Bila jari ditempatkan di antara gigi atas dan bawah, lidah terpaksa diturunkan
yang menyebabkan turunnya tekanan lidah pada sisi palatal geligi posterior atas. Pada
saat yang sama tekanan dari pipi meningkat dan muskulus buccinator berkontraksi
pada saat mengisap. Tekanan pipi paling besar pada sudut mulut dan mungkin
keadaan ini dapat menjelaskan mengapa lengkung maksila cenderung berbentuk huruf
V dengan kontraksi pada regio kaninus daripada molar. Kebiasaan mengisap yang
melebihi batas ambang keseimbangan tekanan dapat menimbulkan perubahan bentuk
lengkung geligi, akan tetapi sedikit pengaruhnya terhadap bentuk rahang
(Palmer,2002).
Hampir 80% bayi mempunyai kebiasaan mengisap ibu jari atau jari lainnya.
Biasanya keadaan ini terjadi sampai bayi berusia sekitar 18 bulan. Akan tetapi,
kadang-kadang masih dijumpai pada anak usia prasekolah bahkan sampai berumur 4
tahun ke atas. Secara alami ia mulai menggunakan otot bibir dan mulut.
Ketidakpuasan mengisap ASI dapat membuat anak suka mengisap jari tangannya
sendiri. Jika kebiasaan ini berlanjut dapat berakibat pertumbuhan gigi berubah posisi.
Adanya
kebiasaan
oral
mempengaruhi
kegagalan
dalam
menyusui
dan
mengisap ibu jari untuk menarik perhatian ibu, ini disebabkan oleh kebutuhan anak
untuk dekat pada ibunya. Mengisap jari merupakan perilaku naluriah yang menjadi
kebiasaan. Selain itu, mengisap jari merupakan manifestasi dari rasa tidak aman,
kebanyakan anak-anak terlihat mengisap dengan tekanan yang besar dan kecepatan
saat tegang. Kurangnya cinta dan perhatian pada bayi dan anak-anak dapat
meningkatkan resiko untuk mengisap jari. Mengisap memiliki efek menyenangkan,
menenangkan, dan sering membantu anak untuk bisa tertidur. Namun, akan
mengkhawatirkan bila gigi permanen mulai erupsi (sekitar usia 5 tahun) karena akan
mengubah bentuk gigi, palatum, atau gigitan pada anak.
b) Jari abnormal, dengan pengisapan yang terus menerus terjadi hiperekstensi jari,
terbentuk callus, iritasi, eksema, dan paronikia (jamur kuku).
c) Efek psikologis pada anak akan menimbulkan menurunnya kepercayaan diri anak
karena anak sering diejek oleh saudara atau orangtuanya.
d) Keracunan tidak disengaja, anak yang mengisap ibu jari terpapar tinggi terhadap
keracunan yang tidak disengaja, misalnya keracunan Pb.
e) Resiko infeksi saluran cerna meningkat.
jari mana yang diisap dan bagaimana pasien meletakkan jarinya pada waktu mengisap
(Machfoedz, 2008).
pada
waktu
menghisap
ibu
jari
Jika yang dihisap hanya ujung ibu jari dengan kedudukan kuku menghadap
keatas dapat berakibat terjadinya gigitan terbuka yaitu waktu gigi-gigi atas dan bawah
dikatupkan, gigi seri dan bawah tidak berkontak. Bias tampak lubang atau ada ruang
antara deretan gigi depan atas dan bawah.hal itu disebut open bite (Machfoedz, 2008).
.
Selain itu, menghisap ibu jari juga dapat menyebabkan maloklusi (gigi
dan rahang dalam posisi yang tidak normal) (Maulani, 2009).
,yaitu:
a. Maloklusi Kelas I
Maloklusi kelas I merupakan kelainan yang bersumber pada gigi, karena
rahangnyasudah cukup lurus, contohnya kelainan gigi pada maloklusi kelas I adalah
gigi berjejal atau sebaalikny gigi yang renggang. Gigi berjejal artinya gigi yang
berdesak-desakan. Tempatnya tidak cukup untuk menampung gigi-gigi tersebut. Letak
gigi berjejal bisa dimana saja, misalnya pada gigi seri atas depan, pada gigi seri bawah
depan, atau gingsul. Gigi gingsul terjadi karena gigi taring yang muncul belakangan,
tidak dapat tempat untuk berbaris pada lengkung gigi yang sudah ada. Klau gigi
renggang adalah sebaliknya. Tempat gigi berada, yakni lengkung rahang, cukup luas
sehingga gigi terletak salinh berjauhan. Perbaikan gigi saja pada maloklusi I
umumnya sudah bisa mendapatkan wajah yang ideal dan cantik (Maulani, 2009).
Maloklusi I seperti anterior cross-bite dapat dirawat oleh dokter gigi
umum dengan memperhatikan beberapa faktor di bawah ini:
Tidak lebih dari dua gigi insisivus atas yang terlibat dalam cross
bite
Lakukan observasi untuk melihat bahwa mandibula dapat dibawa
periodontal ini cenderung menjadi lebih berat pada anak-anak yang lebih tua karena
adanya overbite yang dalam dan otot-otot pengunyahan menjadi lebih kuat. Dalam
periode yang lama dapat terjadi gangguan pada persendian temporomandibular.
Perlu diperhatikan bahwa anterior cross-bite yang komplit menunjukkan
adanya masalah pertumbuhan skeletal dan dapat berkembang menjadi maloklusi kelas
III. Oleh karena itu perawatan anterior cross-bite ini perlu dilakukan sedini mungkin
bila telah dijumpai pada anak-anak (Nasruddin, 2001). Perawatan maloklusi kelas I
pada masa pertumbuhan dikenal dengan metode serial extraction. Metode ini berdasar
pemikiran bahwa pengambialn salah satu gigi permanen akan mengakibatkan
pengaturan gigi yang tinggal ke dalam lengkung gigi yang baik. Pengurangan gigi ini
dimulai sejak awal, yaitu gigi susu yang masih di mulut yang diikuti dengan
pencabutan gigi pengganti gigi susu yang telah dicabut. Itu sebabnya dikenal nama
serial extraction atau ekstrasi seri atau pencabutan berturut (Mokhtar, 1995).
b. Maloklusi Kelas II
Maloklusi Kelas II merupakan kelas yang sudah melibatkan kelainan
rahang. Meski gigi-gigi yang terletak di rahang atas terletak pada lengkungnya dengan
baik, demikian pula pada gigi di rahang bawah, terletak normal pada lengkungnya,
tetap belum memenuhi criteria ideal. Kelainan gigi pada maloklusi kelas dua ini
misalnya gigi berjejal atau gigitan dalam. Pada kelainan rahang kelas II yang disertai
kelainan gigi, maka perbaikan gigi terkadang cukup untuk menyamarkan kelainan
rahang, sehingga sering disebut dengan perawatan kamuflase. Terkadang pula dengan
bervariasinya kasus,perawatan kamuflase saja tidak cukup untuk memperbaiki
kelainan. Bila ingin mencapai profil yang sempurna maka perawatan ortodonsi pada
giginya dikombinasikan dengan perawatan pda rahangnya (Maulani, 2009).
Perawatan kelas II skeletal yang genetic berhasil dirawat dengan mengubah arah
pertumbuhan,
yaitu
member
stimulasi
pada
pertumbuhan
mandibula
dan
giginya terletak normal dalam lengkungnya, profil wajah masih belum memenuhi
kriteria ideal. Perawatan maloklusi kelas II dan kelas III, merupakan kasus yang
tergolong sulit. Perawatan gigi saja pada maloklusi kelas II dan III bisa memberikan
efek kamuflase (sepertinya menjadi normal). Namun pada kelainan berat tidak jarang
perbaikan gigi saja tidak membawa hasil sehingga perlu digabung dengan perawatan
lainnya (Maulani, 2009). Pada kasus kelas III perawatan sebaiknya dilaksanakan sejak
dini gejala itu Nampak, pada periode gigi susu atau pada permulaan periode gigi
bercampur. Terdapat beberapa macam kelas III , yaitu: kelas III dentoalveolar, kelas
III dengan mandibula
berkembang, kelas III yang merupakan kombinasi dari maksila kecil dan mandibula
panjang, dan kelas III skeletal dengan keadaan gigi tidak gigitan terbalik. Terapi yang
dikerjakan bergantung macam kelas III yang dihadapi. Selama masih dalam
pertumbuhan diperhitungkan pemasangan piranti untuk menstimulasi maksila atau
mandibula tumbuh. Perawatan akan lebih efektif jika dilaksanakan saat gigi depan
atas tumbuh dimana pertumbuhan maksila dan mandibula dapat diarahkan. Pada
kasus yang disebabkan karena kedua rahang yang abnormal, maksila kecil sedang
mandibula panjang, biasanya koreksi akan melanjut dengan cara bedah (Mokhtar,
1995).
DAFTAR PUSTAKA
1. Sri,RL.Pemakaian lip bumper pada anak-anak dengan kebiasaan jelek
menggigit bibir bawah dan menghisap ibu jari.Denta jurnal kedokteran gigi
2007;1(2):90-4.
2. Nasruddin.Perawatan dental anterior cross-bite dengan hubungan rahang kelas
1 angle.Denta dental journal 2001;6(2):295-301.
3. Mozartha M.Kebiasaan hisap jempol si buah hati dan dampaknya terhadap
gigi.21 Juli 2009.http://seputarduniaanak.blogspot.com.2 Oktober 2009.
4. Maulani C.Seluk-beluk kawat.1.Jakarta.PT Elex Media Komputindo,2009:2474.
5. Machfoedz I.Menjaga kesehatan gigi dan mulut anak-anak dan ibu
hamil.4.Yogyakarta:Fitramaya,2008:87-93.
6. Mokhtar M.Perawatan ortodontik dan
problema
penampilan
wajah