Komunikasi adalah proses penyampaian dan penerimaan pesan dari seseorang yang
dibagi kepada orang lain. Berkomunikasi berarti membantu menyampaikan pesan untuk
kemudian diketahui dan pahami bersama. Pesan dalam komunikasi digunakan dalam
memilih dan pengambilan keputusan.
1
tersenyum atau tertawa di waktu yang tepat karena setiap situasi pengalaman seseorang
percaya padaa suatu hal akan tetapi nada suara, ekspresi atau bahasa tubuh menunjukkan
pada mereka percaya pada sesuatu yang lainnya.
Komunikasi melibatkan hubungan antar manusia dan mengharuskan memiliki
peserta komunikasi dan persamaan pemahaman. Persamaan bahasa dan gerak tubuh
adalah sarana utama yang orang mempengaruhi orang lain. Dalam komunikasi
antarpribadi proses komunikasi yang berlangsung secara dinamis dan transaksional
demikian hal komunikasi massa diperlukan untuk menyampaikan pesan kepada publik
yang lebih luas untuk mencapai khalayak luas.
2
kesehatan kepada masyarakat luas yang lebih baik, dan cara yang berbeda adalah upaya
meningkatkan keterampilan kemampuan komunikasi kesehatan.
3
Komunikasi Antara Dokter dan Pasien
Komunikasi kesehatan antara dokter dan pasien yang dulu menganut pola
paternalistik dengan dokter pada posisi yang lebih dominan sudah saatnya diubah menjadi
setara antara dokter dan pasien. Efektifitas komuniksi yang baik antara keduabelah pihak
akan berdampak pada kesehatan yang lebih baik, kenyamanan, kepuasan pada pasien, dan
penurunan resiko malpraktik, serta perselisihan atau sengketa yang terjadi antara dokter
dan pasien. Salah satu anggota Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), dr.
Khie Chen yang dikutip (Dianne Berry, 2007:27) mengemukakan bahwa terjadinya
sengketa medis lebih sering disebabkan kesenjangan persepsi antara dokter dan pasien.
Pada sisi lain, pasien dan keluarga merasa kurang puas dengan proses atau hasil
pengobatan yang dilakukan, sedangkan pada sisi lain, dokter dan pihak rumah sakit
merasa sudah melakukan pengobatan secara optimal. Sengketa medis ini terjadi karena
adanya perbedaan persepsi antara dokter dan pasien mengenai penyakit, adanya
ekspektasi yang berlebihan dari pasien terhadap dokter, adanya perbedaan “bahasa”,
makna pesan, dokter dengan pasien, dan atau ketidaksiapan dokter untuk menjalin
komunikasi yang empatik.
2. Patient anxiety and dissatisfaction are related to uncertainty and lack of information,
explanation and feedback.
4
3. Doctors often misperceive the amount and type of information that patients want to
receive.
5. Explaining and understanding patient concerns, even when they cannot be resolved,
results in a fall in anxiety.
7. The level of psychological distress in patients with serious illness is less when they
perceive themselves to have received adequate information.
Namun, demikian hasil positif tersebut tidak selalu diperoleh. Komunikasi yang
positif telah terbukti memiliki dampak menguntungkan, sebaliknya komunikasi yang
negatif sebaliknya justru dapat menyebabkan keseluruhan dampak yang negatif dokter
maupun pasiennya. Misalnya, komunikasi yang buruk menyebabkan pasien tidak terlibat
dengan layanan kesehatan selanjutnya menolak untuk mengikuti perilaku kesehatan
dianjurkan dan menjalani perawatan yang diperlukan, dan gagal untuk mematuhi resep
pengobatan, atau gagal untuk menyembuhkan penyakit.
5
Dalam kasus ekstrim, komunikasi yang buruk dapat menyebabkan gangguan
psikologis, gangguan fisik, litigasi atau, paling buruk, kematian. Singkatnya, seperti
dicatat oleh Pettigrew dan Logan (1987), komunikasi kesehatan mempromosikan
kesehatan dan penyakit dalam masyarakat, dan membuat sistem dijalankan pada
efektivitas secara optimal.
“practitioners who attempted to form a warm and friendly relationship with their
patients and reassured them that they would soon be better, were found to be more
effective than practitioners who kept their consultations impersonal, formal or
uncertain”.
Hasil laporan the Health Services Commissioner’s Annual Report, England (1993)
dan the International Medical Benefit/Risk Foundation (1993:14) mengidentifikasi dan
menyimpulkan bahwa
6
“poor or inadequate communication between patients and health professionals as
the source of the majority of grievances that it dealt with. The Report went on to
state that a major cause of the problems was inadequate training”.
Temuan tersebut menjelaskan bahwa komunikasi yang baik antara dokter dan
pasien. Kemampuan ini akan di dapatkan melalui pelatihan. Kemampuan melalui
pelatihan keterampilan komunikasi profesional kesehatan, dan program pendidikan
berkelanjutan. Dengan demikian, kemajuan yang signifikan dalam bidang komunikasi
kesehatan telah terealisasi dan berkembang dan memperoleh pengakuan bahwa
komunikasi kesehatan yang positif dapat diajarkan dan dipelajari.
Komunikasi kesehatan yang positif tidak hanya relevan dengan interaksi yang
berhubungan dengan pasien dalam pengaturan kesehatan, seperti dokter umum praktik,
General Practitioner (GP) rumah sakit, puskesmas dan klinik, tetapi juga mendasar pada
tingkat kesehatan yang lebih luas masyarakat. Penentu paling penting dari kesehatan
adalah keadaan sosial, ekonomi, dan paling tidak penting adalah perilaku kesehatan
individu (Perancis dan Adams, 2002). Dengan demikian, disarankan untuk harus
memfokuskan usaha lebih luas pada kampanye pendidikan kesehatan masyarakat
daripada mencoba untuk mempengaruhi perilaku pada tingkat individu. Berfokus pada
berkomunikasi dengan publik yang lebih luas dalam rangka untuk mempromosikan
kesehatan yang lebih baik. Dengan mempertimbangkan pendekatan yang berbeda dan
strategi yang telah diambil, dan mengevaluasi efektivitas mereka. Setelah ini, terjalin di
sejumlah media komunikasi yang digunakan untuk menyebarkan informasi kepada
masyarakat luas (Dianne Berry, 2007:12)
7
Tujuan Komunikasi Kesehatan antara Dokter dan Pasien
Komunikasi kesehatan antara dokter dan pasien merupakan jenis komunikasi yang
berlangsung secara transaksional, face to face, dan berlansung secara langsung. Jenis
komunikasi ini melibatkan dua orang yang berbeda posisi, tidak sukarela, isi pesan yang
penting sehingga membutuhkan kerjasama yang baik seperti dikemukakan oleh Ong, dkk.
(1995) bahwa “the doctor–patient relationship is one of themost complex interpersonal
relationships. It involves the interaction between people in non-equal positions, is often
non-voluntary, concerns issues of vital importance, is emotionally laden and requires
close cooperation.”
Komunikasi antara dokter dan pasien adalah bentuk komunikasi kesehatan yang
sifatnya interperonal yang komplek. Proses komunikasi ini dikontrol bagaimana bentuk
hubungan yang berlangsung dalam proses komunikasi tersebut. Dalam mengevaluasi pola
kontrol komunikasi antara dokter dan pasien menurut Roter dan Hall (1992)
menggambarkan empat dasar bentuk hubungan antara dokter dan pasien yaitu : bentuk
standar (default), bentuk paternalistik (paternalistic), konsumtif (consumerist) dan
mutualistik (mutualistic). Hubungan standar ditandai dengan kurangnya kontrol di kedua
pihak baik dokter maupun si pasien , dan jelas jauh dari ideal. Bentuk paternalistik
ditandai hubungan oleh dokter yang dominan dan pasien pasif, sedangkan konsumerisme
dikaitkan dengan sebaliknya, dengan itu fokus pada “hak dan kewajiban” dokter kepada
pasien. Akhirnya, bentuk hubungan mutualistik ditandai oleh berbagi dalam pengambilan
keputusan, dan sering menganjurkan jenis hubunga terbaik untuk saling memahami
(Dianne Berry, 2007;75).
2. Karakteristik pasien (jenis kelamin, kelas sosial, usia, pendidikan dan keinginan akan
informasi)
8
3. Perbedaan antara kedua belah pihak dalam hal kelas sosial dan pendidikan sikap,
keyakinan dan harapan
4. Faktor-faktor situasional (beban pasien, tingkat kenalan dan sifat masalah yang
diajukan).
Dalam komunikasi kesehatan, pasien sering kali terjadi justru pasien yang
mengalami derajat kecemasan ketika mengunjungi dokter, dan mempengaruhi interaksi di
antara mereka. Masuk ke rumah sakit dapat menjadi pengalaman yang sangat
mengganggu. Pasien sering menemukan diri mereka di lingkungan yang asing, terpisah
dari keluarga dan teman-teman, dengan kehilangan ruang pribadi, privasi dan
kemandirian, dan sering merasa tidak pasti tentang masalah kesehatan dan pengobatan.
Faktor-faktor ini sering menyebabkan mereka merasa sangat rentan, dan cenderung
mempengaruhi cara mereka berkomunikasi dengan dokter atau profesional kesehatan
lainnya (Dianne Berry, 2007: 12).
Menariknya, dokter dan pasien memiliki perspektif sangat berbeda pada faktor-
faktor yang mereka pandang sebagai hal paling mendasar dalam komunikasi dokter-
pasien. Sebagai mana dikutip oleh Dianne Berry, (2007;13-15) dipaparkan dalam suatu
hasil penelitian sederhana dengan meminta para dokter dan pasien untuk mengungkapkan
pandangan mereka tentang dokter yang baik, adalah :
The doctors stated that ‘diagnostic ability’ was the most important quality of a good
doctor, whereas the patients said that ‘listening’ was the most important aspect. This
latter aspect was rated as being least important by the doctors.
Three categories for what most influences a patient’s choice of good doctor were
‘how well the doctor communicates with patients and shows a caring attitude’,
9
‘explaining medical or technical procedures in an easy- tounderstand way’ and ‘listening
and taking the time to ask questions’. In contrast, the aspects most highly rated by
doctors were ‘number of years of practice’ and ‘whether the doctor had attended a well
known medical school’.
Secara khusus, keakraban, perhatian, hal positif, kurangnya ketegangan dan ekspresi
non-verbal menjadi elemen paling penting dalam membangun dan memelihara hubungan
kerja yang baik. Secara khusus hubungan interpersonal dokter dan pasien yang baik dan
meningkat ketika konteks komunikasi interpersonal berlangsung dengan keramahan
dokter, perilaku sopan, percakapan sosial, perilaku mendorong dan empatik, dan
membangun kemitraan, dan ekspresi empati selama konsultasi.
10
Tujuan kedua dari komunikasi dokter dan pasien adalah pertukaran informasi
(exchange of information) yang digariskan oleh Ong, dll (1975) adalah pertukaran
informasi. Dari sudut pandang kedokteran, dokter perlu untuk mendapatkan informasi
dari pasien untuk menyakini diagnosis yang tepat dan rencana perawatan. Dari perspektif
lain, pasien perlu mengetahui dan memahami dan merasa dikenal dan dipahami. Dalam
rangka untuk memenuhi kedua kebutuhan ini, kedua pihak perlu bergantian antara
pemberian informasi dan bertukar informasi.
11
pengobatan dan menyetujui pilihan mana yang tepat. Dokter perlu membangun suasana di
mana pasien merasa bahwa pandangan mereka dihargai dan dibutuhkan. Namun, telah
dicatat bahwa tidak semua pasien mau berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
tentang kesehatan mereka. Keengganan tersebut cenderung lebih umum pada pasien yang
lebih tua dan mereka yang sakit. Dalam kasus seperti ini, dokter mungkin perlu
menggunakan pendekatan lebih direktif.
Komunikasi dokter dan pasien sebagai bentuk perilaku yang terjadi dalam
berkomunikasi yaitu bagaimana pelaku (dokter dan pasien) mengelolah dan
mentransformasikan dan pertukaran suatu pesan. Dalam proses pertukaran pesan
komunikasi antara dokter dan pasien merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
proses komunikasi itu sendiri.
Suatu proses kesehatan antara dokter dan pasien bersifat dua-arah terjadi bilamana
orang yang terlibat didalamnya berusaha menciptakan dan menyampaikan informasi
kepada penerima. Dalam hal ini sumber dan penerima (dokter dan pasien) harus
memformulasikan, menyampaikan serta menanggapi pesan tersebut secara jelas, lengkap,
benar dan saling mengerti di antara mereka.
Kesimpulan
12
Komunikasi kesehatan dokter dan pasien yang sukses dan komunikatif serta
berdampak positif bagi pasien. Hal ini berdampak pada kualitas afektif dari
komunikasi dokter dan pasien merupakan penentu utama dari kepuasan pasien dan
kepatuhan terhadap pengobatan dan perawatan. Secara khusus hubungan
interpersonal dokter dan pasien yang baik dan meningkat ketika konteks komunikasi
interpersonal berlangsung dengan keramahan dokter, perilaku sopan, percakapan
sosial, perilaku mendorong dan empatik, dan membangun kemitraan, dan ekspresi
empati selama konsultasi
13
14