Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KELAINAN KONGENITAL

PERKEMBANGAN RONGGA MULUT


Supernumerary Teeth

DOSEN:
Dr. Ameta Primasari Tarigan, drg., MDSc., M.Kes

DISUSUN OLEH:
Nama : Silvia
NIM : 170600102

Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas Sumatera Utara
2018

1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Supernumerary teeth atau hyperdontia adalah keadaan dimana jumlah gigi
melebihi jumlah normal. Supernumerary teeth terbentuk sebagai hasil dari
hiperaktivitas lamina dental. Supernumerary teeth dapat mempengaruhi oklusi
normal karena jumlahnya yang lebih banyak dari seharusnya. Jika supernumerary
teeth erupsi di luar lengkung rahang, oklusi yang normal mungkin tidak terganggu,
namun apabila erupsi dalam lengkung gigi tempat gigi permanen seharusnya erupsi
maka dapat menyebabkan terjadinya maloklusi, diastema sentral, gigi berjejal,
rotasi dan lain lain. (Iswari, 2013)
Mengingat supernumerary teeth mempunyai banyak pengaruh dalam rongga
mulut, maka tindakan pencegahan serta penatalaksanaan akibat dari supernumerary
teeth harus diketahui dan dipahami oleh setiap dokter gigi. Sehingga diperlukan
manajemen dan perawatan yang lebih cermat.

1.2 Prevalensi
Prevalensi rendah supernumerary teeth pada gigi geligi primer terjadi karena
sering terabaikan oleh orangtua. Hal ini terjadi karena biasanya gigi supernumerary
erupsi dengan normal, bentuk kelihatan normal dan tampak seperti dalam posisi
yang tepat. Insidensi lebih tinggi terjadi pada insisivus rahang atas, diikuti molar
tiga rahang atas, serta gigi premolar, molar, kaninus dan insisivus lateralis rahang
bawah. Pada beberapa penelitian, insidensi supernumerary teeth pada gigi
permanen lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita. (Parolia dkk., 2011)
Namun sebaliknya, menurut Clayton, insidensi supernumerary teeth lebih
banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria. Pada pria supernumerary teeth lebih
sering terjadi pada insisivus sentralis dan premolar, sedangkan pada wanita lebih
sering terjadi pada gigi insisivus dan kaninus.
Supernumerary teeth lebih sering terjadi pada maksila daripada mandibula
dengan prevalensi hingga 92%. Namun, studi lain juga menunjukkan bahwa
supernumerary teeth juga bisa terjadi dengan frekuensi yang sama pada maksila
ataupun mandibula. (Ali dkk., 2014)

2
II. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Supernumerary teeth atau hyperdontia adalah suatu kelainan dimana jumlah
gigi lebih dari normal atau struktur odontogenik yang terbentuk akibat germinal
gigi yang berlebih yang biasa terdapat pada satu atau di kedua rahang. Gigi-gigi
tambahan ini biasanya mempunyai bentuk dan morfologi yang tidak normal. Gigi
supernumerary dapat tunggal, multipel, dan erupsi unilateral atau bilateral dan
kemungkinan terdapat pada satu atau kedua rahang.1
Etiologi yang tepat mengenai terjadinya supernumerary teeth belum bisa
dipastikan hingga saat ini. Beberapa teori muncul mengenai supernumerary teeth,
seperti teori filogenik, teori dikotomi, hiperaktif lamina dental, dan kombinasi
faktor genetik dan lingkungan. Multiple supernumerary teeth umumnya
berhubungan dengan gejala penyakit atau sindrom. Erupsi gigi supernumerary juga
bisa berlangsung secara normal ataupun abnormal.2
a. Teori Atavisme; teori ini muncul karena manusia dipercaya memiliki
kecenderungan untuk kembali ke sifat asli leluhurnya (primitive dentition).
Filogenik pada proses evolusi dipercaya telah menghasilkan pengurangan
bentuk maupun ukuran gigi manusia. Nenek moyang manusia (kera) dipercaya
memiliki 44 gigi dan hingga kini masih terdapat manusia yang memiliki gigi
yang melebihi jumlah normal.1,5
b. Teori Dikotomi; teori ini mengatakan bahwa benih gigi terbagi dua saat proses
perkembangan. Keduanya dapat berukuran sama ataupun berbeda (satu normal
dan satu dismorfik). Salah satu gigi akan berkembang menjadi supernumerary
teeth. Pendukung teori ini percaya bahwa dikotomi gigi merupakan proses
germinasi yang kompleks.1,5
c. Hiperaktivitas Dental Lamina; terjadi akibat hipergenesis epitel dimana sisa
lamina dental atau cabang palatal lamina dental yang aktif dan jumlahnya
berlebih diinduksi untuk menghasilkan perkembangan struktur odontogenik
ekstra atau benih gigi tambahan sehingga terbentuknya supernumerary teeth.1,5
d. Faktor Genetik; Kasus supernumerary teeth lebih tinggi pada laki-laki
dibanding perempuan, dimana kemudian hal ini didukung oleh Niswander dan
Sujaku dalam penelitiannya yang berhipotesis bahwa gen resesif autosomal
dengan penetrasi yang lebih, sedikit terjadi pada wanita.5

3
e. Associated Syndrome; merupakan suatu kelainan yang diturunkan dan dibawa
oleh suatu gen mutan. Teori ini didukung oleh peningkatan penemuan kasus
supernumerary teeth pada pasien dengan anomali dentofasial seperti celah bibir
atau palatum, cleidocranial dysplasia, Ehlers-Danlos syndrome Type III, Ellis
Van Creveld syndrome, Gardner's syndrome, Goldenhar syndrome,
Hallermann-Streiff syndrome, Orofacio digital syndrome type I, Incontinentia
pigmenti, Marfan syndrome, Nance Horan syndrome, dan Trichorhino
phalangeal syndrome. Pada supernumerary teeth yang disertai dengan kelainan
celah bibir dan palatum, kelainan ini terjadi karena proses fragmentasi lamina
dental sewaktu pembentukan celah bibir.1,5

2.1 Bentuk Supernumerary Teeth 1


a. Gigi berbentuk peg-shaped dengan akar dan mahkota yang konikal serta
berukuran lebih kecil dari gigi normal. Tipe ini juga sering dinamai sebagai
enamel drops. Gigi peg-shaped ini disebut juga sebagai mesiodens dan sering
ditemukan pada daerah midline dari insisif tetap maksila.
b. Supernumerary teeth dan perawatan ortodonsi; supernumerary teeth dengan
cusp yang multipel dan mempunyai pit oklusal yang dalam.
c. Supernumerary teeth yang mempunyai ukuran dan bentuk normal tetapi
merupakan tambahan dari jumlah gigi normal. Supernumerary teeth jenis ini
dapat berbentuk normal tapi mempunyai ukuran lebih kecil atau lebih besar dari
gigi normal.

III. GAMBARAN KLINIS

Gambar 2.1 Bagan Klasifikasi Supernumerary Teeth berdasarkan Lokasi, Morfologi, Orientasi dan Posisi.5

3.1 Klasifikasi Berdasarkan Morfologi 1,2

4
Gambar 3.1 Tabel Klasifikasi Supernumerary Teeth berdasarkan Morfologinya

a. Conical Type (konus kecil); biasanya berbentuk peg-shaped dengan bentuk


akar normal dan sering dijumpai di antara gigi permanen. Akar gigi ini
berkembang lebih awal atau sama dengan pembentukan akar gigi insisif tetap.
Gigi ini biasanya muncul sebagai mesiodens dan kadang-kadang ditemukan
posisinya di atas serta terbalik ke arah palatal atau dapat juga ditemukan dalam
posisi horizontal. Supernumerary teeth sering menyebabkan displacement dari
gigi-gigi sebelahnya, kegagalan erupsi atau tidak mempunyai efek terhadap
gigi-gigi lain. Prevalensi terjadinya kelainan supernumerary teeth juga cukup
tinggi, yakni sekitar 70-80%.
b. Tuberculate; biasanya berbentuk barrel-shaped dengan akar yang belum
sempurna dan berinvaginasi. Akar belum sempurna karena pembentukan
akarnya terlambat dari gigi insisif tetap. Tipe gigi supernumerary tuberculate
sering terbentuk berpasangan dan biasanya terletak di sebelah palatal dari insisif
sentral. Gigi supernumerary ini sering tidak erupsi dan berhubungan dengan
kegagalan erupsi gigi normal. Prevalensi terjadinya kelainan supernumerary
teeth jenis ini yaitu sekitar 10-12%.
c. Supplemental; jenis supernumerary teeth yang sering ditemukan pada periode
gigi sulung dan jarang mengalami impaksi serta merupakan duplikasi dari gigi
sulung. Secara klinis, gigi tipe ini menyerupai gigi normal. Gigi supplemental
biasa ditemukan di insisif lateral permanen rahang atas, premolar dan molar

5
permanen rahang bawah. Prevalensi terjadinya kelainan supernumerary teeth
jenis ini yaitu sekitar 6-8%.
d. Odontome; bentuk gigi tidak teratur, biasanya dikaitkan dengan tumor
odontogenik. Odontom adalah malformasi hamartomatous dari neoplasma. Lesi
ini terbentuk lebih dari satu macam jaringan dan disebut odontom komposit
Pada periode gigi sulung, morfologi atau bentuknya selalu normal atau konus.
Pada gigi permanen terdapat variasi bentuk gigi supernumerary yang lebih luas.
Prevalensi terjadinya kelainan supernumerary teeth jenis ini cukup kecil, yakni
sekitar 3-4%.

3.2 Klasifikasi Berdasarkan Lokasi 1,2


a. Mesiodens; supernumerary teeth yang terletak diantara gigi insisivus sentral
rahang atas. Berbentuk konus (conical) atau peg-shaped.

Gambar 3.2 Supernumerary Teeth tipe Mesiodens yang Berada diantara Insisif Sentral Maksila.1

Gambar 3.3 (panah merah) Gambaran Radiografi Supernumerary Teeth tipe Mesiodens diantara Insisivus
Sentralis.

b. Paramolar; supernumerary teeth terletak di daerah bukal/palatal ataupun ligual


gigi molar kedua dan molar ketiga rahang atas. Semuanya ini merupakan gigi
tambahan, bukan seperti gigi geligi yang biasanya tumbuh normal pada
tempatnya. 80% kasus supernumerary teeth terdapat pada anterior rahang atas

6
dan sangat jarang berada di antara molar satu dan molar kedua rahang atas.
Berbentuk konus (conical) atau supplemental.

Gambar 3.4 Supernumerary Teeth Tipe Paramolar Bilateral diantara Molar Satu dan Molar Kedua.2

Gambar 3.5 Gambaran Radiografi Periapikal Kanan - Supernumerary Teeth Tipe Distomolar dan Premolar
yang Mengalami Karies.2

c. Distomolar; supernumerary teeth yang tumbuh pada lokasi paling distal dari
lengkung rahang molar ketiga baik maksila maupun mandibula. Berbentuk
konus (conical) atau tuberculate.

Gambar 3.6 Gambaran Radiografi Supernumerary Teeth Tipe Distomolar yang Impaksi.1

d. Parapremolar; supernumerary teeth yang berada pada regio gigi premolar


maksila ataupun mandibula dan berbentuk supplemental.

7
e. Paramolar Root; akar tambahan yang paling umum ditemukan pada gigi molar
rahang bawah, dengan bentuk yang belum sempurna atau sudah sempurna.
f. Paramolar Tubercle; terdapat cusp tambahan pada permukaan bukal molar
permanen. Cusp tambahan yang muncul pada gigi molar permanen maksila
disebut parastyle, sedangkan pada mandibula disebut protostylid.

3.3 Klasifikasi Berdasarkan Erupsi 2


a. Erupted; secara klinis, aspek koronal lengkap sudah jelas terlihat.
b. Partially Erupted; hanya bagian oklusal saja yang terlihat.
c. Impacted; secara klinis tidak dapat dilihat dalam rongga mulut dan hanya dapat
didiagnosa dan dilihat melalui radiografi.

3.4 Klasifikasi Berdasarkan Orientasi 2


a. Vertical; berorientasi seperti gigi normal pada umumnya.
b. Inverted; kondisi supernumerary teeth yang terbalik (mahkota berada di
bawah).
c. Transvered; letaknya secara horizontal.

IV. PEMBAHASAN
4.1 Komplikasi
Supernumerary teeth dapat mempengaruhi oklusi normal karena jumlahnya
yang lebih banyak dari seharusnya. Jika supernumerary teeth erupsi di luar
lengkung rahang, oklusi yang normal mungkin tidak terganggu. Namun apabila
erupsi dalam lengkung gigi tempat dimana gigi permanen seharusnya erupsi maka
dapat menyebabkan terjadinya maloklusi, diastema sentral, gigi berjejal, rotasi
crowding, erupsi tertunda, impaksi gigi seri permanen, pembentukan akar
abnormal, perubahan pada jalur erupsi gigi seri permanen, median diastema, lesi
kistik, infeksi intraoral, dan resorbsi akar dari gigi yang berdekatan.2,5
a. Midline Diastema (diastema sentral); Spacing yang terjadi pada periode gigi
permanen adalah suatu hal yang abnormal. Hal ini dapat disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain supernumerary teeth yang tidak erupsi atau impaksi
yang pada akhirnya menyebabkan spacing di antara gigi normal. Conical
supernumerary biasanya terletak dekat dengan midline insisivus sentralis.
Mesiodens terkadang terbalik dan bisa erupsi dengan sempurna atau erupsi

8
terbalik menuju rongga hidung. Mesiodens Conical supernumerary umumnya
tidak mengganggu erupsi gigi insisivus namun keberadaannya dapat
menyebabkan jarak antara insisivus sentralis (diastema). 1,5,6,7
b. Delayed or Failure of Eruption (keterlambatan atau kegagalan erupsi);
supernumerary teeth menempati ruang untuk gigi normal dan bisa
menyebabkan keterlambatan bahkan kegagalan erupsi dari gigi permanen yang
bersangkutan. Tuberculate supernumerary teeth dapat menyebabkan kegagalan
erupsi di insisivus maksilaris dan pada lokasi lain dapat menyebabkan
kegagalan erupsi gigi-gigi yang berdekatan. Selain itu, mesiodens juga dapat
menyebabkan retensi gigi insisivus sulung sehingga tidak dapat tanggal tepat
waktu yang seharusnya. Kegagalan erupsi insisivus sentral ini sering disadari
setelah gigi insisif lateral erupsi. 1,5

Gambar 4.1 Kegagalan Erupsi Insisvus Sentralis karena Keberadaan Supernumerary Teeth tipe
Mesiodens Tuberculate.1

c. Displacement (pergeseran gigi); pergeseran posisi normal gigi dalam rongga


mulut ke lokasi lain. Rotasi gigi adalah suatu pergerakan gigi yang berpusat
pada sumbu panjangnya. Rotasi dapat ke arah mesio lingual, disto bukal, rotasi
disto lingual atau mesio bukal. Derajat pergeseran bervariasi, mulai dari rotasi
ringan sampai pergeseran total dari gigi geligi tetangganya. Pergeseran yang
sering terjadi adalah pergeseran mahkota gigi insisivus yang juga disertai
keterlambatan erupsi. Jika supernumerary teeth tumbuh sebagai mesiodens, ia
dapat menyebabkan rotasi pada gigi insisivus sentral. Derajat rotasi dapat
dipengaruhi oleh posisi, kedalaman dan angulasi mesiodens yang impaksi.1
d. Crowding (gigi berjejal); terjadi akibat tidak harmonisnya ukuran gigi dan
panjang lengkung rahang. Supernumerary teeth merupakan salah satu etiologi

9
gigi berjejal. Misalnya, adanya gigi supplemental insisivus lateral, dapat
menyebabkan gigi-gigi pada regio anterior maksila berjejal oleh karena
kekurangan tempat dengan tumbuhnya gigi tambahan tersebut. Selain itu, erupsi
atau tidaknya gigi akibat supernumerary teeth juga dapat menyebabkan gigi
berjejal.1,5
e. Root Resorption (resorbsi akar); Resorpsi akar gigi yang berdekatan terkadang
menyebabkan hilangnya vitalitas gigi.5
f. Alveolar Bone Grafting (transplantasi tulang alveolar); supernumerary teeth
dapat membahayakan cangkokan sekunder tulang alveolar pada pasien dengan
bibir sumbing dan celah langit-langit. Supernumerary teeth pada pasien seperi
ini tidak boleh diambil tanpa konsultasi dengan dokter ahli. Supernumerary
teeth pada penderita cleft lip dan cleft palate umumnya dibuang saat
pencangkokan tulang.5
g. Implant Site Preparation (persiapan pemasangan implan); kehadiran
supernumerary teeth yang belum erupsi dapat membahayakan implan.
Ekstraksi supernumerary teeth sebelum penempatan implan diperlukan untuk
kasus ini dan jika dicabut pada saat penempatan implan, maka pencangkokan
tulang diperlukan.5
h. Ectopic Position (posisi ektopik); erupsi ektopik supernumerary teeth
dilaporkan ditemukan pada rongga hidung dengan gambaran radiopak putih
seperti gigi.5

Gambar 4.2 (panah merah) Gambaran Sinus Paranasal dengan Gigi Ektopik dalam Sinus Maksilaris

10
i. Late Forming Supernumerary Teeth; pasien dengan riwayat memiliki gigi
supernumerary tipe conical atau tuberculate kemungkinan akan terbentuk lagi
beberapa gigi premolar supernumerary pada usia lanjut.5,8

Gambar 4.3 (kiri) Gambaran Radiografi Panoramik Gigi Sebelum Perawatan Orthodonti; (kanan)
Gambaran Radiografi Panoramik Supernumerary Teeth yang Berkembang dalam Proses Perawatan
diantara Gigi Premolar 2 dan Molar 1 Regio Kanan Mandibula.8

j. Root Abnormalities (kelainan akar); anomali perkembangan bentuk gigi dan


strukturnya dalam bentuk lentur tajam gigi baik pada mahkota atau bagian akar
yang tak jarang juga menyebabkan hilangnya vitalitas gigi. 5
k. Patology: Cysts Formation (pembentukkan rongga patologis); pembentukan
kista dentigerous adalah masalah lain yang mungkin terkait dengan gigi
supernumerary. Kantung folikel membesar pada 30% kasus, tetapi bukti
histologis pembentukan kista ditemukan hanya 4- 9% dari kasus.9
l. Maloclusion (maloklusi); Untuk mencapai oklusi yang baik, rongga mulut
harus mempunyai gigi dalam jumlah normal. Jumlah gigi yang berlebihan atau
kurang dapat menjadi faktor predisposisi maloklusi. Kelainan jumlah,
morfologi dan waktu erupsi gigi serta adanya gigi ektopik dapat dipengaruhi
oleh faktor genetik, kongenital atau proses patologik postnatal. Supernumerary
teeth juga sering erupsi di akhir susunan gigi normal yang dikenal sebagai molar
keempat yang dapat mengganggu erupsi gigi molar ketiga. Gigi suplemental
jarang ditemukan pada regio premolar terutama rahang bawah. Gigi-gigi ini
biasanya mengalami proses kalsifikasi yang lebih lambat dari gigi normal dan
secara radiografis terletak di sekitar akar gigi normal yang telah terklasifikasi
sempurna. Gigi ini tidak mengganggu oklusi tetapi ekstraksinya dapat
menimbulkan masalah akibat posisinya yang sangat dekat dengan akar gigi-gigi
premolar yang sudah erupsi. Gigi suplemental insisivus sering ditemukan dan
biasanya erupsi pada regio insisivus bawah atau lateral atas. Gigi suplemental

11
insisivus sentralis atas hanya ditemukan pada pasien celah bibir. Biasanya gigi
suplemental ini tidak menimbulkan masalah oklusi dan mudah ditemukan. 1
Maloklusi yang disebabkan oleh supernumerary teeth dapat diklasifikasikan
menjadi1:
 Simple; yaitu malposisi ringan yang disebabkan akibat supernumerary
teeth tipe mesiodens.
 Complex; yaitu malposisi atau malformasi dari bagian-bagian tertentu pada
lengkung gigi akibat supernumerary teeth yang dapat meningkatkan
keparahan maloklusi.

4.2 Diagnosis
Supernumerary teeth merupakan salah satu kelainan yang harus mendapat
perhatian di bidang kedokteran gigi dan ortodontik khususnya, karena dapat
menimbulkan berbagai masalah. Di bidang ortodontik, supernumerary teeth dapat
menyebabkan maloklusi Oleh karena itu, penatalaksanaan supernumerary teeth
harus dilakukan untuk mencegah maloklusi atau untuk mengkoreksi maloklusi yang
telah terjadi.
Diagnosis dini adanya supernumerary teeth sangat penting agar prosedur
perawatan yang diberikan juga tepat. Untuk memulai penatalaksanaan terhadap
supernumerary teeth, diagnosis harus dilakukan melalui pemeriksaan klinis dan
radiologis.
Beberapa keadaan klinis seperti gigi insisivus sentral sulung yang mengalami
retensi, jaringan lunak yang padat pada mukosa labial atau palatal dan kehilangan
ruang pada lengkung rahang sering ditemukan sewaktu pemeriksaan. Jika pola
erupsi insisivus rahang atas asimetrik, persistensi gigi insisivus sulung rahang atas,
rotasi insisivus sentral atau erupsi ektopik insisivus permanen maksila ditemukan
pada pemeriksaan klinis, dokter gigi harus curiga adanya supernumerary teeth tipe
mesiodens.
Salah satu metode untuk mendiagnosis supernumerary teeth adalah dengan
melakukan rontgen foto. Pemeriksaan radiografi diindikasikan bila ditemukan
tanda-tanda klinis yang abnormal. Pada pemeriksaan supernumerary teeth,
radiografi yang digunakan adalah foto periapikal, foto panoramik dan foto lateral.
Foto oklusal anterior dan periapikal sangat bermanfaat untuk mendapatkan detail

12
dari regio insisivus. Untuk mendeteksi posisi buko-lingual supernumerary teeth
yang tidak erupsi, prinsip radiografi parallax dapat digunakan. Selain itu, foto
lateral regio insisivus dapat membantu dokter gigi menentukan kedalaman dan
tinggi supernumerary teeth yang tertanam jauh dalam palatum.1

4.3 Penatalaksanaan

Gambar 4.4 Bagan Penatalaksanaan Supernumerary Teeth secara Umum.2

Penatalaksanaan supernumerary teeth dapat dengan pencabutan/terapi


endodontik atau mempertahankannya pada lengkung rahang. Namun, pencabutan
hanya disarankan apabila2:
 Kondisi patologis;
 Erupsi gigi tertunda;
 Peningkatan risiko karies karena adanya Supernumerary teeth yang membuat
area tidak dapat diakses untuk menjaga kebersihan mulut;
 Perubahan erupsi atau perpindahan posisi gigi dari lokasi normal;
 Rotasi gigi;
 Keperluan perawatan ortodontik;
 Kehadirannya akan membahayakan pencangkokan tulang alveolar dan
penempatan implan; dan
 Kepentingan estetika.

4.3.1 Penatalaksanaan pada Maloklusi yang Disebabkan Supernumerary Teeth


secara Ortodontik

13
Penatalaksanaan supernumerary teeth tergantung dari beberapa faktor, yaitu
posisi dan tipe supernumerary teeth serta efeknya terhadap gigi-gigi tetangga.
Manajemen supernumerary teeth ini harus meliputi rencana perawatan yang
menyeluruh sesuai dengan masing masing kasus.

4.3.2 Penatalaksanaan pada Sentral Diastema


Manajemen perawatan gigi mesiodens dapat berupa pencabutan atau tanpa
pencabutan. Perawatan yang dilakukan dengan pencabutan gigi mesiodens
selanjutnya harus diperbaiki susunan gigi geliginya dengan menggunakan alat
ortodontik yang terdiri dari:
 Menghilangkan faktor penyebab sebelum memulai perawatan. Pada kasus ini,
mesiodens yang impaksi harus diekstraksi terlebih dahulu.
 Perawatan aktif; terdiri dari perawatan dengan menggunakan alat ortodontik
cekat atau lepasan. Alat ortodontik lepasan sederhana yang terdiri dari finger
spring atau split labial bow dapat digunakan untuk menutup diastema sentral.
Namun, gigi mesiodens yang tidak erupsi dan tidak menimbulkan masalah
oklusal dapat dibiarkan tetap pada posisinya, khususnya jika gigi ini terletak tinggi
di dalam rahang dan terbalik atau jika tindakan pencabutan bisa merusak gigi yang
lain. Mesiodens yang tidak erupsi bisa tidak dicabut tetapi harus diperhatikan secara
berkala. Pencabutan gigi mesiodens pada periode gigi sulung biasanya tidak
dianjurkan karena mesiodens pada periode ini sering akan erupsi sendiri dan
pembedahan pada gigi yang tidak dapat erupsi dapat meningkatkan risiko
kerusakan perkembangan gigi insisivus permanen. Pencabutan gigi mesiodens yang
tepat adalah pada awal periode gigi pergantian yang kemudian akan menyebabkan
erupsi sendiri sehingga menghasilkan susunan gigi yang lebih baik dan
meminimalisasi kebutuhan perawatan ortodontik. Pencabutan gigi mesiodens
diperlukan saat gigi permanen gagal erupsi atau indikasi keganasan saat erupsi
berlangsung.1,10

4.3.3 Penatalaksanaan Kasus Gigi Impaksi yang Disebabkan oleh


Supernumerary Teeth
Setelah perawatan bedah, gigi impaksi yang terhalang oleh supernumerary
teeth dapat erupsi secara normal. Namun beberapa kasus membutuhkan

14
penggunaan alat ortodontik untuk menuntun erupsi gigi impaksi. Attachment harus
dilekatkan pada gigi yang gagal erupsi setelah dilakukan pembukaan dan gerakan
traction, dapat dilakukan dengan menggunakan wire ligature atau precious metal.
Terkadang, attachment sukar dilekatkan karena pengumpulan saliva dan
perdarahan sehingga akan mempersulit isolasi gigi. Sebagai alternatif, lup dapat
diaplikasikan di sekitar servikal gigi namun hal ini memerlukan pengangkatan
tulang yang lebih luas.1

Gambar 4.5 Ligature wire disambungkan dari insisivus sentral yang gagal erupsi ke arch wire untuk
mengembalikannya ke lengkung rahang.1

4.3.4 Penatalaksanaan Gigi Berjejal yang Disebabkan oleh Supernumerary


Teeth
Pada kasus supernumerary teeth, ekstraksi perlu dilakukan untuk
mendapatkan ruang yang dibutuhkan, selanjutnya crowding dapat dikoreksi dengan
menggunakan alat ortodontik lepasan atau cekat. Alat ortodontik lepasan yang
dipakai adalah coil spring, labial bow, canine retractor dan sebagainya. Alat
ortodontik cekat yang efektif untuk perawatan crowding terdiri dari lengkung kawat
dengan loop multipel atau kawat nikel-titanium elastis.1

4.3.5 Penatalaksanaan Kasus Rotasi Gigi yang Disebabkan oleh


Supernumerary Teeth
Persiapan penatalaksanaan1:
a) Manajemen ruang: untuk memastikan kebutuhan ruang yang cukup untuk
susunan gigi normal. Koreksi rotasi gigi anterior membutuhkan ruang
tambahan, karena itu penyediaan ruang harus dimasukkan dalam rencana
perawatan untuk memperoleh ruang yang mencukupi.

15
b) Alat ortodontik lepasan: Rotasi ringan dapat dirawat dengan alat
ortodontik lepasan yang terdiri dari double cantilever spring dan juga
labial bow.
c) Alat ortodontik cekat: Rotation wedges dapat ditempatkan di antara
lengkung kawat dan gigi. Selain itu, benang elastik (elastic thread) juga
dapat digunakan untuk merotasi gigi yang berpusat pada sumbu
panjangnya. Benang tersebut diikat pada attachment lingual,
menyelubungi gigi pada arah derotasi dan diikat pada lengkung kawat di
bagian bukal. Couple force juga efektif pada perawatan gigi rotasi.
d) Retensi rotasi: Gigi rotasi merupakan maloklusi yang mudah dirawat
tetapi retensi sukar dicapai. Setelah selesai perawatan, gigi yang
dahulunya rotasi beresiko tinggi untuk relaps akibat gaya regang serat
gingiva supra-alveolar dan transeptal yang lambat beradaptasi terhadap
posisi baru. Jadi perawatan ini bersifat jangka panjang.

4.3.6 Penalaksanaan pada Kasus Erupsi Ektopik


a) Dalam kasus celah bibir dan langit-langit mulut, ada erupsi ektopik gigi
yang paling umum terjadi, khususnya insisivus lateral serta kaninus
permanen cenderung mengembangkan jalur erupsi ektopik. Oleh karena
itu, pencangkokan tulang ke dalam celah harus dilakukan sebelum gigi
insisivus atau kaninus lateral yang permanen erupsi ke dalam rongga
mulut (antara 7-10 tahun).11
b) Mesiodens menyebabkan erupsi ektopik atau impaksi gigi seri sentral
permanen di sebagian besar kondisi. Mesiodens harus diekstraksi ketika
keberadaannya menyebabkan gangguan erupsi gigi seri sentral atau yang
lainnya.11

V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Supernumerary teeth dapat muncul di setiap regio dalam rongga mulut. Suatu
saat gigi ini akan erupsi dan kemudian berdampak pada gigi normal lainnya serta
menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi terkait dengan gigi supernumerary
termasuk impaksi, erupsi yang tertunda, erupsi ektopik, gigi berjejal, gangguan

16
spasial, dan pembentukan folikel kista. Perawatan gigi supernumerary tergantung
pada jenis, posisi dan kemungkinan komplikasi mereka terdeteksi melalui
pemeriksaan klinis dan radiografi. Ekstraksi disarankan ketika perkembangan akar
gigi insisivus selesai untuk menghindari gangguan pada gigi permanen. Untuk gigi
tanggal, tidak ada konsensus yang jelas tentang waktu terbaik untuk pembedahan
mengekstraksi gigi supernumerary yang tidak erupsi.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Iswari HS. Gigi Supernumerary dan Perawatan Ortodonti. E-Jurnal WIDYA


Kesehatan dan Lingkungan 2013;1(1):37-45.
2. Parolia A, Kundabala M, Dahal M, Mohan M, and Thomas MS. Management
of Supernumerary Teeth. J Conserv Dent 2011;14(3):221-4.
3. J. M. Clayton. Congenital Dental Anomalies Occurring in Children. J Dentistry
for Children 1956;23:206-8.
4. Ali FA, Ali JA, Oltra DP, and Diago MP. Prevalence, Etiology, Diagnosis,
Treatment and Complications of Supernumerary teeth. J Clin Exp Dent
2014;6(4):414-8.
5. Mallineni SK. (2014) Supernumerary Teeth: Review of the Literature with
Recent Updates. Nellore, India.
6. Welbury R.R. dkk, 2005. Paediatric Dentistry. Oxford. New York.
7. Russel KA, Folwarezna MA. Diagnosis dan Management of a Common
Supernumerary Tooth. J Can Dent Assoc 2003;69(6):362-6.
8. Shah A, Hirani S. A Late-Forming Mandibular Supernumerary: A Complication
of Space Closure. J Orthodontics 2007;34:1-5.
9. Garvey MT, Barry HJ, Blake M. Supernumerary Teeth-An Overview of
Classification, Diagnosis and Management. J Can Dent Assoc 1999;
65(11):612-6.
10. Sutjiati R. Pelaksanaan Penutupan Diastema Sentral Setelah Pencabutan Gigi
Mesiodens. Stogmatognatic J Unej 2011;8(1):56-61.
11. Bimal Chandra Kirtaniya., et al. “Ectopic Eruption of Teeth and their
Management in Children: Literature Review and Case Reports”. EC Dental
Science 17.4 (2018): 409-18.

18

Anda mungkin juga menyukai