Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pusat Kesehatan Masyarakat

2.1.1 Pengertian

Pusat kesehatan masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah

fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan

masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih

mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. (Permenkes RI No 75

Tahun 2014).

Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan

untuk mewujudkan masyarakat yang :

a. Memiliki perilaku sehat meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan

hidup sehat.

b. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu.

c. Hidup dalam lingkungan yang sehat.

d. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok

dan masyarakat.

Puskesmas sebagai penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan

terdepan, kehadirannya di tengah masyarakat tidak hanya berfungsi sebagai

pelayanan kesehatan bagi masyarakat, tetapi juga sebagai pusat komunikasi

masyarakat. Di samping itu, keberadaan Puskesmas di suatu wilayah

dimanfaatkan sebagai upaya-upaya pembaharuan (inovasi) baik di bidang

10
11

kesehatan masyarakat maupun upaya pembangunan lainnya bagi kehidupan

masyarakat sekitar sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.

Oleh karena itu keberadaan Puskesmas dapat dapat diumpamakan sebagai agen

perubahan di masyarakat sehingga masyarakat lebih berdaya dan timbul gerakan-

gerakan upaya kesehatan masyarakat yang bersumber pada masyarakat

(Kemenkes RI, 2016).

2.1.2 Fungsi Puskesmas

Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk

mencapai tujuan pembangunan kesehatan diwilayah kerjanya dalam rangka

mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas

sebagaimana simaksud dalam Permenkes RI No 75 tahun 2014 puskesmas

melaksanakan fungsi :

a. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya.

b. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya.

c. Sebagai wahana pendidikan tenaga kesehatan.

2.1.3 Upaya Puskesmas

Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas yakni

terwujudnya kecamatan sehat menuju Indonesia sehat, puskesmas bertanggung

jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan

masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari Sistem Kesehatan Nasional

merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut

dikelompokkan menjadi dua yakni :

1. Upaya Kesehatan Masayarakat (UKM)


Upaya kesehatan masyarakat essensial harus diselenggarakan oleh setiap

puskesmas untuk mendukung pencapaian standar pelayanan minimal

Kabupaten/Kota bidang kesehatan, yaitu :

1. Pelayanan Promosi Kesehatan

2. Pelayanan Kesehatan Lingkungan

3. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak termasuk KB

4. Pelayanan Gizi, dan

5. Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

a. Upaya kesehatan masyarakat pengembangan merupakan upaya kesehatan

masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan/

atau bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan, yang disesuaikan

dengan prioritas masalah kesehatan, khususnya wilayah kerja dan potensi

sumber daya yang tersedia di masing-masing puskesmas.

2. Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)

Upaya kesehatan perorangan tingkat pertama dilaksanakan sesuaikan

dengan standar prosedur operasional dan standar pelayanan yang meliputi :

a. pelayanan kesehatan

b. Pelayanan Gawat Darurat

c. Pelayanan satu hari (one day care)

d. Home care, dan

e. Pelayanan Rawat Inap

Untuk melaksanakan upaya kesehatan, puskesmas juga harus

menyelenggarakan manajemen puskesmas, pelayanan kefarmasian, pelayanan


keperawatan kesehatan masyarakat dan pelayanan laboratorium (Permenkes RI,

2014).

2.1.4 Wewenang Puskesmas

Dalam menyelenggarakan fungsi Puskesmas yaitu menyelenggarakan

UKM tingkat pertama diwilayah kerjanya, Puskesmas berwewenang untuk :

a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan

masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan.

b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan.

c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi dan pemberdayaan

masyarakat dalam bidang kesehatan.

d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan

masalah kesehatan pada setiap tingkat pengembangan masyarakat yang

bekerjasama dengan sektor lain terkait.

e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan

upaya kesehatan berbasis masyarakat.

f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas.

g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan.

h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses mutu, dan

cakupan Pelayanan Kesehatan.

i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk

dukungan terhadap kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit.

Dalam menyelenggarakan fungsi Puskesmas yaitu menyelenggarakan

UKP tingkat pertama diwilayah kerjanya, Puskesmas berwewenang untuk :


a. Melaksanakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif,

berkesinambungan dan bermutu.

b. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya

promotif dan preventif.

c. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada

individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

d. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan keamanan dan

keselamatan pasien, petugas dan pengunjung..

e. Melaksanakan rekam medis.

f. Melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi terhadap mutu dan akses

Pelayanan Kesehatan.

g. Melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan.

h. Mengkordinasiakan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan

kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya.

i. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi media dan Sistem

Rujukan.

2.2 Pelayanan Kesehatan

2.2.1 Pengertian

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri

atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta

memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat

(UU No 36 Tahun 2009).


Bentuk dan jenis pelyanan kesehatan ditentukan oleh (Azwar, 2010):

1. Pengorganisasian pelayanan,apakah dilaksanakan sendiri atau secara

bersama-sama dalam suatu organisasi.

2. Ruang lingkup kegiatan, apakah hanya mencangkup kegiatan pemeliharaan

kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan

penyakit, pemulihan kesehatan atau kombinasi dari padanya.

3. Sasaran pelayanan kesehatan, apakah untuk perorangan, keluarga, kelompok

ataupun untuk masyarakat secara keseluruhan.

Adapun bentuk dan jenis pelayanan kesehatan menurut Hodgetts dan

Cascio (1983) dalam Azwar (2010) adalah :

a. Pelayanan Kedokteran

Pelayanan kedokteran (medical services) bertujuan untuk menyembuhkan

penyakit ataupun memulihkan kesehatan dimana yang menjadi sasaran

utamanya adalah individu dan keluarga. Pelayanan kedokteran dapat

dilaksanakan secara mandiri maupun bersama-sama dalam suatu organisasi.

b. Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Pelayanan kesehatan masyarakat (public health services) bertujuan untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan serta upaya pencegahan penyakit.

Sasaran utama adalah kelompok dan masyarakat. Biasanya pelayanan

dilaksanakan secara secara bersama-sama dalam suatu organisasi

2.2.2 Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan

Syarat pokok yang harus dimiliki pelayanan kesehatan yang baik menurut

pendapat Azwar (2010) adalah sebagai berikut :


1. Tersedia dan berkesinambungan (available and continiuos)

Semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat harus tersedia,

tidak sulit ditemukan dan sedia setiap saat masyarakat membutuhkannya.

Prinsip ketersediaan dan kesinambungan (available and continous).

2. Dapat diterima dan wajar (acceptable and appropriate)

Pelayanan kesehatan dapat diterima dan sifatnya wajar (appropriate) sehingga

tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat yaitu adat

istiadat maupun kebudayaan setempat.

3. Mudah dicapai (accessible)

Lokasi pelayanan kesehatan seharusnya mudah dicapai (accessible) sehingga

dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik dan merata.

4. Mudah dijangkau (affordable)

Pelayanan kesehatan sebaiknya mudah dijangkau (affordable) olehmasyarakat

terutama dari segi biayanya. Sehingga sangat pentingmengupayakan biaya

pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kemampuanekonomi masyarakat.

Biaya pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan standar ekonomi

masyarakat tidak mampu memberikan pelayanan yangmerata dan hanya dapat

dinikmati oleh sebagian masyarakat saja.

5. Bermutu (quality)

Mutu (quality) adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan

penyelenggaraan pelayanan kesehatan, yang mana pelayanan kesehatan

diharapkan dapat memuaskan para pengguna jasa dan dari segi


penyelenggaraannya harus sesuai dengan kode etik dan standar yang telah

ditetapkan.

2.3 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Pemanfaatan pelayanan kesehatan paling erat hubungannya dengan kapan

seseorang memerlukan pelayanan kesehatan dan seberapa jauh efektifitas

pelayanan tersebut. Bila berbicara kapan memerlukan pelayanan kesehatan,

umumnya semua orang akan menjawab bila merasa adanya gangguan pada

kesehatan (sakit). Seseorang tidak pernah akan tahu kapan sakit, dan tidak

seorangpun dapat menjawab dengan pasti. Hal ini memberi informasi bagi

konsumen pelayanan kesehatan selalu dihadapkan dengan masalah ketidakpastian

(Azwar, 2010).

Rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan menurut

(Permenkes, 2010) dapat disebabkan oleh :

1. Jarak yang jauh (faktor geografi).

2. Tidak tahu adanya suatu kemanpuan fasilitas (faktor informasi).

3. Biaya yang tidak terjangkau (ekonomi faktor).

4. Tradisi yang menghambat pemanfaatan fasilitas (faktor budaya).

2.3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Keputusan seseorang untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan tidak terlepas dari

faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adapun faktor-faktor

yang merupakan penyebab perilaku dapat dijelaskan dengan Teori Lawrence

Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010), yang dibedakan dalam tiga

faktor yaitu:
1. Faktor predisposisi (predisposing factors)

Faktor ini merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar

atau motivasi bagi perilaku. Termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan,

sikap, keyakinan, nilai dan persepsi yang berkenaan dengan motivasi

seseorang atau kelompok untuk bertindak.

2. Faktor pemungkin (Enabling factors)

Faktor pemungkin adalah faktor anteseden terhadap perilaku yang

memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk dalam

faktor pemungkin adalah ketrampilan, sumber daya pribadi dan komunitas.

Seperti tersedianya pelayanan kesehatan termasuk alat alat kontrasepsi,

keterjangkauan, kebijakan, peraturan dan perundangan.

3. Faktor penguat (Reinforcing factors)

Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan

memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja tergantung pada

tujuan dan jenis program. Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku

petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari

perilaku masyarakat.

Seseorang akan memutuskan menggunakan atau memanfaatkan sarana

pelayanan kesehatan berdasarkan perilaku dan faktor-faktor yang

memengaruhinya. Proses penggunaan atau pemanfaatan sarana kesehatan oleh

masyarakat atau konsumen selanjutnya dijelaskan oleh Anderson dalam

Notoatmodjo (2010), yang menyatakan bahwa keputusan seseorang dalam

menggunakan atau memanfaatkan sarana pelayanan tergantung pada :


1. Karakteristik Predisposisi (Predisposing Characteristic)

Karakteristik predisposisi menggambarkan fakta bahwa individu mempunyai

kecenderungan untuk menggunakan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan

yang berbeda-beda. Karakteristik predisposisi dapat dibagi ke dalam 3

kelompok yakni :

a. Ciri-ciri demografi : umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah

anggota keluarga.

b. Struktur sosial : jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan, ras, agama,

kesukuan.

c. Sikap dan keyakinan individu terhadap pelayanan kesehatan.

2. Karakteristik pendukung (enabling characteristic)

a. Sumber daya keluarga (family resources) meliputi penghasilan keluarga,

kemampuan membeli jasa pelayanan.

b. Sumber daya masyarakat (community resources) meliputi jumlah sarana

pelayanan kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dengan

tenaga kesehatan dan lokasi sarana, ketercapaian pelayanan dan sumber

yang ada didalam masyarakat.

3. Karakteristik Kebutuhan (Need Characteristic)

Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan

pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan pendukung itu ada.

Karakteristik kebutuhan itu sendiri dapat dibagi menjadi 2 kategori yakni:

a. Kebutuhan yang dirasakan (perceived need), yaitu keadaan kesehatan

yang dirasakan.
b. Evaluate clinical diagnosis yang merupakan penilaian keadaan sakit

didasarkan oleh penilaian petugas.

Secara skematis konsep pemanfaatan pelayanan kesehatan menurut

Anderson (1995) dalam Notoatmodjo (2010), digambarkan sebagai berikut :

Faktor predisposisi Faktor pemungkin Kebutuhan

Demografi : Umur, Keluarga :


Jenis kelamin, Status Pendapatan,
perkawinan, Penyakit dukungan, asuransi
masa lalu kesehatan

Tingkat rasa sakit:


Struktur sosial : Komunitas/ Ketidakmampuan,
Pendidikan, Ras, masyarakat: Gejala penyakit,
Pekerjaan, Besar Diagnosa, Keadaan
informasi, tersedianya
Keluarga,Agama umum
fasilitas
dan petugas
kesehatan,
Keyakinan : persepsi, lokasi/jarak, Evaluasi : Gejala-
sikap, dan gejala, Diagnosis-
transportasi, biaya
pengetahuan diagnosis
pelayanan

Gambar 2.1 Skema Konsep Pemanfaatan Kesehatan Menurut Anderson

Cumming dalam Notoatmodjo (2010), mengungkapkan suatu kategori

variabel utama yang muncul dari analisa terhadap model-model yang terdahulu

bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh : (1). Hal-hal yang

menyangkut kemudahan memperoleh pelayanan kesehatan, seperti kemampuan

individu membayar biaya pelayanan dan pemeliharaan kesehatan, kesadaran

mereka untuk menggunakan pelayanan kesehatan, dan tersedianya fasilitas


pelayanan kesehatan; (2). Hal-hal yang menyangkut sikap individu terhadap

pelayanan kesehatan, seperti kepercayaan terhadap manfaat pengobatan, dan

kualitas pelayanan yang tersedia; (3). Hal-hal yang menyangkut ancaman penyakit

seperti persepsi individu terhadap gejala-gejala penyakit dan kepercayaan

terhadap gangguan serta akibat-akibat penyakit tersebut; (4). Hal-hal yang

berkaitan dengan pengetahuan tentang penyakit; (5). Hal-hal yang berkaitan

dengan interaksi sosial individu, norma sosial dan struktur sosial, dan (6). Hal-hal

yang berkaitan dengan karakteristik demografi (status sosial, penghasilan).

Model penggunaan pelayanan kesehatan yang sering dipakai adalah Health

Belief Model dicetuskan oleh Becker dalam Notoatmodjo (2010), yaitu model

kepercayaan kesehatan menjelaskan kesiapan individu dalam memahami perilaku

pemanfaatan pelayanan kesehatan. Ada 4 (empat) variabel yang terlibat dalam

tindakan tersebut yaitu:

a. Perceived seriousness (keseriusan yang dirasakan), yaitu persepsi

seseorang terhadap keseriusan dari penyakit yang didasarkan pada

penilaian terhadap kerusakan yang ditimbulkan penyakit tertentu.

b. Perceived susceptibility (kerentanan yang dirasakan), yaitu kepekaan

seseorang terhadap penyakit, agar seseorang bertindak untuk mengobati

atau mencegah penyakitnya, maka dia harus merasakan bahwa dia rentan

atau peka terhadap penyakit tersebut.

c. Perceived benefits (manfaat yang dirasakan), yaitu persepsi seseorang

terhadap manfaat yang diperoleh apabila mengambil tindakan untuk

mengobati atau mencegah penyakit.


d. Perceived barriers (hambatan-hambatan yang dirasakan), yaitu persepsi

seseorang terhadap hambatan-hambatan dalam bertindak untuk mengobati

atau mencegah penyakit, dapat berupa keadaan yang tidak menyenangkan

atau rasa sakit yang ditimbulkan pada perawatan. Disamping itu hambatan

dapat berupa biaya baik bersifat monetary cost yaitu biaya pengobatan

ataupun time cost (waktu menunggu diruang tunggu, atau waktu yang

digunakan selama perawatan dan waktu yang digunakan ke tempat

pelayanan kesehatan), serta kualitas pelayanan yang diberikan.

Faktor-faktor yang menyangkut kemudahan memperoleh pelayanan

kesehatan, seperti kemampuan individu membayar biaya pelayanan dan

pemeliharaan kesehatan, kesadaran mereka untuk menggunakan pelayanan

kesehatan, dan tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan harus diperhatikan. Hal-

hal yang menyangkut sikap individu terhadap pelayanan kesehatan, seperti

kepercayaan terhadap manfaat pengobatan, dan kepercayaan terhadap kualitas

pelayanan yang tersedia. Hal-hal yang menyangkut ancaman penyakit seperti

persepsi individu terhadap gejala-gejala penyakit tersebut. Hal-hal yang berkaitan

dengan pengetahuan tentang penyakit. Hal-hal yang berkaitan dengan interaksi

sosial individu, norma sosial dan struktur sosial, dan hal-hal yang berkaitan

dengan karakteristik demografi (status sosial, penghasilan dan pendidikan).

2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Pelayanan Kesehatan

Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat permintaan pelayanan

kesehatan telah digolongkan oleh Notoadmodjo (2010) dalam beberapa model,

yaitu:
a. Model Demografi (Demografi Model)

Variabel yang digunakan dalam model ini adalah : umur, jenis kelamin,

status perkawinan dan besarnya keluarga. Perbedaan akan derajat kesehatan,

derajat kesekitan dan tingkat penggunaan pelayanan kesehatan diasumsikan akan

berhubungan dengan seluruh variabel tersebut. Variabel yang digunakan dalam

model ini adalah variabel yang berasal dari dalam individu sendiri yang secara

langsung akan mempengaruhi kebutuhan seseorang.

b. Model Struktur Sosial (Social Struktur Model)

Variabel yang digunakan dalam model ini adalah : pendidikan, pekerjaan

dan suku bangsa atau etnis. Penggunaan pelayanan kesehatan adalah suatu aspek

gaya hidup (life style) seseorang yang dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan sosial

fisikologisnya. Seseorang yang sedang sakit perut (diare) mencari pengobatan

dengan cara tradisional (memakan daun sirih atau bawang dengan minyak). Sesuai

dengan kebiasaan yang ada di desa tersebut sedangkan orang lain yang memiliki

latar belakang pendidikan SLTA juga menderita diare merasakan membutuhkan

pertolongan dokter dan langsung pergi kedokter untuk mendapatkan pertolongan.

Sehingga latar belakang sosial seseorang sangat berpengaruh pada kebutuhan

seseorang dan pada akhirnya mempengaruhi juga tingkat penggunaan pelayanan

kesehatan.

2.3.3 Faktor yang Dapat Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Beberapa faktor-faktor yang dapat memepengaruhi pemanfaatan

pelayanan kesehatan telah digolongkan oleh Donabedian dalam Notoadmodjo

(2012), yaitu:
1. Faktor Sosiokultural

a. Teknologi

Kemajuan teknologi dapat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan,

dimana kemajuan dibidang teknologi disatu sisi dapat meningkatkan

pemanfaatan pelayanan kesehatan seperti transplantasi organ, penemuan

organ artifisial, serta kemajuan dibidang radiologi. Sedangkan disisi lain

kemajuan teknologi dapat menurunkan pemanfaatan pelayanan kesehatan,

sebagai contoh dengan ditemukannya berbagai vaksin untuk pencegahan

penyakit menular akan mengurangi pemanfaatan pelayanan kesehatan.

b. Norma dan nilai yang ada di masyarakat.

Norma, nilai sosial dan keyakinan yang ada di masyarakat akan memengaruhi

seseorang dalam bertindak, termasuk dalam memanfaatkan pelayanan

kesehatan.

2. Faktor Organisasional

a. Ketersediaan Sumberdaya

Suatu sumber daya tersedia apabila sumber daya itu ada atau bisa didapat,

tanpa mempertimbangkan sulit ataupun mudahnya penggunaannya. Suatu

pelayanan hanya bisa digunakan apabila jasa tersebut tersedia.

b. Akses Geografis

Akses geografis dimaksudkan pada faktor-faktor yang berhubungan dengan

tempat yang memfasilitasinya atau menghambat pemanfaatan, ini ada

hubungan antara lokasi suplai dan lokasi klien, yang dapat diukur dengan

jarak waktu tempuh, atau biaya tempuh. Hubungan antara akses geografis dan
volume dari pelayanan tergantung dari jenis pelayanan dan jenis sumber daya

yang ada. Peningkatan akses yang dipengaruhi oleh berkurangnya jarak, waktu

tempuh ataupun biaya tempuh mungkin mengakibatkan peningkatan pelayanan

yang berhubungan dengan keluhan-keluhan ringan. Dengan kata lain, pemakaian

pelayanan preventif lebih banyak dihubungkan dengan akses geografis dari pada

pemakaian pelayanan kuratif sebagai mana pemanfaatan pelayanan umum bila

dibandingkan dengan pelayanan spesialis. Semakin hebat suatu penyakit atau

keluhan, dan semakin canggih atau semakin khusus sumber daya dari pelayanan,

semakin berkurang pentingnya atau berkurang kuatnya hubungan antara akses

geografis dan volume pemanfaatan pelayanan.

c. Akses Sosial

Akses sosial terdiri atas dua dimensi, yaitu dapat diterima dan terjangkau.

Dapat diterima mengarah kepada faktor psikologis, sosial dan faktor budaya,

sedangkan terjangkau mengarah kepada faktor ekonomi. Konsumen

memperhitungkan sikap dan karakteristik yang ada pada provider seperti

etnis, jenis kelamin, umur, ras, dan hubungan keagamaan.

d. Karakteristik dari stuktur perawatan dan proses

Praktek pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, praktek dokter tunggal,

praktek dokter bersama, grup praktek dokter spesialis atau yang lainnya

membuat pola pemanfaatan yang berbeda.

3. Faktor yang berhubungan dengan konsumen

Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara konsumen dengan

provider (penyedia pelayanan). Tingkat kesakitan atau kebutuhan yang


dirasakan oleh konsumen berhubungan langsung dengan pengunaan atau

permintaan terhadap pelayanan kesehatan.

Kebutuhan, terdiri atas kebutuhan yang dirasakan (perceived need) dan

diagnosa klinis (evaluated need). Kebutuhan yang dirasakan (perceived need) ini

dipengaruhi oleh:

a. Faktor sosiodemografis yang terdiri dari umur, jenis kelamin, ras, suku

bangsa, status perkawinan, jumlah keluarga, dan status sosial ekonomi

(pendidikan, pekerjaan, penghasilan).

b. Faktor sosiopsikologis terdiri dari persepsi, dan kepercayaan terhadap

pelayanan medis atau dokter.

4. Faktor yang berhubungan dengan produsen.

Faktor yang berhubungan dengan produsen, yaitu faktor ekonomi konsumen

tidak sepenuhnya memiliki referensi yang cukup akan pelayanan yang

diterima, sehingga mereka menyerahkan hal ini sepenuhnya ketangan

provider. Karakteristik provider, yaitu tipe pelayanan kesehatan, sikap

petugas, serta fasilitas yang dimiliki oleh pelayanan kesehatan yang

bersangkutan.

2.3.4 Persepsi dan Konsep Sehat – Sakit

Notoatmodjo (2010) mengungkapkan bahwa persepsi adalah pengalaman

tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan

menyimpulkan informasi dan menafsirkannya. Persepsi adalah memberikan

makna kepada stimulus. Persepsi berbeda dengan sensasi namun keduanya

berhubungan. Sensasi (sense/alat pengindraan) yang menghubungkan alat


organisme/manusia dengan lingkungan. Jadi sensasi merupakan pengalaman

elementer yang segera dan tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis atau

konseptual. Sensasi terjadi setelah seseorang mengalami stimulus melalui indra

sesuai dengan obyeknya. Sedangkan persepsi adalah bagaimana seseorang

memberi arti terhadap stimulus yang diterimanya.

Timbulnya perbedaan konsep sehat-sakit di masyarakat antara

penyelenggara pelayanan kesehatan dan masyarakat adalah berkisar dengan

rasasakit dan penyakit. Penyakit adalah bentuk reaksi biologis terhadap

suatuorganisme, luka atau benda asing yang ditandai dengan perubahan fungsi-

fungsi tubuh sebagai organisme biologis, sedangkan sakit adalah penilaian

individu terhadap penyakit yang dialaminya sehingga hal ini sangat dipengaruhi

oleh feeling/perasaan individu. Misalnya: ada dua orang yang mempunyai

penyakit yang sama namun persepsi antara kedua orang tersebut akan berbeda,

mungkin yang satu akan merasa sakit dan yang satunya lagi tidak merasa dirinya

sakit.

Seseorang yang terkena penyakit secara obyektif organ tubuhnya

mengalami gangguan fungsi namun dia tidak merasa sakit. Sebaliknya, seseorang

dapat merasa sakit jika merasakan sesuatu dalam tubuhnya, namun dari

pemeriksaan klinis tidak ditemukan bukti penyakitnya.

Konsep sehat yang berkembang di masyarakat yakni bila orang dapat

bekerja atau menjalankan rutinitasnya sehari-hari, sedangkan orang sakit adalah

orang yang sudah tidak dapat menjalankan pekerjaannya atau sudah tidak dapat

bangkit dari tempat tidur.


Selama perbedaan konsep sehat sakit tersebut masih ada dan konsep-

konsep ini tidak diluruskan maka pemanfaatan pelayanan kesehatan akan berjalan

dengan lambat. Hal ini juga merupakan pengaruh dari aspek-aspek sosial budaya

yang berkembang di masyarakat, sehingga di masing-masig unit pelayanan

kesehatan komunitas akan berbeda pula penanganannya.

2.3.5 Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan

Respon anggota masyarakat apabila sakit beragam, Notoatmodjo

menjelaskan dalam Ilmu Perilaku Kesehatan (2010) adalah sebagai berikut:

1. No action (tidak bertindak apa-apa)

Alasan dari tindakan ini adalah kondisi kesehatannya tidak mengganggu

kegiatan/aktivitas sehari-hari mereka. Prioritas tugas/pekerjaan yang lain

lebih penting dari pada mengobati sakitnya. Alasan lain karena letak

fasilitas kesehatan jauh, petugas tidak ramah, takut mahal biayanya, takut

dengan dokter, takut pergi ke rumah sakit dan sebagainya. Keadaan ini

membuktikan bahwa kesehatan belum menjadi prioritas dalam kehidupan

masyarakat.

2. Self treatment atau self medication (tindakan mengobati sendiri)

Alasan bisa sama dengan tindakan no action atau alasan lain karena orang

tersebut percaya kepada diri sendiri berdasarkan pengalaman pengobatan

yang lalu dan berhasil sembuh sehingga tidak perlu mencari pengobatan dari

luar. Contoh tindakan ini adalah: minum obat yang dibeli di

warung/apotik,minum jamu, kerokan dan pijat.

3. Tradisional remedy (mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan tradisional)


Masyarakat ferifer khususnya masih sangat kental dengan perilaku ini,

masalah sehat-sakit bersifat budaya daripada gangguan fisik. Pengobatan

dukun yang merupakan bagian dari masyarakat, lebih dekat dengan

masyarakat, pengobatannya merupakan kebudayaan masyarakat sehingga

lebih dapat diterima dari pada dokter, bidan, perawat dan sebagainya.

4. Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern (professional)

Fasilitas kesehatan milik pemerintah, swasta, balai pengobatan,

puskesmas,rumah sakit dan dokter praktek merupakan fasilitas pengobatan

modern.

2.3.6 Tujuan Penggunaan Pelayanan Kesehatan

Menurut Anderson dan Newman (1973) dalam Notoatmodjo (2010) tujuan

dari penggunaan pelayanan kesehatan adalah:

1. Menggambarkan hubungan faktor penentu penggunaan pelayanan kesehatan.

2. Perencanaan kebutuhan masa depan/target pelayanan kesehatan.

3. Menentukan adanya ketidakseimbangan pelayanan dari penggunaan

pelayanan kesehatan.

4. Menyarankan cara-cara manipulasi kebijakan yang berhubungan

dengan variabel-variabel untuk memberikan perubahan yang diinginkan

5. Evaluasi program-program pemeliharaan dan perawatan kesehatan yang baru.

2.3.7 Model Penggunaan Pelayanan Kesehatan

Faktor-faktor determinan/penentu dalam penggunaan pelayanan kesehatan

didasarkan pada beberapa kategori antara lain kependudukan, struktur sosial,


psikologi sosial, sumber keluarga, sumber daya masyarakat, organisasi dan

model-model sistem kesehatan.

1. Model sistem kesehatan (Health System Model)

Teori ini dikemukaan oleh Anderson (1974) dalam Muzaham (2007) yang

menggambarkan model sistem kesehatan yang terdiri dari 3 faktor utama yaitu

karakteristik predisposisi, karakteristik pendukung, dan karakteristik kebutuhan.

a. Karakteristik predisposisi (predisposing characteristics)

Fungsi dari karakteristik ini dapat menggambarkan fakta bahwa tiap

individu mempunyai kecendrungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan

yang berbeda-beda. Ciri-ciri individu tersebut digolongkan ke dalam 3

kelompok yaitu:

 Ciri-ciri demografi yaitu jenis kelamin, umur, dan status perkawinan.

 Struktur sosial yaitu tingkat pendidikan, pekerjaan, suku, agama dan

sebagainya.

 Manfaat-manfaat kesehatan seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan

dapat menolong proses penyembuhan penyakit (termasuk stress dan

kecemasan yang ada kaitannya dengan kesehatan).


Setiap individu mempunyai perbedaan karakteristik, perbedaan tipe dan
frekuensi penyakit, dan perbedaan pola penggunaan pelayanankesehatan.


Setiap individu mempunyai perbedaan struktur sosial, perbedaan gaya
hidup, dan akhirnya mempunyai perbedaan pola penggunaan pelayanan

kesehatan.

Individu percaya akan kemanjuran dalam penggunaan pelayanan kesehatan.
b. Karakteristik kemampuan (enabling characteristics)

Karakteristik ini menggambarkan kondisi yang memungkinkan orang

memanfaatkan pelayanan kesehatan karena walaupun mempunyai predisposisi

untuk menggunakan pelayanan kesehatan namun tidak akan menggunakannya

kecuali jika ia mampu menggunakannya. Kemampuan tersebut berasal dari

keluarga (misalnya: penghasilan dan simpanan/tabungan, asuransi kesehatan

atau sumber lainnya) dan dari komunitas (misalnya: tersedianya fasilitas dan

tenaga, lamanya menunggu pelayanan serta lama waktu yang digunakan untuk

mencapai fasilitas pelayanan kesehatan tersebut/ lokasi pemukiman). Jadi

penggunaan pelayanan kesehatan yang ada tergantung pada konsumer untuk

membayar.

c. Karakteristik kebutuhan (need characteristics)

Faktor predisposisi dan enabling dapat terwujud bila hal itu dirasakan

sebagai kebutuhan. Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk

menggunakan pelayanan kesehatan jika faktor predisposisi dan enabling itu ada.

Kebutuhan dibedakan menjadi 2 karakter yaitu dirasa atau perceived (subyekas

sessment) dan evaluated (clinical diagnosis).

Perceived need dapat diukur dengan perasaan subyektif terhadap

penyakit (misalnya: jumlah hari sakit, gejala-gejala sakit yang dialami dan

laporan tentang keadaan kesehatan umum). Sedangkan evaluated merupakan

evaluasi klinis terhadap penyakit yakni penilaian beratnya penyakit dari dokter

yang merawatmya, biasanya berdasarkan keluhan-keluhan yang mungkin


memerlukan pengobatan dari hasil pemeriksaan dan diagnosa penyakit. Model

ini diilustrasikan pada gambar berikut ini:

Predisposing Enabling Need Health


Services Use

Demography Family Perceived


resources

Social structure Community Evaluated


resources

Health beliefs

Gambar

2.2 Ilustrasi Model Sistem Kesehatan

Hipotesis umum dari teori tersebut menurut Anderson dalam Muzaham

(2007) adalah jumlah pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh suatu keluarga

merupakan karakteristik predisposisi, kemampuan serta kebutuhan keluarga

tersebut atas pelayanan medis. Semua komponen dari model ini mempunyai

peranan tersendiri dalam memahami perbedaan pemanfaatan pelayanan kesehatan,

sedangkan kebutuhan merupakan faktor yang lebih penting dibandingkan

predisposisi maupun kemampuan.

2. Model kepercayaan kesehatan (Helath Belief Model)

Teori yang dikemukakan oleh Lewin dalam Notoatmodjo (2010)

menjelaskan bahwa orang tidak akan menggunakan pelayanan kesehatan medis


jika mereka tidak mempunyai pengetehuan dan juga motivasi yang relevan

tentang kesehatan. Hal ini dipengaruhi oleh persepsi individu mengenai ancaman

penyakit dan keyakinannya terhadap nilai manfaat dari tindakan kesehatan. Ada

empat variabel kunci dalam HBM (Health Belief Model) yaitu:


Kerentanan yang dirasakan (perceived suscepbility) menggambarkan seseorang
akan mencari pengobatan atau menggunakan pelayanan kesehatan

jika ia merasa rentan (susceptible) terhadap penyakit. Jadi suatu tindakan

pencegahan terhadap suatu penyakit akan timbul bila seseorang telah

merasakan bahwa ia atau keluarganya rentan terhadap penyakit tersebut.


Keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness) menggambarkan bahwa
tindakan menggunakan pelayanan kesehatan didorong oleh keseriusan

penyakit yang dialaminya. Contoh, penyakit polio akan dirasakan lebih

serius bila dibandingkan dengan flu, oleh karena itutindakan pencegahan

polio akan lebih banyak dilakukan bila dibandingkan dengan

pencegahan/pengobatan penyakit flu.


Manfaat dan rintangan-rintangan yang dirasakan (perceived benefits and
barriers). Jika individu merasa rentan terhadap penyakit-penyakit yang

dianggap serius, maka ia akan melakukan tindakan mencari pelayanan

kesehatan. Tindakan ini akan tergantung pada manfaat yang dirasakan atau

rintangan yang ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut.


Isyarat/tanda-tanda (cues) merupakan pendorong untuk bertindak untuk
mendapatkan tingkat penerimaan yang benar tentang kerentanan, kegawatan

dan keuntungan tindakan, maka diperlukan isyarat-isyarat yang berupa


faktor eksternal. Misalnya berasal dari pesan-pesan di media, melalui

nasehat/anjuran teman atau anggota keluarga dari si sakit.

Model kepercayaan kesehatan diilustrasikan sebagai berikut:

Variabel demografis (umur, jenis


kelamin,sukubangsaatau kelompok etnis). Variabel
sosial (peer,referencegroups, kepribadian,pengalaman
sebelumnya). Variabel struktur (kelas sosial, akses ke
pelayanan kesehatan dan sebagainya).

Kecendrungan yang Ancaman yang Manfaat yang dilihat


dilihat (perceived)
dilihat dari pengambilan
Mengenai gejala/
Mengenai tindakan dikurangi
penyakit. Syaratnya
gejala dan biaya (rintangan)
yang dilihat mengenai
penyakit. yang dilihat dari
gejala dan penyakitnya.
pengambilan.

Pendorong (cues) untuk Kemungkinan


bertindak(kampanye mengambil
mediamasa, peringatandari tindakan tepat
dokter/dokter gigi, tulisan untuk perilaku
dalamsurat kabar,majalah). sehat/sakit

Gambar 2.3 Ilustrasi Teory Model Kepercayaan Kesehatan

3. Model jaringan sosial (Social Network Model)

Dalam buku Muzaham (2007) Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan

tentang teori Social Network yang dikemukakan oleh Langlie (1977) yang

merupakan pengembangan dari teori Suchman (1965), mengemukakan kerangka

analisis dengan mengkombinasikan faktor kepercayaan kesehatan dan jaringan


sosial dalam mencari penyebab perilaku penggunaan pelayanan kesehatan.

Langlie memodifikasikan 3 variabel yaitu minat yang besar terhadap kesehatan,

persepsi tentang pengontrolan kesehatan dan sikap terhadap pemberi pelayanan

kesehatan. Ia mengukur variabel jaringan sosial dengan tingkat sosial ekonomi

keluarga, interaksi dengan kerabat dan non kerabat, struktur perkawinan dan

agama yang dianut.

4. Model pengambilan keputusan (Decision Theoretic Model)

Dikemukakan oleh Fabrega (1973) dalam Muzaham (2007), merupakan

hasil pendekatan antropologi yang menitikberatkan pada proses informasi tentang

penyakit dan keputusan pengobatan yang diharapkan seseorang disaat kejadian

penyakit. Model ini dapat digunakan untuk membandingkan nilai serta biaya dari

suatu pengobatan menurut masing-masing kebudayaan yang berbeda. Model

aplikasi lintas budaya ini mengemukakan bahwa seseorang mempunyai 4 sistem

yang berpengaruh pada perilaku sakit, yaitu:

 Sistem biologis, dimana terdapat proses fisiologis dan kimia.

 Sistem sosial, dimana terdapat hubungan dengan individu, kelompok


danlembaga.

 Sistem fenomenoligis, dimana terdapat tingkat kesadaran dan pengertian


masing-masing individu.

 Sistem memori, yaitu pengalaman sakit disertai sikap dan kepercayaan


terhadap kesehatan yang akan mempengaruhi ketiga sistem lainnya.
2.4 Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan teoritis diatas, determinan yang berhubungan

dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas Kecamatan

Hutaimbaru Kota Padangsidimpuan, digambarkan dalam kerangka konsep

sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen


Faktor
Predisposisi:
Pendidikan

Pengetahuan

Faktor
Kemampuan :
 Sikap
tenagakesehatan Memanfaatkan
 Tidak memanfaatkan
Aksesibilitas
(jarak tempuh,
biaya,
transportasi)

Faktor kebutuhan :
Kondisi kesehatan

Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian

Anda mungkin juga menyukai