menempelkan ke dada dan meminta pasien untuk menarik nafas untuk
mengetahui pergerakan nafasnya, menjelaskan penyakit pasien dengan bahasa
medis dan pengobatan yang harus dijalankan pasien sesuai dengan
pengetahuan kedokteran yang dimilikinya.
3) Relational, siapa diri sang dokter dalam kaitannya dengan individu lain, yaitu
tentang bagaimana seorang dokter akan memposisikan dirinya dalam
lingkungan sosial berperilaku sebagai seseorang yang sangat paham dan
mengerti dan dianggap tahu segalanya tentang penyakit dan dunia kesehatan.
4) Tingkatan komunal yang diikat pada kelompok atau budaya yang lebih besar.
Dokter memiliki komunitas yang lebih besar untuk melindungi profesinya
dengan menjadi anggota IDI dan Perhimpunan Dokter yang menanungi
spesialisasinya (seperti : Perdoski untuk Perhimpunan Dokter Kulit dan
Kelamin, PDGI untuk Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia, POGI untuk
Perhimpunan Dokter Obstetri dan Gynekologi Indonesia, dan lain-lain). Hal
ini dilakukan untuk mempererat kerja sama sejawat dokter dalam
melaksanakan kewajiban profesinya.
Simbol yang identik dengan baju putih dan stetoskop merupakan penamaan
obyek yang disebut dokter. Dan satu-satunya syarat agar sesuatu menjadi obyek yang
dalam hal ini dokter adalah bahwa seseorang harus menghadirkannya secara simbolis
yang merupakan obyek sosial seseorang dengan baju putih membawa stetoskop dan
berada di area praktek dokter maupun di rumah sakit, berbeda dengan obyek perawat,
petugas laboratorium, petugas kebersihan, maupun petugas non medis rumah sakit
lainnya.
Sedangkan definisi pasien menurut Undang Undang Republik Indonesia
No.29 Tahun 2004 tentang Praktik kedokteran menyebutkan bahwa pasien adalah
setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung
kepada dokter atau dokter gigi. Sedangkan Timothy (2004) menyatakan bahwa
pengertian pasien merupakan individu terpenting dirumah sakit sebagai konsumen
sekaligus sasaran produk rumah sakit. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia
No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dikatakan bahwa pasien adalah setiap orang
yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan
kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung di rumah
sakit.
Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini pasien adalah
hal penting yang mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas merupakan aset
yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan terus melakukan
pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan
memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman
buruknya. Untuk menciptakan kepuasan pasien suatu perusahaan atau rumah sakit
harus menciptakan dan mengelola suatu system untuk memperoleh pasien yang lebih
banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pasiennya (klinis.wordpress.com,
2007)
2.4 Gaya Hidup Sehat
2.4.1 Pengertian
Dari segi biologis, gaya merupakan aktivitas organisme yang mempunyai
bentangan yang luas. Menurut Soekidjo (2006: 133) yang dimaksud perilaku adalah
semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang dapat diamati langsung maupun
yang tidak dapat diamati oleh perilaku luar.
Para ahli mengatakan bahwa gaya sama dengan tindakan atau aktivitas yang
dilakukan individu sebagai akibat adanya stimulus atau rangsang. Hal ini sesuai
dengan pendapat Skinner yang dikutip oleh Soekidjo (2006 : 133) yang menyatakan
bahwa perilaku merupakan reaksi seseorang terhadap stimulus dari luar. Sedangkan
menurut M Ichsan (1988 : 11) yang dimaksud aspek gaya adalah suatu proses
keadaan mental yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.
Dari pendapat beberapa ahli diatas bahwa gaya adalah aktivitas yang
dilakukan oleh individu yang terwujud dalam tindakan atau sikap karena adanya
stimulus yang diterima dan dapat diamati oleh pihak luar serta dilakukan untuk
mencapai tujuan tertentu. Dari hal tersebut perilaku hidup sehat Menurut Soekidjo
(2006: 137) adalah perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang
untuk menciptakan dan meningkatkan kesehatannya.
Sedangkan menurut Rusli Lutan (2000: 14) perilaku atau gaya sehat adalah
setiap tindakan yang mempengaruhi peluang secara langsung atau jangka panjang
semua konsekuensi fisik yang terwujud lebih baik. Dapat disimpulkan bahwa perilaku
hidup sehat yang berkaitan dengan upaya seseorang untuk mempertahankan dan
meningkatkan kesehatannya melalui interaksi dengan lingkungan, khususnya
berhubungan dengan kesehatan.
2.4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Gaya Hidup Sehat
Pada bagian ini diuraikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap gaya hidup
sehat. Soekidjo Notoadmojo (1993: 62) berpendapat bahwa gaya hidup sehat pada
dasarnya adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang terkait
dengan makanan, kebersihan diri, kebersihan lingkungan, kebiasaan terhadap sakit
dan penyakit dan keseimbangan antara kerja, istirahat, dan olahraga. Seperti telah
diuraikan d iatas, bahwa pengaruh yang ada antara lain dari perilaku terhadap
makanan dan minuman, perilaku terhadap kebersihan diri sendiri, perilaku terhadap
kebersihan lingkungan, perilaku terhadap sakit dan penyakit dan keseimbangan antara
kegiatan, istirahat dan olahraga.
a) Perilaku terhadap Makanan dan Minuman
Tubuh manusia tumbuh karena adanya zat-zat yang berasal dari makanan.
Oleh sebab itu untuk dapat melangsungkan hidupnya manusia mutlak memerlukan
makanan. Pemenuhan unsur-unsur dalam komposisi makanan menunjang tercapainya
kondisi tubuh yang sehat. Variasi makanan sangat memegang peranan penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan, semakin beraneka ragam bahan makanan yang
dimakan, semakin beragam pula sumber zat gizi yang masuk kedalam tubuh. Adapun
fungsi makanan bagi tubuh adalah mengurangi dan mencegah rasa lapar, mengganti
sel-sel tubuh yang rusak, untuk pertumbuhan badan, sebagai sumber tenaga, dan
membantu penyembuhan penyakit.
Menurut pendapat Purnomo dan Abdul Kadir (1994:23) air yang sehat adalah
air bersih, tidak berbau, tidak berwarna, tidak mengandung hama dan tidak
mengandung zat-zat kimia yang berbahaya. Minum air yang sudah dimasak sampai
mendidih ± 100º C sebanyak 6-8 gelas sehari. Bila banyak mengeluarkan keringat
dan buang air, jumlah yang diminum hendaknya perlu ditambah agar tubuh tidak
kekurangan cairan.
b) Perilaku terhadap Kebersihan Diri Sendiri
Upaya pertama dan yang paling utama agar seseorang dapat tetap dalam
keadaan sehat adalah menjaga kebersihan diri sendiri. Tujuan kebersihan diri sendiri
adalah agar seseorang mengetahui manfaat kebersihan diri sendiri dan mampu
membersihkan bagianbagian tubuh, serta mampu menerapkan perawatan kebersihan
diri sendiri dalam upaya peningkatan hidup sehat.
c) Perilaku terhadap Kebersihan Lingkungan
Perilaku terhadap kebersihan lingkungan adalah responseseorang terhadap
lingkungan sebagai determinan kesehatanmanusia (Soekidjo, 1997: 122). Manusia
selalu hidup dan berada disuatu lingkungan, seperti lingkungan tempat tinggal,
tempatbelajar, tempat melakukan aktifitas jasmani dan olahraga ataupuntempat
melakukan rekreasi.
Untuk dapat terus mencapai derajat kesehatan yang baikmanusia harus sehat
dan teratur. Untuk dapat hidup sehatdiperlukan kondisi lingkungan yang bersih dan
sehat. Dimanapunmanusia berada ia selalu bersama-sama dengan lingkungannya,baik
pada waktu belajar, bekerja, makan-minum maupun istirahatmanusia tetap bersatu
dengan lingkungannya dan pada saat masa pandemi, penggunaan masker merupakan
salah satu upaya dalam mewujudkan penerapan hidup sehat dalam bermasayrakat
demi menjaga kesehatan diri sendiri dan orang lain. Dengan menyadariakan arti
kesehatan lingkungan jelas bahwa kesehatan lingkunganmerupakan salah satu/daya
upaya yang bersifat pencegahan yangdapat dilakukan mulai sejak dini, baik dari
lingkungan keluargamaupun lingkungan sekolah. Menurut Ichsan (1979: 24)
gunamempelajari kesehatan lingkungan yang diberikan di sekolahdiharapkan agar
para siswa: (a) Mengenal, memahami masalahkesehatan lingkungan, (b) Memiliki
sikap positif dan peran sertaaktif dalam usaha kesehatan lingkungan, (c) Memiliki
ketrampilanuntuk memelihara dan melestarikan kesehatan lingkungan
dalamkehidupan sehari-hari.
d) Perilaku terhadap Sakit dan Penyakit
Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitubagaimana manusia
berespon, baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsi penyakit) serta
rasa sakit yang ada padadirinya dan diluar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang
dilakukansehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut (Soekidjo, 1997:121).
e) Keseimbangan antara Kegiatan, Istirahat, dan Olahraga
Kegiatan sehari-hari harus diatur sedemikian rupa sehinggaada keseimbangan
antara kegiatan, istirahat, dan olahraga. Istirahattidak hanya mengurangi aktivitas otot
akan tetapi dapatmeringankan ketegangan pikiran dan menentramkan rohani.
Olahraga sekarang sudah memasyarakat dan seringdilakukan oleh individu
atau kelompok masyarakat dengan tujuanyang berbeda. Untuk itu agar dapat dicapai
derajat kesehatan yangtinggi dan tingkat kesegaran jasmani yang optimal hindarilah
hidupyang tidak teratur.
2.5 Teori Stimulus-Organism-Respon

Teori S-O-R sebagai dasar pada penelitian ini diharapkan dapat memperjelas
arah penelitian ini. Teori S-O-R sebagai dari singkatan Stimulus-Organisme-Respon,
teori ini berasal dari kajian ilmu psikologi. Menurut stimulus, respons ini efek yang
ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus sehingga seseorang dapat
mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan.
Menurut teori stimulus response ini, dalam proses komunikasi, berkenaan dengan
perubahan sikap adalah aspek “how” bukan “what” dan “why”. Jelasnya how to
communicate dalam hal ini how to change the attitude, bagaimana mengubah sikap
komunikan. Dalam proses perubahan sikap, tampak bahwa sikap dapat berubah,
hanya jika stimulus yang menerpa benarbenar melebihi semula. Dalam menelaah
sikap yang baru ada tiga variabel yang penting yaitu perhatian, pengertian,
penerimaan (Effendy, 2003, p. 254-255). Selain itu, teori ini menjelaskan tentang
pengaruh yang terjadi pada pihak penerima sebagai akibat dari komunikasi. Dampak
atau pengaruh yang terjadi merupakan suatu reaksi tertentu dari rangsangan tertentu
(Sendjaja, 1999, p. 71). Unsur-unsur dalam model ini adalah: Pesan (Stimulus, S),
Komunikan (Organism, O), dan efek (Response, R).

Stimulus Organisme Respons

Perhatian (Perubahan
Sikap)
Pengertian

Penerimaan

Gambar 2.1: Model S-O-R (Sumber: Nawiroh, 2016)


2.6 Kerangka Pemikiran

Polancik (2009) menyatakan bahwa kerangka berfikir diartikan sebagai


diagram yang berperan sebagai alur logika sistematika tema yang akan ditulis.
Polancik menempatkan hal ini untuk kepentingan penelitian. Dimana kerangka
berpikir tersebut dibuat berdasarkan pertanyaan penelitian. pertanyaan itulah yang
menggambarkan himpunan, konsep atau mempresentasikan hubungan antara
beberapa konsep. Kerangka pemikiran merupakan hal yang harus ditentukan
sebelum penelitian tersebut dilakukan agar mengetahui alur dari penelitian
tersebut.

Rancangan penelitian pada pengaruh komunikasi antar personal dokter


dengan pasien pada penerapan gaya hidup sehat di masa pandemi Covid-19 yaitu :

Komunikasi antar Penerapan gaya hidup


personal dokter dengan sehat di masa pandemi
pasien (X) Covid-19 (X)

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir

2.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban atau dugaan atau penjelasan sementara tentang


perilaku, atau gejala atau keadaan sebagaimana dikemukakan dalam rumusan
masalah. Terdapat dua hipotesis statistik, yaitu hipotesis nol dan hipotesis alternatif.
Adapun hipotesis dari penelitian yaitu:

Ha: Ada pengaruh komunikasi antar personal dokter dengan pasien pada penerapan
gaya hidup sehat di masa pandemi Covid-19
Ho. Tidak Ada pengaruh komunikasi antar personal dokter dengan pasien pada
penerapan gaya hidup sehat di masa pandemi Covid-19
Note revisi diminggu lalu :

1. Penelitian terdahulu dijadikan narasi


2. Sub bab di kurangi

Anda mungkin juga menyukai