Anda di halaman 1dari 14

Pendahuluan

Komunikasi adalah proses penyampaian dan penerimaan pesan dari seseorang yang
dibagi kepada orang lain. Berkomunikasi berarti membantu menyampaikan pesan untuk
kemudian diketahui dan pahami bersama. Pesan dalam komunikasi digunakan dalam
memilih dan pengambilan keputusan.

Komunikasi bersifat fundamental dalam kehidupan sehari-hari karena kita tidak


dapat hidup tanpa berkomunikasi. Berkomunikasi berarti menyampaikan suatu pesan dari
sumber pesan (komunikator) kepada satu atau lebih penerima pesan (khalayak) dengan
menggunakan seperangkat aturan atau cara tertentu. Pada tingkat yang paling sederhana,
komunikasi memerlukan unsur pengirim pesan, pesan, penerima, dan media komunikasi.
Namun, setiap peristiwa komunikasi yang kompleks, pengirim pesan juga berfungsi
sebagai penerima pesan, dan pesan lain yang berbeda dikirim melalui media yang
berbeda. (Ganjar, 2009: v-4)
Hal ini berarti komunikasi adalah pusat dari fungsi kehidupan sehari-hari dan sangat
penting dalam kehidupan manusia, seperti dijelaskan berikut dalam Hargie dan Dixon
(2004) bahwa :
Communication is central to our everyday functioning and can be the very
essence of the human condition. As so aptly put by Hybels and Weaver (1998,
p. 5), ‘To live is to communicate. To communicate is to enjoy life more fully’.
Without the capacity for sophisticated channels for sharing our knowledge,
both within and between generations, our advanced civilization would not
exist.

Komunikasi bersifat sosial dalam masyarakat sehari-hari sering berlangsung secara


verbal, berlangsung secara langsung yaitu melalui percakapan dan atau bahasa tertulis,
tetapi komunikasi nonverbal juga memainkan peran penting dalam komunikasi sehari-
hari. Komunikasi nonverbal meliputi, ekspresi muka, bahasa tubuh atau gerak gerik,
postur tubuh samai kepada pakaian yanh digunakan berkonstribusi terhadap pesan yang
diterima. Komunikasi berlansung secara terus menerus dan berkesinambungan, sengaja
atau tidak sengaja tentang berbagai hal, misalnya, mengutarakan persepsi, pendapat,
perasaan, identitas diri kepada orang lain. Diam atau tidak melakukan apa-apa pun adalah
komunikasi. Tidak tersenyum atau tertawa memiliki pesan yang sama pada saat

1
tersenyum atau tertawa di waktu yang tepat karena setiap situasi pengalaman seseorang
percaya padaa suatu hal akan tetapi nada suara, ekspresi atau bahasa tubuh menunjukkan
pada mereka percaya pada sesuatu yang lainnya.
Komunikasi melibatkan hubungan antar manusia dan mengharuskan memiliki
peserta komunikasi dan persamaan pemahaman. Persamaan bahasa dan gerak tubuh
adalah sarana utama yang orang mempengaruhi orang lain. Dalam komunikasi
antarpribadi proses komunikasi yang berlangsung secara dinamis dan transaksional
demikian hal komunikasi massa diperlukan untuk menyampaikan pesan kepada publik
yang lebih luas untuk mencapai khalayak luas.

Dalam kondisi dinamikan sosial lingkungan masyarakat yang beragam menuntut


suatu kemampuan berkomunikasi yang beragam pula berdasarkan dinamikan sosial
lingkungan masyarakat yang terjadi. Misalnya, lingkungan masyarakat lingkup
pemerintahan dalam pengambilan keputusan atau kebijakan menuntut peserta komunikasi
untuk mengetahui dan memahami karateristik lingkungan komunikasi politik tersebut.
Demikian pula ragam dinamika sosial masyarakat lainnya, antara lain lingkup sosial
dunia kesehatan seperti yang dibahas penjelasan berikut ini yaitu berhubungan dengan
komunikasi kesehatan.
Komunikasi kesehatan secara umum didefinisikan sebagai segala aspek dari
komunikasi antarmanusia yang berhubungan dengan kesehatan. Komunikasi kesehatan
secara khsusus didefinisikan sebagai semua jenis komunikasi manusia yang isinya
pesannya berkaitan dengan kesehatan. (Rogers,1996:15). Definisi ini menjelakan bahwa
komunikasi kesehatan dibatasi pada pesan yang dikirim atau diterima, yaitu ragam pesan
berkaitan dengan dunia kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Sebagaimana
dikutip dalam Roger, (1996;16) mengatakan bahwa komunikasi kesehatan adalah :
“health communication has been defined as referring to ‘any type of human
communication whose content is concerned with health”.
Komunikasi kesehatan merupakan proses komunikasi yang melibatkan pesan
kesehatan, unsur-unsur atau peserta komunikasi. Dalam komunikasi kesehatan berbagai
peserta yang terlibat dalam proses kesehatan antara dokter, pasien, perawat, profesional
kesehatan, atau orang lain. Pesan khusus dikirim dalam komunikasi kesehatan atau
jumlah peserta yang terbatas dengan menggunakan konteks komunikasi antarpribadi
sebaliknya menggunakan konteks komunikasi massa dalam rangka mempromosikan

2
kesehatan kepada masyarakat luas yang lebih baik, dan cara yang berbeda adalah upaya
meningkatkan keterampilan kemampuan komunikasi kesehatan.

Seperti semua jenis komunikasi antar manusia, komunikasi kesehatan dapat


mengambil berbagai bentuk dan terjadi dalam konteks yang berbeda. Perbedaan dasar
dalam semua komunikasi antara manusia seperti, komunikasi verbal (bahasa- based) dan
non-verbal. Masing-masing dapat terjadi di sejumlah tingkatan konteks komunikasi yang
berbeda. Komunikasi verbal, proses berkomunikasi berlangsung dalam konteks tingkatan
diri-sendiri (komunikasi intrapersonal) atau dengan orang lain (komunikasi
antarpribadi). Dalam kasus komunikasi antarpribadi dapat dilakukan secara lisan atau
melalui penggunaan ragam media, yang menggunakan pesan bahasa tertulis atau
lambang/simbol. Komunikasi antarpribadi ini sering dilakukan antara dua orang atau
dalam kelompok kecil. Komunikasi ini seperti biasanya sifatnya transaksional dalam
lingkungan sosial, dalam arti bahwa individu yang terlibat saling mempengaruhi,
dipengaruhi, dan memberikan kontribusi. Demikian pula kontek komunikasi massa,
misalnya, promosi kesehatan dan kampanye kesehatan masyarakat.
Praktek ragam tingkatan komunikasi seperti dijelaskan di atas dipahami juga bahwa
komunikasi kesehatan secara sederhana menjelaskan hubungan antara dokter dan pasien.
Komunikasi yang baik atau efektif di antara keduanya memegang peranan yang sangat
penting, baik untuk kepercayaan/kredibilitas dokter maupun untuk kepentingan pasien.
Komunikasi yang dibangun dengan baik antara dokter dan pasien merupakan salah satu
kunci keberhasilan dokter dalam memberikan upaya pelayanan medis. Ketidakberhasilan
dokter masalah medis jika dikomunikasikan dengan baik tidak akan menimbulkan
perselisihan, tetapi sebaliknya keberhasilan medis yang dicapai pun jika tidak
dikomunikasikan, dan pasien merasa tidak puas juga bisa menimbulkan perselisihan atau
sengketa medis

3
Komunikasi Antara Dokter dan Pasien

Komunikasi kesehatan melibatkan dokter, pasien, dan keluarga adalah komunikasi


yang tidak dapat dihindari dalam kegiatan kesehatan atau klinikal. Pasien datang merobat
menyampaikan keluhannya, didengar, dan ditanggapi oleh dokter sebagai respon dari
keluhan tersebut. Seorang pasien yang datang berobat memiliki harapan akan
kesembuhan penyakitnya, sedangkan seorang dokter mempunyai kewajiban memberikan
pengobatan sebaik mungkin.

Komunikasi kesehatan antara dokter dan pasien yang dulu menganut pola
paternalistik dengan dokter pada posisi yang lebih dominan sudah saatnya diubah menjadi
setara antara dokter dan pasien. Efektifitas komuniksi yang baik antara keduabelah pihak
akan berdampak pada kesehatan yang lebih baik, kenyamanan, kepuasan pada pasien, dan
penurunan resiko malpraktik, serta perselisihan atau sengketa yang terjadi antara dokter
dan pasien. Salah satu anggota Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), dr.
Khie Chen yang dikutip (Dianne Berry, 2007:27) mengemukakan bahwa terjadinya
sengketa medis lebih sering disebabkan kesenjangan persepsi antara dokter dan pasien.
Pada sisi lain, pasien dan keluarga merasa kurang puas dengan proses atau hasil
pengobatan yang dilakukan, sedangkan pada sisi lain, dokter dan pihak rumah sakit
merasa sudah melakukan pengobatan secara optimal. Sengketa medis ini terjadi karena
adanya perbedaan persepsi antara dokter dan pasien mengenai penyakit, adanya
ekspektasi yang berlebihan dari pasien terhadap dokter, adanya perbedaan “bahasa”,
makna pesan, dokter dengan pasien, dan atau ketidaksiapan dokter untuk menjalin
komunikasi yang empatik.

Komunikasi dalam lingkup kesehatan begitu penting. Hasil konferensi tentang


komunikasi kesehatan yang berlangsung di Toronto menghasilkan ‘Toronto Consensus”,
menghasilkan 8 (delapan) point pernyataan hubungan antara praktek komunikasi dan
kesehatan sebagai berikut :

1. Communication problems in medical practice are important and common.

2. Patient anxiety and dissatisfaction are related to uncertainty and lack of information,
explanation and feedback.

4
3. Doctors often misperceive the amount and type of information that patients want to
receive.

4. Improved quality of clinical communication is related to positive health outcomes.

5. Explaining and understanding patient concerns, even when they cannot be resolved,
results in a fall in anxiety.

6. Greater participation by the patient in the encounter improves satisfaction,


compliance and treatment outcomes.

7. The level of psychological distress in patients with serious illness is less when they
perceive themselves to have received adequate information.

8. Beneficial clinical communication is routinely possible in clinical practice and can be


achieved during normal clinical encounters, without unduly prolonging them,
provided that the clinician has learned the relevant techniques. (Dianne Berry,
2007:31)

Komunikasi kesehatan yang berlangsung positif memberikan dampak penting bagi


pasien, dokter, dan orang lain. Seorang dokter lebih cenderung untuk membuat diagnosis
yang lebih akurat dan komprehensif guna mendeteksi tekanan emosional pada pasien,
pasien memiliki rasa puas dengan perawatan dan kurang cemas, dan setuju dengan
mengikuti saran yang diberikan (Lloyd dan Bor, 1996). Selain itu, pasien yang ditangani
oleh dokter dengan keterampilan komunikasi yang baik telah terbukti meningkatkan Indeks
Kesehatan dan Tingkat Pemulihan (Davis dan Fallowfield, 1994; Greenfield, dkk. 1985;
Ong, dkk, 1995).

Namun, demikian hasil positif tersebut tidak selalu diperoleh. Komunikasi yang
positif telah terbukti memiliki dampak menguntungkan, sebaliknya komunikasi yang
negatif sebaliknya justru dapat menyebabkan keseluruhan dampak yang negatif dokter
maupun pasiennya. Misalnya, komunikasi yang buruk menyebabkan pasien tidak terlibat
dengan layanan kesehatan selanjutnya menolak untuk mengikuti perilaku kesehatan
dianjurkan dan menjalani perawatan yang diperlukan, dan gagal untuk mematuhi resep
pengobatan, atau gagal untuk menyembuhkan penyakit.

5
Dalam kasus ekstrim, komunikasi yang buruk dapat menyebabkan gangguan
psikologis, gangguan fisik, litigasi atau, paling buruk, kematian. Singkatnya, seperti
dicatat oleh Pettigrew dan Logan (1987), komunikasi kesehatan mempromosikan
kesehatan dan penyakit dalam masyarakat, dan membuat sistem dijalankan pada
efektivitas secara optimal.

Kemampuan komunikasi yang baik atau keterampilan sosial memberikan keuntungan


lebih dalam kehidupan antarmanusia manusia. Mereka yang memiliki tingkat kemampuan
dan keterampilan tinggi berguna untuk mengatasi stres atau kegelisahan lebih mudah dan
untuk beradaptasi dan menyesuaikan hidup lebih baik dan menjadi lebih kecil
kemungkinannya untuk menderita depresi, kesepian atau kecemasan. Dalam konteks
komunikasi, penting bagi seorang profesional kesehatan untuk memiliki keterampilan
komunikasi yang baik. Seperti dikemukakan oleh Blasi, dkk. (2001; 760) yang dikutip
dalam oleh Dianne Berry, (2007;9) bahwa : In healthcare, the importance of
health professionals having good communication skills is being increasingly recognized.

Kemudian, Hasil penelitian mereka di sejumlah negara dan menemukan bahwa


seorang praktisi (kesehatan) yang baik memiliki kemampuan menjalin suatu hubungan
baik dan bersahabat seperti dijelaskan berikut ini :

“practitioners who attempted to form a warm and friendly relationship with their
patients and reassured them that they would soon be better, were found to be more
effective than practitioners who kept their consultations impersonal, formal or
uncertain”.

Kemampuan interpersonal dokter kepada pasiennya memiliki hubungan signifikan


dalam upaya kesembuhan pasien Seorang praktisi kesehatan yang berusaha untuk
membentuk hubungan baik dan hubungan persahabatan dengan pasien serta meyakinkan
mereka bahwa mereka akan segera menjadi lebih baik, lebih efektif daripada praktisi
kesehatan yang terus-menerus berkonsultasi secara impersonal (tidak akrab dan tidak
bersahabat), formal atau tidak pasti.

Hasil laporan the Health Services Commissioner’s Annual Report, England (1993)
dan the International Medical Benefit/Risk Foundation (1993:14) mengidentifikasi dan
menyimpulkan bahwa
6
“poor or inadequate communication between patients and health professionals as
the source of the majority of grievances that it dealt with. The Report went on to
state that a major cause of the problems was inadequate training”.

“insufficient attention has been given to the training of communication skills of


healthcare professionals, and retuning these skills in continuing education
programmes”

Temuan tersebut menjelaskan bahwa komunikasi yang baik antara dokter dan
pasien. Kemampuan ini akan di dapatkan melalui pelatihan. Kemampuan melalui
pelatihan keterampilan komunikasi profesional kesehatan, dan program pendidikan
berkelanjutan. Dengan demikian, kemajuan yang signifikan dalam bidang komunikasi
kesehatan telah terealisasi dan berkembang dan memperoleh pengakuan bahwa
komunikasi kesehatan yang positif dapat diajarkan dan dipelajari.

Komunikasi kesehatan yang positif tidak hanya relevan dengan interaksi yang
berhubungan dengan pasien dalam pengaturan kesehatan, seperti dokter umum praktik,
General Practitioner (GP) rumah sakit, puskesmas dan klinik, tetapi juga mendasar pada
tingkat kesehatan yang lebih luas masyarakat. Penentu paling penting dari kesehatan
adalah keadaan sosial, ekonomi, dan paling tidak penting adalah perilaku kesehatan
individu (Perancis dan Adams, 2002). Dengan demikian, disarankan untuk harus
memfokuskan usaha lebih luas pada kampanye pendidikan kesehatan masyarakat
daripada mencoba untuk mempengaruhi perilaku pada tingkat individu. Berfokus pada
berkomunikasi dengan publik yang lebih luas dalam rangka untuk mempromosikan
kesehatan yang lebih baik. Dengan mempertimbangkan pendekatan yang berbeda dan
strategi yang telah diambil, dan mengevaluasi efektivitas mereka. Setelah ini, terjalin di
sejumlah media komunikasi yang digunakan untuk menyebarkan informasi kepada
masyarakat luas (Dianne Berry, 2007:12)

7
Tujuan Komunikasi Kesehatan antara Dokter dan Pasien

Komunikasi kesehatan antara dokter dan pasien merupakan jenis komunikasi yang
berlangsung secara transaksional, face to face, dan berlansung secara langsung. Jenis
komunikasi ini melibatkan dua orang yang berbeda posisi, tidak sukarela, isi pesan yang
penting sehingga membutuhkan kerjasama yang baik seperti dikemukakan oleh Ong, dkk.
(1995) bahwa “the doctor–patient relationship is one of themost complex interpersonal
relationships. It involves the interaction between people in non-equal positions, is often
non-voluntary, concerns issues of vital importance, is emotionally laden and requires
close cooperation.”

Komunikasi antara dokter dan pasien adalah bentuk komunikasi kesehatan yang
sifatnya interperonal yang komplek. Proses komunikasi ini dikontrol bagaimana bentuk
hubungan yang berlangsung dalam proses komunikasi tersebut. Dalam mengevaluasi pola
kontrol komunikasi antara dokter dan pasien menurut Roter dan Hall (1992)
menggambarkan empat dasar bentuk hubungan antara dokter dan pasien yaitu : bentuk
standar (default), bentuk paternalistik (paternalistic), konsumtif (consumerist) dan
mutualistik (mutualistic). Hubungan standar ditandai dengan kurangnya kontrol di kedua
pihak baik dokter maupun si pasien , dan jelas jauh dari ideal. Bentuk paternalistik
ditandai hubungan oleh dokter yang dominan dan pasien pasif, sedangkan konsumerisme
dikaitkan dengan sebaliknya, dengan itu fokus pada “hak dan kewajiban” dokter kepada
pasien. Akhirnya, bentuk hubungan mutualistik ditandai oleh berbagi dalam pengambilan
keputusan, dan sering menganjurkan jenis hubunga terbaik untuk saling memahami
(Dianne Berry, 2007;75).

Bentuk hubungan Komunikasi antara dokter dan pasien ditekankan pada


terjadinya komunikasi efektif antara dokter dan pasien yang memberikan manfaat.
Edelmann (2000) mengidentifikasi empat faktor utama yang mungkin mempengaruhi
sifat dan efektivitas komunikasi antara dokter dan pasien, yaitu :

1. Karakteristik dokter (jenis kelamin dan pengalaman)

2. Karakteristik pasien (jenis kelamin, kelas sosial, usia, pendidikan dan keinginan akan
informasi)

8
3. Perbedaan antara kedua belah pihak dalam hal kelas sosial dan pendidikan sikap,
keyakinan dan harapan

4. Faktor-faktor situasional (beban pasien, tingkat kenalan dan sifat masalah yang
diajukan).

Dalam komunikasi kesehatan, pasien sering kali terjadi justru pasien yang
mengalami derajat kecemasan ketika mengunjungi dokter, dan mempengaruhi interaksi di
antara mereka. Masuk ke rumah sakit dapat menjadi pengalaman yang sangat
mengganggu. Pasien sering menemukan diri mereka di lingkungan yang asing, terpisah
dari keluarga dan teman-teman, dengan kehilangan ruang pribadi, privasi dan
kemandirian, dan sering merasa tidak pasti tentang masalah kesehatan dan pengobatan.
Faktor-faktor ini sering menyebabkan mereka merasa sangat rentan, dan cenderung
mempengaruhi cara mereka berkomunikasi dengan dokter atau profesional kesehatan
lainnya (Dianne Berry, 2007: 12).

Menariknya, dokter dan pasien memiliki perspektif sangat berbeda pada faktor-
faktor yang mereka pandang sebagai hal paling mendasar dalam komunikasi dokter-
pasien. Sebagai mana dikutip oleh Dianne Berry, (2007;13-15) dipaparkan dalam suatu
hasil penelitian sederhana dengan meminta para dokter dan pasien untuk mengungkapkan
pandangan mereka tentang dokter yang baik, adalah :

The doctors stated that ‘diagnostic ability’ was the most important quality of a good
doctor, whereas the patients said that ‘listening’ was the most important aspect. This
latter aspect was rated as being least important by the doctors.

Para dokter menyatakan bahwa “kemampuan diagnostik” adalah kualitas yang


paling penting dari seorang dokter yang baik, sedangkan pasien mengatakan bahwa
“mendengarkan” adalah aspek yang paling penting. Temuan sejalan oleh Delamothe
(1998), yang menemukan bahwa atas tiga kategori pandangan yang paling
mempengaruhi pilihan pasien untuk kategori dokter yang baik, sebagai mana kutipan oleh
Dianne Berry, (2007;26) berikut ini :

Three categories for what most influences a patient’s choice of good doctor were
‘how well the doctor communicates with patients and shows a caring attitude’,

9
‘explaining medical or technical procedures in an easy- tounderstand way’ and ‘listening
and taking the time to ask questions’. In contrast, the aspects most highly rated by
doctors were ‘number of years of practice’ and ‘whether the doctor had attended a well
known medical school’.

Berdasarkan penjelasan kutipan di atas menyebutkan bahwa dokter yang baik


adalah dokter berkomunikasi dengan pasien dan menunjukkan sikap peduli, menjelaskan
prosedur medis atau teknis dengan cara yang mudah-dipahami dan mendengarkan dan
meluangkan waktu untuk mengajukan pertanyaan. Sebaliknya, aspek yang paling dinilai
tinggi oleh dokter jumlah tahun praktek dan apakah dokter telah menempuh pendidikan
kedokteran di tempat terkenal.

Hal ini menuntut kemampuan seorang dokter untuk memiliki kemempuan


berkomunikasi dengan baik terhadap pasiennya untuk mencapai sejumlah tujuan yang
berbeda. Sejalan dengan hal ini, menurut Ong, dkk (1995) yang dikutip oleh Dianne
Berry, (2007: 28 ) mengemukakan bahwa ada 3 (tiga) tujuan yang berbeda komunikasi
antara dokter dan pasien, yaitu : (1) menciptakan hubungan interpersonal yang baik
(creating a good interpersonal relationship), (2) pertukaran informasi (exchange of
information), dan (3) pengambilan keputusan medis (medical decision making).

Menciptakan hubungan interpersonal yang baik (creating a good interpersonal


relationship) merupakan prasyarat untuk perawan medis. Sejumlah penelitian telah
menunjukkan bahwa hubungan dokter dan pasien yang sukses dan komunikatif serta
berdampak positif bagi pasien seperti, kepuasan pengetahuan dan pemahaman, kepatuhan
terhadap pengobatan dan hasil kesehatan yang terukur. Kualitas afektif dari hubungan
dokter dan pasien merupakan penentu utama dari kepuasan pasien dan kepatuhan
terhadap pengobatan.

Secara khusus, keakraban, perhatian, hal positif, kurangnya ketegangan dan ekspresi
non-verbal menjadi elemen paling penting dalam membangun dan memelihara hubungan
kerja yang baik. Secara khusus hubungan interpersonal dokter dan pasien yang baik dan
meningkat ketika konteks komunikasi interpersonal berlangsung dengan keramahan
dokter, perilaku sopan, percakapan sosial, perilaku mendorong dan empatik, dan
membangun kemitraan, dan ekspresi empati selama konsultasi.

10
Tujuan kedua dari komunikasi dokter dan pasien adalah pertukaran informasi
(exchange of information) yang digariskan oleh Ong, dll (1975) adalah pertukaran
informasi. Dari sudut pandang kedokteran, dokter perlu untuk mendapatkan informasi
dari pasien untuk menyakini diagnosis yang tepat dan rencana perawatan. Dari perspektif
lain, pasien perlu mengetahui dan memahami dan merasa dikenal dan dipahami. Dalam
rangka untuk memenuhi kedua kebutuhan ini, kedua pihak perlu bergantian antara
pemberian informasi dan bertukar informasi.

Sejumlah studi menemukan bahwa dokter umum meremehkan informasi tentang


penyakit dan perawatan yang pasien inginkan. Menurut hasil penelitian yang dilakukan
Donovan dan Blake (1992) misalnya, menunjukkan bahwa pasien berpenyakit “arthritis
rheumatoid”, mendambakan informasi lebih banyak tentang penyakit dan perawatnnya
dibanding dengan yang diberikan. Secara khusus, mereka ingin informasi tentang etiologi,
gejala, metode diagnosis, dan efek gejala/penyakit dan efek samping obat-obatan, serta
informasi tentang pilihan pengobatan yang tersedia. Hal ini bisa saja terjadi terjadi kerena
tidak berlangsung pertukaran informasi yang cukup. (Dianne Berry, 2007;5)

Pengambilan keputusan medis (medical decision making). Tujuan ketiga komunikasi


diidentifikasi adalah pengambilan keputusan medis (medical decision making). Selama 20
tahun terakhir ini, telah terjadi pergeseran yang menonjol dari apa yang telah disebut
sebagai “paternalistic” model kedokteran, dimana dokter membuat semua keputusan ke
model yang berpusat pada pasien, di mana pengambilan keputusan dibagi antara dokter
dan pasien.

Model “patient centred” menekankan pentingnya memahami pengalaman pasien


dari penyakit mereka, serta faktor-faktor sosial dan psikologis yang relevan. Berarti
dokter menggunakan keterampilan mendengarkan aktif. Kunci sukses hubungan dokter
dan pasien dan pengambilan keputusan adalah mengakui bahwa pasien ahli juga. Dokter
mungkin akan diberitahu tentang penyebab penyakit, pilihan pengobatan dan strategi
pencegahan, tetapi hanya pasien tahu tentang penyakitnya, keadaan sosial, kebiasaan,
sikap terhadap resiko, nilai-nilai dan preferensi.

Sejalan dengan hal tersebut, pengambilan keputusan bersama karena melibatkan


pertukaran dua arah informasi, dimana kedua dokter dan pasien mendiskusikan preferensi

11
pengobatan dan menyetujui pilihan mana yang tepat. Dokter perlu membangun suasana di
mana pasien merasa bahwa pandangan mereka dihargai dan dibutuhkan. Namun, telah
dicatat bahwa tidak semua pasien mau berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
tentang kesehatan mereka. Keengganan tersebut cenderung lebih umum pada pasien yang
lebih tua dan mereka yang sakit. Dalam kasus seperti ini, dokter mungkin perlu
menggunakan pendekatan lebih direktif.

Komunikasi dokter dan pasien sebagai bentuk perilaku yang terjadi dalam
berkomunikasi yaitu bagaimana pelaku (dokter dan pasien) mengelolah dan
mentransformasikan dan pertukaran suatu pesan. Dalam proses pertukaran pesan
komunikasi antara dokter dan pasien merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
proses komunikasi itu sendiri.

Suatu proses kesehatan antara dokter dan pasien bersifat dua-arah terjadi bilamana
orang yang terlibat didalamnya berusaha menciptakan dan menyampaikan informasi
kepada penerima. Dalam hal ini sumber dan penerima (dokter dan pasien) harus
memformulasikan, menyampaikan serta menanggapi pesan tersebut secara jelas, lengkap,
benar dan saling mengerti di antara mereka.

Kesimpulan
12
Komunikasi kesehatan dokter dan pasien yang sukses dan komunikatif serta
berdampak positif bagi pasien. Hal ini berdampak pada kualitas afektif dari
komunikasi dokter dan pasien merupakan penentu utama dari kepuasan pasien dan
kepatuhan terhadap pengobatan dan perawatan. Secara khusus hubungan
interpersonal dokter dan pasien yang baik dan meningkat ketika konteks komunikasi
interpersonal berlangsung dengan keramahan dokter, perilaku sopan, percakapan
sosial, perilaku mendorong dan empatik, dan membangun kemitraan, dan ekspresi
empati selama konsultasi

13
14

Anda mungkin juga menyukai