Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi adalah suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan
dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam diri seseorang dan atau di antara dua
atau lebih dengan tujuan tertentu. 1.2 Komunikasi sangat penting dalam aspek
kehidupan manusia. Komunikasi diperlukan dalam berbagai profesi, termasuk
dokter. Seorang dokter dituntut memiliki kemampuan berkomunikasi yang
efektif.3 Komunikasi efektif bertujuan untuk mencapai kolaborasi; menjamin
akurasi, efisiensi, dan dukungan yang meningkat; menjamin kepuasan pasien dan
dokter.4
Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter-pasien merupakan salah satu
kompetensi yang harus dikuasai dokter. Kompetensi komunikasi menentukan
keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Selama ini
kompetensi komunikasi dapat dikatakan terabaikan, baik dalam pendidikan
maupun dalam praktik kedokteran/kedokteran gigi.
Sejak terjadi perubahan paradigma doctor-centered ke patient-centered, mulai
disadari bahwa pengumpulan informasi yang selama ini dilakukan oleh banyak dokter
kurang memberikan perhatian terhadap apa yang dirasakan dan dipikirkan pasien selama
proses konsultasi berlangsung. Diketahui bahwa dengan teknik pengumpulan informasi
seperti itu menyebabkan pasien seringkali tidak mendapatkan pelayanan yang dapat
memuaskan dirinya. Dengan demikian,terdapat kesenjangan antara apa yang diinginkan
oleh dokter dan apa yang diinginkan oleh pasien. Bagi dokter, konsultasi mungkin
merupakan bagian rutinitas sehari-hari, namun bagi pasien konsultasi merupakan hal
yang sangat penting dan seringkali sangat mengkhawatirkan. 5,6

Tidak mudah bagi dokter untuk menggali keterangan dari pasien karena
memang tidak bisa diperoleh begitu saja. Perlu dibangun hubungan saling percaya
yang dilandasi keterbukaan, kejujuran dan pengertian akan kebutuhan, harapan,
maupun kepentingan masing-masing. Dengan terbangunnya hubungan saling
percaya, pasien akan memberikan keterangan yang benar dan lengkap sehingga
1

dapat membantu dokter dalam mendiagnosis penyakit pasien secara baik dan
memberi obat yang tepat bagi pasien.
Komunikasi yang baik dan berlangsung dalam kedudukan setara (tidak
superior-inferior) sangat diperlukan agar pasien mau/dapat menceritakan
sakit/keluhan yang dialaminya secara jujur dan jelas. Komunikasi efektif mampu
mempengaruhi emosi pasien dalam pengambilan keputusan tentang rencana
tindakan selanjutnya, sedangkan komunikasi tidak efektif akan mengundang
masalah.
Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak
memerlukan waktu lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih sedikit
waktu karena dokter terampil mengenali kebutuhan pasien (tidak hanya ingin
sembuh). Atas dasar kebutuhan pasien, dokter melakukan manajemen pengelolaan
masalah kesehatan bersama pasien. Komunikasi efektif dokter-pasien adalah
kondisi yang diharapkan dalam pemberian pelayanan medis namun disadari
bahwa dokter di Indonesia belum disiapkan untuk melakukannya. Melalui
pemahaman tentang hal-hal penting dalam pengembangan komunikasi dokterpasien diharapkan terjadi perubahan sikap dalam hubungan dokter-pasien.
1.2 Tujuan
Secara umum tujuan penulisan telaah ilmiah ini adalah memberikan
pengetahuan baik bagi penulis sendiri maupun pembaca mengenai cara
berkomunikasi dengan pasien dan atau keluarganya. Selain itu juga diharapkan
dapat membantu dokter dalam melakukan komunikasi secara efektif.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi
Pengertian komunikasi sudah banyak didefinisikan oleh banyak orang.
Dari banyak pengertian tersebut jika dianalisis pada prinsipnya dapat disimpulkan
bahwa komunikasi ialah suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan
dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam diri seseorang dan atau di antara dua
atau lebih dengan tujuan tertentu.
Gambar 1 menggambarkan apa yang dapat kita namakan model universal
komunikasi. Komunikasi mengandung elemen-elemen yang ada dalam setiap
tindak komunikasi, terlepas dari apakah itu bersifat intrapribadi, antarpribadi,
kelompok kecil, pidato terbuka, atau komunikasi masa. Gambaran ini juga
menunjukkan adanya beberapa komponen komunikasi yang terlibat. Selain itu
untuk mendapatkan proses komunikasi yang baik tidak bisa dilepaskan dari
pengaruh lingkungan.
Salur
an
atau
medi
a

Sumb
er
atau
Pener
enkod
er ima
atau
dekod
er

Pesa
n

Konteks
(Lingkungan)
Umpan
balik

Gang
guan

Umpan
balik

Pesa
n
Sumbe
r atau
enkod
er Peneri

ma
atau
dekod
er
Salur

an
atau
media

Gambar 1. Model Universal Komunikasi (PPSDM Depkes RI, 2006)


Komunikasi adalah hubungan kontak antar dan antara manusia baik
individu maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari, disadari atau tidak,

komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia, paling tidak sejak ia


dilahirkan sudah berkomunikasi dengan lingkungannya. Gerak dan tangis yang
pertama pada saat bayi dilahirkan adalah tanda komunikasi (Widjaja, 1986).
Berhasilnya suatu komunikasi ialah apabila kita mengetahui dan
mempelajari unsur-unsur yang terkandung dalam proses komunikasi. Unsur-unsur
yang dimaksud adalah sumber (resource), pesan (message), saluran (channel,
media) dan penerima (receiver, audience).
Dalam proses komunikasi bersamaan tersebut diusahakan melalui tukar
menukar pendapat, penyampaian pesan informasi, serta perubahan sikap dan
perilaku. Pada hakekatnya setiap proses komunikasi terdapat unsur-unsur tersebut
yaitu sumber pesan, saluran, dan penerimaan, disamping masih terdapat pula
unsur pengaruh (effect) dan umpan balik (feedback).
Komunikasi terapeutik hubungan antara dokter dengan pasien dapat
diaplikasikan dengan sesuatu yang disebut anamnesis, yakni deskripsi pasien
tentang penyakit atau keluhannya, termasuk alasan berobat.
2.1.1 Pengertian Komunikasi
Beberapa ahli komunikasi mendefinisikan komunikasi sebagai berikut:
a. Menurut

Book

(1980)

dimana

ahli

ini

mengkhususkan

human

communication menyampaikan bahwa komunikasi adalah suatu transaksi,


proses simbolik yang menghendaki orang mengendalikan lingkungannya
dengan (1) membangun hubungan antar sesama manusia. (2) melalui
pertukaran informasi. (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang
lain. (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku.
b. Komunikasi adaslah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan
sebagainya, dengan menggunakan simbol-simbol, kata-kata , gambar, figur
grafik, dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang biasanya
di sebut komunikasi. (Bernard Berelson dan Bary A,Stener)
c. Setiap tindakan komunikasi di pandang sebagai suatu transmisi informasi
terdiri dari rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada penerima.
(Thedore M. Newcomb).

d. Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator)


menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk
mengubah perilaku orang lain (komunikate). ( Carl I. Hovland)
e. Komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada
penerima dengan niat yang di sadari untuk mempengaruhi perilaku penerima.
(Gerald R Miller)
f. Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada
suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku
mereka. (Everett M. Rogers).
g. Komunikasi (internasional) adalah suatu proses menyortir, memilih dan
mengirimkan simbol-simbol sedemikia rupa sehingga membantu pendengar
membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang serupa dengan
yang di maksudkan komunikator. ( Raymond S. Ross)
Dari definisi di atas ternyata tidak hanya satu definisi yang memberi
pengertian mengenai komunikasi tetapi bisa di ambil kesimpulan bahwa
komunikasi mengandung unsur: Sumber (sources), pegirim (sender), penyandi
(encoder), komunikator (communicator), dan pembicara (speaker). Sehingga akan
menarik sekali untuk terus menggali tentang definisi komunikasi.
2.1.2 Prinsip-Prinsip Komunikasi
1. Komunikasi adalah paket isyarat
Perilaku komunikasi, apakah ini melibatkan pesan verbal, isyarat tubuh,
atau kombinasi dari keduanya, biasanya terjadi dalam "paket". Biasanya, perilaku
verbal dan nonverbal saling memperkuat dan mendukung. Semua bagian dari
sistem pesan biasanya bekerja bersama-sama untuk mengkomunikasikan makna
tertentu. Kita tidak mengutarakan rasa takut dengan kata-kata sementara seluruh
tubuh kita bersikap santai. Kita tidak mengungkapkan rasa marah sambil
tersenyum. Seluruh tubuh baik secara verbal maupun nonverbal bekerja bersamasama untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan kita.
Dalam segala bentuk komunikasi, apakah antarpribadi, kelompok kecil,
pidato di muka umum, atau media masa, kita kurang memperhatikan sifat paket

dari komunikasi. Ia berlalu begitu saja. Tetapi bila ada ketidakwajaran bila jabatan
tangan yang lemah menyertai salam verbal, bila gerak-gerik gugup menyertai
pandangan yang tajam, bila kegelisahan menyertai ekspresi nyaman dan santai
kita memperhatikannya. Selalu saja kita mulai mempertanyakan ketulusan, dan
kejujuran orang yang bersangkutan.
Pesan yang kontradiktif
Bayangkanlah seseorang yang mengatakan "Saya begitu senang bertemu
dengan anda," tetapi. berusaha menghindari kontak mata langsung dan melihat
kesana-kemari untuk mengetahui siapa lagi yang hadir. Orang ini mengirimkan
pesan yang kontradiktif. Kita menyaksikan pesan yang kontradiktif (juga dinamai
"pesan berbaur" oleh beberapa penulis) pada pasangan yang mengatakan bahwa
mereka saling mencintai tetapi secara nonverbal melakukan hal-hal yang saling
menyakiti, misalnya datang terlambat untuk suatu janji penting, mengenakan
pakaian yang tidak disukai pasangannya, menghindari kontak mata, atau tidak
saling menyentuh.
Pesan-pesan tersebut ada juga yang mengatakan sebagai "diskordansi"
(discordance) merupakan akibat dari keinginan untuk mengkomunikasikan dua
emosi atas perasaan yang berbeda.
2.

Komunikasi adalah proses penyesuaian


Komunikasi hanya dapat terjadi bila para komunikatornya menggunakan

sistem isyarat yang sama. Ini jelas kelihatan pada orang-orang yang menggunakan
bahasa berbeda. Anda tidak akan bisa berkomunikasi dengan orang lain jika
sistem bahasa anda berbeda. Tetapi, prinsip ini menjadi sangat relevan bila kita
menyadari bahwa tidak ada dua orang yang menggunakan sistem isyarat yang
persis sama. Orang tua dan anak, misalnya, bukan hanya memiliki perbedaan kata
yang berbeda, melainkan juga mempunyai arti yang berbeda untuk istilah yang
mereka gunakan.
3.

Komunikasi mencakup dimensi isi dan hubungan


Komunikasi, setidak-tidaknya sampai batas tertentu, berkaitan dengan

dunia nyata atau sesuatu yang berada di luar (bersifat ekstern bagi) pembicara dan
pendengar. Tetapi, sekaligus, komunikasi juga menyangkut hubungan di antara

kedua pihak. Sebagai contoh, seorang atasan mungkin berkata kepada


bawahannya, "Datanglah ke ruang saya setelah rapat ini." Pesan sederhana ini
mempunyai aspek isi (kandungan, atau content) dan aspek hubungan (relational).
Ketidakmampuan membedakan dimensi isi dan hubungan
Banyak masalah di antara manusia disebabkan oleh ketidakmampuan
mereka mengenali perbedaan antara dimensi isi dan hubungan dalam komunikasi.
Perbedaan atau perselisihan yang menyangkut dimensi isi relatif mudah
dipecahkan: Relatif mudah untuk memeriksa fakta yang dipertengkarkan. Sebagai
contoh, kita dapat memeriksa buku atau bertanya kepada seseorang tentang apa
yang sesungguhnya terjadi. Tetapi, pertengkaran yang menyangkut dimensi
hubungan jauh lebih sulit diselesaikan, sebagian karena kita jarang sekali mau
mengakui bahwa per tengkaran itu sesungguhnya menyangkut soal hubungan,
bukan soal isi.
4.

Komunikasi melibatkan transaksi simetris dan komplementer

Hubungan dapat berbentuk simetris atau komplementer. Dalam hubungan


simetris dua orang saling bercermin pada perilaku lainnya. Perilaku satu orang
tercermin pada perilaku yang lainnya. Jika salah seorang mengangguk, yang lain
mengangguk,

jika yang

satu menampakkan

rasa cemburu,

yang

lain

memperlihatkan rasa cemburu; jika yang satu pasif, yang lain pasif. Hubungan ini
bersifat setara (sebanding), dengan penekanan pada meminimalkan perbedaan di
antara kedua orang yang bersangkutan.
Cara lain melihat hubungan simetris adalah dalam bentuk persaingan dan
perebutan pengaruh di antara dua orang. Masing-masing orang dalam hubungan
simetris perlu menegaskan kesebandingan atau keunggulannya dibanding yang
lain. Hubungan simetris bersifat kompetitif; masing-masing pihak berusaha
mempertahankan kesetaraan atau keunggulannya dari yang lain.
Dalam hubungan komplementer kedua pihak mempunyai perilaku yang
berbeda.

Perilaku

salah

seorang

berfungsi

sebagai

stimulus

perilaku

komplementer dari yang lain. Dalam hubungan komplementer perbedaan di antara


kedua pihak dimaksimumkan. Orang menempati posisi yang berbeda; yang satu
atasan, yang lain bawahan; yang satu aktif, yang lain pasif; yang satu kuat, yang

lain lemah . Pada masanya, budaya membentuk hubungan seperti ini misalnya,
hubungan antara guru dan murid, atau antara atasan dan bawahan.
5.

Rangkaian komunikasi dipunkuasi


Peristiwa komunikasi merupakan transaksi yang kontinyu. Tidak ada awal

dan akhir yang jelas. Sebagai pemeran serta atau sebagai pengamat tindak
komunikasi, kita membagi proses kontinyu dan berputar ini ke dalam sebab dan
akibat, atau ke dalam stimulus dan tanggapan. Artinya, kita mensegmentasikan
arus kontinyu komunikasi ini ke dalam potongan-potongan yang lebih kecil. Kita
menamai beberapa di antaranya sebagai sebab atau stimulus dan lainnya sebagai
efek atau tanggapan.
Komunikasi adalah proses transaksional
Komunikasi adalah transaksi. Dengan transaksi dimaksudkan bahwa
komunikasi merupakan suatu proses, hahwa komponen-komponennya saling
terkait, dan bahwa para komunikatornya beraksi dan bereaksi sebagai suatu
kesatuan atau keseluruhan.
Komunikasi adalah proses
Komunikasi merupakan suatu proses, suatu kegiatan. Walaupun kita
mungkin membicarakan komunikasi seakan-akan ini merupakan suatu yang statis,
yang diam, komunikasi tidak pernah seperti itu. Segala hal dalam komunikasi
selalu membuat kita akan berubah termasuk orang yang kita ajak berkomunikasi,
dan lingkungan kita.
Komponen-komponen komunikasi saling terkait
Dalam setiap proses transaksi, setiap komponen berkaitan secara integral
dengan setiap komponen yang lain. Komponen komunikasi saling bergantung,
tidak pernah independen: Masing-masing komponen dalam kaitannya dengan
komponen yang lain. Sebagai contoh, tidak mungkin ada sumber tanpa penerima,
tidak akan ada pesan tanpa sumber, dan tidak akan umpan balik tanpa adanya
penerima.
Komunikator bertindak sebagai satu kesatuan
Setiap orang yang terlibat dalam komunikasi beraksi dan bereaksi sebagai
satu kesatuan yang utuh. Secara biologis kita dirancang untuk bertindak sebagai

makhluk yang utuh. Kita tidak dapat bereaksi, misalnya, hanya pada tingkat
emosional atau intelektual saja, karena kita tidak demikian terkotak-kotak. Kita
pasti akan bereaksi secara emosional dan intelektual, secara fisik dan kognitif.
Kita bereaksi dengan tubuh dan pikiran. Barangkali akibat terpenting dari
karakteristik ini adalah bahwa aksi dan reaksi kita dalam komunikasi ditentukan
bukan hanya oleh apa yang dikatakan, melainkan juga oleh cara kita menafsirkan
apa yang dikatakan.
6.

Komunikasi tak terhindarkan


Anda mungkin menganggap bahwa komunikasi berlangsung secara sengaja,

bertujuan, dan termotivasi secara sadar. Dalam banyak hal ini memang demikian.
Tetapi, seringkali pula komunikasi terjadi meskipun seseorang tidak merasa
berkomunikasi atau tidak ingin berkomunikasi. Dalam situasi interaksi, anda tidak
bisa tidak berkomunikasi. Tidaklah berarti bahwa semua perilaku merupakan
komunikasi; misalnya, jika sang murid melihat ke luar jendela dan guru tidak
melihatnya, komunikasi tidak terjadi.
Selanjutnya, bila kita dalam situasi interaksi, kita tidak bisa tidak
menanggapi pesan dari orang lain. misalnya, jika kita melihat seseorang melirik
ke arah kita, kita pasti bereaksi dengan cara tertentu. Seandainyapun kita tidak
bereaksi secara aktif atau secara terbuka, ketiadaan reaksi ini sendiri pun
merupakan reaksi, dan itu berkomunikasi. Kita tidak bisa tidak bereaksi. Sekali
lagi, jika kita tidak menyadari lirikan itu, jelas bahwa komunikasi tidak terjadi.
7.

Komunikasi bersifat tak reversibel


Anda dapat membalikkan arah proses beberapa sistem tertentu. Sebagai

contoh, anda dapat mengubah air menjadi es dan kemudian mengembalikan es


menjadi air, dan anda dapat mengulang-ulang proses dua arah ini berkali-kali
sesuka anda. Proses seperti ini dinamakan proses reversibel. Tetapi ada sistem lain
yang bersifat tak reversibel (irreversible). Prosesnya hanya bisa berjalan dalam
satu arah, tidak bisa dibalik. Anda, misalnya, dapat mengubah buah anggur
menjadi minuman anggur (sari anggur), tetapi anda tidak bisa mengembalikan sari
anggur menjadi buah anggur. Komunikasi termasuk proses seperti ini, proses tak
reversibel. Sekali anda mengkomunikasikan sesuatu, anda tidak bisa tidak

10

mengkomunikasikannya. Tentu saja, anda dapat berusaha mengurangi dampak


dari pesan yang sudah terlanjur anda sampaikan; anda dapat saja, misalnya,
mengatakan, "Saya sangat marah waktu itu; saya tidak benar-benar bermaksud
mengatakan seperti itu." Tetapi apa pun yang anda lakukan untuk mengurangi atau
meniadakan dampak dari pesan anda, pesan itu sendiri, sekali telah dikirimkan
dan diterima, tidak bisa dibalikkan. (Ada pepatah Indonesia yang mengatakan,
nasi telah menjadi bubur.)
2.1.3 Model Komunikasi
Pada

proses

Komunikasi,

banyak

melalui

perkembangan.

Poses

komunikasi melalui model-model komunikasi itu sendiri, yaitu:


1. Model Komunikasi Aristoteles
Aristoteles menerangkan tentang model komunikasi dalam bukunya
Rhetorica, bahwa setiap komunikasi akan berjalan jika terdapat 3 unsur utama:
a. Pembicara, yaitu orang yang menyampaikan pesan
b. Apa yang akan dibicarakan (menyangkut Pesan nya itu sendiri)
c. Penerima, orang yang menerima pesan tersebut.
2. Model Komunikasi David K.Berlo
Dalam model komunikasi David K.Berlo, diketahui bahwa komunikasi
terdiri dari 4 Proses Utama yaitu SMRC (Source, Message, Channel, dan
Receiver) lalu ditambah 3 Proses sekunder, yaitu Feedback, Efek, dan
Lingkungan. Proses utama adalah sebagai berikut:
a. Source (sumber), sumber adalah seseorang yang memberikan pesan atau
dalam komunikasi dapat disebut sebagai komunikator. Walaupun sumber
biasanya melibatkan individu, namun dalam hal ini sumber juga
melibatkan banyak individu. Misalnya, dalam organisasi, partai, atau
lembaga tertentu. Sumber juga sering dikatakan sebagai source, sender,
atau encoder.
b. Message (pesan), pesan adalah isi dari komunikasi yang memiliki nilai dan
disampaikan oleh seseorang (komunikator). Pesan bersifat menghibur,
informatif, edukatif, persuasif, dan juga bisa bersifat propaganda. Pesan
disampaikan melalui 2 cara, yaitu verbal dan nonverbal. Bisa melalui tatap

11

muka atau melalui sebuah media komunikasi. Pesan bisa dikatakan sebagai
Message, Content, atau Information
c. Channel (media dan saluran komunikasi), sebuah saluran komunikasi
terdiri atas 3 bagian yaitu lisan, tertulis, dan elektronik. Media disini
adalah sebuah alat untuk mengirimkan pesan tersebut. Misalkan secara
personal (komunikasi interpersonal), maka media komunikasi yang
digunakan adalah panca indra atau bisa memakai media telepon, telegram,
handphone, dimana media ini bersifat pribadi. Sedangkan komunikasi
yang bersifat massa (komunikasi massa), dapat menggunakan media cetak
(koran, surat kabar, majalah, dll), sedangkan media elektornik dapat
menggunakan internet, TV dan radio. Namun untuk internet, termasuk
media yang fleksibel, karena bisa bersifat pribadi dan bisa bersifat massa.
Karena, internet mencakup segalanya. Jika anda membuka website maka
media ini bersifat massal, namun jika anda chatting melalui yahoo
messenger, maka media ini bersifat interpersonal, dan jika anda
menuliskan Blog (blogging atau menulis diary), media ini bisa berubah
menjadi media yang bersifat intrapersonal (kepada diri sendiri).
d. Receiver (penerima pesan), Penerima adalah orang yang mendapatkan
pesan dari komunikator melalui media. Penerima adalah elemen yang
penting dalam menjalankan sebuah proses komunikasi. Karena, penerima
menjadi sasaran dari komunikasi tersebut. Penerima dapat juga disebut
sebagai public, khalayak, masyarakat, dll.
Sedangkan yang termasuk proses sekunder adalah:
a. Feedback (umpan balik), umpan balik adalah suatu respon yang diberikan
oleh penerima. Penerima disini bukan dimaksudkan kepada penerima
sasaran (khalayak), namun juga bisa didapatkan dari media itu sendiri.
Misal, kita sebagai seorang penulis mengirimkan sebuah artikel kepada
suatu media massa. Lalu, bisa saja artikel kita ternyata bagus, namun ada
beberapa hal yang harus di edit. Sehingga, pihak media mengembalikan
artikel kita untuk di edit ulang.
b. Efek, sebuah komunikasi dapat menyebabkan efek tertentu. Efek
komunikasi adalah sebuah respon pada diri sendiri yang bisa dirasakan

12

ketika kita mengalami perubahan (baik itu negatif atau positif) setelah
menerima pesan. Efek ini adalah sebuah pengaruh yang dapat mengubah
pengetahuan, perasaan, dan perilaku (Kognitif, afektif, dan konatif)
c. Lingkungan, adalah sebuah situasi yang dapat mempengaruhi terjadinya
suatu komunikasi. Situasi Lingkungan terjadi karena adanya 4 faktor :
1) Lingkungan Fisik (letak geografis dan jarak)
2) Lingkungan Sosial Budaya (adat istiadat, bahasa, budaya, status sosial)
3) Lingkungan Psikologis (pertimbangan kejiwaan seseorang ketika
menerima pesan)
4) Dimensi Waktu (musim, pagi, siang, dan malam)
3. Model Komunikasi Bovee dan Thill
Bovee dan Thill dalam bukunya Bussiness Communication Today,
menjelaskan bahwa proses komunikasi merupakan tahapan dari kegiatan. Terdapat
5 tahapan:
a. Pengirim memiliki sebuah ideataugagasan. Komunikasi diawali dengan
adanya gagasan dari seorang pengirim, yang ingin disampaikan pada
penerima pesan tersebut.
b. Ide dirubah menjadi pesan. ide bersifat abstrak dan tidak terstruktur,
sehingga tidak dapat dibaca oleh oraglain. Maka dari itu, pengirim harus
mengubah idenya tersebut menjadi sebuah pesan agar dapat dimengerti
oleh orang lain. Perubahan ide menjadi suatu pesan dinamakan
ENCODING.
c. Pemindahan pesan. Setelah sebuah ide diubah menjadi pesan, maka pesan
teresebut harus dipidahkan kepada penerima dengan berbagai bentuk
komunikasi

(verbal,

nonverbal,

lisan

atau

tertulis),

dan

media

komunikasinya (tatap muka, telepon, surat, laporan, dll)


d. Penerima menerima pesan. Penerima pesan menginterpretasikan pesan
yang diterima.
e. Penerima pesan mengirimkan umpan balik. Umpan balik merupakan
sebuah elemen perantai pesan. Sebagai pengirim pesan, kita harus
mengevaluasi apa yang sebenarnya dipikirkan oleh penerima pesan.
Apakah pesan kita efektif apa tidak. Jika pesan kita ternyata tidak efektif,
maka pesan harus diulang.

13

2.2

Komunikasi Efektif

2.2.1 Pengertian
Yang dimaksudkan dengan komunikasi efektif menurut Steward L Tubbs
dan Sylvia Moss meliputi:
1. Pengertian: adalah penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang
dimaksudkan oleh comunicator.
2. Kesenangan: pada dasarnya komunikasi bukan sekedar penyampaian
informasi saja dan membentuk adanya saling pengertian, namun komunikasi
juga ditujukan untuk mendapatkan kehangatan dalam interaksi dengan
informasi atau pesan yang menyenangkan orang lain.
3. Mempengaruhi sikap: domain utama proses komunikasi sesungguhnya adalah
mempengaruhi sikap orang lain, untuk dapat mempengaruhi orang lain maka
diperlukan suatu pendekatan psikologis berupa emotional appeals, ini bisa
dilakukan apabila dalam komunikasi melakukan pendekatan psikologis.
4. Hubungan sosial yang baik: komunikasi ditujukan untuk mencipatakan
hubungan sosial yang terbina dengan baik.

Pada konteks berserikat dan

berasosiasi (inclusion) maka diperlukan komunikasi untuk bisa meneguhkan


hubungan antar anggota kelompok. Pada konteks ingin menguasai dan
dikuasai (control). Sementara itu pada konteks affection yaitu ingin dicintai
dan mencintai perlu mutlak komunikasi agar kebutuhan tersebut dapat
terungkapkan.
5. Tindakan: mempengaruhi orang lain dapat berhasil apabila orang tersebut
melakukan tindakan nyata seperti apa yang di inginkan dan ini merupakan
indikator terkahir selain empat item terurai di atas. Tindakan merupakan
akumulasi dari proses komunikasi dan ini memerlukan pengetahuan
mekanisme faktor psikologi yang mempengaruhi tindakan seseorang.
2.2.2 Syarat Komunikasi Efektif
Untuk mencipkatan komunikasi efektif diperlukan beberapa hal, yaitu:
1. Kontak Mata.
Hal pertama yang dilakukan seorang pembicara yang baik adalah menatap
lawan bicara dan mengambil jeda untuk memulai sebuah pembicaraan. Ini
merupakan salah satu cara yang membantu untuk menciptakan kesan baik pada

14

lawan bicara. Usahakan mempertahankan kontak mata sepanjang pembicaraan,


agar lawan bicara anda tak merasa diabaikan.
2. Ekspresi Wajah.
Wajah merupakan cermin kepribadian individual. Ekspresi wajah
mengungkapkan pikiran yang sedang melintas pada diri seseorang. Sebagai
contoh: sebuah senyum mengungkap keramah-tamahan dan kasih-sayang,
mengangkat alis mata menunjukan ekpresi heran, mengernyitkan dahi
menyampaikan ketakutan dan kegelisahan. Semua emosi dan berbagai macam
tingkah manusia diekspresikan dalam emosi yang berbeda yang tergambar di
wajah. Jadi saat melakukan komunikasi tunjukan ekspresi bahwa anda tertarik
dengan bahan pembicaraan.
3. Postur Tubuh.
Setiap gerak-gerik tubuh saat berbicara mesti dikoordinasikan dengan
kekuatan meyakinkan dari anda. Mereka bisa jadi semacam tambahan untuk cara
efektif yang dapat ditangkap secara visual daripada secara verbal. Sebagai contoh:
menundukan kepala menunjukkan penyelesaian pernyataan, mengangkat kepala
menunjukkan akhir pertanyaan, terlalu sering menggerakan bagian tubuh
mengungkapkan sedang bergegas atau kebingungan. Untuk itu perhatikan gerakgerik anda saat melakukan komunikasi dengan lawan bicara.
4. Selera Berbusana.
Busana memiliki tugas penting dalam menimbulkan kesan. Orang yang
berbusana sesuai dengan struktur tubuh mereka nampak lebih menarik.
Penampilan fisik seseorang dan busana yang dikenakan membuat dampak pasti
pada proses komunikasi. Kita semua berbusana dan mungkin banyak diantara kita
tak terlalu memperhatikan, namun hal kecil ini memiliki peran untuk sebuah
efektif. Jika kita memperhatikan bagaimana cara berbusana, hal itu akan
memperbaiki kemampun komunikasi kita.
Menurut Stephen Covey, komunikasi merupakan ketrampilan yang paling
penting dalam hidup kita. Kita menghabiskan sebagian besar jam di saat kita sadar
dan bangun untuk berkomunikasi. Sama halnya dengan pernafasan, komunikasi
kita anggap sebagai hal yang otomatis terjadi begitu saja, sehingga kita tidak
memiliki kesadaran untuk melakukannya dengan efektif.

15

Stephen

Covey

menekankan

konsep

kesalingtergantungan

(interdependency) untuk menjelaskan hubungan antar manusia. Unsur yang paling


penting dalam komunikasi bukan sekedar pada apa yang kita tulis atau kita
katakan, tetapi pada karakter kita dan bagaimana kita menyampaikan pesan
kepada penerima pesan. Jika kata-kata ataupun tulisan kita dibangun dari teknik
hubungan manusia yang dangkal (etika kepribadian), bukan dari diri kita yang
paling dalam (etika karakter), orang lain akan melihat atau membaca sikap kita.
2.2.3 Hukum Komunikasi Efektif
Pada pelaksanaan komunikasi efektif terdapat hukum komunikasi efektif
(the 5 inevitable laws of efffective communication) yang harus dipenuhi. Hukum
tersebut dikembangkan dan dirangkum dalam satu kata yang mencerminkan
esensi dari komunikasi itu sendiri yaitu REACH, yang berarti merengkuh atau
meraih. Karena sesungguhnya komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya
bagaimana kita meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati,
tanggapan, maupun respon positif dari orang lain. Hukum tersebut adalah:
1. Respect.
Sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita
sampaikan. Rasa hormat dan saling menghargai merupakan hukum yang pertama
dalam kita berkomunikasi dengan orang lain. Prinsipnya manusia ingin dihargai
dan dianggap penting. Bahkan menurut Dale Carnegie dalam bukunya How to
Win Friends and Influence People, rahasia terbesar yang merupakan salah satu
prinsip dasar dalam berurusan dengan manusia adalah dengan memberikan
penghargaan yang jujur dan tulus. Seorang ahli psikologi, William James, juga
mengatakan bahwa Prinsip paling dalam pada sifat dasar manusia adalah
kebutuhan untuk dihargai. Dia mengatakan ini sebagai suatu kebutuhan (bukan
harapan ataupun keinginan yang bisa ditunda atau tidak harus dipenuhi), yang
harus dipenuhi. Ini adalah suatu rasa lapar manusia yang tak terperikan dan tak
tergoyahkan.
2. Empathy.
Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi
atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam

16

memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti
terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain.
Secara khusus Covey menaruh kemampuan untuk mendengarkan sebagai
salah satu dari 7 kebiasaan manusia yang sangat efektif, yaitu kebiasaan untuk
mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti (Seek First to Understand understand
then be understood to build the skills of empathetic listening that inspires
openness and trust). Inilah yang disebutnya dengan Komunikasi Empatik. Dengan
memahami dan mendengar orang lain terlebih dahulu, kita dapat membangun
keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun kerjasama
atau sinergi dengan orang lain. Rasa empati akan memampukan kita untuk dapat
menyampaikan pesan (message) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan
penerima pesan (receiver) menerimanya.
3. Audible.
Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan
baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu
menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita
sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Dalam komunikasi personal hal
ini berarti bahwa pesan disampaikan dengan cara atau sikap yang dapat diterima
oleh penerima pesan.
4. Clarity.
Adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi
interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Clarity dapat pula berarti
keterbukaan dan transparansi. Dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan
sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat
menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan atau anggota tim kita.
5. Humble.
Artinya adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait
dengan hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya
didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Pada intinya antara lain: sikap
yang penuh melayani (Customer First Attitude), sikap menghargai, mau
mendengar dan menerima kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang
lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh
pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar.

17

Salah satu konsep World Health Organization (Organisasi Kesehatan


DuniaatauWHO) tentang kriteria seorang dokter yang baik adalah Comunicator,
yang berarti mampu mempromosikan gaya hidup sehat melalui penjelasan dan
advokasi efektif.
Seorang dokter untuk menjadi seorang Comunicator yang baik
diperlukan sikap profesionalisme seorang dokter, yaitu:
1. Terbuka. Dokter yang profesional adalah sosok yang terbuka pada pasiennya.
Dengan kata lain, dia mau memberikan berbagai informasi yang dibutuhkan
seorang pasien, baik diminta ataupun tidak. Dokter juga mampu memberikan
penjelasan dengan baik dan benar. Tidak ada keterangan yang sengaja ditutuptutupi sehingga pasien tahu pasti apa masalah yang dialaminya.
2. Bersedia mendengarkan pasien. Dokter juga hendaknya mau mendengarkan
keluhan dan menanggapi pertanyaan pasiennya. Komunikasi yang terjalin
tidak berlangsung satu arah atau sepihak saja. Dokter tidak hanya memberikan
instruksi, tapi alangkah baiknya menampung dan memberikan solusi bagi
permasalahan yang dihadapi pasien.
3. Punya waktu cukup. Agar dapat memberikan informasi yang lengkap dan
bisa mendengarkan keluhan pasiennya, tentunya dokter butuh waktu yang
cukup. Dokter harus selalu bersedia menjelaskan pada pasien dan keluarganya
bagaimana kondisinya, mendiskusikan bagaimana strategi pengobatannya,
membantu pasien mengambil keputusan karena hak memilih pengobatan ada
di tangan pasien. Tentunya dengan dokter memberikan informasi yang sejelasjelasnya tentang untung-rugi sebuah pengobatan dengan baik akan
mengurangi angka kejadian tidak puasnya pasien pada dokter. Namun
kenyataannya hari ini, prosedur tersebut menjadi sangat langka dan amat sulit
untuk ditemui dalam praktek dokter dinegeri ini. Hari ini, low-trust society
sedang menghinggapi kita.
2.3

Komunikasi Efektif Dokter-Pasien


Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak

memerlukan waktu lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih sedikit


waktu karena dokter terampil mengenali kebutuhan pasien (tidak hanya ingin
sembuh). Dalam pemberian pelayanan medis, adanya komunikasi yang efektif

18

antara dokter dan pasien merupakan kondisi yang diharapkan sehingga dokter
dapat melakukan manajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama pasien,
berdasarkan kebutuhan pasien.
Tujuan dari komunikasi efektif antara dokter dan pasiennya adalah untuk
mengarahkan proses penggalian riwayat penyakit lebih akurat untuk dokter, lebih
memberikan dukungan pada pasien, dengan demikian lebih efektif dan efisien
bagi keduanya (Kurtz, 1998).
Anggapan Dasar
Komunikasi merupakan kemampuan klinis dasar
Komunikasi dalam kedokteran merupakan rangkaian keterampilan yang
dipelajari dan bukan kepribadian bawaan serta semua orang dapat belajar
Pengalaman dapat menjadi guru yang tidak baik
Pengetahuan tidak dapat langsung dipraktikan dalam performa
Esensi Dibutuhkan Dalam Mempelajari Keterampilan, Mengubah Perilaku:
Penggambaran sistematik dan definisi keterampilan
Observasi dokter dengan pasien
Timbal balik yang bertujuan baik, detil, dan deskriptif.
Keterampilan yang praktis dan dapat berulang
Keterampilan yang dalam dan dapat dipakai berulang
Kategori Keterampilan
Keterampilan isi apa yang harus dilakukan dokter
Keterampilan proses bagaimana cara melakukan
Keterampilan pemahaman apa yang dipikir dan dirasakan
Tujuan Komunikasi Medis
Mencapai kolaborasi
Menjamin akurasi, efisiensi, dan dukungan yang meningkat
Mejaminkepuasan pasien dan dokter
Meningkatkan hasil kesehatan
Pendekatan Komunikasi
Pendekatan Shot-put: pesan yang dapat dipahami dan dapat diterima
Pendekatan Frisbee: interaksi, timbal balik, relasi, konfirmasi, pendapat yang
dapat didiskusikan
Prinsip Komunikasi Efektif
Meyakinkan interaksi daripada proses transmisi langsung
Mengurangi hal yang tidak penting
Dinamis
Mengikuti model helical

Tabel 1. Kerangka Konsep Komunikasi Efektif

2.3.1 Pendekatan

19

Menurut Kurzt (1998), dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan


komunikasi yang digunakan:
1. Disease centered communication style atau doctor centered communication
style. Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan
diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan
gejala-gejala.
2. Illness centered communication style atau patient centered communication
style. Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya
yang secara individu merupakan pengalaman unik. Di sini termasuk pendapat
pasien, kekhawatirannya, harapannya, apa yang menjadi kepentingannya serta
apa yang dipikirkannya.
Dengan kemampuan dokter memahami harapan, kepentingan, kecemasan,
serta kebutuhan pasien, patient centered communication style sebenarnya tidak
memerlukan waktu lebih lama dari pada doctor centered communication style.
Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan
melahirkan kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khususnya
menciptakan satu kata tambahan bagi pasien yaitu empati. Empati itu sendiri
dapat dikembangkan apabila dokter memiliki ketrampilan mendengar dan
berbicara yang keduanya dapat dipelajari dan dilatih.
Carma L. Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic
Communication in Physician-Patient Encounter (2002), menyatakan betapa
pentingnya empati ini dikomunikasikan. Dalam konteks ini empati disusun dalam
batasan definisi berikut:
a. Kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan pasien (a
physician cognitive capacity to understand patients needs),
b. Menunjukkan afektifitas atau sensitifitas dokter terhadap perasaan pasien
(an affective sensitivity to patients feelings),
c. Kemampuan perilaku dokter dalam memperlihatkan atau menyampaikan
empatinya kepada pasien (a behavioral ability to convey empathy to
patient).

20

Sementara, Bylund & Makoul (2002) mengembangkan 6 tingkat empati


yang dikodekan dalam suatu sistem (The Empathy Communication Coding System
(ECCS) Levels). Berikut adalah contoh aplikasi empati tersebut:
Level 0: Dokter menolak sudut pandang pasien
a. Mengacuhkan pendapat pasien
b. Membuat pernyataan yang tidak menyetujui pendapat pasien seperti
Kalau stress ya, mengapa datang ke sini? Atau Ya, lebih baik
operasi saja sekarang.
Level 1: Dokter mengenali sudut pandang pasien secara sambil lalu
A ha, tapi dokter mengerjakan hal lain: menulis, membalikkan
badan, menyiapkan alat, dan lain-lain
Level 2: Dokter mengenali sudut pandang pasien secara implisit
a. Pasien, Pusing saya ini membuat saya sulit bekerja
b. Dokter, Ya...? Bagaimana bisnis Anda akhir-akhir ini?
Level 3: Dokter menghargai pendapat pasien
Anda bilang Anda sangat stres datang ke sini? Apa Anda mau
menceritakan lebih jauh apa yang membuat Anda stres?
Level 4: Dokter mengkonfirmasi kepada pasien
Anda sepertinya sangat sibuk, saya mengerti seberapa besar usaha
Anda untuk menyempatkan berolah raga
Level 5: Dokter berbagi perasaan dan pengalaman (sharing feelings and
experience) dengan pasien.
Ya, saya mengerti hal ini dapat mengkhawatirkan Anda berdua.
Beberapa pasien pernah mengalami aborsi spontan, kemudian
setelah kehamilan berikutnya mereka sangat, sangat, khawatir
Empati pada level 3 sampai 5 merupakan pengenalan dokter terhadap sudut
pandang pasien tentang penyakitnya, secara eksplisit.
2.3.2 Model
Prof. Dr. L. Jan Slikerveer dari Universitas Leiden Belanda menyampaikan
model komunikasi antara dokter pasien adalah:
1. Model of Activity Passivity Relationship

21

Diibaratkan seperti komunikasi antara orang tua dengan anak kecil atau anak
balita, dimana dokter bertindak sebagai orang tua yang aktif memerintah ini
itu, dan pasien sebagai anak kecil yang hanya menurut dan tidak dapat
mengungkapkan berbagai keluhan rasa sakit yang dia rasakan dan
menyebabkan dia berobat ke dokter.
2. Model of Guidance Cooperation Relationship
Diibaratkan seperti komunikasi antara orang tua dengan anak yang sudah
beranjak dewasa. orang tua tetap penentu kebijakan tunggal, namun bersifat
arahan bukan perintah
3. Model of Mutual Participation Relationship
Diiibarat dua orang yang bekerjasama. saling melengkapi satu sama lain.
Dokter bukanlah satu-satunya pihak aktif, karena pasien juga aktif dalam
menyampaikan berbagai hal yang ingin dia ungkapkan kepada dokter
sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.
4. Model of Provider Consumer Relationship
Pasien diibaratkan sebagai konsumen. dimana konsumen adalah raja dan
dokter adalah pelayan. jadi tugas dokter adalah memberikan pelayanan
terbaiknya untuk si konsumen.
Model yang disarankan untuk diterapkan dalam komunikasi kesehatan
tentunya model ketiga dan keempat. Ini dimaksudkan untuk meningkatkan tingkat
kesehatan masyarakat, karena berbagai survei sudah membuktikan bahwa
sebenarnya salah satu faktor penting yang menentukan kesembuhan pasien adalah
sikap positif yang ditunjukkan oleh sang dokter dalam berkomunikasi dengan
sang pasien.
Ada empat langkah yang terangkum dalam satu kata untuk melakukan
komunikasi, yaitu SAJI (Poernomo, Ieda SS, Program Family Health Nutrition,
Depkes RI, 1999).
S = Salam
A = Ajak Bicara
J = Jelaskan
I = Ingatkan
Secara rinci penjelasan mengenai SAJI adalah sebagai berikut.
Salam:

22

Beri salam, sapa dia, tunjukkan bahwa Anda bersedia meluangkan waktu
untuk berbicara dengannya.
Ajak Bicara:
Usahakan berkomunikasi secara dua arah. Jangan bicara sendiri. Dorong
agar pasien mau dan dapat mengemukakan pikiran dan perasaannya. Tunjukkan
bahwa dokter menghargai pendapatnya, dapat memahami kecemasannya, serta
mengerti perasaannya. Dokter dapat menggunakan pertanyaan terbuka maupun
tertutup dalam usaha menggali informasi.
Jelaskan:
Beri penjelasan mengenai hal-hal yang menjadi perhatiannya, yang ingin
diketahuinya, dan yang akan dijalaniataudihadapinya agar ia tidak terjebak oleh
pikirannya sendiri. Luruskan persepsi yang keliru. Berikan penjelasan mengenai
penyakit, terapi, atau apapun secara jelas dan detil.
Ingatkan:
Percakapan yang dokter lakukan bersama pasien mungkin memasukkan
berbagai materi secara luas, yang tidak mudah diingatnya kembali. Di bagian
akhir percakapan, ingatkan dia untuk hal-hal yang penting dan koreksi untuk
persepsi yang keliru. Selalu melakukan klarifikasi apakah pasien telah mengerti
benar, maupun klarifikasi terhadap hal-hal yang masih belum jelas bagi kedua
belah pihak serta mengulang kembali akan pesan-pesan kesehatan yang penting.
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti
sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah
perbuatan oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu (Hardjana,
2003). Model proses komunikasi digambarkan Schermerhorn, Hunt & Osborn
(1994) sebagai berikut:

23

Sumber (source) atau kadang disebut juga pengirim pesan adalah orang
yang menyampaikan pemikiran atau informasi yang dimilikinya. Pengirim pesan
bertanggungjawab dalam menerjemahkan ide atau pemikiran (encoding) menjadi
sesuatu yang berarti, dapat berupa pesan verbal, tulisan, dan atau non verbal, atau
kombinasi dari ketiganya. Pesan ini dikomunikasikan melalui saluran (channel)
yang sesuai dengan kebutuhan.
Pesan diterima oleh penerima pesan (receiver). Penerima akan
menerjemahkan pesan tersebut (decoding) berdasarkan batasan pengertian yang
dimilikinya. Dengan demikian dapat saja terjadi kesenjangan antara yang
dimaksud oleh pengirim pesan dengan yang dimengerti oleh penerima pesan yang
disebabkan kemungkinan hadirnya penghambat (noise). Penghambat dalam
pengertian ini bisa diakibatkan oleh perbedaan sudut pandang, pengetahuan atau
pengalaman, perbedaan budaya, masalah bahasa, dan lainnya.
Pada saat menyampaikan pesan, pengirim perlu memastikan apakah pesan
telah diterima dengan baik. Sementara penerima pesan perlu berkonsentrasi agar
pesan diterima dengan baik dan memberikan umpan balik (feedback) kepada
pengirim. Umpan balik penting sebagai proses klarifikasi untuk memastikan tidak
terjadi salah interpretasi.

24

Dalam hubungan dokter-pasien, baik dokter maupun pasien dapat berperan


sebagai sumber atau pengirim pesan dan penerima pesan secara bergantian. Pasien
sebagai pengirim pesan, menyampaikan apa yang dirasakan atau menjawab
pertanyaan dokter sesuai pengetahuannya. Sementara dokter sebagai pengirim
pesan, berperan pada saat menyampaikan penjelasan penyakit, rencana
pengobatan dan terapi, efek samping obat yang mungkin terjadi, serta dampak
dari dilakukan atau tidak dilakukannya terapi tertentu. Dalam penyampaian ini,
dokter bertanggung jawab untuk memastikan pasien memahami apa yang
disampaikan.
Sebagai penerima pesan, dokter perlu berkonsentrasi dan memperhatikan
setiap pernyataan pasien. Untuk memastikan apa yang dimaksud oleh pasien,
dokter sesekali perlu membuat pertanyaan atau pernyataan klarifikasi. Mengingat
kesenjangan informasi dan pengetahuan yang ada antara dokter dan pasien, dokter
perlu mengambil peran aktif. Ketika pasien dalam posisi sebagai penerima pesan,
dokter perlu secara proaktif memastikan apakah pasien benar-benar memahami
pesan yang telah disampaikannya.
Misalnya

dalam menginterpretasikan kata panas. Dokter yang

mempunyai pasien berumur dua tahun memesankan kepada ibu pasien, Kalau dia
panas, berikan obatnya. Pengertian panas oleh ibu pasien mungkin saja berbeda
dengan yang dimaksudkan oleh dokter. Dokter perlu mencari cara untuk
memastikan si ibu mempunyai pemahaman yang sama, misalnya dengan
menggunakan ukuran yang tepat, yaitu termometer. Dokter mengajarkan cara
menggunakan termometer untuk mengetahui keadaan anaknya. Si ibu diminta
memberikan obat yang telah diresepkan dokter kepada anaknya apabila suhu
tubuh anak mencapai angka tertentu yang dimaksud dokter mengalami panas.
Dalam dunia medik, warna yang berbeda, ukuran yang berbeda, rasa yang
berbeda bisa jadi merupakan hal yang amat vital, karena bisa membedakan
intensitas radang, intensitas nyeri, yang pada akhirnya bermuara pada perbedaan
diagnosis maupun jenis obat yang harus diminum. Peran dokter sebagai fasilitator
pembicaraan amat penting agar tidak terjadi salah interpretasi.

25

2.3.3 Pedoman Komunikasi Dokter-Pasien


Salah satu pedoman komunikasi ialah Calgary Cambridge. Calgary
Cambridge Guide merupakan pedoman komunikasi berbasis bukti yang
dikembangkan oleh Tim dari Calgary University di Canada dan Cambridge
University di Inggris yang menggambarkan dan mendefinisikan 71 keterampilan
klinik dasar yang perlu digunakan dalam proses komunikasi dokter-pasien. Tujuan
Calgary Cambridge Guide adalah untuk mengidentifikasi komponen keterampilan
yang diperlukan dokter agar mampu memberi konsultasi dengan baik.

Gambar 2. Kerangka Konsep Calgary Cambridge Guide6,7


Dari diagram di atas bisa dilihat bahwa tahap tahap komunikasi dokter-pasien
meliputi :
1.
2.
3.
4.

Memulai wawancara (initiating the session)


Mengumpulkan informasi (gathering information)
Penjelasan dan Perencanaan (explanation and planning)
Menutup wawancara (closing the session)

26

Pada saat melaksanakan tahap tahap komunikasi dokter pasien tersebut ada dua
hal yang harus selalu diperhatikan, yaitu :

Kemampuan menjalin hubungan / sambung rasa dengan pasien (building

the relationship).
Kemampuan menstruktur wawancara (structuring the consultation).

Jadi kemampuan menjalin hubungan dan kemampuan menstruktur wawancara


harus selalu digunakan (secara tepat) pada tiap tahap komunikasi dokter-pasien.
Atau bisa dikatakan ketiga hal tersebut harus bisa berjalan secara paralel pada saat
wawancara sedang berlangsung.
a. Memulai Wawancara ( Initiating The Session )
Ada 5 tujuan pada tahap ini, yaitu :
1. Membentuk / menyiapkan suatu lingkungan yang mendukung
2. Membangun kesadaran mengenai status emosional pasien.
3. Mengidentifikasi dengan lengkap semua permasalahan yang membuat
pasiendatang ke dokter.
4. Membuat persetujuan terhadap agenda atau rencana konsultasi.
5. Membuat pasien terlibat dalam suatu proses kolaboratif.
Keterampilan yang dibutuhkan pada tahap memulai wawancara
1. Persiapan
Mengesampingkan perasaan dan emosi pribadi.
Buatlah diri anda merasa nyaman.
Baca informasi dan bahan yang relevan terlebih dahulu.
2. Membangun hubungan baik dengan pasien
Sapalah pasien saat pertama bertemu (ucapkan selamat pagi, selamat sore,
halo ,atau yang lainnya; sapalah dengan menggunakan nama pasien,

jabatlah tangannya, tunjukkan sikap yang ramah).


Persilahkan pasien untuk duduk (gunakan bahasa verbal dan non verbal

yang jelas).
Berikanlah perhatian yang utuh/ penuh pada pasien. Jangan melihat atau

menyibukkan diri dengan hal lainnya.


Klarifikasi identitas pasien (bila identitas pasien belum anda ketahui).
Perkenalkan diri anda dan peran anda (misalnya : saya Sandra dokter
mud ayang bertugas menjadi assisten dokter siregar. Saya di sini bertugas

27

untuk mengumpulkan informasi mengenai keluhan dan penyakit ibu

sebelum ibudiperiksa oleh dokter siregar).


Bila dianggap perlu, sebutkan waktu yang tersedia.
Sebutkan juga bahwa anda akan mencatat keterangan keterangan

yangdiberikan oleh pasien.


3. Mengidentifikasi alasan kunjungan
Gunakanlah pertanyaan terbuka (misalnya : Ada yang bisa saya bantu,

Bu ? Ada keluhan apa pak, kok sampai bapak berkunjung kemari ,dll)
Dengarkan keluhan pasien dengan aktif, tetapi jangan melakukan interupsi

ataumengarahkan pasien (kecuali untuk kasus-kasus khusus).


Gunakan bahasa non verbal seperti anggukan, senyuman atau bisa juga
menggunakan bahasa verbal yang netral seperti : ya, he-em, , terus,

oh..ya
dengan tujuan agar pasien bisa terbantu untuk terus melanjutkan

pernyataan ataucerita mengenai alasan utama mereka datang berkunjung.


Ringkaslah cerita atau informasi dari pasien, lalu konfirmasikan ke pasien
apakahpersepsi anda itu sudah benar ? Selanjutnya tanyakan apakah ada
gejala atau hallain yang menjadi keluhan (screening)? Contoh : Jadi
masalah utama bapak adalah nyeri dada dan sesak nafas ? Apakah

masihada yang lain ?


4. Menyusun agenda wawancara
Jelaskan pada pasien tahaptahap pemeriksaan yang akan dilakukan.
Negosiasikan dengan pasien mengenai waktu yang dibutuhkan
untuk pemeriksaan, agenda pemeriksaan, dll.
b. Mengumpulkan Informasi ( Gathering Information )
Tahap ini sering disebut dengan tahap anamnesis. Pada tahap ini terdapat empat
tujuan utama , yaitu :
1. Mendapatkan data biofisik atau sejarah penyakit dengan lengkap dan akurat,
supayadapat mengenali pola yang bisa diasosiasikan dengan suatu penyakit
tertentu.
2. Mengeksplorasi dan memahami perspektif pasien, agar dokter bisa memahami
artigejala serta penyakit tersebut bagi pasien.

28

3. Menyusun

wawancara

antara

dokter-dan

pasien

sedemikian

rupa

sehinggamendukung proses diagnostic reasoning dalam waktu seefisien dan


seefektif mungkin.
4. Melibatkan partisipasi pasien dalam suatu proses interaktif, dengan cara
selalumemelihara sambung rasa dengan pasien, dan memberikan respon serta
dukunganpada keterlibatan mereka.
Untuk mendapatkan data biofisik atau sejarah penyakit dengan lengkap dan
akuratharus mengacu pada pertanyaan yang sistematis, yaitu dengan berpedoman
pada empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dan tujuh butir mutiara
anamnesis (The Sacred Seven).
Yang dimaksud dengan empat pokok pikiran, adalah melakukan anamnesis
dengancara mencari data :

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)


Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat sosial dan ekonomi yang dimaksud dengan tujuh butir mutiara
anamnesis, yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)


Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)
Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)
Kualitas keluhan (rasanya seperti apa ?)
Faktor-faktor yang memperberat ?
Faktor-faktor yang memperingan ?
Analisis sistem yang menyertai keluhan utama

c.

Penjelasan Dan Perencanaan ( Explanation and Planning )

Pada tahap ini ada 3 hal yang penting, yaitu :


a) Memberikan informasi dalam jumlah serta jenis yang tepat.
b) Mencapai pemahaman bersama antara dokter dan pasien : terutama dalam
halkerangka penyakit pasien.
c) Perencanaan : membuat keputusan bersama antara dokter dengan pasien.
Tujuan tahap ini adalah :
1. Memberikan

informasi

yang

tepat

dan

menyeluruh

memperhatikankebutuhan masing masing pasien terhadap informasi.

dengan

29

2. Menyediakan

penjelasan

yang

berkaitan

dengan

perspektif

pasien

terhadapmasalah.
3. Menemukan perasaan dan pemikiran pasien sehubungan dengan informasi
yangdiberikan.
4. Mendorong adanya interaksi / hubungan timbal balik (bukan hubungan
searah).
5. Membuat pasien menjadi paham tentang proses pengambilan keputusan.
6. Melibatkan pasien dalam mengambil keputusan ( sampai dengan tingkat /
level yang diinginkan pasien ).
7. Meningkatkan komitmen pasien terhadap rencana yang telah tepat.
d. Menutup Wawancara ( Closing The Session )
Tujuan :
a. Mengkonfirmasi rencana perawatan.
b. Mengklarifikasi langkah selanjutnya yang akan ditempuh oleh dokter maupun
c.
d.
e.
f.

pasien.
Menetapkan rencana yang akan ditempuh bila ada situasi darurat.
Memaksimalkan kepatuhan pasien dan outcome perawatan terhadap pasien.
Penggunaan waktu konsultasi yang efisien.
Menjaga agar pasien tetap merasa sebagai bagian dari proses kolaboratif,
sertamembangun hubungan dokter-pasien yang baik untuk masa selanjutnya.

Keterampilan yang diperlukan pada tahap ini adalah :


a.
b.
c.
d.

Kemampuan untuk membuat ringkasan (end summary)


Membuat kesepakatan (contracting)
Pengamanan terhadap hal yang tidak diharapkan (safety-netting)
Pengecekan terakhir (final checking).

1. Membuat ringkasan ( summarising )


Ringkasan akhir. Jadi yangdilakukan adalah membuat ringkasan dari sesi
wawancara yang telah dilakukan dantentang rencana perawatan / tindak lanjut
yang direncanakan.
2. Membuat kesepakatan ( contracting )
Tahap ini meliputi persetujuan atau kesepakatan mengenai langkah yang
akanditempuh selanjutnya, juga mengenai tanggung jawab masing masing pihak
(pihak dokter maupun pasien).
Contoh :

30

Meminta pasien untuk menghubungi anda (dokter) bila hasil pemeriksaan

rontgen sudah ada.


Meminta pasien untuk meminum sampai habis obat yang telah diresepkan ,

dansesudah itu segera menghubungi dokter kembali.


Memberitahu pasien bahwa anda akan menghubungi dokter bedah yang

akanmenangani pasien lebih lanjut.


Memberitahukan pada pasien bahwa anda akan memeriksa kembali kondisi

pasienbesok pagi dll.


3. Pengamanan terhadap hal yang tidak diharapkan ( safety-netting )
Tahap ini merupakan tahap pemberitahuan pada pasien apabila terjadi
peristiwaatau terdapat perkembangan yang tidak diharapkan.Tidak ada jaminan
bahwa segala halyang sudah direncanakan dengan baik bisa berjalan sesuai
dengan harapan. Untuk itusejak awal hal tersebut perlu dibicarakan dengan
pasien, termasuk cara mengatasinya . Adapun hal-hal yang perlu diberitahukan
kepada pasien adalah sebagai berikut
a. Jelaskan ulang apa saja yang diharapkan akan terjadi.
b. Bagaimana cara mengenali bila muncul hal hal yang tidak dikehendaki.
c. Bagaimana cara pasien mencari bantuan bila muncul hal hal yang
tidak diharapkan.
d. Perubahan yang mungkin terjadi terhadap rencana yang telah disepakati
bersama,ataupun perubahan terhadap hasil diagnosis.
Contoh :
Bu, anak anda diharapkan akan segera membaik dalam 24 jam ini. Akan tetapi
bilananti dalam jangka waktu itu anak anda masih terus muntah muntah dan
tidak adacairan yang bisa masuk, anda harus segera membawa anak anda ke
rumah sakit. Bilaanak anda mengalami dehidrasi, kemungkinan besar dia harus
diobservasi di rumahsakit
4. Pengecekan terakhir ( final checking )
Harus ada pengecekan terakhir, apakah pasien mengerti dan merasa senang
/nyaman baik dengan rencana yang telah dibuat , prosedur apa saja yang harus
diikuti, maupun terhadap segala hal yang harus dilakukan bila muncul hal-hal
yang tidak diharapkan.
e.

Kemampuan Menstruktur Wawancara

31

Kemampuan menstruktur wawancara dibutuhkan untuk mengendalikan


agar konsultasi/ wawancara yang sedang berlangsung tidak berjalan ke segala arah
tanpamemiliki suatu tujuan yang pasti. Ada beberapa keterampilan pokok yang
termasuk dalam kemampuan menstrukturwawancara , yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Penyaringan (screening)
Negosiasi (negotiation)
Penentuan Agenda (agenda setting)
Pengarahan (signposting)
Meringkas (internal summarising)
Peruntunan (sequencing)

1. Penyaringan ( screening )
Suatu cara yang disengaja untuk memeriksa kembali bersama dengan
pasienapakah ada gejala atau tanda tanda lain atau persepsi lain yang belum
disebutkan olehpasien.
2. Negoisiasi ( negotiation )
3. Penentuan agenda ( agenda setting )
A. Manfaat agenda setting
Mengurangi ketidakpastian antara dokter dan pasien.
Penggunaan waktu menjadi lebih efektif dan efisien.
Memberikan kesempatan pada pasien untuk lebih concern pada hal
hal yang paling penting atau yang paling ingin dibahas dengan dokter.
Mendorong adanya negosiasi dan hubungan timbal balik yang positif.
B. Strategi dalam agenda setting

Dengarkan masalah yang pertama muncul, dan biarkan pasien


menceritakanmasalahnya tersebut. Jika anda terlalu awal melakukan

interupsi, maka pasienakan kembali lagi pada masalah awal tadi.


Ringkaslah masalah masalah yang ada, dan periksalah semua yang
andadengar, dan mengertilah dengan sungguh sungguh yang anda

dengar tadi.
Kenalilah problem/ masalah masalahnya, dan tunjukkan perhatian

baik secaraverbal maupun non verbal.


Tanyakan apakah ada masalah lainnya. Ini untuk menghindarkan

pasienterlambat mengeluhkan masalah lain.


Buatlah prioritas masalah - negosiasikan manakah yang akan anda
eksplorasipada kesempatan ini.

32

C. Contoh kalimat-kalimat yang sering digunakan dalam agenda setting:


Hal apakah yang ingin anda diskusikan terlebih dahulu ?
Hal manakah yang paling mengganggu anda ?

Masalah manakah yang akan kita bahas / selesaikan terlebih

dahulu?
Manakah yang menurut anda paling penting ?
Bagaimana kalau kita mulai dengan masalah gangguan haid ini lebih

dahulu ?
Baiklah kita mulai dulu dengan keluhan mengenai sesak nafas, bila
nantiwaktunya mencukupi, kita bicarakan juga mengenai kesulitan
tidur anda.

4. Pengarahan ( signposting )
Pengarahan disini adalah : pernyataan transisi yangdigunakan oleh dokter
untuk memberikan isyarat adanya perubahan arah pembicaraanatau adanya
perpindahan dari tahap wawancara satu ke tahap yang lain. Selain itu
signposting juga berisi penjelasan mengenai tahap berikutnya
A. Manfaat pengarahan ( signposting ):
Pasien menjadi tahu dokter hendak ke arah mana dan mengapa.
Dokter bisa berbagi pemikirannya maupun rencananya dengan pasien.
Untuk meminta izin pada pasien ---- membangun hubungan baik.
Menjadikan konsultasi menjadi lebih terbuka baik bagi dokter maupun
pasien.
Mengurangi ketidakpastian.
Meningkatkan kerjasama dokter dan pasien.
Landasan kerjasama antara dokter dan pasien menjadi lebih baik
B. Pengarahan ( signposting ) dapat digunakan untuk :
Berpindah dari tahap permulaan wawancara ke tahap pengambilan/

pengumpulaninformasi.
Mengganti pertanyaan terbuka menjadi pertanyaan tertutup.
Mengawali pertanyaan yang membutuhkan jawaban spesifik, misalnya
yangmenyangkut masalah ide, perhatian utama pasien,maupun harapan

pasien.
Berpindah ke tahap pemeriksaan fisik.
Berpindah ke tahap penjelasan dan perencanaan.

Contoh :

33

Baiklah pak, untuk mengetahui lebih pasti mengenai nyeri dada yang
bapak keluhkan, saya akan melakukan beberapa pemeriksaan fisik.

Silahkan bapak menuju ruang periksa...


Ada beberapa hal penting yang perlu anda ketahui mengenai
hipertensi. Sayapertama tama akan menjelaskan apa itu hipertensi
dan beberapa penyebabnya.Selanjutnya saya ingin juga menerangkan
efek hipertensi terhadap anda, danmengapa kita harus menjaga tekanan

darah anda. Apakah anda setuju ?


5. Ringkasan ( internal summary )
Ringkasan dalam proses wawancara dokter-pasien ini ada dua macam,
yaitu :
a. Ringkasan pada akhir wawancara (end summary).
b. Ringkasan dalam proses wawancara (Internal summary).
Ringkasan dalam proses wawancara (internal summary) adalah suatu proses
dimanadokter mengatakan kembali topik utama yang telah disampaikan
oleh pasien sebelumnya.Tujuan utama adalah untuk memeriksa apakah
dokter sudah sepenuhnya memahamimaksud pasien.
Ringkasan/ ikhtisar yang baik seharusnya memenuhi beberapa
persyaratan berikut :

Harus benar benar mencerminkan isi pembicaraan pasien.


Harus benar benar ringkas.
Jangan hanya mengulang kata kata pasien (secara harfiah), tetapi

sebaiknyamenggunakan kata kata dokter sendiri.


Sebaiknya ringkasan merupakan verifikasi terhadap pernyataan
pasien. Untuk itu bisadengan menanyakan secara langsung kepada

pasien, atau diucapkan dengan menggunakan nada bertanya


6. Urutan ( sequencing ).
Dokter harus bisa membawa wawancara dalam suatu urutan / tahap
tahap yanglogis, yaitu : mulai dari explorasi maksud kedatangan pasien,
penggalian informasi,pemeriksaan fisik, penjelasan diagnosis dan
perencanaan tindak lanjut.

34

f.

Membangun relasi (Building The Relationship )10


1. Menggunakan komunikasi nonverbal yang tepat dapat dilakukan dengan
cara:
Memperagakan perilaku nonverbal yang tepat:
o Kontak mata, ekspresi wajah
o Postur, posisi, gerakan
o Isyarat vokal seperti kecepatan, volume, intonasi
Penggunaan catatan: jika membaca, catatan tertulis atau computer

yang digunakan tanpa menginterupsi dialog atau rapport,


Tanggap terhadap isyarat pasien (bahasa tubuh, pembicaraan,

ekspresi wajah)
Hal yang dibutuhkan untuk komunikasi nonverbal:
Postur: duduk, berdiri, duduk tegak, relaksasi
Pendekatan: memperhatikan jarak komunikasi
Sentuhan: jabat tangan, tepukan, kontak fisik selama pemeriksaan

fisik.
Pergerakan tubuh: sikap tangan dan lengan, mengangguk setuju
Ekspresi wajah: alis yang naik, mengerutkan dahi, senyum
Sikap mata: kontak mata, tatapan
Isyarat vocal: nada, kecepatan, volume, ritme, hening, berhenti

sejenak, intonasi
Tampilan fisik: suku, jenis kelamin, bentuk tubuh, pakaian.
Isyarat lingkungan: lokasi, penempatan furniture, pencahayaan, suhu,

warna.
2. Membangun rapport:
Penerimaan: menerima pandangan dan perasaan pasien, jangan
menghakimi.
3. Empati
Dukungan: ekspresi memperhatikan, mengerti, keinginan untuk

menolong.
Sensitivitas: berhubungan secara peka dengan topik yang mengganggu,
hal tabu, nyeri, termasuk ketika berhubungan dengan pemeriksaan

fisik.
4. Melibatkan pasien:
Bertukar pikiran:

membagikan

mendorong keterlibatan pasien.

pemikiran

pada

pasien

untuk

35

Memberikan jawaban rasional atas pertanyaan pasien atau saat

melakukan pemeriksaan fisik.


5. Pemeriksaan: selama pemeriksaan fisik menjelaskan proses dan informed
consent.

36

BAB III
KESIMPULAN
Komunikasi ialah suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan
dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam diri seseorang dan atau di antara dua
atau lebih dengan tujuan tertentu.Berhasilnya suatu komunikasi ialah apabila kita
mengetahui dan mempelajari unsur-unsur yang terkandung dalam proses
komunikasi. Unsur-unsur yang dimaksud adalah sumber (resource), pesan
(message), saluran (channel, media) dan penerima (receiver, audience).
Dalam proses komunikasi bersamaan tersebut diusahakan melalui tukar
menukar pendapat, penyampaian pesan informasi, serta perubahan sikap dan
perilaku. Pada hakekatnya setiap proses komunikasi terdapat unsur-unsur tersebut
yaitu sumber pesan, saluran, dan penerimaan, disamping masih terdapat pula
unsur pengaruh (effect) dan umpan balik (feedback).
Dalam pemberian pelayanan medis, adanya komunikasi yang efektif antara
dokter dan pasien merupakan kondisi yang diharapkan sehingga dokter dapat
melakukan manajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama pasien,
berdasarkan kebutuhan pasien. Tujuan dari komunikasi efektif antara dokter dan
pasiennya adalah untuk mengarahkan proses penggalian riwayat penyakit lebih
akurat untuk dokter, lebih memberikan dukungan pada pasien, dengan demikian
lebih efektif dan efisien bagi keduanya. Oleh karena itu, seorang dokter harus
mempunyai keterampilan dalam berkomunikasi dengan pasiennya agar tercipta
hubungan baik antara dokter-pasien.

37

DAFTAR PUSTAKA
1. Rakhmat J. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya; 1995.
2. Tarigan HG. Berbicara sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa; 1996.
3. Chant S, Jenkinson T, Randle J, Russell G, Webb C. Communication skills:
some problems in nursing education and practice. Journal of Clinical Nursing.
2002;11(1):1221.
4. Ammentorp J, Sabroe S, Kofoed PE,Mainz J. The effects of training in
communication skills on medical doctors and nurses self-efficacy: a
randomized controlled trial. Patient Education and Counseling. 2007;
66(3):270277.
5. Kurtz S, Silverman J, Draper J. Teaching and learning communication skills in
medicine. 2nd ed. Oxon: Radcliffe Publishing Ltd; 2005.
6. Silverman JD, Kurtz SM, Draper J. Skills for Communicating with Patients.
Oxford:Radcliffe Medical Press; 1998.
7. Kurtz S, Silverman J, Draper J. Skills for communicating with patients. 2nd
ed. Oxon: Radcliffe Publishing; 2005.
8. Van Dalen J. Foreword in: Kurtz S, Silverman J, Draper J. Teach-Ing And
Learning Communication Skills In Medicine. 2nd ed. Oxon: Radcliffe
Publishing Ltd; 2005.
9. Minister of Public Works and Government Services Canada. Put-Ting
Communication Skills To Work, Resource Booklet. Ottawa: Publications
Health Canada; 2001.
10. Faiz, Abdul, U Rafique, AK Khandaker, FM Siddiqui, MR Alam, dkk.
Communication Skills In Medicine; 2008.

Anda mungkin juga menyukai