DOSEN:
Dr. Ameta Primasari Tarigan, drg., MDSc., M.Kes
DISUSUN OLEH:
Nama : Silvia
NIM : 170600102
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Supernumerary teeth atau hyperdontia adalah keadaan dimana jumlah gigi
melebihi jumlah normal. Supernumerary teeth terbentuk sebagai hasil dari
hiperaktivitas lamina dental. Supernumerary teeth dapat mempengaruhi oklusi
normal karena jumlahnya yang lebih banyak dari seharusnya. Jika supernumerary
teeth erupsi di luar lengkung rahang, oklusi yang normal mungkin tidak terganggu,
namun apabila erupsi dalam lengkung gigi tempat gigi permanen seharusnya erupsi
maka dapat menyebabkan terjadinya maloklusi, diastema sentral, gigi berjejal,
rotasi dan lain lain. (Iswari, 2013)
Mengingat supernumerary teeth mempunyai banyak pengaruh dalam rongga
mulut, maka tindakan pencegahan serta penatalaksanaan akibat dari supernumerary
teeth harus diketahui dan dipahami oleh setiap dokter gigi. Sehingga diperlukan
manajemen dan perawatan yang lebih cermat.
1.2 Prevalensi
Prevalensi rendah supernumerary teeth pada gigi geligi primer terjadi karena
sering terabaikan oleh orangtua. Hal ini terjadi karena biasanya gigi supernumerary
erupsi dengan normal, bentuk kelihatan normal dan tampak seperti dalam posisi
yang tepat. Insidensi lebih tinggi terjadi pada insisivus rahang atas, diikuti molar
tiga rahang atas, serta gigi premolar, molar, kaninus dan insisivus lateralis rahang
bawah. Pada beberapa penelitian, insidensi supernumerary teeth pada gigi
permanen lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita. (Parolia dkk., 2011)
Namun sebaliknya, menurut Clayton, insidensi supernumerary teeth lebih
banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria. Pada pria supernumerary teeth lebih
sering terjadi pada insisivus sentralis dan premolar, sedangkan pada wanita lebih
sering terjadi pada gigi insisivus dan kaninus.
Supernumerary teeth lebih sering terjadi pada maksila daripada mandibula
dengan prevalensi hingga 92%. Namun, studi lain juga menunjukkan bahwa
supernumerary teeth juga bisa terjadi dengan frekuensi yang sama pada maksila
ataupun mandibula. (Ali dkk., 2014)
2
II. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Supernumerary teeth atau hyperdontia adalah suatu kelainan dimana jumlah
gigi lebih dari normal atau struktur odontogenik yang terbentuk akibat germinal
gigi yang berlebih yang biasa terdapat pada satu atau di kedua rahang. Gigi-gigi
tambahan ini biasanya mempunyai bentuk dan morfologi yang tidak normal. Gigi
supernumerary dapat tunggal, multipel, dan erupsi unilateral atau bilateral dan
kemungkinan terdapat pada satu atau kedua rahang.1
Etiologi yang tepat mengenai terjadinya supernumerary teeth belum bisa
dipastikan hingga saat ini. Beberapa teori muncul mengenai supernumerary teeth,
seperti teori filogenik, teori dikotomi, hiperaktif lamina dental, dan kombinasi
faktor genetik dan lingkungan. Multiple supernumerary teeth umumnya
berhubungan dengan gejala penyakit atau sindrom. Erupsi gigi supernumerary juga
bisa berlangsung secara normal ataupun abnormal.2
a. Teori Atavisme; teori ini muncul karena manusia dipercaya memiliki
kecenderungan untuk kembali ke sifat asli leluhurnya (primitive dentition).
Filogenik pada proses evolusi dipercaya telah menghasilkan pengurangan
bentuk maupun ukuran gigi manusia. Nenek moyang manusia (kera) dipercaya
memiliki 44 gigi dan hingga kini masih terdapat manusia yang memiliki gigi
yang melebihi jumlah normal.1,5
b. Teori Dikotomi; teori ini mengatakan bahwa benih gigi terbagi dua saat proses
perkembangan. Keduanya dapat berukuran sama ataupun berbeda (satu normal
dan satu dismorfik). Salah satu gigi akan berkembang menjadi supernumerary
teeth. Pendukung teori ini percaya bahwa dikotomi gigi merupakan proses
germinasi yang kompleks.1,5
c. Hiperaktivitas Dental Lamina; terjadi akibat hipergenesis epitel dimana sisa
lamina dental atau cabang palatal lamina dental yang aktif dan jumlahnya
berlebih diinduksi untuk menghasilkan perkembangan struktur odontogenik
ekstra atau benih gigi tambahan sehingga terbentuknya supernumerary teeth.1,5
d. Faktor Genetik; Kasus supernumerary teeth lebih tinggi pada laki-laki
dibanding perempuan, dimana kemudian hal ini didukung oleh Niswander dan
Sujaku dalam penelitiannya yang berhipotesis bahwa gen resesif autosomal
dengan penetrasi yang lebih, sedikit terjadi pada wanita.5
3
e. Associated Syndrome; merupakan suatu kelainan yang diturunkan dan dibawa
oleh suatu gen mutan. Teori ini didukung oleh peningkatan penemuan kasus
supernumerary teeth pada pasien dengan anomali dentofasial seperti celah bibir
atau palatum, cleidocranial dysplasia, Ehlers-Danlos syndrome Type III, Ellis
Van Creveld syndrome, Gardner's syndrome, Goldenhar syndrome,
Hallermann-Streiff syndrome, Orofacio digital syndrome type I, Incontinentia
pigmenti, Marfan syndrome, Nance Horan syndrome, dan Trichorhino
phalangeal syndrome. Pada supernumerary teeth yang disertai dengan kelainan
celah bibir dan palatum, kelainan ini terjadi karena proses fragmentasi lamina
dental sewaktu pembentukan celah bibir.1,5
Gambar 2.1 Bagan Klasifikasi Supernumerary Teeth berdasarkan Lokasi, Morfologi, Orientasi dan Posisi.5
4
Gambar 3.1 Tabel Klasifikasi Supernumerary Teeth berdasarkan Morfologinya
5
permanen rahang bawah. Prevalensi terjadinya kelainan supernumerary teeth
jenis ini yaitu sekitar 6-8%.
d. Odontome; bentuk gigi tidak teratur, biasanya dikaitkan dengan tumor
odontogenik. Odontom adalah malformasi hamartomatous dari neoplasma. Lesi
ini terbentuk lebih dari satu macam jaringan dan disebut odontom komposit
Pada periode gigi sulung, morfologi atau bentuknya selalu normal atau konus.
Pada gigi permanen terdapat variasi bentuk gigi supernumerary yang lebih luas.
Prevalensi terjadinya kelainan supernumerary teeth jenis ini cukup kecil, yakni
sekitar 3-4%.
Gambar 3.2 Supernumerary Teeth tipe Mesiodens yang Berada diantara Insisif Sentral Maksila.1
Gambar 3.3 (panah merah) Gambaran Radiografi Supernumerary Teeth tipe Mesiodens diantara Insisivus
Sentralis.
6
dan sangat jarang berada di antara molar satu dan molar kedua rahang atas.
Berbentuk konus (conical) atau supplemental.
Gambar 3.4 Supernumerary Teeth Tipe Paramolar Bilateral diantara Molar Satu dan Molar Kedua.2
Gambar 3.5 Gambaran Radiografi Periapikal Kanan - Supernumerary Teeth Tipe Distomolar dan Premolar
yang Mengalami Karies.2
c. Distomolar; supernumerary teeth yang tumbuh pada lokasi paling distal dari
lengkung rahang molar ketiga baik maksila maupun mandibula. Berbentuk
konus (conical) atau tuberculate.
Gambar 3.6 Gambaran Radiografi Supernumerary Teeth Tipe Distomolar yang Impaksi.1
7
e. Paramolar Root; akar tambahan yang paling umum ditemukan pada gigi molar
rahang bawah, dengan bentuk yang belum sempurna atau sudah sempurna.
f. Paramolar Tubercle; terdapat cusp tambahan pada permukaan bukal molar
permanen. Cusp tambahan yang muncul pada gigi molar permanen maksila
disebut parastyle, sedangkan pada mandibula disebut protostylid.
IV. PEMBAHASAN
4.1 Komplikasi
Supernumerary teeth dapat mempengaruhi oklusi normal karena jumlahnya
yang lebih banyak dari seharusnya. Jika supernumerary teeth erupsi di luar
lengkung rahang, oklusi yang normal mungkin tidak terganggu. Namun apabila
erupsi dalam lengkung gigi tempat dimana gigi permanen seharusnya erupsi maka
dapat menyebabkan terjadinya maloklusi, diastema sentral, gigi berjejal, rotasi
crowding, erupsi tertunda, impaksi gigi seri permanen, pembentukan akar
abnormal, perubahan pada jalur erupsi gigi seri permanen, median diastema, lesi
kistik, infeksi intraoral, dan resorbsi akar dari gigi yang berdekatan.2,5
a. Midline Diastema (diastema sentral); Spacing yang terjadi pada periode gigi
permanen adalah suatu hal yang abnormal. Hal ini dapat disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain supernumerary teeth yang tidak erupsi atau impaksi
yang pada akhirnya menyebabkan spacing di antara gigi normal. Conical
supernumerary biasanya terletak dekat dengan midline insisivus sentralis.
Mesiodens terkadang terbalik dan bisa erupsi dengan sempurna atau erupsi
8
terbalik menuju rongga hidung. Mesiodens Conical supernumerary umumnya
tidak mengganggu erupsi gigi insisivus namun keberadaannya dapat
menyebabkan jarak antara insisivus sentralis (diastema). 1,5,6,7
b. Delayed or Failure of Eruption (keterlambatan atau kegagalan erupsi);
supernumerary teeth menempati ruang untuk gigi normal dan bisa
menyebabkan keterlambatan bahkan kegagalan erupsi dari gigi permanen yang
bersangkutan. Tuberculate supernumerary teeth dapat menyebabkan kegagalan
erupsi di insisivus maksilaris dan pada lokasi lain dapat menyebabkan
kegagalan erupsi gigi-gigi yang berdekatan. Selain itu, mesiodens juga dapat
menyebabkan retensi gigi insisivus sulung sehingga tidak dapat tanggal tepat
waktu yang seharusnya. Kegagalan erupsi insisivus sentral ini sering disadari
setelah gigi insisif lateral erupsi. 1,5
Gambar 4.1 Kegagalan Erupsi Insisvus Sentralis karena Keberadaan Supernumerary Teeth tipe
Mesiodens Tuberculate.1
9
gigi berjejal. Misalnya, adanya gigi supplemental insisivus lateral, dapat
menyebabkan gigi-gigi pada regio anterior maksila berjejal oleh karena
kekurangan tempat dengan tumbuhnya gigi tambahan tersebut. Selain itu, erupsi
atau tidaknya gigi akibat supernumerary teeth juga dapat menyebabkan gigi
berjejal.1,5
e. Root Resorption (resorbsi akar); Resorpsi akar gigi yang berdekatan terkadang
menyebabkan hilangnya vitalitas gigi.5
f. Alveolar Bone Grafting (transplantasi tulang alveolar); supernumerary teeth
dapat membahayakan cangkokan sekunder tulang alveolar pada pasien dengan
bibir sumbing dan celah langit-langit. Supernumerary teeth pada pasien seperi
ini tidak boleh diambil tanpa konsultasi dengan dokter ahli. Supernumerary
teeth pada penderita cleft lip dan cleft palate umumnya dibuang saat
pencangkokan tulang.5
g. Implant Site Preparation (persiapan pemasangan implan); kehadiran
supernumerary teeth yang belum erupsi dapat membahayakan implan.
Ekstraksi supernumerary teeth sebelum penempatan implan diperlukan untuk
kasus ini dan jika dicabut pada saat penempatan implan, maka pencangkokan
tulang diperlukan.5
h. Ectopic Position (posisi ektopik); erupsi ektopik supernumerary teeth
dilaporkan ditemukan pada rongga hidung dengan gambaran radiopak putih
seperti gigi.5
Gambar 4.2 (panah merah) Gambaran Sinus Paranasal dengan Gigi Ektopik dalam Sinus Maksilaris
10
i. Late Forming Supernumerary Teeth; pasien dengan riwayat memiliki gigi
supernumerary tipe conical atau tuberculate kemungkinan akan terbentuk lagi
beberapa gigi premolar supernumerary pada usia lanjut.5,8
Gambar 4.3 (kiri) Gambaran Radiografi Panoramik Gigi Sebelum Perawatan Orthodonti; (kanan)
Gambaran Radiografi Panoramik Supernumerary Teeth yang Berkembang dalam Proses Perawatan
diantara Gigi Premolar 2 dan Molar 1 Regio Kanan Mandibula.8
11
insisivus sentralis atas hanya ditemukan pada pasien celah bibir. Biasanya gigi
suplemental ini tidak menimbulkan masalah oklusi dan mudah ditemukan. 1
Maloklusi yang disebabkan oleh supernumerary teeth dapat diklasifikasikan
menjadi1:
Simple; yaitu malposisi ringan yang disebabkan akibat supernumerary
teeth tipe mesiodens.
Complex; yaitu malposisi atau malformasi dari bagian-bagian tertentu pada
lengkung gigi akibat supernumerary teeth yang dapat meningkatkan
keparahan maloklusi.
4.2 Diagnosis
Supernumerary teeth merupakan salah satu kelainan yang harus mendapat
perhatian di bidang kedokteran gigi dan ortodontik khususnya, karena dapat
menimbulkan berbagai masalah. Di bidang ortodontik, supernumerary teeth dapat
menyebabkan maloklusi Oleh karena itu, penatalaksanaan supernumerary teeth
harus dilakukan untuk mencegah maloklusi atau untuk mengkoreksi maloklusi yang
telah terjadi.
Diagnosis dini adanya supernumerary teeth sangat penting agar prosedur
perawatan yang diberikan juga tepat. Untuk memulai penatalaksanaan terhadap
supernumerary teeth, diagnosis harus dilakukan melalui pemeriksaan klinis dan
radiologis.
Beberapa keadaan klinis seperti gigi insisivus sentral sulung yang mengalami
retensi, jaringan lunak yang padat pada mukosa labial atau palatal dan kehilangan
ruang pada lengkung rahang sering ditemukan sewaktu pemeriksaan. Jika pola
erupsi insisivus rahang atas asimetrik, persistensi gigi insisivus sulung rahang atas,
rotasi insisivus sentral atau erupsi ektopik insisivus permanen maksila ditemukan
pada pemeriksaan klinis, dokter gigi harus curiga adanya supernumerary teeth tipe
mesiodens.
Salah satu metode untuk mendiagnosis supernumerary teeth adalah dengan
melakukan rontgen foto. Pemeriksaan radiografi diindikasikan bila ditemukan
tanda-tanda klinis yang abnormal. Pada pemeriksaan supernumerary teeth,
radiografi yang digunakan adalah foto periapikal, foto panoramik dan foto lateral.
Foto oklusal anterior dan periapikal sangat bermanfaat untuk mendapatkan detail
12
dari regio insisivus. Untuk mendeteksi posisi buko-lingual supernumerary teeth
yang tidak erupsi, prinsip radiografi parallax dapat digunakan. Selain itu, foto
lateral regio insisivus dapat membantu dokter gigi menentukan kedalaman dan
tinggi supernumerary teeth yang tertanam jauh dalam palatum.1
4.3 Penatalaksanaan
13
Penatalaksanaan supernumerary teeth tergantung dari beberapa faktor, yaitu
posisi dan tipe supernumerary teeth serta efeknya terhadap gigi-gigi tetangga.
Manajemen supernumerary teeth ini harus meliputi rencana perawatan yang
menyeluruh sesuai dengan masing masing kasus.
14
penggunaan alat ortodontik untuk menuntun erupsi gigi impaksi. Attachment harus
dilekatkan pada gigi yang gagal erupsi setelah dilakukan pembukaan dan gerakan
traction, dapat dilakukan dengan menggunakan wire ligature atau precious metal.
Terkadang, attachment sukar dilekatkan karena pengumpulan saliva dan
perdarahan sehingga akan mempersulit isolasi gigi. Sebagai alternatif, lup dapat
diaplikasikan di sekitar servikal gigi namun hal ini memerlukan pengangkatan
tulang yang lebih luas.1
Gambar 4.5 Ligature wire disambungkan dari insisivus sentral yang gagal erupsi ke arch wire untuk
mengembalikannya ke lengkung rahang.1
15
b) Alat ortodontik lepasan: Rotasi ringan dapat dirawat dengan alat
ortodontik lepasan yang terdiri dari double cantilever spring dan juga
labial bow.
c) Alat ortodontik cekat: Rotation wedges dapat ditempatkan di antara
lengkung kawat dan gigi. Selain itu, benang elastik (elastic thread) juga
dapat digunakan untuk merotasi gigi yang berpusat pada sumbu
panjangnya. Benang tersebut diikat pada attachment lingual,
menyelubungi gigi pada arah derotasi dan diikat pada lengkung kawat di
bagian bukal. Couple force juga efektif pada perawatan gigi rotasi.
d) Retensi rotasi: Gigi rotasi merupakan maloklusi yang mudah dirawat
tetapi retensi sukar dicapai. Setelah selesai perawatan, gigi yang
dahulunya rotasi beresiko tinggi untuk relaps akibat gaya regang serat
gingiva supra-alveolar dan transeptal yang lambat beradaptasi terhadap
posisi baru. Jadi perawatan ini bersifat jangka panjang.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Supernumerary teeth dapat muncul di setiap regio dalam rongga mulut. Suatu
saat gigi ini akan erupsi dan kemudian berdampak pada gigi normal lainnya serta
menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi terkait dengan gigi supernumerary
termasuk impaksi, erupsi yang tertunda, erupsi ektopik, gigi berjejal, gangguan
16
spasial, dan pembentukan folikel kista. Perawatan gigi supernumerary tergantung
pada jenis, posisi dan kemungkinan komplikasi mereka terdeteksi melalui
pemeriksaan klinis dan radiografi. Ekstraksi disarankan ketika perkembangan akar
gigi insisivus selesai untuk menghindari gangguan pada gigi permanen. Untuk gigi
tanggal, tidak ada konsensus yang jelas tentang waktu terbaik untuk pembedahan
mengekstraksi gigi supernumerary yang tidak erupsi.
17
DAFTAR PUSTAKA
18