Anda di halaman 1dari 6

KOMUNIKASI KESEHATAN

Menurut Notoatmodjo (2007), komunikasi kesehatan adalah usaha yang sistematis


untuk memengaruhi secara positif perilaku kesehatan masyarakat, dengan menggunakan
berbagai prinsip dan metode komunikasi, baik menggunakan komunikasi interpersonal,
maupun komunikasi massa. Komunikasi kesehatan meliputi informasi tentang pencegahan
penyakit, promosi kesehatan, kebijakan pemeliharaan kesehatan, kebijaksanaan pemeliharaan
kesehatan, regulasi bisnis dalam bidang kesehatan, yang sejauh mungkin mengubah dan
membarui kualitas individu dalam suatu komunitas atau masyarakat dengan
mempertimbangkan aspek ilmu pengetahuan dan etika (Health Communication Partnership’s
M/MC Health Communication Materiels Database, 2004).
Komunikasi kesehatan merupakan bagian dari human communication yang lazim
terjadi antar tenaga kesehatan, klien, atau keluarga klien. Makna dan area komunikasi lebih
difokuskan pada masalah kesehatan sehingga efek dari komunikasi ini diharapkan adanya
pengaruh positif tentang kesehatan. Sebagai contoh aplikasi dari komunikasi kesehatan ini
adalah komunikasi antara perawat dengan klien atau keluarga klien tentang masalah
kesehatan klien, prosedur rawat inap, tata tertib atau ketentuan yang ada dalam ruang rawat
inap, prosedur tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan, penyuluhan kesehatan, dan
sebagainya. Proses komunikasi kesehatan berhubungan dengan transaksi antara tim tenaga
kesehatan dengan klien atau keluarga klien, baik secara verbal maupun nonverbal. Proses
transaksi secara verbal merupakan proses komunikasi yang lazim terjadi antara tenaga
kesehatan terutama perawat.
Perawat selain tenaga kesehatan yang paling sering dan lama berinteraksi dengan
klien, sebagai tenaga kesehatan perawat juga mempunyai tanggung jawab dalam memelihara
dan meningkatkan status kesehatan klien melalui perubahan perilaku yang salah satu caranya
dapat dilakukan melalui penyuluhan kesehatan, baik secara formal maupun nonformal. Proses
transaksi verbal akan lebih bermakna dan meyakinkan apabila proses tersebut dilakukan
dengan dukungan komunikasi nonverbal dalam proses berhubungan.
TINGKATAN KOMUNIKASI

1. Komunikasi Intrapersonal
adalah proses berfikir pada diri sendiri, keyakinan, perasaan dan berbicara pada diri
sendiri tentang kesehatan diri sendiri. Komunikasi ini sangat penting terutama pada
tenaga kesehatan sebagai role model dalam perilaku hidup sehat
2. Komunikasi Interpersonal
adalah proses komunikasi langsung antara professional-profesional dan professional
klien. Komunikasi ini biasanya dalam bentuk dialog, meskipun kondisi tertentu juga
terjadi secara monolog.
3. Komunikasi Kelompok
Komunikasi yang terjadi dengan melibatkan lebih dari tiga orang. Komunikasi ini
biasanya dalam bentuk diskusi dan saling mengenal. Komunikasi ini juga dapat terjadi
dengan sifat anggota kelompok yang relative homogen, misalnya komunikasi dengan
kelompok remaja, usia lanjut, pengajian ibu-ibu, dan sebagainya.
4. Komunikasi Public
adalah proses komunikasi yang dilakukan dihadapan orang banyak, baik secara aktif
maupun pasif
5. Komunikasi Organisasi
Komunikasi yang terjadi didalam organisasi maupun antar-organisasi yang dapat
bersifat formal maupun non-formal. Komunikasi ini melibatkan komunikasi
intrapribadi, interpribadi, kelompok, kadang-kadang melibatkan komunikasi publik
6. Komunikasi Massa
Komunikasi yang melibatkan jumlah komunikan yang banyak, tersebar dalam area
geografis yang luas, heterogen, namun punya perhatian dan minat terhadap isu yang
sama.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi dalam Pelayanan Keperawatan

Setiap orang mempunyai sifat yang unik dan masing-masing dapat membuat
penafsiran dari pesan komunikasi yang dilakukan. Perbedaan penafsiran yang
disebabkan beberapa hal dapat mengganggu jalannya komunikasi yang efektif.
Seseorang klien yang menunjukkan muka masam dapat mempunyai beberapa arti:
1)tidak bahagia, 2) Marah, 3) nyeri atau makna yang lain. Menurut Perry &
Potter(1987), persepsi seseorang, nilai, emosi, latar belakang budaya dan tingkat
pengetahuan seseorang dapat mempengaruhi jalannya pengiriman dan penerimaan
pesan (komunikasi) dalam pelayanan keperawatan.
1. Persepsi
Persepsi adalah cara seseorang mencerap tentang sesuatu yang terjadi
di sekelilingnya. Mekanisme pencerapan ini umumnya sangat terkait dengan
fungsi pancaindra manusia. Proses pencerapan rangsangan yang diorganisasikan
dan di interpretasikan dalam otak kemudian menjadikan persepsi. Persepsi
seseorang juga dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu. Persepsi juga merupakan
kerangka tujuan yang di harapkan dan hasil setelah mengobservasi lingkungan.
Sebagai contoh, seorang mahasiswa praktik akan berpresepsi bahwa seorang
dosen adalah ancaman baginya tatkala dia melihat dosen datang ke RS sedangkan
dia tidak membawa tugas yang telah ditentukan. Begitu pula sebaliknya seorang
mahasiswa akan beranggapan bahwa dosen yang datang ke RS merupakan
peluang untuk menanyakan hal-hal yang belum diketahui. Dari contoh di atas,
komunikasi mahasiswa yang menganggap bahwa dosen merupakan ancaman tidak
akan terjadi proses komunikasi yang aktif, namun bagi mahasiswa yang
menganggap hadirnya dosen sebagai peluang, maka akan tercipta komunikasi
yang aktif, efektif dan nyaman. Persepsi akan sangat mempengaruhi jalannya
komunikasi karena proses komunikasi harus ada persepsi dan pengertian yang
sama tentang pesan yang disampaikan dan diterima oleh kedua belah pihak.
2. Nilai
Nilai adalah keyakinan yang dianut seseorang. Jalan hidup seseorang dipengaruhi
oleh keyakinan, pikiran dan tingkah lakunya. Nilai seseorang berbeda satu sama
lainnya. Nilai-nilai seseorang sangat dekat dengan masalah etika. Komunikasi
yang terjadi antara perawat dengan klien juga dipengaruhi oleh nilai-nilai dari
kedua belah pihak. Nilai-nilai yang dianut perawat dalam konteks komunikasi
kesehatan tentunya beda dengan nilai-nilai yang dimiliki klien. Komunikasi yang
terjadi antara perawat dan perawat atau kolega lainnya mungkin terfokus pada
bahasan tentang upaya peningkatan dalam memberikan pertolongan masalah
kesehatan. Sedangkan komunikasi dengan klien hendaknya lebih mengarah pada
memberikan support dan advis-advis dalam rangka mengatasi masalah klien.
Dengan demikian perawat perlu memegang nilai-nilai professional dalam
berkomunikasi, perawat atau petugas kesahatan yang lain tidak harus marah-,arah
ketika ada klien yang tidak kooperatif terhadap rencana tindakan yang akan
dilakukan, namun harus lebih menggali semangat klien untuk cepat sembuh
melalui pendekatan nilai-nilai yang dianut oleh klien.
3. Emosi
Emosi adalah subyektif seseorang dalam merasakan situasi yang terjadi di
sekelilingnya. Kekuatan emosi seorang dipengaruhi oleh bagaimana kemampuan
atau kesanggupan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain. Untuk
membantu klien, seorang perawat harus menghadirkan perasanya, dia merasakan
apa yang dirasakan oleh kliennya. Seorang perawat yang sedang mempunyai
konflik dalam keluarganya pada saat dinas memberikan pelayanan kepada
kliennya tidak boleh menghadirkan suasana hatinya kepada klien. Perawat harus
dapat membedakan suasana emosi personal dengan suasana emosi professional.
Emosi konflik dalam keluarga adalah emosi personal sedangkan menghadapi
klien, mengkaji dan menjawab masalah klien adalah emosi professional.
Komunikasi akan berjalan lancar dan efektif apabila tenaga kesehatan termasuk
perawat dapat mengelola emosinya. Kemampuan professional seseorang dapat
diketahui dari emosinya dan menjadi ukuran awal seseorang dalam merasakan,
bersikap dan menjalankan hubungan dengan klien.
4. Latar Belakang Sosial Budaya
Latar belakang sosial budaya mempengaruhi jalannya komunikasi. Orang arab
akan meratap sedih dan menangis apabila ada anggota keluarganya meninggal
dunia, hal ini beda dengan orang amerika golongan menengah yang sering
menahan tangis secara terbuka bila kehilangan orang yang dicintai. Sedihnya di
pendam untuk memperlihatkan ketegarannya kepada anggota keluarga yang lain.
Factor ini memang sedikit pengaruhnya namun paling tidak dapat dijadikan
pegangan bagi perawat dalam bertutur kata, bersikap, dan melangkah dalam
berkomunikasi dengan klien.
5. Pengetahuan
Komunikasi sulit berlangsung bila terjadi perbedaan tingkat pengetahuan dari
pelaku komunikasi. Seorang perawat akan mudah menyampaikan atau
menjelaskan tentang penyebab meningginya kadar gula darah kepada pasien DM
yang mempunyai pengetahuan tentang penyakitnya dibanding harus menjelaskan
kepada orang awam tentang kesehatan atau penyakit yang dideritanya. Pada
komunikasi yang pertama akan tercipta umpan balik (feedback) sehingga terjadi
komunikasi yang aktif, namun pada contoh yang kedua, sifat komunikasinya
cenderung satu arah karena kemungkinan kecil terjadi umpan balik. Pengetahuan
merupakan produk atau hasil dari perkembangan pendidikan. Perawat diharapkan
dapat berkomunikasi dengan berbagai tingkat pengetahuan yang dimiliki klien.
Dengan demikian perawat dituntut mempunyai pengetahuan yang cukup tentang
pertumbuhan dan perkembangan klien karena hal tersebut sangat terkait dengan
pengetahuan yang dimiliki oleh klien.
6. Peran dan Hubungan
Peran seseorang mempengaruhi dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
Seorang perawat yang berperan sebagai tenaga kesehatan akan merasa nyaman
dan terbuka apabila berkomunikasi dengan sesama perawat atau tenaga kesehatan
lainnya. Komunikasi akan berlangsung terbuka, rileks dan nyaman bila dilakukan
dengan kelompok yang mempunyai peran yang sama. Seorang mahasiswa yang
bicara dengan temannya disbanding berbicara dengan instruktur atau dosennya
akan mempunyai gaya pembicaraan yang berbeda, baik dari segi kata-kata yang
digunakan, ekspresi wajah, intonasi suara maupun gerak-gerik tubuh yang
digunakan akan sangan tergantung kepada siapa dia bicara. Dalam berkomunikasi
akan sangat baik bila mengenal dengan siapa ia berkomunikasi. Berkomunikasi
dengan orang yang sudah kita dikenal, akan merasa bebas dalam mengeluarkan
ide atau gagasan yang ingin disampaikan. Kita akan merasa nyaman dalam
menyampaikan ide/gagasan kepada individu yang mempunyai perkembangan
positive dan mempunyai hubungan yang saling menyenangkan atau memuaskan.
Kemajuan hubungan perawat – klien adalah bila hubungan tersebut saling
menguntungkan dalam menjalin ide dan perasanya. Komunikasi efektif bila
partisipan (perawat-klien) mempunyai efek/dampak yang positif dalam menjalin
hubungan sesuai dengan perannya masing-masing.
7. Kondisi Lingkungan
Banyak orang bersedia melayani komunikasi dalam lingkungan yang nyaman.
Ruangan yang ramah, bebas dari gangguan dan kericuhan adalah tempat yang baik
untuk komunikasi. Lingkungan yang kacau akan dapat merusak pesan yang
dikirim oleh kedua belah pihak.Seorang perawat mempunyai wewenang untuk
mengontrol ketika klien datang agar suasana ruangan tidak ramai. Perawat harus
dengan tenang dan jelas dalam meberikan informasi kepada klien atau
keluarganya, untuk itu diperlukan penataan suasana yang memungkinkan dapat
dilaksanakannya komunikasi yang efektif.Komunikasi berkaitan dengan
lingkungan sosial tempat komunikasi berlangsuung, dan dipengaruhi oleh faktor-
faktor sosial yang merupakan identitas sosial dari mereka yang terlibat dalam
komunikasi antara lain: usia, jenis kelamin, etnik, status sosial, bahasa, kekuasaan,
peraturan sosial, peran sosial
KONFLIK DALAM KOMUNIKASI PELAYANAN KESEHATAN

Konflik adalah suatu kejadian yang tidak dapat di hindari dan pasti akan terjadi
dalam organisasi manusia. Dalam organisasi pelayanan kesehatan, resiko
terjadi konflik sangat tinggi. Hal tersebut disebabkan karena dalam organisasi
layanan kesehatan melibatkan berbagai macam profesi kesehatan, diantaranya
perawat, dokter, fisioterapis, dan tenaga professional kesehatan lainnya.
Mereka dihadapkan pada fungsi independen dan interdependen untuk
melaksanakan tugas yang terkait dengan masalah kelangsungan hidup pasien.
Konflik dapat terjadi akibat adanya kebingungan peran atau kewenangan
yang komplek dalam menjalankan system pelayanan.Mengingat konflik pasti
terjadi dalam pelayanan kesehatan, dengan demikian
tenaga kesehatan dituntut mempunyai dua kemampuan sekaligus, yaitu
kemampuan tehnikal atau ketrampilan sesuai kewenangannya dan kemampuan
hubungan antar manusia. Apabila tenaga kesehatan lemah dalam salah satu
kemampuan tersebut, maka konflik pasti akan terjadi dalam memberikan
pelayanan kesehatan. Muniz (1981) mengungkapkan bahwa fenomena adanya
konflik dalam organisasi pelayanan kesehatan seperti “Gunung Es” yang hanya
tampak permukaanya saja padahal konflik yang sebenarnya sangat luas dan
dalam. Hal ini terjadi karena diantara tenaga kesehatan umumnya ‘menutupi’
kenyatan tentang adanya konflik dalam menjalankan pelayanan kesehatan.
Konflik menghasilkan kebutuhan untuk perubahan dan konflik dapat terjadi
sebagai hasil dari perubahan. Ketika kita dihadapkan pada konflik, kita sering
merasa tidak nyaman sebab hal tersebut dapat menyebabkan ketegangan,
kontroversi, dan stress dalam setiap kejadian konflik. Apalagi kalau kita
memandang bahwa setiap terjadi konflik berarti negatif. Konflik dapat berarti
positif apabila dikelola dengan baik. Untuk mengelola konflik kita dapat merubah
perilaku kita sendiri atau merubah lingkungan disekitar kita, meskipun
perubahan tersebut dapat menimbulkan konflik juga. Jadi, setiap perubahan
umumnya pasti ada konflik.
Dalam pelayanan kesehatan, konflik dapat terjadi karena adanya transaksi antara
individu klien dengan individu tenaga kesehatan, tenaga kesehatan dengan tenaga
kesehatan, tenaga kesehatan dengan keluarga klien, dan
keluarga klien dengan klien. Disinilah perlunya komunikasi yang baik untuk
mengenali dan mengungkapkan masalah adanya konflik. Dengan komunikasi
mereka dapat mengungkapkan ketidaksetujuan dan perbedaan diantara mereka.
Komunikasi merupakan salah satu cara terbaik yang dapat menentukan
keberhasilan penyelesaian konflik.

Anda mungkin juga menyukai