Disusun Oleh :
TAZQIROTUL ULA
NIM: 433131420119017
3. Karakteristik Lansia
Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan usia lanjut
menjadi empat macam meliputi:
Usia pertengahan (middle age) kelompok usia 45 samapai 59 tahun
Usia lanjut (elderly) kelompok usia antara 60 samapai 70 tahun
Usia lanjut usai (old) kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun
Usaia tua (veryold)kelompk usia di atas 90 tahun
Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan lansia namun perubahan-
perubahan akibat dari usai tersebut telah dapat di identifikasi, misalnya perubahan pada aspek
fisik berupa perubahan neurologi dan sensorik, perubahan visual, perubahan pendengaran.
Perubahan- perubahan tersebut dapat menghambat proses penerimaan dan interprestasi terhadap
maksud komunikasi. Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi. Belum lagi perubahan kognetif yang berpengaruh pada tingkat intelegensi,
kemampuan belajar, daya memori dan motivasi klien.
Perubahan emosi yang sering terlihat adalah berupa reaksi penolakan terhadap kondisi yang
terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya:
Tidak percaya terhadap diagnose, gejala, perkembangan serta keterangan yang di berikan
petugas kesehatan
Mengubah keterangan yang di berikan sedemikian rupa, sehinga di terima keliru
Menolak membicarakan perawatanya di rumah sakit
Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum khususnya tindakan yang
mengikut sertakan dirinya
Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur, terutama bila
nasehat tersebut demi kenyamanan klien.
Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi tidak
berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberi
penjelasan lebih dari satu kali perlu di lakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat
di terima dan di persepsikan sama oleh klien ‘bapak/ibu bisa menerima apa yang saya sampaikan
tadi..? bisa minta tolong bapak/ibu untuk menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi…?.
Orang dewasa akan mampu berkomunikasi dengan baik apabila pendapat pribadinya dihormati,
ia lebih senang kalau ia boleh turut berfikir dan mengemukakan pikirannya.
Segala pendapat, perasaan, pikiran, gagasan, sistem nilai yang dan mengesampingkan harga
kendala dalam jalannya dianut perlu dihargai. Meremehkan diri mereka akan dapat menjadi
komunikasi.
Saling mempercayai bahwa apa yang disampaikan itu benar adanya akan dapat membawa hasil
yang diharapkan.
Terbuka untuk mengungkapkan diri dan terbuka untuk mendengarkan orang lain. Hanya dalam
suasana keterbukaan segala alternatif dapat tergali.
Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan prilaku-prilaku di bawah
ini:
a) Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
b) Meremehkan orang lain
c) Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
d) Menonjolkan diri sendiri
e) Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam perkataan maupun tindakan.
Non asertif
Tanda tanda dari non asertif ini antara lain :
a) Menarik diri bila di ajak berbicara
b) Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
c) Merasa tidak berdaya
d) Tidak berani mengungkap keyakinaan
e) Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
f) Tampil diam (pasif)
g) Mengikuti kehendak orang lain
h) Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain.
Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupkan hal yang wajar seiring dengan
menurunya fisik dan pskis klien namun sebagai tenaga kesehatan yang professional perawat di
tuntut mampu mengatasi hambatan tersebut untuk itu perlu adanya teknik atau tips-tips tertentu
yang perlu di perhatikan agar komunikasi berjalan gengan efektif antara lain
a) Selalu mulai komunikasi dengan mengecek pendengaran klien
b) Keraskan suara anda jika perlu
c) Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia agar dia dapat melihat mulut
anda.
d) Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik. Kurangi
gangguan visual dan auditory. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.
e) Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya. Jangan
menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak kooperatif.
f) Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan orang yang tidak
mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai partner yang tugasnya
memfasilitasi klien untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
g) Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya gunakan kalimat pendek dengan
bahasa yang sederhana.
h) Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.
i) Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan anda, misalnya ketika melaporkan
hasil tes yang di inginkan, pesan yang menyatakan bahwa berita tersebut adalah bagus
seharusnya di buktikan dengan ekspresi, postur dan nada suara anda yang
menggembirakan (misalnya denagn senyum, ceria atau tertawa secukupnya).
j) Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut.Berilah klien waktu
yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan anda.
k) Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya secara langsung, tahan keinginan
anda menyelesaikan kalimat.
l) Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkanya.
m) Arahkan ke suatu topic pada suatu saat.
n) Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat ruangan bersama anda. Orang ini
biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat membantu proses
komunikasi.
Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien lansia dengan
reaksi penolakan, antara lain :
1) Kenali segera reaksi penolakan klien
Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Hal ini merupakan
mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak membahayakan klien, orang lain serta lingkunganya.
Menurut WHO, batasan umur seseorang yang tergolong lanjut usia (lansia) adalah sebagai
berikut :
Prinsip komunikasi untuk lansia (Ebersole dan Hess dalam Brunner dan Siddarth, 1996) adalah :
3. Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan baik (periksa baterai).
5. Jangan berbicara dengan keras atau berteriak, bicara langsung dengan telinga yang dapat
mendengar dengan lebih baik. Berdiri di depan klien.
8. Mendorong keikutsertaan dalam aktivitas sosial seperti perkumpulan orang tua, kegiatan
rohani.
9. Membuat rujukan pada terapi wicara dan kegiatan sosial sesuai kebutuhan.
11. Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengajarkan suatu tugas atau keahlian.
Komunikasi verbal dan non verbal yang digunakan untuk berkomunikasi dengan lansia antara
lain :
1. Saling mengenalkan nama dan jabat tangan, panggil klien dengan sapaan hormat dan nama
panggilan lengkap.
2.Gunakan sentuhan untuk memperkuat pesan verbal dan komunikasikan non verbal.
4.Dimulailah dengan pertanyaan yang sederhana dan gunakan bahasa yang sering digunakan
oleh klien secara singkat dan terstruktur.
6. Klarifikasi pesan secara periodik, validasikan apakah klien sudah mengerti dengan maksud
perawat.
7. Pertahankan kontak mata, tingkatkan perhatian, dan mendorong untuk memberi informasi
yang jelas.
9. Mintalah izin sebelum menanyakan status mental, memori dan kemampuan yang lain.
e. Gunakan pembicaraan yang keras, jelas, pelan, dan diarahkan langsung pada klien.
h. Jika klien belum memahami, ulangi dengan menggunakan kata – kata yeng berbeda.
i. Membatasi kegaduhan lingkungan.
Hampir sama dengan klien yang mengalami gangguan pendengaran, tetapi ditambah dengan
beberapa teknik, yaitu :
d.Gunakan berbagai macam metode untuk menyampaikan pesan, contoh : body language.
e.Katakan pada klien apa yang dapat mebantunya seperti lampu, membacakan.
f. Biarkan klien memegang tangan saudara sebagai petunjuk dan jelaskan apa yang sedang
saudara kerjakan.
Afasia merupakan gangguan fungsi bahasa yang disebabkan cidera atau penyakit pusat otak. Ini
termasuk gangguan kemampuan membaca dan menulis dengan baik, demikian juga bercakap –
cakap, mendengar, berhitung, menyimpulkan dan pemahaman terhadap sikap tubuh. Dimana
penyebab afasia pertama adalah stroke, cedera kepala, dan tumor otak (Brunner dan Siddart,
2001).
c. Harus jujur, temasuk ketika kita belum memahami pertanyaannya, sikap tubuh, gambar,
dan objek atau media lain yang dapat membantu untuk menjawab keinginannya.
e. Dorong lansia untuk menulis dan mengekspresikannya dan berikan kesempatan untuk
membaca dengan keras.
Penyakit Alzheimer (AD) kadang disebut sebagai demensia degeneratif primer atau demensia
senil jenis Alzheimer (SDAT) merupakan penyakit neurologis degeneratif, progresif, ireversibel,
yang muncul tiba – tiba dan ditandai dengan penurunan bertahap fungsi kognitif dan gangguan
perilaku dan efek (Brunner dan Siddart, 2001).
Keadaan yang terjadi pada pasien yang menderita Alzheimer diantaranya terjadi keadaan mudah
lupa dan kehilangan ingatan bahkan klien dapat kehilangan kemampuannya mengenal wajah,
tempat, dan objek yang sudah dikenalnya serta kehilangan suasana kekeluargaannya. Perubahan
kepribadian biasanya negatif. Pasien dapat menjadi depresif, curiga, paranoid, kasar, dan bahkan
kejam. Kemampuan berbicara buruk sampai pembentukan suku kata yang tidak masuk akal.
Perawatan diri memerlukan bantuan, termasuk makan dan toileting.
c. Bertatap muka.
d. Libatkan keluaraga.
Saat perawat berkomunikasi dengan lansia tidak sedikit hambatan yang terjadi saat melakukan
komunikasi. Apanila hal ini dibiarkan terus akan menghambat kemajuan komunikasi. Hambatan
tersebut antara lain :
1. Internal Distraksi
Gangguan yang terjadi pada lansia saat melakukan omunikasi misalnya lansia mengantuk,
menguap atau mengatakan lapar saat melakukan kmunikasi dengan perawat.
2. Sensory Overload.
3. Gangguan neurologi.
4. Defisit pengetahuan.
5. Hambatan Verbal.
7. Perbedaan budaya.
Badrussalih. 2008. Senam Bugar Lansia Propinsi DIY (SBL-2000). Yogyakarta: Citra Media
Pustaka.
Damayanti, M. 2010. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan. Bandung: PT. Refika
Aditama.
Darmojo, B. 2003. Buku Ajar Geriatri. Ilmu Kesehatan Lanjut Usia Edisi 3. Jakarta: Bala
Penerbit FKUI.
Departemen Kesehatan R.I. 2005. Petunjuk Pengukuran Kebugaran Jasman. Jakarta: Depkes RI.
Friedman, M. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset, Teori dan Praktik.
Jakarta: EGC. Gruccione. 2000. Muscle and Its Desease. An Outline Primer of Basic Science