Anda di halaman 1dari 10

Mengisap Ibu Jari/Jari Tangan (Thumb/Finger Sucking)

Thumb/finger sucking adalah sebuah kebiasaan dimana anak menempatkan


jari atau ibu jarinya di belakang gigi, kontak dengan bagian atas mulut, mengisap
dengan bibir, dan gigi tertutup rapat. Aktivitas mengisap jari dan ibu jari sangat
berkaitan dengan otot-otot sekitar rongga mulut (Palmer,2002).

Gambar 1. Kebiasaan thumb and finger sucking


Sumber : Palmer, B. The importance of breastfeeding as it relates to the total health section B Missouri
J. 2002

Mengisap ibu jari merupakan sebuah perilaku, bukan sebuah gangguan.


Seiring pertambahan usia, diharapkan kebiasaan buruk tersebut akan hilang dengan
sendirinya. Kebiasaan ini sering ditemukan pada anak-anak usia muda dan bisa
dianggap normal pada masa bayi dan akan menjadi tidak normal jika berlanjut sampai
masa akhir anak-anak. Hal ini sering terjadi dalam masa pertumbuhan, sebanyak 2550% pada anak-anak yang berusia 2 tahun dan hanya 15-20% pada anak-anak yang
berusia 5-6 tahun (Palmer,2002).

Sebagian anak mempunyai kebiasaan mengisap sesuatu (misalnya jari) yang


tidak memberi nilai nutrisi (non-nutritive), sebagai suatu kebiasaan yang dapat
dianggap wajar. Akan tetapi, kebiasaan mengisap yang berkepanjangan akan
menghasilkan maloklusi. Keadaan ini dapat terjadi karena adanya tekanan langsung
dari jari dan perubahan pola bibir dan pipi pada saat istirahat. Bila seorang anak
menempatkan ibu jari di antara incisivus bawah dan atas, biasanya dengan sudut
tertentu, maka akan terdapat dorongan incisivus bawah ke lingual sedangkan incisivus
atas ke labial. Tekanan langsung ini dianggap menyebabkan perubahan letak incisivus
(Palmer,2002).
Ada beberapa variasi maloklusi tertentu tergantung jari yang diisap dan juga
penempatan jari yang diisap. Sejauh mana gigi berpindah tempat berkorelasi dengan
lamanya pengisapan per hari daripada oleh besarnya kekuatan pengisapan. Seorang
anak yang mengisap kuat-kuat tetapi hanya sebentar tidak terlalu banyak berpengaruh
pada letak giginya, sebaliknya seorang anak yang mengisap jari meskipun dilakukan
tidak terlalu kuat tetapi dalam waktu yang lama (misalnya selama tidur malam masih
menempatkan jari di dalam mulut) dapat menyebabkan maloklusi yang nyata
(Palmer,2002).
Anak-anak dengan kebiasaan mengisap jari cenderung untuk mempertahankan
kebiasaan ini. Anak-anak dengan kebiasaan mengisap jari tangan memiliki prevalensi
jauh lebih tinggi hubungan molar distal dan kaninus, overjet lebih besar, dan gigitan
terbuka dibandingkan dengan anak tanpa kebiasaan mengisap (Palmer,2002).

B. Etiologi Thumb/Finger Sucking

Bila jari ditempatkan di antara gigi atas dan bawah, lidah terpaksa diturunkan
yang menyebabkan turunnya tekanan lidah pada sisi palatal geligi posterior atas. Pada
saat yang sama tekanan dari pipi meningkat dan muskulus buccinator berkontraksi
pada saat mengisap. Tekanan pipi paling besar pada sudut mulut dan mungkin
keadaan ini dapat menjelaskan mengapa lengkung maksila cenderung berbentuk huruf
V dengan kontraksi pada regio kaninus daripada molar. Kebiasaan mengisap yang
melebihi batas ambang keseimbangan tekanan dapat menimbulkan perubahan bentuk
lengkung geligi, akan tetapi sedikit pengaruhnya terhadap bentuk rahang
(Palmer,2002).
Hampir 80% bayi mempunyai kebiasaan mengisap ibu jari atau jari lainnya.
Biasanya keadaan ini terjadi sampai bayi berusia sekitar 18 bulan. Akan tetapi,
kadang-kadang masih dijumpai pada anak usia prasekolah bahkan sampai berumur 4
tahun ke atas. Secara alami ia mulai menggunakan otot bibir dan mulut.
Ketidakpuasan mengisap ASI dapat membuat anak suka mengisap jari tangannya
sendiri. Jika kebiasaan ini berlanjut dapat berakibat pertumbuhan gigi berubah posisi.
Adanya

kebiasaan

oral

mempengaruhi

kegagalan

dalam

menyusui

dan

konsekuensinya mungkin menyebabkan penyapihan dini (proses penghentian


penyusuan ASI pada bayi) atau sebaliknya penyapihan dini menyebabkan tidak
terpenuhinya kebutuhan anak untuk mengisap dan akhirnya bayi mengisap yang tidak
bergizi seperti mengisap ibu jari dan penggunaan botol yang dapat menghasilkan
maloklusi.
Selain untuk memuaskan insting mengisap, faktor lain yang dapat
menyebabkan kebiasaan buruk adalah keinginan untuk menarik perhatian, rasa tidak
aman, dan sehabis dimarahi atau dihukum. Beberapa psikiater percaya bahwa

mengisap ibu jari untuk menarik perhatian ibu, ini disebabkan oleh kebutuhan anak
untuk dekat pada ibunya. Mengisap jari merupakan perilaku naluriah yang menjadi
kebiasaan. Selain itu, mengisap jari merupakan manifestasi dari rasa tidak aman,
kebanyakan anak-anak terlihat mengisap dengan tekanan yang besar dan kecepatan
saat tegang. Kurangnya cinta dan perhatian pada bayi dan anak-anak dapat
meningkatkan resiko untuk mengisap jari. Mengisap memiliki efek menyenangkan,
menenangkan, dan sering membantu anak untuk bisa tertidur. Namun, akan
mengkhawatirkan bila gigi permanen mulai erupsi (sekitar usia 5 tahun) karena akan
mengubah bentuk gigi, palatum, atau gigitan pada anak.

C. Akibat Thumb/Finger Sucking


Beberapa masalah yang dapat timbul akibat kebiasaan mengisap ibu jari,
seperti :
a) Masalah gigi, bila kebiasaan ini bertahan sampai umur 4 tahun maka akan
menyebabkan maloklusi gigi susu dan permanen, juga dapat menyebabkan
masalah pada tulang-tulang di sekitar mulut. Resiko tinggi ditemukan pada anak
yang mengisap ibu jari pada waktu siang dan malam.

Gambar 2. Kebiasaan mengisap ibu jari menyebabkan openbite anterior


Sumber : Palmer, B. The importance of breastfeeding as it relates to the total health section B Missouri
J. 2002

b) Jari abnormal, dengan pengisapan yang terus menerus terjadi hiperekstensi jari,
terbentuk callus, iritasi, eksema, dan paronikia (jamur kuku).
c) Efek psikologis pada anak akan menimbulkan menurunnya kepercayaan diri anak
karena anak sering diejek oleh saudara atau orangtuanya.
d) Keracunan tidak disengaja, anak yang mengisap ibu jari terpapar tinggi terhadap
keracunan yang tidak disengaja, misalnya keracunan Pb.
e) Resiko infeksi saluran cerna meningkat.

Akibat Thumb/Finger Sucking


Kebiasaan mengisap jari atau benda-benda lain dalam waktu yang
berkepanjangan dapat menyebabkan maloklusi. Kebiasaan mengisap jari pada fase
geligi sulung tidak mempunyai dampak pada gigi permanen bila kebiasaan tersebut
telah berhenti sebelum gigi permanen erupsi. Bila kebiasaan ini terus berlanjut sampai
gigi permanen erupsi akan terdapat maloklusi dengan tanda-tanda berupa incisivus
atas proklinasi dan terdapat diastema, lengkung atas sempit, protrusi gigi anterior
rahang atas, incisivus rahang bawah retrusi atau sedikit berdesakan, prognatik segmen
premaksila, retrognatik mandibula, overjet besar, gigitan terbuka anterior, palatum
tinggi, dan gigitan silang posterior bilateral. Maloklusi yang terjadi ditentukan oleh

jari mana yang diisap dan bagaimana pasien meletakkan jarinya pada waktu mengisap
(Machfoedz, 2008).

Parah tidaknya kelainan sebagai akibat dari


kebiasaan jelek terhadap pertumbuhan tulang rahang dan
gigi geligi tergantung dari 3 faktor, yaitu: lamanya,
seringnya, dan kuatnya kegiatan kebiasaan itu dilakukan.
Selain itu masih banyak faktor yang mempengaruhi
terjadinya kelainan, yaitu cara menghisap ibu jari,
kesehatan umum anak, ada tidaknya kebiasaan lain dan
sebagainya.
Misalnya

pada

waktu

menghisap

ibu

jari

Gambar : Ilustrasi anak yang memiliki


kebiasaan menghisap jempol.
Gambar
: Ilustrasi
yang memiliki
Perhatikan
jempol
yanganak
menghadap
kebiasaan menghisap
jempol.
ke langit-langit,
saat anak melakukan
Perhatikan
jempol
yangtersebut
menghadap
gerakan
menghisap
jempol
langit-langit,
saat
akanke
memberi
tekanan
keanak
arah melakukan
atas
gerakan
menghisap
jempol
tersebut
dan gigi
depan,
dan bagian
bawah
akan
memberi
tekanan
ke
arah
atas
jempol akan menekan lidah sehingga
dan gigi
depan,
mendoron
gigi
bawahdan
danbagian
bibir bawah
jempoldagu
akan terdesak
menekanke
lidah
sehingga
sedangkan
dalam.
mendoron
gigi
bawah
dan
bibir
Akibatnya anak dapat memiliki profil
dagu akibat
terdesak
mukasedangkan
yang cembung
gigike dalam.
Akibatnya
anak
dapat
memiliki
profil
depan yang maju
muka yang cembung akibat gigi
depan yang maju

dilakukan dengan cara memasukkan seluruh ibu jari ke


mulut dengan kuku menghadap ke bawah, akibatnya
rahang atas dan gigi seri atas tumbuhnya akan maju dan
karena pangkal ibu jari menekan bibir bawah dan dagu, maka pertumbuhan rahang
bawah ke depan akan terhambat, akibatnya gigi anak menjadi maju.

Jika yang dihisap hanya ujung ibu jari dengan kedudukan kuku menghadap
keatas dapat berakibat terjadinya gigitan terbuka yaitu waktu gigi-gigi atas dan bawah
dikatupkan, gigi seri dan bawah tidak berkontak. Bias tampak lubang atau ada ruang
antara deretan gigi depan atas dan bawah.hal itu disebut open bite (Machfoedz, 2008).
.
Selain itu, menghisap ibu jari juga dapat menyebabkan maloklusi (gigi
dan rahang dalam posisi yang tidak normal) (Maulani, 2009).
,yaitu:
a. Maloklusi Kelas I
Maloklusi kelas I merupakan kelainan yang bersumber pada gigi, karena
rahangnyasudah cukup lurus, contohnya kelainan gigi pada maloklusi kelas I adalah
gigi berjejal atau sebaalikny gigi yang renggang. Gigi berjejal artinya gigi yang
berdesak-desakan. Tempatnya tidak cukup untuk menampung gigi-gigi tersebut. Letak
gigi berjejal bisa dimana saja, misalnya pada gigi seri atas depan, pada gigi seri bawah
depan, atau gingsul. Gigi gingsul terjadi karena gigi taring yang muncul belakangan,
tidak dapat tempat untuk berbaris pada lengkung gigi yang sudah ada. Klau gigi
renggang adalah sebaliknya. Tempat gigi berada, yakni lengkung rahang, cukup luas
sehingga gigi terletak salinh berjauhan. Perbaikan gigi saja pada maloklusi I
umumnya sudah bisa mendapatkan wajah yang ideal dan cantik (Maulani, 2009).
Maloklusi I seperti anterior cross-bite dapat dirawat oleh dokter gigi
umum dengan memperhatikan beberapa faktor di bawah ini:
Tidak lebih dari dua gigi insisivus atas yang terlibat dalam cross

bite
Lakukan observasi untuk melihat bahwa mandibula dapat dibawa

kedepan pada penutupan penuh


Adanya ruangan yang cukup pada lengkung maksila untuk

menggerakkan gigi yang terkunci ke posisi normal.


Dalam merawat maloklusi dental anterior cross-bite, dokter gigi umum
dapat melakukan cara yang tapat setelah melakukan diagnose dengan baik. Salah satu
contoh yaitu dengan mengintruksikan pasien apakah dpat melakukan edge to edge
atau mendekati pada gigi insisivus. Bila ini dapat dilakukan maka hal ini
menunjukkan bahwa kasus itu dapat di rawat oleh dokter gigi umum.
Bila maloklusi itu tidak dirawat, dalam jangka lama akan terjadi
kerusakan pada gigi geligi, seperti facet pada permukaan labial enamel dari gigi
insisivus atas yang terkunci. Abrasi yang berlebihan dapat juga terjadi pada gigi
insisivus maksila dan mandibula. Disamping itu inflamasi dan kerusakan jaringan
periodontium pada daerah labial dari insisivus mandibula dapat terjadi. Masalah

periodontal ini cenderung menjadi lebih berat pada anak-anak yang lebih tua karena
adanya overbite yang dalam dan otot-otot pengunyahan menjadi lebih kuat. Dalam
periode yang lama dapat terjadi gangguan pada persendian temporomandibular.
Perlu diperhatikan bahwa anterior cross-bite yang komplit menunjukkan
adanya masalah pertumbuhan skeletal dan dapat berkembang menjadi maloklusi kelas
III. Oleh karena itu perawatan anterior cross-bite ini perlu dilakukan sedini mungkin
bila telah dijumpai pada anak-anak (Nasruddin, 2001). Perawatan maloklusi kelas I
pada masa pertumbuhan dikenal dengan metode serial extraction. Metode ini berdasar
pemikiran bahwa pengambialn salah satu gigi permanen akan mengakibatkan
pengaturan gigi yang tinggal ke dalam lengkung gigi yang baik. Pengurangan gigi ini
dimulai sejak awal, yaitu gigi susu yang masih di mulut yang diikuti dengan
pencabutan gigi pengganti gigi susu yang telah dicabut. Itu sebabnya dikenal nama
serial extraction atau ekstrasi seri atau pencabutan berturut (Mokhtar, 1995).
b. Maloklusi Kelas II
Maloklusi Kelas II merupakan kelas yang sudah melibatkan kelainan
rahang. Meski gigi-gigi yang terletak di rahang atas terletak pada lengkungnya dengan
baik, demikian pula pada gigi di rahang bawah, terletak normal pada lengkungnya,
tetap belum memenuhi criteria ideal. Kelainan gigi pada maloklusi kelas dua ini
misalnya gigi berjejal atau gigitan dalam. Pada kelainan rahang kelas II yang disertai
kelainan gigi, maka perbaikan gigi terkadang cukup untuk menyamarkan kelainan
rahang, sehingga sering disebut dengan perawatan kamuflase. Terkadang pula dengan
bervariasinya kasus,perawatan kamuflase saja tidak cukup untuk memperbaiki
kelainan. Bila ingin mencapai profil yang sempurna maka perawatan ortodonsi pada
giginya dikombinasikan dengan perawatan pda rahangnya (Maulani, 2009).
Perawatan kelas II skeletal yang genetic berhasil dirawat dengan mengubah arah
pertumbuhan,

yaitu

member

stimulasi

pada

pertumbuhan

mandibula

dan

menghentikan pertumbuhan maksila. Dengan perhatian perawatan kelas II akan lebih


berhasil jika dilaksanakan di masa pertumbuhan. Metode yang paling cocok untuk
perawatan kelas II adalah ortodontik-ortopedik. Ortodontik untuk perubahan
dentoalveolar, sedang ortopedik untuk perubahan hubungan rahang (Mokhtar, 1995).
c. Maloklusi kelas III
Sama dengan maloklusi kelas II, tipe maloklusi kelas III meelibatkan
kelainan rahang. Kelainan gigi pada MO kelas III misalnya gigi seri atas dan bawah
yang saling gigit ujung dengan ujung, atau gigi seri bawah terletak lebih ke arah bibir
daripada gigi seri atas. Gigitan ini disebut gigitan silang. Pada MO kelas III, mesti

giginya terletak normal dalam lengkungnya, profil wajah masih belum memenuhi
kriteria ideal. Perawatan maloklusi kelas II dan kelas III, merupakan kasus yang
tergolong sulit. Perawatan gigi saja pada maloklusi kelas II dan III bisa memberikan
efek kamuflase (sepertinya menjadi normal). Namun pada kelainan berat tidak jarang
perbaikan gigi saja tidak membawa hasil sehingga perlu digabung dengan perawatan
lainnya (Maulani, 2009). Pada kasus kelas III perawatan sebaiknya dilaksanakan sejak
dini gejala itu Nampak, pada periode gigi susu atau pada permulaan periode gigi
bercampur. Terdapat beberapa macam kelas III , yaitu: kelas III dentoalveolar, kelas
III dengan mandibula

yang panjang, kelas III dengan maksila yang tidak

berkembang, kelas III yang merupakan kombinasi dari maksila kecil dan mandibula
panjang, dan kelas III skeletal dengan keadaan gigi tidak gigitan terbalik. Terapi yang
dikerjakan bergantung macam kelas III yang dihadapi. Selama masih dalam
pertumbuhan diperhitungkan pemasangan piranti untuk menstimulasi maksila atau
mandibula tumbuh. Perawatan akan lebih efektif jika dilaksanakan saat gigi depan
atas tumbuh dimana pertumbuhan maksila dan mandibula dapat diarahkan. Pada
kasus yang disebabkan karena kedua rahang yang abnormal, maksila kecil sedang
mandibula panjang, biasanya koreksi akan melanjut dengan cara bedah (Mokhtar,
1995).
DAFTAR PUSTAKA
1. Sri,RL.Pemakaian lip bumper pada anak-anak dengan kebiasaan jelek
menggigit bibir bawah dan menghisap ibu jari.Denta jurnal kedokteran gigi
2007;1(2):90-4.
2. Nasruddin.Perawatan dental anterior cross-bite dengan hubungan rahang kelas
1 angle.Denta dental journal 2001;6(2):295-301.
3. Mozartha M.Kebiasaan hisap jempol si buah hati dan dampaknya terhadap
gigi.21 Juli 2009.http://seputarduniaanak.blogspot.com.2 Oktober 2009.
4. Maulani C.Seluk-beluk kawat.1.Jakarta.PT Elex Media Komputindo,2009:2474.
5. Machfoedz I.Menjaga kesehatan gigi dan mulut anak-anak dan ibu
hamil.4.Yogyakarta:Fitramaya,2008:87-93.
6. Mokhtar M.Perawatan ortodontik dan

problema

penampilan

wajah

Dalam:Abidin T,Zulkarnaen,Nazruddin,Harahap N.Makalah ilmiah dalam


rangka peringatan hari ulang tahun ke-34 fakultas kedokteran gigi
USU,1995:132-49.

Anda mungkin juga menyukai