Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

Kesehatan merupakan salah satu hal yang sejak dulu hingga sekarang merupakan
topik yang menarik untuk dibicarakan. Begitu juga dengan masalah-masalah kesehatan
yang timbul di tengah-tengah masyarakat merupakan topik penelitian yang terus menerus
ada, yang bertujuan untuk mencari tahu penyebab penyakit tersebut muncul dan mengapa
bagaimana cara menanganinya, hingga sampai dengan proses penciptaan alat untuk
menangani penyakit tersebut.
Masalah kesehatan itu sendiri tentunya tidak dapat dilepaskan dari masalah gigi
dan mulut, karena tanpa kita sadari, gigi dan mulut merupakan bagian tubuh yang sangat
penting yang dapat dijadikan patokan apakah seseorang itu sehat atau tidak,.selain itu
sebagai saluran pencernaan dan alat bantu saluran pernafassn, mulut juga menjadi bagian
yang penting bagi tubuh kita. Dalam Kedokteran Gigi terdapat beberapa anomali geligi,
baik akibat sistemik maupun lokal. Salah satu anomali geligi adalah jumlah gigi lebih dari
normal atau supernumerary teeth.1Kondisi ini pada umumnya ditemukan pada
pemeriksaan radiografi, biasanya sebagai penyebab impaksi gigi insisif sentral atau gigi
lebih yang erupsi secara spontan. Gigi supernumerari dapat terjadi pada beberapa regio di
dalam lengkung gigi dengan kecenderungan kuat di maksila.2 Penelitian-penelitian yang
menunjukkan bahwa etiologi dari gigi supernumerari belum diketahui secara pasti. Ada
banyak teori mengenai jenis gigi supernumerari. Satu teori menunjukan bahwa gigi
supernumerari adalah hasil dikotomi dari benih gigi. Teori lain menunjukkan bahwa gigi
supernumerary terbentuk sebagai hasil hiperaktivitas dari dental lamina. Faktor herediter
juga memainkan peran penting dalam terjadinya anomali ini, karena gigi supernumerary
lebih umum terjadi pada anak-anak.3
Gigi supernumerari mempunyai bentuk dan lokasi yang bervariasi, baik yang
terjadi pada geligi sulung maupun geligi tetap dengan frekuensi terjadinya yaitu 0,2 3,5
%. Frekuensi terjadi gigi supernumerari pada periode gigi sulung adalah 0,06 - 0,8 %.
Gigi supernumerari pada periode gigi sulung biasanya berupa mesiodens yang berbentuk
konus, dapat satu atau dua gigi, terletak pada daerah midline rahang atas atau maksila.1
Penampakan mesiodens dapat mengakibatkan gangguan klinis, terutama pada masa
awal geligi bercampur. Gangguan klinis yang paling sering terjadi adalah diastema
sentral, erupsi gigi yang abnormal serta gangguan perkembangan oklusi. Hal ini akan
menyebabkan gangguan fungsi maupun estetik.1 Oleh karena itu, banyak orang yang
mencari dan meminta pertolongan dari dokter gigi untuk mengkoreksi kelainan tersebut.
Dengan telah dikoreksinya kelainan tersebut, mereka berharap akan lebih menambah baik
penampilannya dan akan meningkatkan rasa percaya dirinya. Banyak cara dilakukan
untuk penatalaksanaannya, dalam banyak kasus dengan hanya perawatan pencabutan dan
ortodonti sudah dapat menyelesaikan masalah, tetapi pada beberapa kasus perlu
perawatan tambahan baik dari segi konservasi, prostodonti ataupun dari bagian bedah
mulut.2
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui definisi dan ciri-ciri dari
mesiodens, faktor-faktor penyebab terjadinya mesiodens dan komplikasi lainnya yang
dapat terjadi serta langkah-langkah pencegahan dan pengobatan dari mesiodens.
BAB II
PEMBAHASAN

Mesiodens merupakan anomali gigi dengan jumlah gigi lebih dari normal dengan
karakteristik bentuk konus, terletak antara gigi insisif sentral rahang atas, dapat erupsi
atau impaksi, mempunyai akar yang sempurna, gigi erupsi selama masa anak-anak dan
biasanya menyebabkan displesmen serta rotasi gigi insisif yang terkena. Mesiodens ini
biasanya adalah elemen gigi yang berbentuk kerucut. Jika gigi ini erupsi biasanya
ditemukan di palatal atau diantara gigi-gigi insisivus sentralis dan paling sering
menyebabkan susunan yang tidak teratur dari gigi-gigi insisivus sentralis. Gigi ini dapat
juga tidak erupsi sehingga menyebabkan erupsi gigi insisivus satu tetap terlambat,
malposisi atau resobsi akar gigi-gigi insisivus didekatnya. Mesiodens merupakan salah
satu bentuk dari supernumerary teeth. Macam-macam bentuk supernumerary teeth
antara lain :
1. Gigi berbentuk peg-shaped dengan akar dan mahkota yang konikal serta berukuran
lebih kecil dari gigi normal. GC Black menamakan tipe ini sebagai enamel drops.
Gigi peg-shaped ini disebut juga sebagai mesiodens dan sering ditemukan pada
daerah midline dari insisif tetap maksila.
2. Gigi supernumerary dengan cusp yang multipel dan mempunyai pit oklusal yang
dalam.
3. Gigi supernumerary yang mempunyai ukuran dan bentuk normal tetapi merupakan
tambahan dari jumlah gigi normal. Gigi supernumerary dapat berbentuk normal tapi
mempunyai ukuran lebih kecil atau lebih besar dari gigi normal.4

Etiologi Mesiodens

Penyebab terjadinya gigi supernumerary termasuk mesiodens dapat dibagi menjadi


beberapa teori sebagai berikut :

1. Teori Atavisme; suatu istilah yang menggambarkan kecenderungan seseorang untuk


kembali ke sifat atau perilaku nenek moyang mereka. Gigi supernumerary terjadi
karena mengikuti primitive dentition. Nenek moyang manusia yang dipercayai berasal
dari spesies kera mempunyai 44 gigi sehingga pada saat ini masih terdapat manusia
yang mempunyai jumlah gigi yang lebih dari normal atau gigi supernumerary.
2. Teori hypergenesis epithel bahwa gigi supernumerary juga dapat terjadi akibat
hipergenesis epitel dimana sisa lamina dental atau cabang palatal lamina dental yang
aktif dirangsang untuk berkembang menjadi benih gigi tambahan sehingga
terbentuknya gigi supernumerary.
3. Teori Faktor Keturunan (herediter); gigi supernumerary merupakan suatu kelainan
yang diturunkan dan dibawa oleh suatu gen mutan. Teori ini didukung oleh
peningkatan penemuan kasus gigi supernumerary pada pasien dengan anomali
dentofasial seperti celah bibir atau palatum dan cleidocranial dysplasia. Pada
Anomali/kelainan pertumbuhan seperti pada cleft palate, sering dihubungkan dengan
sindroma atau gangguan pertumbuhan yang berhubungan dengan peningkatan
prevalensi gigi supernumerary seperti celah bibir dan palatum, displasia cleidocranial
dan sindroma Gardner. Gigi supernumerary yang disertai dengan kelainan celah bibir
dan palatum merupakan akibat dari proses fragmentasi lamina dental sewaktu
pembentukan celah bibir. Selain itu teori herediter juga didukung oleh perkembangan
gigi supernumerary yang sering terjadi secara bilateral pada satu rahang. Gigi
supernumerary banyak ditemukan dari faktor keturunan dan insidensi kasus gigi
supernumerary lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan.
4. Teori Dikotomi, yaitu benih gigi terbagi dua saat perkembangannya. Satu bagian akan
berkembang menjadi gigi normal sementara satunya lagi berkembang menjadi gigi
supernumerary seperti mesiodens. Pendukung teori ini percaya bahwa dikotomi benih
gigi tersebut merupakan suatu proses germination yang lengkap.4

Etiologi sebenarnya dari mesiodens masih belum jelas, walaupun demikian, beberapa
teori telah diusulkan yang menyebutkan bahwa mesiodens merupakan bagian dari
sindrom seperti dysostosis cleidocranial dan sindrom Gardner dimana mesiodens menjadi
salah satu gejala yang muncul. Selain itu, pengamatan juga menunjukkan bahwa
mesiodens ini biasanya lebih sering terjadi kepada anggota keluarga yang memiliki
keturunan mesiodens sebelumnya. Namun, tidak mengikuti pola pewarisan sifat dari
hukum Mendel, faktor lingkungan juga memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam
memungkinkan terjadinya mesiodens ini. Kemungkinan penularan genetik melalui sifat
dominan autosomal dengan kurangnya penetrasi telah diamati dan warisan X=linked yang
dapat menjelaskan dominansi seks dalam anomali ini. Dari keempat teori yang
dikemukakan sebagai penyebab terjadinya mesiodens ini, teori hipergenesis epitel
dianggap sebagai teori paling dapat diterima dalam perkembangan mesiodens.5 Mesiodens
mempengaruhi gigi sekitarnya seperti menyebabkan gigi sulung bertahan lebih lama dari
rongga mulut. Mesiodens tidak selalu dapat erupsi sempurna, sering dijumpai dalam
keadaan impaksi pada posisi normal, horizontal, ataupun pada posisi terbalik. Kelainan
klinis yang sering dijumpai adalah erupsi gigi permanen yang terlambat, erupsi ektopik
gigi insisivus sentral permanen rahang atas, serta diastema sentral rahang atas yang
abnormal.

Ciri-ciri dan Klasifikasi Mesiodens

Mesiodens dapat diikenali dengan ciri-ciri pada umumnya adalah:

1. Biasanya terdapat di regio insisitif sentral rahang atas


2. Biasanya terjadi pada anak-anak usia 3-7 tahun
3. Kadang dijumpai dalam keadaan bilateral dan kadang dalam kelipatan tiga
4. Pemerikasaan dengan Mikroanalitis menunjukkan bahwa gigi mesiodens mempunyai
prismata email dan tubuli dentinales yang tidak teratur
5. Mesiodens jarang menimbulkan keluhan dari pasien, biasanya ditemukan secara tidak
sengaja karena persistensi gigi insisivus sulung, asimetri erupsi gigi insisivus atas
permanen atau pada pemeriksaan radiografis.

Mesiodens berdasarkan morfologinya dapat dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu :

Conical Mesiodens
Conical mesiodens biasanya berbentuk kerucut, memiliki lokasi daerah pada
palatinal antara gigi-gigi insisivus pertama rahang atas dan memiliki akar yang
terbentuk lengkap dan ddapat tumbuh ke rongga mulut.
Tuberculate Mesiodens
Tuberculate mesiodens memiliki bentuk seperti barel dengan beberapa tuberkel.
Namun, akarnya masih belum sempurna atau abnormal, jarang tumbuh ke rongga
mulut bila dibandingkan dengan tipe conical mesiodens, lebih sering
menyebabkan penundaan pertumbuhan gigi tetap insisivus. Tipe ini berkembang
lebih lambat dan membutuhkan lebih banyak tempat untuk tumbuh
Molariform Mesiodens
Molariform mesiodens ini paling jarang dijumpai, mahkotanya mirip premolar dan
akarnya telah terbentuk sempurna.6
Masalah yang dapat ditimbulkan Mesiodens

Mesiodens dapat menyebabkan beberapa gangguan, salah satunya adalah gangguan


erupsi gigi, yaitu merupakan suatu proses perkembangan gigi dimana gigi tidka
keluar/tidak tumbuh ke rongga mulut dan dapat dilihat secara klinis. Kegagalan gigi
untuk erupsi dapat mengakibatkan terjadinya maloklusi. Proses erupsi gigi permanen
terjadi apabila akar gigi sulung dan tulang yang menutupi benih gigi mengamai resorpsi.
Gigi yang erupsi juga harus dapat menembus ginggiva yang menutupi benih gigi untuk
keluar ke rongga mulut. Selain itu, Mesiodens juga dapat mengakibatkan insisitif sentral
rahang atas gagal erupsi. Di sisi lain, Mesiodens juga dapat menyebabkan retensi gigi
insisif sulung sehingga tidak dapat tanggal tepat waktu yang seharusnya. Kegagalan
erupsi insisif sentral ini sering disadari setelah gigi insisif lateral erupsi. Hal ini karena
pada keadaan normal insisif lateral rahang atas erupsi lebih lambat (pada usia 8-9 tahun)
dibandingkan insisif pertama rahang atas (pada usia 7-8 tahun). Jika gigi supernumerary
terletak pada daerah lain dan posisinya tidak menguntungkan, maka dapat
mengakibatkan kegagalan erupsi gigi tetangganya.
Crowding terjadi akibat tidak harmonisnya ukuran gigi dan panjang lengkung rahang.
Misalnya, ukuran gigi yang terlalu besar, lengkung rahang yang terlalu pendek atau
jumlah gigi lebih dari normal. Gigi supernumerary merupakan salah satu etiologi gigi
berjejal. Misalnya, adanya gigi supplemental insisif lateral, dapat menyebabkan gigi-gigi
pada regio anterior maksila berjejal oleh karena kekurangan tempat dengan tumbuhnya
gigi tambahan tersebut.
Pergeseran gigi atau displacement adalah perubahan posisi gigi dari tempat yang
normal dalam rongga mulut ke lokasi yang lain. Derajat pergeseran tergantung dari
lokasi tumbuhnya gigi supernumerary, dapat menyebabkan rotasi ringan sampai
pergeseran total dari gigi geligi tetangganya. Pada kebanyakan kasus gigi
supernumerary, pergeseran yang sering terjadi adalah pergeseran mahkota gigi insisif
yang juga disertai oleh erupsi gigi yang terlambat.
Gigi supernumerary dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya rotasi pada gigi
normal. Rotasi gigi adalah suatu pergerakan gigi yang berpusat pada sumbu panjangnya.
Rotasi dapat ke arah mesio lingual atau disto bukal dan rotasi disto lingual atau mesio
bukal. Jika gigi supernumerary tumbuh sebagai mesiodens, ia dapat menyebabkan rotasi
pada gigi insisif sentral. Derajat rotasi dapat dipengaruhi oleh posisi, kedalaman dan
angulasi mesiodens yang impaksi. Gigi supernumerary dapat menyebabkan terjadinya
diastema sentral yang merupakan spacing pada daerah midline gigi anterior, yaitu antara
dua gigi insisif pertama rahang atas. Diastema sentral merupakan salah satu maloklusi
yang mudah dikoreksi tetapi sulit dilakukan retensi karena mudah relaps bila ada
penyebabnya dan tidak dihilangkan terlebih dahulu. Spacing pada midline dapat
merupakan general spacing yang sering terlihat pada periode gigi sulung. Namun,
spacing yang terlihat pada periode gigi sulung adalah normal karena berfungsi
menyediakan ruang yang cukup bagi erupsi gigi permanen yang secara anatomi
mempunyai ukuran yang lebih besar dari gigi sulung.
Midline diastema (diastema sentral) dapat disebabkan oleh perlekatan frenulum
labialis yang tinggi dan keadaan patologi yang lain seperti tumor, odontoma, kista dan
gigi supernumerary . Gigi supernumerary yang dapat menimbulkan midline diastema
adalah mesiodens yang gagal erupsi. Benih mesiodens ini sering terletak di antara akar
gigi insisif sentral sehingga dapat menyebabkan diastema. Spacing pada periode gigi
sulung adalah normal karena pertumbuhan rahang yang bertambah besar untuk
menyediakan tempat bagi gigi permanen yang akan tumbuh. Spacing yang terjadi pada
periode gigi permanen adalah suatu hal yang abnormal. Hal ini dapat disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain gigi supernumerary yang tidak erupsi atau impaksi, sehingga
menyebabkan hambatan bagi tumbuhnya gigi permanen yang akan erupsi yang pada
akhirnya menyebabkan spacing di antara gigi normal pada daerah gigi tersebut.6

Pentalaksanaan Mesiodens
Gigi Mesiodens merupakan salah satu kelainan yang harus mendapat perhatian di
bidang kedokteran gigi dan ortodontik khususnya, karena dapat menimbulkan berbagai
masalah. Di bidang ortodontik, mesiodens dapat menyebabkan terjadinya bermacam
maloklusi yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, penatalaksanaan mesiodens harus
dilakukan untuk mencegah maloklusi atau untuk mengkoreksi maloklusi yang telah
terjadi. Diagnosis dini adanya mesiodens sangat penting supaya prosedur perawatan
pada waktu yang tepat dapat dilakukan. Untuk memulai penatalaksanaan terhadap gigi
supernumerary, diagnosis harus dilakukan melalui pemeriksaan klinis dan radiologis.
Pemeriksaan klinis yang detail sangat bermanfaat dalam mencari penyebab dari gigi
insisif sentral yang gagal erupsi. Beberapa keadaan klinis seperti gigi insisif sentral
sulung yang mengalami retensi, jaringan lunak yang padat pada mukosa labial atau
palatal dan kehilangan ruang pada lengkung rahang sering ditemukan sewaktu
pemeriksaan. Jika pola erupsi insisif rahang atas asimetrik, persistensi gigi insisif sulung
rahang atas, rotasi insisif sentral atau erupsi ektopik insisif permanen maksila ditemukan
pada pemeriksaan klinis, dokter gigi harus curiga adanya gigi supernumerary yaitu
Mesiodens. Derajat rotasi gigi biasanya tergantung posisi, kedalaman dan angulasi gigi
mesiodens yang impaksi. Penemuan keadaan klinis seperti ini harus diberi perhatian
mengingat gigi supernumerary sering impaksi sehingga tidak terlihat secara klinis. Salah
satu metode untuk mendiagnosis gigi supernumerary adalah dengan melakukan rontgen
foto. Pemeriksaan radiografi diindikasikan bila ditemukan tanda-tanda klinis yang
abnormal. Pada pemeriksaan mesiodens, radiografi yang digunakan adalah foto
periapikal, foto panoramik dan foto lateral. Bila diduga adanya gigi supernumerary
seperti mesiodens, pemeriksaan radiografi tambahan dibutuhkan untuk membantu
menentukan diagnosis. Sebagai contoh, foto oklusal rahang atas dapat memberi
gambaran yang jelas apakah ada atau tidak gigi supernumerary. Foto oklusal anterior dan
periapikal sangat bermanfaat untuk mendapatkan detail dari regio insisif. Untuk
mendeteksi posisi buko-lingual gigi supernumerary yang tidak erupsi, prinsip radiografi
parallax dapat digunakan. Selain itu, foto lateral regio insisif dapat membantu dokter
gigi menentukan kedalaman dan tinggi gigi supernumerary yang tertanam jauh dalam
palatum. Hal ini dilakukan untuk mencari metode yang tepat dalam mengeluarkan gigi
supernumerary.
Gigi impaksi yang terhalang oleh gigi supernumerary dapat erupsi secara normal,
namun beberapa kasus membutuhkan penggunaan alat ortodontik untuk menuntun erupsi
gigi impaksi. Attachment harus dilekatkan pada gigi yang gagal erupsi setelah dilakukan
pembukaan dan gerakan traction, dapat dilakukan dengan menggunakan wire ligature
atau precious metal. Kadang-kadang, attachment sukar dilekatkan karena pengumpulan
saliva dan perdarahan sehingga akan mempersulit isolasi gigi. Sebagai alternatif, lup
dapat diaplikasikan di sekitar servikal gigi namun hal ini memerlukan pengangkatan
tulang yang lebih luas. Sedangkan, bila Crowding terjadi akibat ukuran gigi dan panjang
lengkung rahang yang tidak sesuai. Misalnya, ukuran gigi yang terlalu besar, lengkung
rahang yang terlalu pendek atau jumlah gigi yang lebih dari normal. Gigi supernumerary
merupakan salah satu etiologi gigi berjejal. Pada kasus gigi supernumerary, ekstraksi
dilakukan untuk mendapatkan ruang yang dibutuhkan, selanjutnya crowding dapat
dikoreksi dengan menggunakan alat ortodontik lepasan atau cekat. Alat ortodontik
lepasan yang dipakai adalah coil spring, labial bow, canine retractor dan sebagainya. Alat
ortodontik cekat yang efektif untuk perawatan crowding terdiri dari lengkung kawat
dengan loop multipel atau kawat nikel-titanium elastis.6
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Supernumerary teeth atau hiperodonsia adalah keadaan yang menggambarkan
kelebihan jumlah gigi yaitu adanya satu atau lebih elemen gigi melebihi jumlah gigi
yang normal.
Mesiodens merupakan bagian dari supernumerary teeth yang didasarkan pada lokasi
gigi yang berlebih.
Mesiodens adalah salah satu jenis gigi lebih yang terdapat di regio insisitif sentral
rahang atas.
Klasifikasi dari mesiodens berdasarkan morfologinya adalah
Conical,Tuberculate,Molariform.
Penyebab mesiodens dapat berasal dari faktor heriditer, gangguan/anomali
pertumbuhan gigi dan jaringan-jaringan lainnya serta beberapa teori yang
mengemukakan etiologi seperti teori avatisme dan teori dikotomi.
Perlu dilakukan diagnosis dan rencana terapi yang tepat dimana perawatan ortodonti
dibutuhkan sesuai dengan kasus yang dapat terjadi antara lain seperti Crowding/ Gigi
berjejal. Manajemen orthodonti yang dapat dilakukan adalah perawatan dengan alat
ortodontik cekat atau alat ortodontik lepasan, dan terakhir diberikan retensi untuk
stabilisasi agar tidak terjadi relaps.

SARAN
Daftar Pustaka

1. Indriyanti R, Sutadi H, Soenawan H. Mesiodens penyebab malposisi gigi insisif sentral


pada periode geligi bercampur. JKGUI 2001; 8(2): 4-7
2. Leena V, Krishan G, Sidhi P, Agnihotri A, Navjot S. Mesiodens with an unusual
morphology- a case report. J oral Health Comm Dent 2009; 3(2): 42-44
3. Poornima KY. Supernumerary teeth- an overview of classification, diagnosis, and
managment. J Oral Res & Rev 2010; 2: 1-2
4. Iswari H. Gigi Supernumerary dan perawatan ortodonsi. E-J WIDYA Kes dan
lingkungan 2013; 1: 37-9.
5. Rusell K, Folwarczna M. Mesiodens- diagnosis and management of a common
supernumerary tooth. J Canadian Dent Assoc 2003; 69: 362-5.
6. Qamar ch, Bajwa J, Rahbar M. Mesiodens- etiology, prevalence, diagnosis, and
management. POJ 2013; 5(2): 73-6.

Anda mungkin juga menyukai