Anda di halaman 1dari 33

Definisi Thumb/Finger Sucking

Thumb/finger sucking adalah sebuah kebiasaan dimana anak menempatkan jari atau ibu

jarinya di belakang gigi, kontak dengan bagian atas mulut, mengisap dengan bibir, dan gigi tertutup

rapat. Aktivitas mengisap jari dan ibu jari sangat berkaitan dengan otot-otot sekitar rongga

mulut.(13,14)

Gambar 1. Kebiasaan thumb and finger sucking


Sumber : Palmer, B. The importance of breastfeeding as it relates to the total health section B Missouri J. 2002

Mengisap ibu jari merupakan sebuah perilaku, bukan sebuah gangguan. Seiring

pertambahan usia, diharapkan kebiasaan buruk tersebut akan hilang dengan sendirinya. Kebiasaan

ini sering ditemukan pada anak-anak usia muda dan bisa dianggap normal pada masa bayi dan

akan menjadi tidak normal jika berlanjut sampai masa akhir anak-anak. Hal ini sering terjadi dalam

masa pertumbuhan, sebanyak 25-50% pada anak-anak yang berusia 2 tahun dan hanya 15-20%

pada anak-anak yang berusia 5-6 tahun.(3,5,14)

Sebagian anak mempunyai kebiasaan mengisap sesuatu (misalnya jari) yang tidak memberi

nilai nutrisi (non-nutritive), sebagai suatu kebiasaan yang dapat dianggap wajar. Akan tetapi,

kebiasaan mengisap yang berkepanjangan akan menghasilkan maloklusi. Keadaan ini dapat terjadi

karena adanya tekanan langsung dari jari dan perubahan pola bibir dan pipi pada saat istirahat. Bila

seorang anak menempatkan ibu jari di antara incisivus bawah dan atas, biasanya dengan sudut
tertentu, maka akan terdapat dorongan incisivus bawah ke lingual sedangkan incisivus atas ke

labial. Tekanan langsung ini dianggap menyebabkan perubahan letak incisivus.

Ada beberapa variasi maloklusi tertentu tergantung jari yang diisap dan juga penempatan

jari yang diisap. Sejauh mana gigi berpindah tempat berkorelasi dengan lamanya pengisapan per

hari daripada oleh besarnya kekuatan pengisapan. Seorang anak yang mengisap kuat-kuat tetapi

hanya sebentar tidak terlalu banyak berpengaruh pada letak giginya, sebaliknya seorang anak yang

mengisap jari meskipun dilakukan tidak terlalu kuat tetapi dalam waktu yang lama (misalnya

selama tidur malam masih menempatkan jari di dalam mulut) dapat menyebabkan maloklusi yang

nyata.(11)

Anak-anak usia prasekolah memiliki kebiasaan mengisap jari tangan dan mainan yang

dominan. Warren dkk melaporkan bahwa 20% anak memiliki kebiasaan mengisap non-nutritive

di luar usia 3 tahun. Dalam tindak lanjut jangka panjang, Warren et al mengamati bahwa kebiasaan

mengisap non-nutritive yang berkepanjangan melampaui 4 tahun menyebabkan lebar lengkung

rahang sempit, overjet lebih besar dan prevalensi yang lebih besar dari gigitan terbuka dan gigitan

silang. Holm dalam studi pada anak-anak Denmark yang berusia antara 3-5 tahun dengan

kebiasaan mengisap, menemukan hubungan transversal dan sagital antara rahang tetap tidak

berubah pada kebanyakan anak-anak, sedangkan hubungan vertikal bervariasi dengan perubahan

kebiasaan mengisap. Anak-anak dengan kebiasaan mengisap jari cenderung untuk

mempertahankan kebiasaan ini. Anak-anak dengan kebiasaan mengisap jari tangan memiliki

prevalensi jauh lebih tinggi hubungan molar distal dan kaninus, overjet lebih besar, dan gigitan

terbuka dibandingkan dengan anak tanpa kebiasaan mengisap.(9)

Fayyat pada penelitian terhadap 106 anak yang berusia antara 4 dan 6 tahun menyimpulkan

bahwa di antara kebiasaan oral yang buruk, mengisap jari kelihatannya merupakan yang pertama
menyebabkan openbite. Namun, bagi kebanyakan anak yang dinyatakan berkembang secara

normal, beberapa kebiasaan mengakibatkan kerusakan fisik permanen pada anak.(15)

B. Etiologi Thumb/Finger Sucking

Bila jari ditempatkan di antara gigi atas dan bawah, lidah terpaksa diturunkan yang

menyebabkan turunnya tekanan lidah pada sisi palatal geligi posterior atas. Pada saat yang sama

tekanan dari pipi meningkat dan muskulus buccinator berkontraksi pada saat mengisap. Tekanan

pipi paling besar pada sudut mulut dan mungkin keadaan ini dapat menjelaskan mengapa lengkung

maksila cenderung berbentuk huruf V dengan kontraksi pada regio kaninus daripada molar.

Kebiasaan mengisap yang melebihi batas ambang keseimbangan tekanan dapat menimbulkan

perubahan bentuk lengkung geligi, akan tetapi sedikit pengaruhnya terhadap bentuk rahang.(11)

Hampir 80% bayi mempunyai kebiasaan mengisap ibu jari atau jari lainnya. Biasanya

keadaan ini terjadi sampai bayi berusia sekitar 18 bulan. Akan tetapi, kadang-kadang masih

dijumpai pada anak usia prasekolah bahkan sampai berumur 4 tahun ke atas. Secara alami ia mulai

menggunakan otot bibir dan mulut. Ketidakpuasan mengisap ASI dapat membuat anak suka

mengisap jari tangannya sendiri. Jika kebiasaan ini berlanjut dapat berakibat pertumbuhan gigi

berubah posisi. Adanya kebiasaan oral mempengaruhi kegagalan dalam menyusui dan

konsekuensinya mungkin menyebabkan penyapihan dini (proses penghentian penyusuan ASI pada

bayi) atau sebaliknya penyapihan dini menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan anak untuk

mengisap dan akhirnya bayi mengisap yang tidak bergizi seperti mengisap ibu jari dan penggunaan

botol yang dapat menghasilkan maloklusi.(16,4,15)

Selain untuk memuaskan insting mengisap, faktor lain yang dapat menyebabkan kebiasaan

buruk adalah keinginan untuk menarik perhatian, rasa tidak aman, dan sehabis dimarahi atau

dihukum. Beberapa psikiater percaya bahwa mengisap ibu jari untuk menarik perhatian ibu, ini
disebabkan oleh kebutuhan anak untuk dekat pada ibunya. Mengisap jari merupakan perilaku

naluriah yang menjadi kebiasaan. Selain itu, mengisap jari merupakan manifestasi dari rasa tidak

aman, kebanyakan anak-anak terlihat mengisap dengan tekanan yang besar dan kecepatan saat

tegang. Kurangnya cinta dan perhatian pada bayi dan anak-anak dapat meningkatkan resiko untuk

mengisap jari. Mengisap memiliki efek menyenangkan, menenangkan, dan sering membantu anak

untuk bisa tertidur. Namun, akan mengkhawatirkan bila gigi permanen mulai erupsi (sekitar usia

5 tahun) karena akan mengubah bentuk gigi, palatum, atau gigitan pada anak.(14,13,2)

C. Akibat Thumb/Finger Sucking

Beberapa masalah yang dapat timbul akibat kebiasaan mengisap ibu jari, seperti(16) :

a) Masalah gigi, bila kebiasaan ini bertahan sampai umur 4 tahun maka akan menyebabkan

maloklusi gigi susu dan permanen, juga dapat menyebabkan masalah pada tulang-tulang di

sekitar mulut. Resiko tinggi ditemukan pada anak yang mengisap ibu jari pada waktu siang

dan malam.

Gambar 2. Kebiasaan mengisap ibu jari menyebabkan openbite anterior


Sumber : Palmer, B. The importance of breastfeeding as it relates to the total health section B Missouri J. 2002

b) Jari abnormal, dengan pengisapan yang terus menerus terjadi hiperekstensi jari, terbentuk

callus, iritasi, eksema, dan paronikia (jamur kuku).


c) Efek psikologis pada anak akan menimbulkan menurunnya kepercayaan diri anak karena anak

sering diejek oleh saudara atau orangtuanya.

d) Keracunan tidak disengaja, anak yang mengisap ibu jari terpapar tinggi terhadap keracunan

yang tidak disengaja, misalnya keracunan Pb.

e) Resiko infeksi saluran cerna meningkat.

D. Penanganan Thumb/Finger Sucking

 Perawatan psikologis

Bila kebiasaan ini menetap setelah anak berumur 4 tahun, maka orang tua disarankan untuk

mulai melakukan pendekatan kepada anak agar dapat menghilangkan kebiasaan buruknya tersebut,

antara lain(16) :

a) Mengetahui penyebab. Ketahui kebiasaan anak sehari-hari termasuk cara anak beradaptasi

terhadap lingkungan sekitar. Faktor emosional dan psikologis dapat menjadi faktor pencetus

kebiasaan mengisap ibu jari.

b) Menguatkan anak. Menumbuhkan rasa ketertarikan pada anak untuk menghentikan kebiasaan

tersebut. Orang tua diingatkan untuk tidak memberikan hukuman pada anak karena anak akan

makin menolak untuk menghentikan kebiasaan ini.

c) Mengingatkan anak. Buat semacam agenda atau kalender yang mencatat keberhasilan anak

untuk tidak mengisap ibu jari.

d) Berikan penghargaan. Orang tua dapat memberikan pujian dan hadiah yang disenangi si anak,

bila anak sudah berhasil menghilangkan kebiasaannya.

 Perawatan eksta oral


Perawatan ekstra oral yang dapat dilakukan pada anak yang memiliki kebiasaan mengisap

ibu jari atau jari tangan lainnya, antara lain(14,5) :

a) Ibu jari atau jari diolesi bahan yang tidak enak (pahit) dan tidak berbahaya, misalnya betadine.

Ini diberikan pada waktu-waktu anak sering memulai kebiasaannya mengisap ibu jari.

b) Ibu jari diberi satu atau dua plester anti air.

c) Penggunaan thumb guard atau finger guard.

Gambar 3. Thumb guard dan finger guard


Sumber : http://www.plioz.com/braeak-the-habit-thumbguard-and-fingerguard/#more-376. Accessed on 1th Feb
2011
d) Sarung tangan.

II.2.2. Mengisap Bibir/Menggigit Bibir (Lip Sucking/Lip Biting)

A. Definisi Lip Sucking/Lip Biting

Kebiasaan buruk pada anak-anak sering dihubungkan dengan keadaan psikologis

penderitanya. Kebiasaan yang sering dilakukan pada anak usia 4-6 tahun ini, dapat merubah

kedudukan gigi depan atas ke arah depan, sedang gigi depan bawah ke arah dalam. Gigi yang

protrusi akibat dari kebiasaan mengisap bibir bawah sejak kecil menyebabkan anak sering menjadi

bahan pembicaraan teman-temannya, sehingga secara psikologis anak merasa kurang percaya diri.

Oleh sebab itu, intensitas mengisap bibir bawah juga semakin meningkat. Selain menyebabkan
protrusi, kebiasaan ini juga dapat membuat pertumbuhan gigi menjadi tertahan. Salah satu

penelitian menunjukkan 50% anak-anak tuna wisma yang mempunyai oral habit, prevalensi

mengisap atau menggigit bibir sebanyak 17,37%.(5,4,1)

Kestabilan dan posisi gigi banyak mempengaruhi keseimbangan otot-otot sekitarnya.

Kekuatan dari otot-otot orbicularis oris dan otot-otot buccinator yang diseimbangkan oleh

kekuatan yang berlawanan dari lidah. Keseimbangan otot-otot daerah sekitar mulut dapat

mengganggu apabila pasien memiliki kebiasaan buruk seperti mengisap ibu jari, menjulurkan

lidah, mengisap bibir, dan bernafas melalui mulut.(17)

Gambar 4. Kebiasaan lip sucking/lip biting


Sumber : Palmer, B. The importance of breastfeeding as it relates to the total health section B Missouri J. 2002

Gigi berada dalam keadaan keseimbangan dinamis yang konstan. Keseimbangan kekuatan

antar otot yang dipercaya dapat mempengaruhi posisi dan kestabilan dent alveolar complex.

Graber mendeskripsikan mekanisme otot-otot buccinator. Dalam mekanisme ini, kekuatan yang

mendorong gigi dihasilkan oleh otot orbicularis oris, otot buccinators, otot penarik superior

pharyngeal yang diseimbangkan oleh kekuatan yang berlawanan dari lidah. Kerja yang berlebihan

otot-otot orbicularis mempengaruhi pertumbuhan kraniofasial, memicu terjadinya penyempitan

lengkung gigi, mengurangi ruang untuk gigi dan lidah serta terhalangnya pertumbuhan

mandibula.(17,15)
B. Etiologi Lip Sucking/Lip Biting

Beberapa faktor penyebab yang menjadi etiologi dari kebiasaan mengisap bibir atau

menggigit bibir adalah(14,2,5) :

a) Stress. Cobalah untuk mencari tahu apa yang mungkin membuat anak stress dan bantu mereka

untuk menghadapinya. Dalam hal ini orang tua harus berperan aktif mencari tahu tentang

sebab-sebab kebiasaan mengisap bibir pada anaknya. Berikan kesempatan anak untuk

berbicara mengenai hal-hal yang mungkin mengkhawatirkan mereka, melakukan kontak

mata, dan aktif mendengarkan.

b) Variasi atau sebagai pengganti dari kebiasaan mengisap ibu jari atau jari. Hal ini dilakukan

untuk memuaskan insting mengisap si anak karena mengisap memiliki efek menyenangkan,

menenangkan, dan sering membantu anak untuk bisa tertidur.

C. Akibat Lip Sucking/Lip Biting

Kebiasaan mengisap atau menggigit bibir bawah akan mengakibatkan hipertonicity otot-

otot mentalis. Kebiasaan buruk dapat menjadi faktor utama atau merupakan faktor yang kedua.

Kebiasaan mengisap bibir yang menjadi faktor utama akan terdapat overjet yang besar dengan gigi

anterior rahang atas condong ke labial dan gigi anterior rahang bawah condong ke lingual diikuti

perbedaan skeletal yang ringan. Kebiasaan mengisap bibir mengakibatkan overjet normal.

Kebiasaan mengisap bibir sebagai faktor kedua biasanya terjadi disebabkan oleh perbedaan sagital,

seperti retrognatik mandibula. Inklinasi gigi incisivus rahang atas bisa normal dan jarak antara gigi

rahang atas dan rahang bawah terjadi setelah proses adaptasi.(17)

D. Penanganan Lip Sucking/ Lip Biting

Penanganan yang dapat dilakukan untuk menghilangkan kebiasaan mengisap bibir atau

menggigit bibir pada anak-anak antara lain :


a) Myotherapi (latihan bibir)

 Memanjangkan bibir atas menutupi incisivus rahang atas dan menumpangkan bibir bawah

dengan tekanan di atas bibir atas

 Memainkan alat tiup

b) Orang tua harus berperan aktif mencari tahu tentang sebab-sebab yang membuat anak stress.

Konsultasi dengan seorang psikiater merupakan salah satu hal yang dapat membantu dalam

menghilangkan kebiasaan buruk ini.

II.2.3. Menyodorkan Lidah (Tongue Thrust)

A. Definisi Tongue Thrust

Sejak tahun 1958, istilah tongue thrust atau menyodorkan lidah telah dijelaskan dan

dibahas dalam pembicaraan dan diskusi dalam bidang kedokteran gigi serta dipublikasikan oleh

banyak penulis. Telah dicatat bahwa sejumlah besar anak-anak pada usia sekolah memiliki

kebiasaan menyodorkan lidah. Menurut literatur baru-baru ini, sebanyak 67-95% dari anak-anak

yang berusia 5-8 tahun melakukan kebiasaan tongue thrust dalam jangka waktu yang lama akan

berhubungan dengan masalah orthodontik atau gangguan pengucapan. Pada satu negara, kira-kira

20-80% pasien orthodontik memiliki beberapa bentuk kasus tongue thrust.(18)

Gambar 5. Kebiasaan tongue thrust


Sumber : Palmer, B. The importance of breastfeeding as it relates to the total health section B Missouri J. 2002
Posisi lidah yang tidak normal dan penyimpangan yang dinamakan gerakan lidah yang

normal saat menelan telah lama terkait dengan openbite anterior dan protrusi incisivus rahang atas.

Prevalensi posisi lidah secara anterior relatif tinggi pada anak-anak, Proffit menyatakan bahwa

kondisi ini sering disebut tongue thrust, deviate swallow, visceral swallow, atau infantile swallow.

Dia juga percaya bahwa dua alasan utamanya berhubungan dengan psikologi (maturasi) dan

anatomi (pertumbuhan) anak itu sendiri. Bayi normal memposisikan lidahnya secara anterior di

dalam mulut saat posisi istirahat dan menelan.(19)

Kebiasaan mendorong lidah sebetulnya bukan merupakan kebiasaan tetapi lebih berupa

adaptasi terhadap adanya gigitan terbuka misalnya karena mengisap jari. Kebiasaan menjulurkan

lidah biasanya dilakukan pada saat menelan. Pola menelan yang normal adalah gigi pada posisi

oklusi, bibir tertutup, dan lidah berkontak dengan palatum. Ada 2 bentuk penelanan dengan

menjulurkan lidah, yaitu(12,6) :

a) Penelanan dengan menjulurkan lidah sederhana, biasanya berhubungan dengan kebiasaan

mengisap jari.

b) Menjulurkan lidah kompleks, berhubungan dengan gangguan pernafasan kronis, bernafas

melalui mulut, tonsillitis atau faringitis.

Dari teori keseimbangan, tekanan lidah yang ringan tetapi berlangsung lama pada gigi

dapat menyebabkan adanya perubahan letak gigi dan menghasilkan efek yang nyata. Dorongan

lidah yang hanya sebentar tidak akan menghasilkan perubahan pada letak gigi. Tekanan lidah pada

penelanan yang tidak benar hanya berlangsung kira-kira 1 detik. Penelanan secara ini hanya terjadi

kurang lebih 800 kali pada saat seseorang terjaga dan hanya sedikit pada waktu tidur sehingga

sehari hanya kurang dari 1000 kali. Tekanan selama seribu detik (kurang lebih 17 menit) tidak

cukup untuk mempengaruhi keseimbangan. Sebaliknya, pasien yang meletakkan lidahnya ke


depan sehingga memberikan tekanan yang terus-menerus pada gigi, meskipun tekanan yang terjadi

kecil tetapi berlangsung lama, dapat menyebabkan perubahan letak gigi baik jurusan vertikal

maupun horizontal. Pada pasien yang posisi lidahnya normal pada saat menelan tidak banyak

pengaruhnya terhadap letak gigi.(11)

B. Etiologi Tongue Thrust

Sebenarnya, tidak ada penyebab spesifik dari masalah tongue thrust ini. Namun diduga hal-

hal yang dapat menyebabkan tongue thrust tersebut antara lain yaitu(18,6,12) :

1. Jenis puting susu buatan yang diberikan pada bayi.

2. Kebiasaan mengisap ibu jari. Walaupun mengisap jari tidak dilakukan lagi, akan tetapi telah

terbentuk openbite maka lidah sering terjulur ke depan untuk mempertahankan penutupan

bagian depan selama proses penelanan.

3. Alergi, hidung tersumbat, atau obstruksi pernapasan sehingga bernafas melalui mulut yang

menyebabkan posisi lidah turun di dasar mulut.

4. Tonsil yang besar, adenoid, atau infeksi tenggorokan yang menyebabkan kesulitan pada saat

menelan. Pangkal lidah membesar ketika tonsil mengalami inflamasi, sehingga untuk

mengatasinya mandibula secara refleks turun ke bawah, memisahkan gigi, dan menyediakan

ruangan yang lebih untuk lidah dapat terjulur ke depan selama menelan, agar didapat posisi

yang lebih nyaman.

5. Ukuran lidah yang abnormal atau macroglossia, dapat mengubah keseimbangan tekanan lidah

dengan bibir dan pipi sehingga incisivus bergerak ke labial.

6. Faktor keturunan, misalnya sudut garis rahang.

7. Kelainan neurologis dan muskular serta kelainan fisiologis lainnya.

8. Frenulum lingual yang pendek (tongue tied).


C. Akibat Tongue Thrust

Beberapa masalah yang ditimbulkan akibat tongue thrust, antara lain(18,6) :

a) Anterior openbite merupakan kasus yang paling umum terjadi akibat tongue thrust. Dalam

kasus ini, bibir depan tidak menutup dan anak sering membiarkan mulutnya terbuka dengan

posisi lidah lebih maju daripada bibir. Secara umum, lidah yang berukuran besar biasanya

disertai menjulurkan lidah. Openbite anterior pada umumnya mengakibatkan gangguan

estetik, pengunyahan maupun gangguan dalam pengucapan kata-kata yang mengandung huruf

“s”, “z”, dan “sh”.

b) Anterior thrust. Gigi incisivus atas sangat menonjol dan gigi incisivus bawah tertarik ke dalam

oleh bibir bawah. Jenis ini paling sering terjadi disertai dengan dorongan M.mentalis yang

kuat.

c) Unilateral thrust. Secara karakteristik, ada gigitan terbuka pada satu sisi.

d) Bilateral thrust. Gigitan anterior tertutup namun gigi posterior dari premolar pertama ke molar

dapat terbuka pada kedua sisinya. Kasus seperti ini pada umumnya sangat sulit untuk

dikoreksi.

e) Bilateral anterior openbite, dimana hanya gigi molar yang berkontak. Pada kasus ini ukuran

lidah yang besar juga mempengaruhi.

f) Closed bite thrust menunjukkan protrusi ganda yang berarti gigi-gigi rahang atas maupun

rahang bawah mengalami gigitan yang terbuka lebar.

D. Penanganan Tongue Thrust

Penanganan yang bisa dilakukan untuk menghilangkan kebiasaan menyodorkan lidah pada

anak-anak adalah(20,21) :

a) Terapi bicara
b) Latihan myofunctional

Menarik bibir bawah pasien. Sementara bibir menjauh dari gigi, pasien diminta untuk

menelan. Jika pasien biasa menyodorkan lidahnya, bibir akan menjadi sedemikian kencang seolah

berusaha untuk menarik jari-jari yang menarik bibir pada saat pasien berusaha menelan. Pasien

yang menyodorkan lidah tidak dapat melakukan prosedur penelanan mekanis sampai bibir-bibir

membuka rongga mulut.

c) Latihan lidah

Berlatih meletakkan posisi lidah yang benar saat menelan. Pasien harus belajar melakukan

“klik”. Prosedur ini mengharuskan pasien meletakkan ujung lidah pada atap mulut dan

menghentakkannya lepas dari palatum untuk membuat suara klik. Posisi lidah pada palatum

selama aktivitas ini kira-kira seperti posisi jika menelan dengan tepat. Pasien juga diminta

membuat suara gumaman dimana pasien akan mengisap udara ke dalam atap mulutnya di

sekeliling lidah. Selama latihan ini, lidah secara alamiah meletakkan dirinya ke atap anterior

palatum. Selanjutnya pasien akan meletakkan ujung lidah di posisi ini dan menelan. Latihan ini

dilakukan terus-menerus sampai gerakan otot-otot menjadi lebih mudah dan lebih alamiah.

II.2.4. Bernafas Melalui Mulut (Mouth Breathing)

A. Definisi Mouth Breathing

Pernafasan mulut terjadi karena seseorang tidak mampu untuk bernafas melalui hidung

akibat adanya obstruksi pada saluran pernafasan atas. Kebiasaan ini disebabkan oleh penyumbatan

rongga hidung, yang dapat mengganggu pertumbuhan tulang di sekitar mulut dan rahang, wajah

menjadi sempit dan panjang, dan gigi bisa jadi “tonggos”. Pernafasan mulut menghasilkan suatu

model aktivitas otot wajah dan otot lidah yang abnormal. Bernafas melalui mulut menyebabkan
mulut sering terbuka sehingga terdapat ruang untuk lidah berada di antara rahang dan terbentuklah

openbite anterior.(22,4,6)

Bernafas melalui hidung berkaitan dengan fungsi-fungsi normal pengunyahan dan menelan

serta postur lidah dan bibir yang melibatkan aksi muskulus yang normal dimana akan menstimulasi

pertumbuhan fasial dan perkembangan tulang yang adekuat. Adaptasi dari pernafasan hidung ke

pernafasan mulut menyebabkan terjadinya beberapa hal yang tidak sehat, seperti infeksi telinga

tengah yang kronis, sinusitis, infeksi saluran nafas atas, gangguan tidur, dan gangguan

pertumbuhan wajah. Pernafasan mulut seringkali berhubungan dengan penurunan asupan oksigen

ke dalam paru-paru, yang dapat menyebabkan berkurangnya energi. Anak-anak yang bernafas

melalui mulut seringkali mudah lemah dalam latihan olahraga.(22)

Cara bernafas melalui mulut sering merupakan reaksi terhadap berbagai jenis obstruksi

nasal dan/atau nasofaring. Obstruksi nasal tersebut dapat disebabkan oleh alergi, hipertrofi dan

inflamasi tonsil atau adenoid, diviasi septum nasal, pembesaran konka dan hipertrofi membran

mukosa nasal. Jika obstruksi tersebut bersifat sementara, seperti pada waktu flu dan alergi, maka

perubahan struktur ini tidak permanen, tetapi dapat juga menjadi permanen setelah obstruksi tadi

hilang yang mengakibatkan timbulnya kebiasaan bernafas melalui mulut.

Pembesaran jaringan adenoid nasofaring pada anak-anak merupakan faktor yang sering

berperan dalam obstruksi nasal. Jaringan adenoid telah ada setelah umur 6-12 bulan yang

kemudian akan membesar dan kemudian pada umur 2-3 tahun, hampir separuh nasofaring

ditempati oleh jaringan adenoid. Sebelum pubertas, jaringan adenoid akan mulai mengecil secara

perlahan-lahan. Biasanya, pertumbuhan fasial (dengan meningkatnya jarak antara basis krani dan

palatum) cukup untuk memenuhi jalannya udara pernafasan. Jika ekspansi terjadi, apakah dengan

adanya pembesaran abnormal jaringan adenoid, reduksi laju pertumbuhan tinggi wajah posterior,
atau dengan adanya kombinasi kedua hal tersebut, maka jalan nafas akan menjadi inadekuat. Anak

dengan keadaan seperti ini akan bernafas melalui mulut.

Bernafas melalui mulut diperkirakan dapat mempengaruhi aktivitas otot-otot orofasial

seperti otot bibir, lidah, dan lain-lain. Perubahan aktivitas otot-otot tersebut akan menuntun

terjadinya modifikasi pola pertumbuhan wajah dan postur kepala yang dapat mengakibatkan

timbulnya deformitas dentofasial. Menurut Proffit, bernafas merupakan penentu utama postur

rahang dan lidah (dan sedikit mempengaruhi kepala), oleh sebab itu mungkin saja perubahan cara

bernafas, seperti bernafas melalui mulut dapat merubah postur kepala, rahang, dan lidah. Hal ini

akan merubah ekuilibrium tekanan pada rahang dan gigi dan mempengaruhi pertumbuhan rahang

dan posisi gigi.(23)

Anak-anak yang secara alami disusui pada bulan pertama kelahiran kemungkinan besar

bernafas dari hidung, begitupun berkurangnya menyusui ASI merupakan salah satu faktor yang

memberi kontribusi terjadinya pernafasan oral atau oronasal. Penelitian yang dilakukan oleh Leite

et al yang menganalisis 100 anak-anak berusia antara 2 dan 11 tahun membuktikan bahwa botol

susu merupakan salah satu penyebab pernafasan oral sebesar 40%.(15)

B. Etiologi Mouth Breathing

Kegagalan hidung untuk berfungsi sebagai saluran pernafasan utama, akan menyebabkan

tubuh secara otomatis beradaptasi dengan menggunakan mulut sebagai saluran untuk bernafas.

Kegagalan ini biasanya disebabkan oleh karena adanya hambatan atau obstruksi pada saluran

pernafasan atas. Obstruksi pada saluran pernafasan atas dapat disebabkan oleh beberapa faktor,

yaitu(22,11) :

1. Faktor psikologis, meliputi anak-anak yang mengalami kecemasan, rasa sakit dan frustasi,

anak-anak dengan retardasi mental, anak-anak yang mengalami trauma kecelakaan.


2. Faktor lokal, merupakan penyebab terjadinya pernafasan mulut yang disebabkan oleh keadaan

dari gigi dan mulut, meliputi : pencabutan gigi sulung yang terlalu cepat, kehilangan gigi

permanen, adanya gangguan oklusal, seperti kontak prematur antara gigi atas dan bawah,

adanya mahkota atau tumpatan yang tinggi.

3. Faktor sistemik, meliputi :

a. Gangguan endokrin (merupakan penyebab secara tidak langsung). Kelainan endokrin

pascalahir dapat menyebabkan percepatan atau hambatan pertumbuhan muka,

mempengaruhi derajat pematangan tulang, penutupan sutura, resorpsi akar gigi sulung,

dan erupsi gigi permanen.

b. Defisiensi nutrisi, akibat konsumsi nutrisi yang tidak adekuat atau konsumsi nutrisi yang

tidak efisien. Nutrisi yang baik ikut menentukan kesehatan seorang anak, nutrisi yang

kurang baik mempunyai dampak yang menyerupai penyakit kronis. Penyakit kronis pada

anak-anak dapat mengubah keseimbangan energi yang diperlukan untuk pertumbuhan.

Pada anak yang menderita penyakit kronis hampir semua energi yang didapatkan kadang-

kadang kurang mencukupi untuk beraktivitas dan bertumbuh.

c. Gangguan temporomandibular.

d. Infeksi, meliputi : hiperplasia adenoid dan tonsil. Hiperplasia adenoid dan tonsil biasanya

disebabkan oleh karena paparan yang rekuren terhadap infeksi tonsil (tonsillitis). Tipe

infeksi bisa virus seperti influenza, parainfluenza, dan rhinovirus, maupun bakteri seperti

betahemolitik, streptococcus, staphylococcus, pneumococcus, dan hemophilococcus.

4. Rhinitis alergi merupakan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat. Salah satu penyebab

obstruksi jalan nafas hidung pada anak adalah alergi rhinitis, yaitu mukosa hidung akan
mengalami pembengkakan dan selanjutnya menutup aliran udara. Kebanyakan rhinitis alergi

dapat disebabkan oleh adanya partikel-partikel di udara, rokok, makanan, dan binatang.

5. Malformasi kongenital dan tumor seringkali muncul pada masa kanak-kanak. Malformasi

kongenital seperti stenosis koanal dan atresia bisa hilang cepat. Tumor meliputi

enchephalocle, chordoma, teratoma, cranipharyngioma, serta kista nasoalveolar dan

nasopharingeal.

C. Akibat Mouth Breathing

Beberapa akibat yang dapat ditimbulkan oleh kebiasaan bernafas melalui mulut pada anak-

anak antara lain(22) :

a) Bibir rahang atas dan rahang bawah tidak menutup sempurna

Pada bibir penderita pernafasan mulut nampak agak terbuka untuk memungkinkannya

bernafas. Adaptasi mulut untuk pernafasan mulut yang kronis dapat terjadi perubahan dimana bibir

atas dan bibir bawah berada dalam posisi terbuka, akibatnya penderita akan mengalami kesulitan

dalam menelan makanan yang masuk ke dalam mulut.

b) Adenoid facies

Hal ini ditandai dengan penyempitan lengkung rahang atas, hipertrofi dan keringnya bibir

bawah, hipotonus bibir atas dan tampak memendek, tampak adanya overbite yang nyata.

Dikarenakan adanya fungsi yang abnormal, penderita pernafasan mulut memiliki karakteristik

seperti postur mulut terbuka, lubang hidung mengecil dan kurang berkembang, arkus faring tinggi

dan pasien tampak seperti orang bodoh.


Gambar 6. Anak dengan wajah adenoid. Ciri khas anak yang bernafas melalui mulut
Sumber : http://www.entkent.com/tonsils-adenoids.html. Accessed on 19th Jan 2011

Akibat dari fungsi yang abnormal ini, anak-anak yang bernafas dengan mulut beresiko

mengembangkan suatu tipe perkembangan wajah yang disebut “wajah adenoid” atau sindrom

muka panjang. Individu ini dapat ditandai dengan posisi mulut yang terbuka, nostril yang kecil

dan kurang berkembang, bibir atas yang pendek, “gummy smile”, ketinggian muka vertikal yang

meningkat pada 1/3 wajah bagian bawah, ketinggian dentoalveolar yang berlebihan, dan palatum

yang dalam. Selain itu terjadi gingivitis marginal anterior di sekitar gigi anterior.

c) Maloklusi

d) Gigitan terbuka (openbite)

Pada pernafasan mulut, posisi mandibula lebih ke distal mengakibatkan gigi incisivus

bawah beroklusi dengan rugae palatum. Ketidakteraturan gigi geligi juga dapat ditemui pada

maksila yang kurang berkembang, utamanya pada segmen anteromaksiler serta lengkung basal

yang sempit.

D. Penanganan Mouth Breathing

Perawatan untuk menghentikan pernafasan mulut pada anak dilakukan sesuai dengan

penyebab terjadinya obstruksi pernafasan atas. Penyebab obstruksi nasal pada anak dapat

ditentukan melalui pemeriksaan riwayat menyeluruh dan fisik, yang meliputi Rhinoscopy anterior
dan Nasopharingoscopy. Sebagian pasien mendapat pemeriksaan PA dan Sepalometri lateral

untuk melihat obstruksi pernafasan atas. Prosedur seperti tonsilektomi, adenoidektomi, dan

perawatan alergi dapat membantu mengembalikan pola pertumbuhan yang normal dan postur lidah

lebih ke belakang sehingga erupsi gigi geligi anterior tidak terganggu. Pilihan perawatan yang

dapat dilakukan untuk penanganan kebiasaan bernafas melalui antara lain(22,20) :

a) Adenoidektomi merupakan perawatan yang paling umum untuk obstruksi nasal akibat

pembesaran adenoid. Adenoidektomi merupakan suatu operasi pengambilan adenoid yang

mengalami pembesaran untuk mendapatkan ukuran yang normal.

b) Medikasi antibiotik dan steroid topikal diindikasi bila obstruksi tersebut disebabkan oleh

karena infeksi, misalnya pada rinosinusitis kronis. Antibiotik juga bisa digunakan pada

pembesararan adenoid untuk menurunkan inflamasi lokal. Kortikosteroid yang digunakan

biasanya deksametasone 0,6 mg/kg untuk menurunkan gejala pada infeksi bakteri. Antibiotik

parenteral yakni ceftriakxone 100 mg/kg perhari untuk jangka 8-10 hari.

c) Rhinitis alergi dapat dirawat dengan antihistamin, antihistamin non-sedatif, semprotan nasal

anti-inflamasi, semprotan nasal steroid, dekongestan nasal topical dan dekongestan.

Antihistamin yang sering digunakan adalah etanolamin, etilendiamin, alkilamin, fenotiazin,

dan agen lain seperti siproheptadin, hidroksizin, dan piperazin. Efek samping antihistamin

yang sering terlihat adalah rasa ngantuk, kehilangan nafsu makan, konstipasi, efek

antikolinergik seperti kekeringan membran mukosa dan kesulitan berkemih.

d) Malformasi kongenital dan tumor yang dapat menyebabkan obstruksi nasal, dapat dirawat

dengan pendekatan pembedahan.


e) Keterlibatan ahli ortodontik diperlukan bila terjadi perkembangan wajah yang abnormal atau

pernafasan mulut telah mengakibatkan wajah adenoid, dimana terjadi crossbite, dan malposisi

gigi yang haru dikoreksi dengan tindakan orthodontik.

II.2.5. Bruxism

A. Definisi Bruxism

Bruxism adalah kebiasaan buruk berupa menggesek-gesek gigi-gigi rahang atas dan rahang

bawah, bisa timbul pada masa anak-anak maupun dewasa. Reding, Rubright, and Zimmerman

melaporkan 15% anak dan remaja dalam studi mereka menunjukkan adanya beberapa tingkatan

bruxism. Biasanya terjadi pada malam hari dan jika dilanjutkan dalam jangka waktu yang lama

bisa berakibat abrasi gigi permanen. Ketika kebiasaan tersebut berlangsung hingga masa dewasa

maka mengakibatkan penyakit periodontal dan atau gangguan temporomandibular joint. Sebagai

tambahan, kasus disfungsi temporomandibular joint lebih banyak terjadi di kalangan perempuan

dewasa daripada laki-laki dewasa.(24,19,3)

Bruxism didefinisikan sebagai gerakan mengerat dan gerakan grinding dari gigi yang

bersifat non-fungsional. Istilah ini dalam literatur sering disebut dengan beberapa istilah yang lain,

yaitu neuralgia traumatic, occlusal habit neurosis, dan parafungsional. Pasien yang mengalami

bruxism (bruxer), biasanya tidak menyadari kebiasaan buruk yang dimilikinya tersebut, walaupun

bruxism kadang-kadang diikuti dengan suara yang mengganggu, namun pasien yang bersangkutan

seringkali baru mengetahui kebiasaan yang dimilikinya itu dari orang tua atau teman tidurnya.

Bruxism dapat juga terjadi pada siang hari, misalnya pada saat individu yang bersangkutan

mengalami stress, namun bruxism yang paling parah adalah bruxism yang terjadi pada malam

hari.(25)
Bruxism pada malam hari terjadi selama tidur dan anak biasanya tidak menyadari masalah

ini. Kejadian ini biasanya singkat, berlangsung 8-9 detik, dengan terdengar suara grinding.

Bruxism pada siang hari terutama terkait dengan mengepalkan dari gigi dan umumnya tidak

menghasilkan suara terdengar. Bruxism yang diamati pada 5-20% anak-anak. Peningkatan

frekuensi selama masa kanak-kanak, memuncak pada usia 7-10 tahun dan menurun setelah itu.(3)

Gambar 7. Akibat bruxism


Sumber:http://www.nidcr.nih.gov/OralHealth/OralHealthInformation/ChildrensOralHealth/OralConditionsChildren
SpecialNeeds.htm. Accessed on 30th Jan 2011

Pada saat tidur di malam hari, biasanya penderita akan mengeluarkan suara gigi-gigi yang

beradu. Bila dilihat secara klinis, tampak adanya abrasi pada permukaan atas gigi-geligi rahang

atas dan rahang bawah. Bila lapisan email yang hilang cukup banyak dapat timbul rasa ngilu pada

gigi-gigi yang mengalami abrasi. Kadang terlihat adanya jejas atau tanda yang tidak rata pada tepi

lidah.(24)

Berdasarkan tipe gerakannya, ada bruxism yang memperlihatkan gerakan grinding dan ada

juga yang memperlihatkan gerakan static clenching, lebih banyak pada perempuan daripada laki-

laki yang menggrinding giginya, tetapi laki-laki dan perempuan yang melakukan clenching

jumlahnya sama. Clark menegaskan bahwa bruxism tipe clenching yang berhubungan dengan

kontraksi muskulus yang kuat dan berkelanjutan adalah lebih berbahaya. Bruxism lebih sering

dimiliki oleh kaum wanita dibandingkan pria.(25,3,24)


B. Etiologi Bruxism

Pada anak-anak, kadang kebiasaan ini timbul pada masa gigi-geligi sedang tumbuh. Berikut

adalah empat penyebab terjadinya bruxism, antara lain(24,26,27,25) :

1. Faktor psikologis

Etiologi dari bruxism termasuk kebiasaan, stress emosional (misalnya respon terhadap

kecemasan, ketegangan, kemarahan, atau rasa sakit), parasomnia (gangguan tidur yang muncul

pada ambang batas antara saat terjaga dan tidur, misalnya gangguan mimpi buruk dan gangguan

tidur sambil berjalan). Menurut beberapa penelitian yang dianggap berkaitan dengan manifestasi

dari bruxism, antara lain gangguan kepribadian, meningkatnya stress, adanya depresi, dan

kepekaaan terhadap stress.

Anak-anak yang memiliki kebiasaan bruxism ternyata memiliki tingkat kecemasan yang

lebih daripada anak-anak yang tidak memiliki kebiasaan bruxism. Tanda-tanda bruxism seperti

tingkat kecemasan yang tinggi, temporomandibular disorders, dan kerusakan gigi sebaiknya

dirawat pada masa kanak-kanak sebelum menjadi masalah ketika anak telah tumbuh dewasa.

2. Faktor morfologi

Oklusi gigi geligi dan anatomi skeletal orofasial dianggap terkait dalam penyebab dari

bruxism. Perbedaan oklusal, gangguan oklusal yang bentuknya dapat berupa trauma oklusal

ataupun tonjol yang tajam, gigi yang maloklusi secara historis dianggap sebagai penyebab paling

umum dari bruxism. Disharmoni lokal antara bagian-bagian sistem alat kunyah yang berdampak

pada peningkatan tonus otot di region tersebut juga dipandang sebagai salah satu etiologi yang

hingga saat ini masih dapat diterima banyak kalangan.

3. Faktor patofisiologis
Bruxism kemungkinan terjadi akibat kelainan neurologis yaitu ketidakmatangan sistem

neuromuskular mastikasi, perubahan kimia otak, alkohol, trauma, penyakit, dan obat-obatan. Hal

ini berpotensi sistemik menyebabkan aktivitas parafunctional melalui alergi makanan, kekurangan

gizi, dan disfungsi endokrin. Penyelidikan efek gangguan gizi dan endokrin bersama dengan

parasit pencernaan pada fungsi otot mastikasi, serat kepekaan terhadap trigeminal sampai potensi

alergi kemungkinan berguna untuk penelitian di masa depan baik temporomandibular disorders

dan hiperaktivitas otot mastikasi.

Faktor neurokimia tertentu, yaitu obat-obatan. Efek samping dari obat yang akan

menimbulkan bruxism adalah Amfetamin yang digunakan dalam mengatasi gangguan attention-

deficit/hyperactivity (ADHD) seperti methylphenidate dan pemakaian jangka panjang Serotonin.

Selain itu, bruxism ditemukan lebih sering pada pecandu narkoba berat serta perokok.

4. Temporomandibular Disorders (TMD)

Penderita TMD cenderung memiliki insiden bruxism yang lebih tinggi dari gangguan

psikologis seperti stress, kecemasan, dan depresi. Faktor-faktor ini dapat menyebabkan kebiasaan

parafunctional. Gabungan dari dua atau lebih faktor etiologi yang diperlukan untuk menyebabkan

terjadinya bruxism, tetapi besarnya faktor-faktor tidak penting dalam kaitannya dengan besarnya

bruxism.

C. Akibat Bruxism

Bruxism dapat menyebabkan aus permukaan gigi-gigi pada rahang atas dan rahang bawah,

baik itu gigi susu maupun gigi permanen. Lapisan email yang melindungi permukaan atas gigi

hilang, sehingga dapat timbul rasa ngilu pada gigi-gigi tersebut. Bila kebiasaan ini berlanjut terus

dan berlangsung dalam waktu lama, dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan periodontal,
terjadi pada pasien dengan bentuk tonjol yang curam, luka pada periodonsium, pulpitis, kadang-

kadang disertai peningkatan derajat mobilitas gigi yang terlibat, maloklusi, patahnya gigi akibat

tekanan yang berlebihan, dan kelainan pada sendi temporomandibular joint.(24,25)

D. Penanganan Bruxism

Penanganan yang dapat dilakukan untuk menghilangkan kebiasaan bruxism pada anak-

anak adalah(24,2) :

a) Penggunaan Night-guard

Perawatan untuk kasus ini dokter gigi akan membuatkan alat tertentu yang didesain dan

dibuat khusus sesuai dengan susunan gigi-geligi pasien, alat ini disebut night-guard dan digunakan

saat tidur pada malam hari. Alat ini akan membentuk batas antara gigi-gigi rahang atas dan rahang

bawah sehingga tidak akan saling beradu. Pemakaian alat ini akan mencegah kerusakan yang lebih

jauh pada gigi-geligi dan membantu pasien dalam menghentikan kebiasaan buruknya.

Gambar 8. Night-guard
Sumber : http://www.majdalani-dental-lab.com/4-3.html. Accessed on 30th Jan 2011
b) Bila penyebab utama dari bruxism adalah stress. Cobalah untuk mencari tahu apa yang

mungkin membuat anak stress dan membantu mereka menghadapinya. Konsultasi dengan

psikolog merupakan salah satu hal yang dapat membantu dalam menghilangkan kebiasaan buruk

ini.

II.3. Manifestasi Oral pada Anak yang Mempunyai Kebiasaan Buruk

A. Akibat Thumb/Finger Sucking

Kebiasaan mengisap jari atau benda-benda lain dalam waktu yang berkepanjangan dapat

menyebabkan maloklusi. Kebiasaan mengisap jari pada fase geligi sulung tidak mempunyai

dampak pada gigi permanen bila kebiasaan tersebut telah berhenti sebelum gigi permanen erupsi.

Bila kebiasaan ini terus berlanjut sampai gigi permanen erupsi akan terdapat maloklusi dengan

tanda-tanda berupa incisivus atas proklinasi dan terdapat diastema, lengkung atas sempit, protrusi

gigi anterior rahang atas, incisivus rahang bawah retrusi atau sedikit berdesakan, prognatik segmen

premaksila, retrognatik mandibula, overjet besar, gigitan terbuka anterior, palatum tinggi, dan

gigitan silang posterior bilateral. Maloklusi yang terjadi ditentukan oleh jari mana yang diisap dan

bagaimana pasien meletakkan jarinya pada waktu mengisap.(12,14)

B. Akibat Lip Sucking/Lip Biting

Kebiasaan mengisap bibir bawah dapat menyebabkan proklinasi incisivus atas disertai

jarak gigit yang bertambah, retroklinasi incisivus bawah, gigitan terbuka (openbite), protrusi gigi

anterior rahang atas, retrusi gigi anterior rahang bawah, inflamasi jaringan lunak, dan bekas gigi

pada bibir bawah merah meradang.(12,14)

C. Akibat Tongue Thrust

a) Multiple diastema.
b) Protrusi gigi anterior rahang atas.

c) Protrusi gigi anterior rahang bawah.

d) Gigitan terbuka anterior.

e) Overjet besar.(14)

D. Akibat Mouth Breathing

Bernafas melalui mulut yang kronis secara jelas akan merubah keadaan gigi geligi dan

lengkung gigi. Individu yang bernafas melalui mulut menunjukkan anterior crossbite, tendensi

openbite, lengkung dental atas sempit, meningkatnya overjet dan timbul notching pada bibir atas.

Kelainan klinis yang paling sering terlihat pada individu yang bernafas melalui mulut adalah

retrognati mandibula, dataran mandibula yang curam dan sudut gonial bertambah besar, protrusi

gigi anterior maksila, palatal vault yang tinggi, anterior openbite, posterior crossbite, konstriksi

lengkung maksila berbentuk V, bibir atas flasid atau hipotonus, bibir bawah hipertrofi, dan

penampilan wajah yang bodoh dengan postur mulut terbuka.

Walaupun sering dijumpai tanda-tanda klinis pada individu yang bernafas melalui mulut,

tetapi hubungan sebab akibat antara perubahan cara bernafas dengan kelainan perkembangan

dentofasial yang terjadi masih belum jelas karena perkembangan dentofasial dipengaruhi oleh

berbagai faktor seperti genetik dan lingkungan.(23,14)

E. Akibat Bruxism

Bruxism dapat menyebabkan hipersensitivitas termal gigi, hipermobilitas gigi,

mengauskan email gigi, fraktur gigi, cedera pada ligamen periodontal dan periodonsium,

hypercementosis, katup retak dan pulpitis, nekrosis pulpa. Gigi yang bersangkutan biasanya juga

memberikan suara perkusi yang tidak nyaring dan terasa sakit untuk menggigit terutama pada

waktu pagi hari, disfungsi dari sendi rahang dan juga bisa terjadi sakit kepala berulang. Komplikasi
lainnya adalah kerusakan pada struktur sekitar gigi, yang meliputi resesi dan radang gusi, resorpsi

tulang alveolar, hipertrofi otot-otot pengunyahan dapat terjadi, dan bruxism sering dikaitkan

dengan nyeri wajah.(3,26,25)

II.4. Penatalaksanaan Kebiasaan Buruk

Memodifikasi pola perilaku untuk jangka panjang dikenal program pembelajaran perilaku

yang meliputi : menjaga kesehatan/keberhasilan mulut, mengoreksi kebiasaan mulut, dan

pemakaian alat. Kemungkinan suksesnya perawatan akan meningkat bila dokter, penderita, dan

orang tua secara antusias ikut terlibat. Menurut Kreit, bila hubungan ibu dan anak (penderita) erat

maka kemungkinan keberhasilan perawatan semakin besar. Pada tahun-tahun terakhir, terdapat

perhatian yang lebih besar mengenai pendekatan psikologis bagi penderita ortodonsi. Di samping

seleksi pasien dan memperbaiki motivasi, beberapa peneliti telah mencoba dengan suatu bentuk

program modifikasi perilaku ataupun lainnya yang membuktikan kerjasama dari pasien akan

menjadi perawatan lebih efisien.(28)

Kebiasaan buruk harus diatasi terlebih dahulu sebelum melakukan koreksi gigitan terbuka.

Terapi bicara, latihan lidah, dan berbagai piranti ortodontik bisa digunakan untuk menghilangkan

kebiasaan buruk. Betapa sulitnya mengoreksi kebiasaan mulut sehingga menimbulkan frustasi

bukan hanya untuk penderitanya tetapi juga operator telah dikemukakan oleh para ahli sehingga

senantiasa menjadi bahan penelitian yang menarik. Berbagai metode alat telah diciptakan untuk

mengantisipasi/mengoreksi kebiasaan yang telah menjadi suatu pola perilaku si anak.(20,28)

Kebiasaan mulut sebagai penyebab maloklusi perlu dikoreksi karena berbagai problem

yang ditimbulkannya antara lain gangguan estetik, bicara, dan fungsi pengunyahan serta

relapsenya maloklusi pada pasca perawatan ortho. Berbagai faktor yang perlu diperhatikan untuk

mengoreksi kebiasaan mulut ini antara lain usia, genetik, ras, kepribadian, motivasi, kerjasama
anak, orang tua, dan ortodontis, filosofi alat, adanya kebiasaan mulut lain yang terkait, besarnya

problem yang ditimbulkan. Faktor-faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perawatan

adalah(28,29) :

a) Usia pasien

Pasien sebaiknya berusia 7 tahun ke atas, karena pada usia ini, anak sudah dapat lebih

menerima berbagai alasan dan mengerti akan pentingnya perawatan.

b) Kematangan pasien

Hal ini penting bahwa pasien mengerti masalah yang terjadi dan memiliki keinginan untuk

memperbaikinya. Beberapa bukti menunjukkan bahwa ketidakmatangan dari pasien menjadi

kontradiksi bagi dokter gigi untuk melakukan perawatan.

c) Orang tua yang kooperatif

Seorang anak yang telah memutuskan untuk menerima perawatan harus mendapatkan

dukungan dan dorongan penuh dari orang tua. Hal ini akan membantu dalam periode perawatan.

d) Pertimbangan waktu

Seorang dokter gigi harus melihat dengan cermat secara menyeluruh berkenalan dengan

pasiennya selama beberapa bulan atau lebih dan mencatat kebiasaan umum dari pasien tersebut

serta kebiasaan spesifiknya untuk mengatasi dan menghentikan kebiasaan mereka.

e) Penafsiran dari kerusakan yang terjadi

Seorang dokter gigi harus dapat menafsirkan seberapa luas kerusakan yang terjadi. Hal

tersebut berkaitan dengan kompleksitas yang berhubungan dengan kerusakan akibat kebiasaan

buruk. Penafsiran yang benar akan terdengar sebagai suatu prosedur yang menjadi petunjuk pasien

bagi dokter gigi sebagai penunjuk dan keperluan evaluasi. Jika kerusakan yang terjadi tidak berarti,
dokter gigi harus memberikan penalaran yang serius untuk membatalkan terapi. Namun, jika

kerusakan terlihat jelas tetapi ditemukan ketiadaan faktor kontribusi lainnya, dokter gigi harus

dengan serius mempertimbangkan pemberian terapi.

Berikut beberapa piranti orthodontik yang dapat digunakan untuk menghentikan kebiasaan

buruk pada anak-anak, antara lain:

1. Thumb/Finger Habit Appliance

Salah satu solusi untuk menghilangkan kebiasaan mengisap ibu jari adalah alat yang

disebut "fixed palatal crib". Alat ini diletakkan oleh seorang dokter gigi pada gigi atas anak dan

ditempatkan di belakang gigi atas dan palatum. Alat ini terdiri dari setengah lingkaran kawat

stainless steel yang tersambung dengan steel band dan disemen pada gigi molar. Alat ini membantu

untuk menghentikan kebiasaan mengisap ibu jari pada bulan pertama penggunaan.(30)

Gambar 9. Thumb/Finger Habit Appliance


Sumber : http://www.stratfordorthodontics.ca/Treatment/OrthodonticAppliances.aspx. Accessed on 30th Jan 2011

2. Lip Bumper

Lip bumper adalah busur lepasan yang disisipkan ke dalam tube tambahan yang

dikombinasi dengan kawat orthodonsia berupa klamer adams untuk retensi pada gigi-gigi molar

pertama bawah. Bagian labial anterior dari busur tersebut mempunyai bumper akrilik yang

bertumpu tepat di depan gigi-gigi incisivus rahang bawah. Pengurangan jarak gigit dapat dilakukan
dengan pemasangan piranti orthodonsi lain berupa busur labial di rahang atas. Lip bumper tidak

disolder ke band molar dan dapat dilepas. Lip bumper merupakan suatu pilihan yang tepat.

Pemakaian lip bumper dapat menimbulkan rasa tidak nyaman pada pemakainya dan bukan hal

mudah bagi anak-anak untuk menghilangkan kebiasaan buruk tersebut. Maka dari itu, sekali lagi

dikatakan, diperlukan motivasi yang kuat pada penderita dan orang tuanya.(31,5)

Fungsi dari lip bumper(17,32) :

a) Menghilangkan kebiasaan buruk, seperti:

 Mengisap atau menggigit bibir bawah

 Mengisap ibu jari

b) Untuk melebarkan lengkung gigi baik pada rahang atas ataupun pada rahang bawah,

menambah panjang dan lebar lengkung rahang untuk mendapatkan ruang bagi gigi-gigi

permanen yang erupsi dan mengatasi gigi-gigi yang berjejal.

c) Menghindarkan tekanan otot bibir dan mengurangi hipertonicity otot mentalis.

d) Mengurangi overjet.

e) Mempertahankan molar agar tidak bergeser ke mesial.

Gambar 10. Lip bumper


Sumber : http://www.drbarrowes.com/parts.asp. Accessed on 29th Jan 2011
3. Oral screen

Oral screen merupakan salah satu alat efektif yang paling mudah digunakan untuk

mengoreksi protrusi gigi anterior rahang atas. Alat ini diistilahkan sebagai physiologic appliance

karena alat ini tidak menyebabkan pergerakan gigi dengan bantuan kawat, tetapi menghasilkan

gaya yang menahan gigi anterior rahang atas dengan cara menekan perioral musculature.

Oral screen digunakan pada kasus maloklusi untuk mengoreksi protrusif rahang atas dan

openbite. Ada beberapa metode dan bahan yang digunakan untuk membuat oral screen (karet,

akrilik, flexiglass, dan plastik tidak tahan panas). Penggunaan oral screen sebagaimana mestinya

setiap malam dan pada waktu tidur. Fungsi dari oral screen adalah :

a) Menghilangkan kebiasaan buruk, seperti :

 Menggigit bibir. Membuat kompetensi bibir yang lebih baik dan mengurangi

kecenderungan menggigit bibir (slack-lipped) yang sering terlihat pada kasus openbite

anterior.

 Menjulurkan lidah. Mengendalikan kecenderungan lidah untuk mengisap ke daerah

openbite dan kemudian meningkatkan keseluruhan pola mengunyah. Oral screen juga

mendorong lidah untuk mengisap ke arah lateral yang lebih efektif dalam

menyeimbangkan gerakan otot-otot pipi.

 Menghalangi bernafas melalui mulut. Pola pergerakan udara yang lebih normal melewati

hidung akan terbentuk, dan kekeringan rongga mulut serta odem pada gingival yang

terlihat pada pasien mouth breathing akan berkurang.

b) Membatasi seminimal mungkin pergerakan otot mentalis pada bibir bawah. Ini juga

membantu untuk menormalkan pola mengunyah.


c) Sebagai alat pengingat bagi anak untuk latihan mengurangi kebiasaan buruknya yang

diinstruksikan oleh dokter gigi.(33)

4. Tongue Thrusting Appliance

Salah satu piranti orthodontik untuk menghilangkan kebiasaan mengisap jempol dan

menjulurkan lidah adalah menggunakan tongue crib yang dinilai efektif untuk kasus gigitan

terbuka anterior tipe dental pada gigi bercampur. Cara yang dilakukan untuk memperbaiki

kebiasaan menyodorkan lidah dengan memberikan pasien tongue thrusting appliance. Fungsi dari

tongue thrusting appliance menghilangkan kebiasaan buruk, seperti : mengisap ibu jari dan

menjulurkan lidah.(20,30)

Gambar 11. Tongue Thrusting Appliance


Sumber : http://www.stratfordorthodontics.ca/Treatment/OrthodonticAppliances.aspx. Accessed on 30th Jan 2011

5. Pre-Orthodontic Trainer

Pre-orthodontic Trainer merupakan alat miofungsional yang dirancang oleh Dr.Chris

Farrell. Alat tersebut merupakan alat yang siap pakai, tidak perlu dicetak maupun dibentuk

sehingga tidak perlu dikerjakan di laboratorium. Alat ini berbentuk seperti parabolik menyerupai
lengkung rahang atas dan rahang bawah yang alami, yaitu sempit di bagian anterior dan lebar di

bagian posterior. Tersedia dalam satu ukuran yang universal sehingga sesuai untuk semua rahang

anak-anak yang besar maupun yang kecil.

Fungsi dari Pre-orthodontic Trainer :

a) Memperbaiki keadaan profil wajah yang konveks dan gigi geligi dengan cara memberikan

latihan otot-otot sekitar mulut.

b) Mengurangi kebiasaan buruk, seperti:

 Bernafas melalui mulut (mouth breathing)

 Menyodorkan lidah (tongue thrust)

 Mengisap ibu jari (thumb sucking)

 Bruxism

c) Membantu penentuan posisi rahang agar gigi tetap berada pada lengkung rahangnya sehingga

mempermudah perawatan orthodontik di masa yang akan datang dan mengurangi

kemungkinan pencabutan gigi yang tidak diperlukan.(8)

Gambar 12. Pre-Orthodontic Trainer


Sumber : http://www.orthodonticproductsonline.com/issues/articles/2007-07_09.asp.
Accessed on 14th Feb 2011

Anda mungkin juga menyukai