Anda di halaman 1dari 49

Teknik Bone Graft

pada Celah Maksila


Muhammad Ridha Vernanda
Piter J Simamora
Chaterine Badiasty
SEJARAH PROSEDUR BONE
GRAFT PADA CELAH MAKSILA
Bone Graft pada Celah Maksila

“prosedur bedah untuk


memperbaiki masalah defek
pada tulang maksila”
1950

Auxhausen
“mencapai kontinuitas tulang premaksila
dan sekmen lateral adalah tantangan
terakhir yang dihadapi ahli bedah celah
langit-langit mulut”
1950
Bila penanganan kasus celah maksila dilakukan
tanpa bone graft,
• Fistula Oronasal yang persisten
• Memburuknya kondisi periodontal pada gigi yang
berdekatan dengan celah
• Kurangnya support skeletal bagi bibir/hidung
• Ketidakstabilan struktur tulang maksila
• Kurangnya support bagi erupsi gigi
• Perawatan prostetik yang cenderung gagal.
1960

Skoog
• Gingivoperiosteoplasty : pembentukan jembatan
tulang sepanjang celah menuju sisi hidung
dengan rekonstruksi jaringan lunak.

• tulang yang terbentuk tidak memadai untuk


dukungan bagi erupsi gigi.
• Sehingga prosedur grafting sekunder sangat
dibutuhkan
1970

Boyne & Sands


Secondary bone grafting (Pencangkokan tulang sekunder)

WHEN?
Masa gigi bercampur
WHY?
Perkembangan maksilla sudah hampir sempurna (80%)
pada usia 8 tahun = gangguan pertumbuhan wajah bagian
tengah (midfacial) bisa diminimalisir
• Banyak laporan menyebutkan bahwa kasus
prosedur bone graft yang dilakukan selama
masa gigi bercampur dan sebelum erupsi gigi
kaninus menunjukkan hasil memuaskan.
(Success Rate>90%)
Indikasi
• Menciptakan lebar gingiva cekat dan dukungan
tulang yang adekuat bagi gigi yang berdekatan
dengan celah maksila
• Menutup oronasal fistula
• Meningkatkan dukungan bagi nasal alar base dan
bibir di sekitar celah
• Menciptakan bentuk ridge yang sesuai sehingga
memungkinkan optimisasi perawatan ortodontik
dan susunan gigi
• Memungkinkan stabilisasi sekmen premaksila dan
kontinuitas maksila secara keseluruhan
Kontraindikasi
• Pasien perokok : mengganggu penyembuhan
luka pasca bedah
• Pasien dengan OH buruk : meningkatkan
peluang terjadinya infeksi pasca operasi
• Traumatik oklusi : mengurangi tingkat
keberhasilan bone graft
• Gigi primer, supernumerary, gigi malformasi
pada celah harus dicabut saat proses bone
grafting dilakukan
Blade #15
ARMAMENTARIUM

Pinset
Sirurgis

Spuit 10cc

Iris Scissors

Mouth Retractor Bahan Anastesi


Woodson Elevator

Suture Scissors
Needle Holder

Tongue
Retractor

Metzenbaum
Scissors

Raspatorium
TEKNIK BONE GRAFT PADA CELAH
MAKSILA

Persiapan
Intubasi nasotrakeal,
dilakukan pada sisi Persiapan Bahan
hidung yang tidak Anastesi Lokal Donor
terdapat celah
1 : 100.000 Persiapan steril Mandibular, tibial,
Oral Ring Adair Epinephrine calviral,
Elwyn (RAE) pada costochondral, iliac
midline crest bone
(alternatif)
INSISI
• Blade #15

• Insisi dilakukan sepanjang batas tepi celah (cleft


margin) untuk memisahkan gingiva cekat dari daerah
celah.
• Insisi dilakukan menuju daerah sulkular mengelilingi
daerah gigi yang berdekatan dengan celah
• Insisi dilanjutkan kembali secara vertikal sepanjang
batas tepi celah hingga ke kedalaman mucobuccal fold
• Insisi dilanjutkan ke arah palatal di sekitar tepi celah
Langkah 2 : Pembukaan Flap
• Diseksi subperiosteal dimulai dari puncak tulang
alveolar
• Diseksi di sekitar fistula dilakukan dengan kombinasi
diseksi tumpul dan tajam menggunakan gunting iris
atau Metzenbaum
• Mukosa labial dipisahkan dari sisi nasal untuk
membuat flap turnover
• Tulang yang berdekatan dengan celah harus terbuka
secara keseluruhan hingga ke apartura piriform, tidak
hanya menciptakan recipient bed yang adekuat, namun
juga memungkinkan ambang hidung dan kontruksi
lantai hidung
Langkah 3 : Penutupan Lapisan Hidung

• Menggunakan jahitan resorbable (jahitan yang dapat


diserap) dan jarum runcing yang kecil - sebagian besar dari
aspek lipatan mukobukal ke bagian palatal pada daerah
celah
• Lapisan jaringan lunak hidung harus berada setinggi atau
lebih tinggi dari pada lantai hidung yang tidak memiliki
cacat memungkinkan untuk rekonstruksi tulang nasal
• Jahitan buried interrupted lebih diutamakan bertujuan agar
ujung jaringan yang terlipat ke dalam rongga hidung
• Pemegang jarum Castroviejo dapat membantu pekerjaan
ini.
• Jika celah berlanjut lebih ke posterior
sepanjang palatum, jahitan horizontal
mettress dilakukan melewati lapisan hidung
bagian depan ke jaringan palatal bagian
belakang
• Jarum lurus Keith dapat ditekuk untuk dapat
melewati jahitan melalui celah dan jaringan
palatal lebih mudah
Langkah 4 : Penempatan Bone graft

• Pastikan batas pinggiran tulang yang cacat sepenuhnya


terbebas dari jaringan lunak
• Cangkok tulang kortikal yang tipis dipotong sesuai
ukuran untuk rekontruksi lantai hitung dan mendukung
penutupan jaringan lunak
• Bahan graft dilubangi di beberapa tempat dengan bur
# 701 untuk memfasilitasi pertumbuhan pembuluh
darah ke dalam tulang cancellous.
• Setelah dilakukan pengambilan tulang, tulang
Cancellous kemudian diletakkan dengan padat ke celah
yang cacat dari puncak alveolar ke tepi piriform,
dengan mengisi sedikit berlebih.
• Bahan bone graft harus tumpang tindih/berlapis
pada daerah perbatasan celah karena dimensi
anteroposterior tulang yang berbatasan langsung
dengan celah selalu mengalami penurunan
• Strip kortikal berlubang yang ditempatkan diatas
permukaan bukal bone graft cancellous; ;
topangan memanjang dari spina nasal anterior ke
daerah piriform lateral sehingga memberikan
dukungan untuk dasar alar.
Langkah 5 : Penutupan Lapisan
Mukosa Vestibulum Maksila
• Berbagai variasi flap dapat digunakan untuk menutup sisi
oral cacat
• Bagian yang terpenting adalah menghindari dehiscence
(terbukanya luka di sebagian atau seluruhnya di sepanjang
jahitan) dan resorpsi bone graft berlebihan.

Flep sliding buccal advancement adalah teknik yang sering


digunakan.
• Insisi marginal gigi posterior ke celah dilakukan lebih ke
posterior setidaknya hingga molar pertama
• insisi vertical yang miring memanjang ke lipatan mukosa
yang membelah jaringan berkeratin ke daerah posterior
sebanyak mungkin
• Diseksi subperiosteal kemudian dilakukan dari sayatan superior ke
tepi orbital
• Flap kemudian dimajukan dan kemudian melindungi mukosa mulut
yang berdekatan pada sisi yang tidak bercelah, atau segmen
premaksila pada pasien celah bilateral maksila, dengan jahitan
resorbable interrupted everting.
• Keuntungan teknis dari flap ini adalah suplai darah yang dapat
diprediksi dan pemeliharaan gingiva yang menempel di anterior.
• Luka yang dibiarkan pada daerah posterior harus sembuh dengan
secondary intention.
• Hal ini bersamaan dengan diseksi subperiosteal yang lebar sejalan
dengan teknik ini, meningkatkan kekhawatiran yang akan
menyebabkan rasa malu dikemudian hari karena pertumbuhan
maksila secara skeletal yang tidak sempurna.
Teknik Bone Graft Alternatif
1. Penutupan Palatal
• Elevasi flap palatal mungkin diperlukan untuk memperoleh
cakupan palatal yang adekuat.
• Apabila ini kasusnya, insisi lateral mungkin diperlukan
untuk menutup luka bagian oral.
• Apabila kerusakan lebih besar, insisi dilakukan beberapa
milimeter dari margin gingiva dari daerah molar pertama ke
margin cleft.
• Flap di elevasi sebagai flap full-thickness dan dirotasi untuk
penutupan lapisan oral sisi palatal dari cleft.
• Apabila tidak tercapai, insisi pada molar pertama dapat
dilakukan untuk rotasi flap, lakukan dengan hati-hati jangan
sampai mengenai greater palatine neurovascular bundle.
2. Anterior Buccal Mucosal Finger Flap

• Pada vestibular, insisi paralel dimulai pada bagian superior dari cleft
yang membentang ke posterior pada mukosa bukal.
• Dokter bedah harus mengetahui ratio panjang/lebar dari flap;
idealnya panjang flap tidak boleh lebih dari tiga kali lebarnya.
• Flap dielevasi pada submukosa plane dan dasarnya tidak
mengganggu untuk memungkinkan rotasi ke daerah kerusakan.
• Flap dijahit pada daerah tersebut dengan resorbable everting
sutures, diawali dari ujungnya ke jaringan palatal.
• Untuk memaksimalkan perlekatan jaringan gingiva pada daerah
crest alveolar, flap di de-epitalisasi menggunakan blade no 15 pada
daerah yang mendasari gingiva cekat untuk mengembalikan flap
yang dielevasi pada awal prosedur.
• Flap terkeratinisasi dijahit diatas flap mukosa bukal.
• Apabila perlekatan mukosa yang diperoleh tidak adekuat, kerusakan
pada jaringan terkeratinisasi dibiarkan dengan catatan bahwa
cangkok palatal mungkin dapat dilakukan di kemudian hari jika
diperlukan.
• Keuntungan :
– tekanan yang minimal
– menghindari diseksi subperiosteal yang lebar dengan efek merusak
pertumbuhan maksila
– flap dapat dibuat ke palatal untuk membantu penutupan defek yang
besar.

– kerugiannya adalah pemindahan unattached mukosa ke daerah cleft, dimana dapat terjadi kompromis
kesehatan periodontal dimasa mendatang.Hal ini dapat dikurangi dengan penutupan flap gingival
keratinized diatas flap deepithelialized rotational.
3. Pertimbangan teknik pada kasus
Bilateral Cleft Maxilla
• Secara umum, teknik bone grafting pada kasus bilateral maxillary
cleft serupa dengan kelainan unilateral.
• elevasi mukosa vormer mungkin diperlukan untuk menutup dasar
hidung. Apabila ini terjadi, bone graft harus meluas sampai ke
vormer.
• Reposisi premaksila rutin dilakukan secara ortodintik sebelum
operasi. Reposisi premaksila jarang dilakukan secara bedah.
• Splinting acrylic interoklusal maksila dan 0.036-inch buccal arch
wire dapat digunakan untuk membantu stabilisasi premaxilla.
Grafting dilakukan bersamaan dengan menempatan splint.
• Stabilisasi premaksila merupakan critical step untuk mencapai
kesuksesan grafting dari bilateral cleft maksila. Apabila terjadi
mobiliti atau trauma oklusi harus diatasi sepertti diatas.
• Design flap juga mempengaruhi kesuksesan grafting pada kasus ini.
Flap palatal sering dibutuhkan untuk penutupan lapisan oral.
Pertimbangan Pasca Bedah

• Flap bukal dihubungkan ke flap palatal


• Insisi horizontal melintasi premaxillary facial soft tissue
pedicle harus dihindari karena kompromis yang menyertai
pada vaskularisasi segmen.
• Terkadang osteotomi premaksila diperlukan untuk
penempatan segmen yang tepat .
• Osteotomi dilakukan melalui dua prosedur bedah. Insisi
kecil secara vertikal dilakukan pada premaxillary facial soft
tissue pedicle untuk penempatan chissel kecil diatas
anterior nasal spine untuk memisahkan segmen.
Premaksila kemudian patah dengan tekanan digital dan
diposisikan sesuai dengan premaxillary facial soft tissue
pedicle yang utuh.
4. Pertimbangan Grafting pada Masa Gigi Permanen
• Tingkat keberhasilan secara keseluruhan menurun ketika grafting
terjadi di gigi permanen.
• Pasien-pasien ini mengalami pengingkatan fistula, penurunan
dukungan tulang gigi dan peningkatan resiko resorpsi akar.
• Sebelum operasi dilakukan, observasi kelihangan tulang
periodontal pada gigi yang berdekatan dengan cleft. Sisi cleft juga
biasanya lebih besar pada kasus ini.
• Blok cocticocancellous sering digunakan dengan tujuan untuk
mendukung implan endoseous dan habilitasi prostetik.
• prinsip-prinsip yang perlu dipertimbangkan untuk
memaksimalkan keberhasilan:
– Terapi periodontal harus dilakukan setidaknya 6-8 minggu sebelum
grafting untuk meminimalisasi terjadinya inflamasi pada daerah operasi.
– pengangkatan jaringan periodontal pada gigi yang berdekatan dengan
cleft dapat dilakukan setidaknya 2 bulan sebelum grafting untuk
menghilangkan inflamasi dan perbaikan jaringan lunak.
• Ukuran dari kerusakan tulang mungkin perlu dikurangi dengan osteotomi
dan kemajuan segmen posterior tooth-bearing ke dalam cleft.
• Hal ini baik menggunakan teknik traditional segmental maxillary surgery.
• Peningkatan tooth-bearing segment juga membantu penutupan watertight
nasal floor.
• Pada kerusakan residual, blok corticocancellous graft digunakan untuk
menyediakan penempatan implan dental dan idealnya distabilisasi dengan
plate resorbable dan/atau screw maka pelepasannya tidak diperlukan
sebelum penempatan dental implant.
• Penutupan jaringan lunak selalu dilakukan dengan flap full-thickness
mucoperiosteal. Ketika simultan osteotomi dilakukan, insisi dan flap harus
di desain dengan hati-hati untuk memastikan perfusi yang adekuat dari
segmen dan revaskularisasi graft.
• Dental implan seharusnya dilakukan 6 bulan pasca operasi; jika tidak bahan
graft diprediksi akan mulai teresorbsi.
Hal yang Harus Dihindari dan
Komplikasi Selama Operasi
• Selama prosedur insisi, penting untuk menciptakan jaringan yang adekuat
untuk menutup jaringan nasal demi mencapai penutupan yang bebas
tekanan. Pentingnya penturupan watertight pada dasar nasal tidak boleh
diremehkan. Merembesnya cairan nasal ke daerah bone graft diprediksi
akan mengurangi kesuksesan prosedur.
• Elevasi flep harus hati-hati untuk mempertahankan tulang yang tipis yang
melapisi akar gigi dan menghindari terciptanya defek periodontal atau
resorpsi akar eksternal.
• Bahan graft harus memenuhi volume ruangan diatas alveolar hingga ke
nasal sill yang telah di rekonstruksi. Kesalahan yang jelas dapat terjadi
ketika dokter bedah hanya mempertimbangkan penempatan dari graft
alveolar atau graft dasar hidung. Dari pertimbangan perspektif 3 dimensi,
graft harus mencakup seluruh area celah maksila untuk menjawab semua
tantangan dari rekonstruksi kelainan ini. Pelaksanaan prosedur yang baik
tentu akan mendukung perawatan orthodontic dan ortogenatik.
PERTIMBANGAN PASCA OPERASI
Antibiotik
INTRASURGERY,
sebelum pembuatan Steroid intravena
insisi
injeksi sebelum
POST –SURGERY Antibiotik kumur insisi dilakukan,
Diberikan sebelum digunakan 10-14 hari dan diinjeksikan
insisi dilakukan dan pasca bedah.
diteruskan selama
kembali bila perlu
seminggu pada pasien untuk mengurangi
anak, edema.
dan 7-10 hari pada
pasien dewasa.
Instruksi dan edukasi
ORAL HYGIENE
ADEKUAT

• Diet makanan lunak


NUTRISI CUKUP • Hindari makanan
keras dan tajam

• Menghisap kuat
HINDARI TRAUMA daerah bedah
• Memaksa cairan
masuk melalui celah
Pergerakan Gigi
• Pergerakan gigi secara orthodontik bisa
dilakukan 3 minggu pasca penempatan bone
graft
• Pergerakan ini akan merangsang maturasi
graft
Ekspansi Lengkung Rahang
• Presurgical
(+)Berguna untuk merapikan sekmen celah yang
besar maupun kecil, menghilangkan hubungan
traumatic crossbite dengan mandibula
(-) defek yang besar, membutuhkan mobilisasi
jaringan lunak dan jaringan tulang yang besar,
menyebabkan tingkat kesuksesan bone graft
tidak bisa diprediksi
Ekspansi Lengkung Rahang
• Postsurgical
• Ekspasi postgraft harus ditunda hingga luka sembuh secara
sempurna.
• Idealnya, hal tersebut dimulai 6 minggu pasca operasi karena
memungkinkan maturasi bahan graft melalui stress pada
graft.
• Jumlah ekspasnsi harus mampu mengoreksi relative transfer
discrepancy. Defisiensi anteroposterior maksila harus
dipertimbangkan sehingga saat maksila dimajukan, lebar
lengkung bisa dikoordinasi. Harus diberikan perhatian untuk
menghindari over koreksi dari lebar maksila yang bisa
menyebabkan segmentasi yang tidak perlu selama
perkembangan maksila pada segmen skeletal yang
sebelumnya dioperasi.
Minor Dehiscence
• Minor dehiscence atau ekstrusi sebagaian kecil dari
graft bisa terjadi. Minimal debridemen harus
dilakukan. Obat kumur antibakteri dan diet lunak harus
diresepkan bersamaan dengan pemeliharaan oral
hygine yang adekut. Irigasi daerah bedah dengan atau
tanpa lapisan kasa petroleum sangat membantu.
Konsumsi antibiotic sistemik jangka pendek juga bisa
diresepkan. Walupun dehiscence jarang terjadi
penanganannya hampir sama tetapi lebih banyak
debridemen yang dibutuhkan untuk
penatalaksanaannya. Upaya penutupan daerah yang
terkontaminasi tidak disarankan.
Infeksi
• Infeksi jarang terjadi, dan bila infeksi terjadi
antibiotik oral harus diberikan. Debridement
harus dilakukan bila perlu. Packing dengan
kasa petroleum dan prosedur irigasi setiap
hari disarankan.
Fistula Bukal
• Fistula bukal hampir selalu tertutup setelah
bone grafting. Fistula palatal yang persisten
bisa terjadi dan harus ditutup pada kunjungan
berikutnya. Walaupun pola erupsi gigi yang
laporkan bervariasi, penulis menemukan
bahwa erupsi gigi secara spontan hampir
selalu terjadi, dan bedah pada gigi geligi yang
belum erupsi setelah bone graft dilakukan
jarang terjadi.
TERIMA KASIH
Referensi
1. Von Eiselsberg TW: Zur technik der uranoplastik, Arch Klin Chir 64:509, 1901.
2. Lexer E: Die verwendung der freien knochenplastik nebst versucler uber gelenentransplantation, Arch
Klin Chir 86:942, 1908.
3. Drachter R: Die gaumenpalate und cherenoperative berandlung, Dtach Zachr Chir 134:2, 1914.
4. Koberg WR: Present view on bone grafting in cleft palate: a review of the literature, J Maxillofac Surg
1:185, 1973.
5. Schmid E: Die Annaherung der Kieferstempfebei Lippen-Kiefer. Gaumensplaten: Ihre schadlichen
Folgen und Vermeidung, Forschr Keifer Gesichtschir 1:168,1955.
6. Pruzansky S: Pre-surgical orthopedics and bone grafting for infants with cleft lip and palate: a dissent.
Presented at the 1963 Convention of the American Cleft Lip and Palate Association, Washington, DC.
Accessed March 4, 2013, at: digital.library.pitt.edu/c/
7. Berkowitz S: Gingivoperiosteoplasty as well as early palatal cleft closure is unproductive, J Craniofac
Surg 20:1747, 2009.
8. Pickrell K, Quinn G, Massengill R: Primary bone grafting of the maxilla in clefts of the lip and palate: a
four year study, Plast Reconstr Surg
9. Robertson NRE, Jolleys A: Effects of early bone grafting in complete clefts of lip and palate, Plast
Reconstr Surg 42:414, 1968.
10. Kuijpers-Jagtman AM, Long RE: The influence of surgery and orthopedic treatment on maxillofacial
growth and maxillary arch development in patients treated for orofacial clefts, Cleft Palate Craniofac J
37:527, 2000.
11. Rehrmann AH, Koberg WR, Koch H: Longterm postoperative results of primary and secondary bone grafting in complete
clefts of lip and palate, Cleft Palate J 7:206, 1970.
12. Skoog T: The management of the bilateral cleft of the primary palate (lip and alveolus), Plast Reconstr Surg 35:34, 1965.
13. Matic DB, Power SM: The effects of gingivoperiosteoplasty following alveolar moldingwith a pin-retained Latham
appliance versus secondary bone grafting on midfacial growth in patients with unilateral clefts, Plast Reconstr Surg
122:863, 2008.
14. Grayson BH, Cutting CB, Wood R: Preoperative columella lengthening in bilateral cleft lip and palate, Plast Reconstr
Surg 92:1422, 1993.
15. Boyne PJ, Sands NE: Secondary bone grafting of residual alveolar and palatal clefts, J OralSurg 30:87, 1972.
16. Boyne PJ, Sands NE. Combined orthodontic surgical management of residual palatealveolar cleft defect. J Orthod Res
70:20, 1976.
17. Turvey TA, Ruiz RL, Tiwana PS: Bone graft construction of the cleft maxilla and palate. In Losee JE, Kirschner RE, editors:
Comprehensive cleft care, New York, 2009, McGraw-Hill.
18. Abyholm FE, Bergland O, Semb G: Secondary bone grafting of alveolar clefts, Scand J Plastic Reconstr Surg 15:127,
1981.
19. Turvey TA, Vig K, Moriarty J, Hoke J: Delayed bone grafting in the cleft maxilla and palate: a retrospective
multidisciplinary analysis, Am J Orthod 86:244, 1984.
20. Precious DS: A new reliable method for alveolar bone grafting at about 6 years of age, J Oral Maxillofac Surg 67:2045,
2009.
21. Horswell BB, Henderson JM: Secondaryosteoplasty of the alveolar cleft defect, J Oral Maxillofac Surg
61:1082, 2003.
22. Rawashdeh MA, Telfah H: Secondary alveolar bone grafting: the dilemma of donor site selection and
morbidity, Br J Oral Maxillofac Surg 46:665, 2008.
23. Boyne PJ: Use of marrow-cancellous bone grafts in maxillary alveolar and palatal clefts, J Dent Res 53:821,
1974.
24. Salyer KE, Jackson IT, Bardach J: Correction of skeletal defects in secondary cleft lip and palate deformities.
In Bardach J, Salyer KE, editors: Surgical techniques in cleft lip and palate, ed 2, St Louis, 1991, Mosby.
25. Hassanein AH, Greene AK, Arany PR, Padwa BL: Intraoperative cooling of iliac bone graft: an experimental
evaluation of cell viability, J Oral Maxillofac Surg 70:1633, 2012.
26. Bardach J, Salyer KE, Noordhoff MS: Bilateral cleft lip repair. In Bardach J, Salyer KE, editors: Surgical
techniques in cleft lip and palate, ed 2, St Louis, 1991, Mosby.
27. Dempf R, Teltzrow T, Kramer FJ et al: Alveolar bone grafting in patients with complete clefts: a comparative
study between secondary and tertiary bone grafting, Cleft Palate Craniofac J 39:18, 2002.

Anda mungkin juga menyukai