Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

(KISTA OVARIUM)

SRI AYU ANDRIANI


NIM. 4399814901210071

PRODI STUDI PROFESI NERS REGULER


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Horizon Karawang

Jalan Pangkal Perjuangan KM 1 (By Pass), Kabupaten Karawang, Jawa Barat


413116, Indonesia
LAPORAN PENDAHULUAN
(KISTA OVARIUM)

A. KONSEP DASAR
1. Adaptasi Fisiologi & Psikologi

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yan
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Kegiatan untuk meningkatkan kesehatan
(promotif), mencegah penyakit (preventif), terapi (kuratif) maupun pemulihan
kesehatan (rehabilitatif) adalah upaya kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2011).
Kista ovarium merupakan salah satu bentuk penyakit repoduksi yang banyak
menyerang wanita. Kista atau tumor merupakan bentuk gangguan yang bisa
dikatakan adanya pertumbuhan sel-sel otot polos pada ovarium yang jinak.
Walaupun demikian tidak menutup kemungkinan untuk menjadi tumor ganas atau
kanker. Perjalanan penyakit ini sering disebut sillent killer atau secara diam diam
menyebabkan banyak wanita yang tidak menyadari bahwa dirinya sudah terserang
kista ovarium dan hanya mengetahui pada saat kista sudah dapat teraba. Kista
ovarium menimbulkan beragam manifestasi klinis pada pasien. Manifestasi klinis
yang terjadi dapat berupa ketidak nyamanan pada abdomen, sulit buang air kecil,
nyeri panggul, nyeri saat senggama serta gangguan menstruasi. Adanya gangguan
menstruasi ini menyebabkan masyarakat berpendapat bahwa wanita yang
mengalami kista ovarium akan mengalami kemandulan (infertilitas). Hal ini dapat
menimbulkan kecemasan pada pasiennya (Sungkar, 2015). Penanganan infertil
pada perempuan salah satunya dengan menggunakan obat penyubur (fertility
drugs) sementara obat-obat penyubur telah diidentifikasi menjadi faktor risiko
terjadinya neoplasma ovarium (Denschlag, 2010). Neoplasma ovarium termasuk
dalam kelompok tumor epithelial, kebanyakan bersifat jinak dan hanya sebagian
kecil yang bersifat ganas, neoplasma ovarium ganas lebih mematikan
dibandingkan dengan jenis kanker ginekologi lainnya (Sallinen etal, 2014).
Neoplasma ovarium selain mempengaruhi kesuburan seorang perempuan, juga
dapat menyebabkan terjadinya gangguan menstruasi, tumbuh bulu-bulu halus
pada wajah (hirsutism), kulit menipis, terdapat echymosis, centraladiposity,
buffalo hump, penumpukan lemak pada supraclavicula dan hipertensi berat. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan oophorectomy atau
pengangkatan ovarium (Sallinen et-al, 2014, Yuan et-al, 2014). Pengangkatan
ovarium yang dilakukan dapat berpengaruh terhadap pembentukan hormon
estrogen dan progesteron dan bila pengangkatan dilakukan sebelum pubertas
maka organ-organ yang pematangannya dipengaruhi oleh estrogen dan
progesterone akan mengalami gangguan. Estrogen juga berfungsi menjaga
kekuatan tulang, berkurangnya estrogen akan menyebabkan penarikan kalsium
dari tulang yang berakibat pada osteoporosis (Ricci, 2009). Kista yang sudah dian
ditempat yang sama dan menyebar ketempat lainnya. Seseorangyang mengalami
hirsutism, gangguan menstruasi, hipertensi, peningkatan cortisol dan androgen
merupakan tanda awal
terjadinya kekambuhan (recurrence) setelah dilakukan pengangkatan kista (Yuaal,
2014). Permasalahan yang terjadi pada fisik seseorang akan berpengaruh pada
kondisi psikologi, demikian keluhan yang dirasakanoleh penderita neoplasma
meliputi gejala fisik seperti nyeri dan pembesaran massa tumor.

2. Pengertian
Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun besar, kistik
maupun solid, jinak maupun ganas (Wiknjosastro, 2007: 346).
Kista ovarium (atau kista indung telur) berarti kantung berisi
cairan,normalnya berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium).
Kistaindung telur dapat terbentuk kapan saja, pada masa pubertas
sampaimenopause, juga selama masa kehamilan (Bilotta. K, 2012).
Kista indung telur adalah rongga berbentuk kantong berisi cairan di dalam
jaringan ovarium. Kista ini disebut juga kista fungsional karena terbentuk setelah
telur dilepaskan sewaktu ovulasi (Yatim, 2005: 17).
3. Etiologi
Kista ovarium disebabkan oleh gangguan (pembentukan) hormon pada
hipotalamus, hipofisis dan ovarium (ketidakseimbangan hormon). Kista folikuler
dapat timbul akibat hipersekresi dari FSH dan LH yang gagal mengalami involusi
atau mereabsorbsi cairan. Kista granulosa lutein yang terjadi didalam korpus
luteum indung telur yang fungsional dan dapat membesar bukan karena tumor,
disebabkan oleh penimbunan darah yang berlebihan saat fase pendarahan dari
siklus menstruasi. Kista theka-lutein biasanya bersifay bilateral dan berisi cairan
bening, berwarna seperti jerami. Penyebab lain adalah adanya pertumbuhan sel
yang tidak terkendali di ovarium, misalnya pertumbuah abnormal dari folikel
ovarium, korpus luteum, sel telur.
4. Tanda & Gejala
kebanyakan wanita yang memiliki kista ovarium tidak memiliki gejala
sampai periode tertentu. Namun beberapa orang dapat mengalami gejala ini :
1. Nyeri saat menstruasi.
2. Nyeri di perut bagian bawah.
3. Nyeri saat berhubungan seksual.
4. Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki.
5. Terkadang disertai nyeri saat berkemih atau BAB.
6. Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar banyak.
5. Patofisilogi
Fungsi ovarium yang abnormal dapat menyebabkan penimbunan folikel
yang terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium. Folikel tersebut gagal
mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak
sempurna didalam ovarium karena itu terbentuk kista di dalam ovarium. Setiap
hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut
Folikel de Graff. Pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih
dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang ruptur akan menjadi
korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan
kista ditengah- tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum
akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi
fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual
akan mengecil selama kehamilan. Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi
normal disebut kista fungsional dan selalu jinak (Nugroho, 2010).

6. Pathway Keperawatan

Etiologi :
 Ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron
 Pertumbuhan folikel tidak seimbang
 Degenerasi ovarium
 Infeksi ovarium

Gangguan reproduksi

Tanda dan gejala : Diagnosa : Komplikasi :


 Tanpa gejala  Anamnesa  Pembenjolan perut
 Nyeri saat menstruasi  Pemeriksaan fisik  Pola haid berubah
 Nyeri di perut bagian bawah  Pemeriksaan  Perdarahan
 Nyeri saat berhubungan penunjang  Torsio (putaran tangkai)
seksual  Infeksi
 Nyeri saat berkemih atau BAB  Dinding kista robek
 Siklus menstruasi tidak teratur Kista ovarium  Perubahan keganasan

Kista fungsional Kista non fungsional

Konservatif :
 Observasi 1-2 bulan
Laparatomi Laparoskopi

Keluhan tetap :
 Aktivitas hormon Ovarian Salpingo-
 Discomfort cystectomy oophorectomy

Perawatan post operasi : Penyulit post operasi :


 Obat analgetik  Nyeri
 Mobilisasi  Perdarahan
 Personal hygiene  Infeksi
7. Pemeriksaan penunjang dan hasilnya
Tidak jarang tentang penegakkan diagnosis tidak dapat diperolehkepastian
sebelum dilakukan operasi, akan tetapi pemeriksaan yang cermat dan analisis yang
tajam dari gejala-gejala yang ditemukan dapat membantudalam pembuatan
differensial diagnosis. Beberapa cara yang dapatdigunakan untuk membantu
menegakkan diagnosis adalah (Bilotta, 2012 :1)
1. Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuahtumor berasal
dari ovarium atau tidak, serta untuk menentukan sifat-sifat tumor itu.
2. Ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor,apakah tumor
berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing,apakah tumor kistik atau
solid, dan dapat pula dibedakan antara cairandalam rongga perut yang bebas
dan yang tidak.

3. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.Selanjutnya,
pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanyagigi dalam tumor.
4. Parasintesis
Pungsi ascites berguna untuk menentukan sebab ascites. Perludiperhatikan
bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei dengan isi kista
bila dinding kista tertusuk.
8. Penatalaksanaan
1. Observasi

Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor (dipantau)


selama 1 -2 bulan, karena kista fungsional akan menghilang dengan
sendirinya setelah satu atau dua siklus haid. Tindakan ini diambil jika tidak
curiga ganas (kanker) (Nugroho, 2010: 105).
2. Terapi bedah atau operasi
Bila tumor ovarium disertai gejala akut misalnya torsi, maka tindakan
operasi harus dilakukan pada waktu itu juga, bila tidak ada 22 gejala akut,
tindakan operasi harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan seksama.
Kista berukuran besar dan menetap setelah berbulan-bulan biasanya
memerlukan operasi pengangkatan. Selain itu, wanita menopause yang
memiliki kista ovarium juga disarankan operasi pengangkatan untuk
meminimalisir resiko terjadinya kanker ovarium. Wanita usia 50-70 tahun
memiliki resiko cukup besar terkena kenker jenis ini. Bila hanya kistanya
yang diangkat, maka operasi ini disebut ovarian cystectomy. Bila pembedahan
mengangkat seluruh ovarium termasuk tuba fallopi, maka disebut salpingo
oophorectomy.
Faktor-faktor yang menentukan tipe pembedahan, antara lain
tergantung pada usia pasien, keinginan pasien untuk memiliki anak, kondisi
ovarium dan jenis kista.
Kista ovarium yang menyebabkan posisi batang ovarium terlilit (twisted)
dan menghentikan pasokan darah ke ovarium, memerlukan tindakan darurat
pembedahan (emergency surgery) untuk mengembalikan posisi ovarium
menurut Yatim, (2005: 23)

Prinsip pengobatan kista dengan pembedahan (operasi) menurut Yatim, (2005:


23) yaitu:
a. Apabila kistanya kecil (misalnya, sebesar permen) dan pada pemeriksaan
sonogram tidak terlihat tanda-tanda proses keganasan, biasanya dokter
melakukan operasi dengan laparoskopi. Dengan cara ini, alat laparoskopi
dimasukkan ke dalam rongga panggul 23 dengan melakukan sayatan kecil
pada dinding perut, yaitu sayatan searah dengan garis rambut kemaluan.
Apabila kistanya besar, biasanya pengangkatan kista dilakukan dengan
laparatomi. Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total. Dengan cara
laparotomi, kista bisa diperiksa apakah sudah mengalami proses
keganasan (kanker) atau tidak. Bila sudah dalam proses keganasan, operasi
sekalian mengangkat ovarium dan saluran tuba, jaringan lemak sekitar
serta kelenjar limfe.

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian focus

Pengumpulan Data Dasar Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua


informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
Perawat mengumpulkan data dasar awal yang lengkap. Bila klien mengalami
komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter dalam 30 manajemen
kolaborasi perawat akan melakukan konsultasi. Pengkajian atau pengumpulan
data dasar adalah mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk
mengevaluasi keadaan pasien.
a. Data subyektif
1) Identitas pasien
a) Nama : Dikaji untuk mengenal atau memanggil agar tidak keliru
dengan pasien-pasien lain.
b) Umur : Untuk mengetahui apakah pasien masih dalam masa
reproduksi.
c) Agama : Untuk mengetahui pandangan agama klien mengenai
gangguan reproduksi.
d) Pendidikan : Dikaji untuk mengetahui sejauh mana tingkat
intelektualnya sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai
dengan pendidikannya.
e) Suku/bangsa : Dikaji untuk mengetahui adat istiadat atau kebiasaan
sehari-hari pasien.
f) Pekerjaan : Dikaji untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial
ekonominya.
g) Alamat : Dikaji untuk mempermudah kunjungan rumah bila
diperlukan.

2) Alasan Kunjungan Alasan apa yang mendasari ibu datang.


Tuliskan sesuai uangkapan.
a) Keluhan Utama
Dikaji dengan benar-benar apa yang dirasakan ibu untuk mengetahui
permasalahan utama yang dihadapi ibu mengenai kesehatan reproduksi.
b) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat kesehatan yang lalu
Dikaji untuk mengetahui penyakit yang dulu pernah diderita yang dapat
mempengaruhi dan memperparah penyakit yang saat ini diderita.
(2) Riwayat kesehatan sekarang
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang
diderita pada saat ini yang berhubungan dengan gangguan reproduksi
terutama kista ovarium.
(3) Riwayat kesehatan keluarga
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit
keluarga terhadap gaangguan kesehatan pasien.
c) Riwayat Perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan, berapa kali menikah, syah atau tidak,
umur berapa menikah dan lama pernikahan.
d) Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui tentang menarche umur berapa, siklus, lama menstruasi,
banyak menstruasi, sifat dan warna darah,
disminorhoe atau tidak dan flour albus atau tidak. Dikaji untuk mengetahui ada
tidaknya kelainan system reproduksi sehubungan dengan menstruasi.
e) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Bertujuan untuk mengetahui apabila terdapat penyulit, maka bidan harus
menggali lebih spesifik untuk memastikan bahwa apa yang terjadi pada ibu
adalah normal atau patologis.
f) Riwayat KB
Dikaji untuk mengetahui alat kontrasepsi yang pernah dan saat ini digunakan
ibu yang kemungkinan menjadi penyebab atau berpengaruh pada penyakit yang
diderita saat ini.
g) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
(1) Nutrisi
Dikaji tentang kebiasaan makan, apakah ibu suka memakan makanan yang
masih mentah dan apakah ibu suka minum minuman beralkohol karena
dapat merangsang pertumbuhan tumor dalam tubuh.
(2) Eliminasi
Dikaji untuk mengetahui pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang air
besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau serta kebiasaan air
kecil meliputi frekuensi, warna, jumlah.
(3) Hubungan seksul
Dikaji pengaruh gangguan kesehatan reproduksi tersebut apakah
menimbulkan keluhan pada hubungan seksual atau sebaliknya.
(4) Istirahat
Dikaji untuk mengetahui apakah klien beristirahat yang cukup atau tidak.
(5) Personal hygiene
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga kebersihan tubuh
terutama pada daerah genetalia.
(6) Aktivitas
Dikaji untuk menggambarkan pola aktivitas pasien sehari hari. Pada pola
ini perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap kesehatannya.

b. Data Objektif
Seorang perawat harus mengumpulkan data untuk memastikan bahwa keadaan klien
dalam keadaan stabil. Yang termasuk dalam komponen-komponen pengkajian data
obyektif ini adalah:
1) Pemeriksaan umum
a) Keadaan umum
Dikaji untuk menilai keadaan umum pasien baik atau tidak.
b) Kesadaran
Dikaji untuk menilai kesadaran pasien.
c) Vital sign
Dikaji untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan kondisi yang
dialaminya, meliputi : Tekanan darah, temperatur/ suhu, nadi serta pernafasan
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dari ujung rambut sampai ujung kaki.
a) Kepala : Dikaji untuk mengetahui bentuk kepala, keadaan rambut rontok
atau tidak, kebersihan kulit kepala.
b) Muka : Dikaji untuk mengetahui keadaan muka oedem atau tidak, pucat
atau tidak.
c) Mata : Dikaji untuk mengetahui keadaan mata sklera ikterik atau tidak,
konjungtiva anemis atau tidak.
d) Hidung : Dikaji untuk mengetahui keadaan hidung simetris atau tidak,
bersih atau tidak, ada infeksi atau tidak.
e) Telinga : Dikaji untuk mengetahui apakah ada penumpukan sekret atau
tidak.
f) Mulut : Dikaji untuk mengetahui apakah bibir pecah-pecah atau tidak,
stomatitis atau tidak, gigi berlubang atau tidak.
g) Leher : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar tiroid,
limfe, vena jugularis atau tidak.
h) Ketiak: Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar limfe
atau tidak.
i) Dada : Dikaji untuk mengetahui apakah simetris atau tidak, ada benjolan
atau tidak.
j) Abdomen : Dikaji untuk mengetahui luka bekas operasi dan pembesaran
perut.
k) Ekstermitas atas : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik atau
tidak, ikterik atau tidak, sianosis atau tidak.
l) Ekstermitas bawah : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik atau
tidak, sianosis atau tidak, oedem atau tidak, reflek patella positif atau
tidak.
m) Genitalia : Untuk mengetahui apakah ada kelainan, abses ataupun
pengeluaran yang tidak normal.
n) Anus : Dikaji untuk mengetahui apakah ada hemorrhoid atau tidak.
2) Pemeriksaan khusus
a) Inspeksi
Inspeksi adalah proses pengamatan dilakukan untuk melihat keadaan
muka, payudara, abdomen dan genetalia.
b) Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan indera peraba atau tangan, digunakan
untuk memeriksa payudara dan abdomen.

b. Laboratorium
Tidak jarang tentang penegakkan diagnosis tidak dapat
diperolehkepastian sebelum dilakukan operasi, akan tetapi pemeriksaan yang
cermat dan analisis yang tajam dari gejala-gejala yang ditemukan dapat
membantudalam pembuatan differensial diagnosis. Beberapa cara yang
dapatdigunakan untuk membantu menegakkan diagnosis adalah (Bilotta,
2012:1)
1. Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuahtumor
berasal dari ovarium atau tidak, serta untuk menentukan sifat-sifat tumor
itu.
2. Ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor,apakah
tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing,apakah tumor
kistik atau solid, dan dapat pula dibedakan antara cairandalam rongga perut
yang bebas dan yang tidak.

3. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya
hidrotoraks.Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat
adanyagigi dalam tumor.
4. Parasintesis
Pungsi ascites berguna untuk menentukan sebab ascites.
Perludiperhatikan bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan
kavum peritonei dengan isi kista bila dinding kista tertusuk.
c. Penunjang
Mendukung diagnosa medis, kemungkinan komplikasi, kelainan dan penyakit.
2. Diagnosa keperawatan utama:

Pre Operasi
1. Nyeri akut b.d agen cedera biologi
2. Ansietas b.d diagnosis dan pembedahan
Post Operasi
1. Nyeri akut b.d agen cedera biologi
2. Resiko infeksi b.d prosedur pembedahan
3. Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan fisik

3. Perenacaan keperawatan
Pre Operasi

D Tujuan Intervensi Rasional


x
1. Setelah dilakukan Manajemen Nyeri 1. Membantu
asuhan Observasi menidentifikasi
keperawatan  Identifikasi lokasi, lokasi,karakteristik,dura
selama 2x24 jam karakteristik , si, frekuensi, kualitas,
diharapkan nyeri durasi, frekuensi, intensitas nyeri
akut dapat teratasi kualitas, intensitas 2. Membantu
Dengan kriteria nyeri mengidentifikasi skla
hasil:  Identifikasi skala nyeri
- Mampu nyeri 3. Membantu
mengontrol nyeri  Identifikasi nyeri mengidentifikasi nyeri
(tahu penyebab non verbal non verbal
nyeri, mampu  Monitor efek 4. Agar mengetahui efek
menggunakan ssamping samping pengunaan
tehnik penggunaan analgesic
nonfarmakologi analgesic 5. Agar klien terasa
untuk berkurang rasa nyeri
mengurangi
nyeri, mencari Terapeutik dan lebih nyaman
bantuan)  Berikan teknik non 6. Membantu klien
- Melaporkan farmakologi untuk memfasilitasi
bahwa nyeri mengurangi rasa 7. Agar
berkurang dengan nyeri (mis. TENS, mempertimbangkan
menggunakan hypnosis,akupresur jenis dan sumber nyeri
manajemen nyeri , terapimusik, tersebut
- Mampu biofeedback, terapi 8. Agar mengetahui
mengenali nyeri pijat, aromaterapi, penyebab pemicu nyeri
(skala, intensitas, teknik imajinasi 9. Menjelaskan strategi
frekuensi dan terbimbing, kepada klien agar klien
tanda nyeri) kompres mbisa memahaminya
- Menyatakan rasa hangat/dingin, 10. Denan pemberian
nyaman setelah terapi bermain) analgesic agar nyeri
nyeri berkurang  Fasilitasi istirahat klein berkurang
- Tanda vital dalam tidur 11. Agar lebih tepat dalam
rentang normal  Pertimbangkan pemberian analgesic
jenis dan sumber 12. Meberikan identifikasi
nyeri dalam karakteristik nyeri
pemilihan 13. Memberikan
strategi ,meredaka identifikasi apakah
n nyeri klien ada alergi
terhadap obat
Edukasi 14. Agar mengetahui hasil
 Jelaskan penyebab, ttv pada klien sesudah
periode, dan dan sebelum pembrian
pemicu nyeri analgesic
 Jelaskan strategi 15. Agar pemberian
meredakan nyeri analgesic pada klien

 Anjurkan optimal

menggunakan 16. Meberikan target


anlgesik secara kepada pasien agar
tepat mengoptimalkan respon
pasien
Kolaborasi 17. Agar klien mengetahui
 Kolaborasi efek samping obat
pemberian 18. Agar lebih optimal
anagesik dalam pemberian
analgesik
Pemberian analgesic
Observasi
 Identifikasi
karakterisitik nyeri
(mis. Pencetus,
pereda, kualitas,
lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
 Identifikasi riwayat
alergi obat
 Monitor ttv
sebelum dan
sesudah pemberian
analgesic

Terapeutik
 Diskusikan jenis
analgesic yang
disukai untuk
mencapai analgesic
optimal
 Tetapkan target
efektifitas untuk
mengoptimalkan
respons pasien

Edukasi
 Jelaskan efek
terapi dan efek
samping obat

Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian dosis
dan jenis analgesic
2. Setelah dilakukan Terapi Rekreasi 1. Agar mengetahui
asuhan Observasi adanya deficit
keperawatan  Periksa adanya 2. Agar mengetahui
selama 2x24 jam deficit mobilitas kemampuan fisik dan
diharapkan ansietas  Periksa mental
dapat teratasi kemampuan fisik 3. Untuk mengetahui
Dengan kriteria dan mental untuk respon emosional
hasil: berpartisipasi pasien
- Klien mampu dalam kegiatan 4. Agar melibatkan dalam
mengidentifikas rekreasi perencanaan
i dan  Periksa respon 5. Agar mempermudah
mengungkapkan emosional, fisik, perlengkapan klien
gejala cemas dan social terhadap 6. Agar membantu apabila
- Mengidentifikas kegiatan rekreasi terjadi risiko
i, 7. Untuk mempermudah
mengungkapkan Terapeutik klien
dan  Libatkan dalam 8. Agar mengetahui
menunjukkan perencanaan prosedur terapi
tehnik untuk kegiatan rekreasi 9. Agar mengetahui
mengontol  Sediakan peralatan manfaat stimulus
cemas rekreasi yang aman melalui modalitas
- Vital sign dalam  Persiapkan sensorik dsalam
batas normal tindakan rekreasi
- Postur tubuh, pencegahan risiko
ekspresi wajah, keselamatan
bahasa tubuh  Fasilitasi
dan tingkat transportasi ke
aktivitas tempat rekreasi
menunjukkan
berkurangnya Edukasi
kecemasan  Jelaskan tujuan
dan prosedur terapi
 Jelaskan manfaat
stimulus melalui
modalitas sensorik
dalam rekreasi

Post Operasi

D Tujuan Intervensi Rasional


x
1. Setelah dilakukan Manajemen Nyeri 1. Membantu
asuhan keperawatan Observasi menidentifikasi
selama 2x24 jam  Identifikasi lokasi,karakteristik,dur
diharapkan nyeri akut lokasi, asi, frekuensi, kualitas,
dapat teratasi karakteristik , intensitas nyeri
Dengan kriteria hasil: durasi, frekuensi, 2. Membantu
- Mampu mengontrol kualitas, intensitas mengidentifikasi skla
nyeri (tahu nyeri nyeri
penyebab nyeri, 3. Membantu
mampu  Identifikasi skala mengidentifikasi nyeri
menggunakan nyeri non verbal
tehnik  Identifikasi nyeri 4. Agar mengetahui efek
nonfarmakologi non verbal samping pengunaan
untuk mengurangi  Monitor efek analgesic
nyeri, mencari ssamping 5. Agar klien terasa
bantuan) penggunaan berkurang rasa nyeri
- Melaporkan bahwa analgesic dan lebih nyaman
nyeri berkurang 6. Membantu klien
dengan Terapeutik memfasilitasi
menggunakan  Berikan teknik 7. Agar
manajemen nyeri non farmakologi mempertimbangkan
- Mampu mengenali untuk mengurangi jenis dan sumber nyeri
nyeri (skala, rasa nyeri (mis. tersebut
intensitas, frekuensi TENS, 8. Agar mengetahui
dan tanda nyeri) hypnosis,akupres penyebab pemicu
- Menyatakan rasa ur, terapimusik, nyeri
nyaman setelah biofeedback, 9. Menjelaskan strategi
nyeri berkurang terapi pijat, kepada klien agar
- Tanda vital dalam aromaterapi, klien mbisa
rentang normal teknik imajinasi memahaminya
terbimbing, 10. Denan pemberian
kompres analgesic agar nyeri
hangat/dingin, klein berkurang
terapi bermain) 11. Agar lebih tepat dalam
 Fasilitasi istirahat pemberian analgesic
tidur 12. Meberikan identifikasi

 Pertimbangkan karakteristik nyeri

jenis dan sumber 13. Memberikan

nyeri dalam identifikasi apakah

pemilihan strategi klien ada alergi


,meredakan nyeri terhadap obat
14. Agar mengetahui hasil
Edukasi ttv pada klien sesudah
 Jelaskan dan sebelum pembrian
penyebab, analgesic
periode, dan 15. Agar pemberian
pemicu nyeri analgesic pada klien
 Jelaskan strategi optimal
meredakan nyeri 16. Meberikan target
 Anjurkan kepada pasien agar
menggunakan mengoptimalkan
anlgesik secara respon pasien
tepat 17. Agar klien mengetahui
efek samping obat
Kolaborasi 18. Agar lebih optimal
 Kolaborasi dalam pemberian
pemberian analgesik
anagesik

Pemberian analgesic
Observasi
 Identifikasi
karakterisitik
nyeri (mis.
Pencetus, pereda,
kualitas, lokasi,
intensitas,
frekuensi, durasi)
 Identifikasi
riwayat alergi
obat
 Monitor ttv
sebelum dan
sesudah
pemberian
analgesic

Terapeutik
 Diskusikan jenis
analgesic yang
disukai untuk
mencapai
analgesic optimal
 Tetapkan target
efektifitas untuk
mengoptimalkan
respons pasien

Edukasi
 Jelaskan efek
terapi dan efek
samping obat

Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian dosis
dan jenis
analgesic
2. Setelah dilakukan Pencegahan infeksi 1. Agar mengetahui
asuhan keperawatan Observasi tanda dan gejala
selama 2x24 jam infeksi
 Monitor tanda dan
diharapkan Resiko 2. Agar klien bisa
gejala infeksi
Inefksi dapat teratasi lokal sistemik beristirahat lebih
Dengan kriteria hasil: optimal
- Klien bebas dari Terapeutik 3. Agar mengurangi
tanda dan gejala  Batas jumlah edema
infeksi pengunjung 4. Agar terhindar dari
- Mendeskripsikan  Berikan kotoran dan infeksi
perawatan kulit
proses penularan 5. Agar mempertahankan
pada area edema
penyakit, factor  Cuci tangan aseptic pada klien
yang sebelum dan 6. Agar mengetahui
sesudah kontak
mempengaruhi tanda dan gejala
dengan pasien dan
penularan serta lingkungan pasien 7. Agar pasien bisa
penatalaksanaanny  Pertahankan melakukan cuci tangan
a, teknik aspetik dengan benar
pada pasien resiko
- Menunjukkan 8. Agar klien bisa
tinggi
kemampuan untuk melakukan etika batuk
mencegah Edukasi 9. Agar klien bisa
timbulnya infeksi memeriksa luka secara
 Jelaskan tanda
Jumlah leukosit mandiri
dan gejala infeksi
dalam batas normal  Ajarkan mencuci 10. Agar klien lebih
Menunjukkan tangan dengan meningkatkan asupan
benar
perilaku hidup sehat nutrisi
 Ajarkan etika
batuk 11. Agar lebih
 Ajarkan cara mengoptimalkan
memeriksa pemberian imuniasai
kondisi luka atau
bila perlu
luka operasi
 Anjurkan cara
meningkatkan
asupan nutrisi

Kolaborasi

 Kolaborasi
pemberiam
imunisasi,jika
perlu

3. Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi 1. Membantu


asuhan keperawatan Observasi mengidentifikasi
selama 2x24 jam  Identifikasi adanya nyeri atau
diharapkan Resiko adanya nyeri atau keluhan fisik
Inefksi dapat teratasi keluhan fisik 2. Membantu
Dengan kriteria hasil: lainnya mengidentifikasi
 Klien meningkat  Identifikasi tolerasni fisik
dalam aktivitas toleransi fisik 3. Agar mengatahui
fisikd melakukan kondisi umum
ambulasi ambulasi
 Mengerti tujuan
 Monitor kondisi 4. Untuk memberikan
dari peningkatan
umum selama fasilitas aktivitas
mobilitas
melakukan 5. Untuk memberikan
 Memverbalisasika ambulasi fasilitas melakukan
n perasaan dalam mobilitas
meningkatkan Terapeutik 6. Agar klien mengetahui
kekuatan dan  Fasilitas aktivitas prosedur ambulasi
kemampuan ambulasi dengan 7. Agar klien mengtahui
berpindah alat bantu (mis. prosedur ambulasi dini
Tongkat, kruk) 8. Membantu
 Fasilitas mengidentifikasi
melakukan adanya nyeri atau
mobilitas fisik keluhan fisik
Edukasi 9. Membantu

 Jelaskan menidentifikasi

tujuandan toleransi fisik untuk

prosedur ambulasi melakukan pergerakan

 Anjurkan 10. Agar mengetahui


melakukan frekuensi jantung, TD
ambulasi dini 11. Uemfasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
Dukungan Mobiliasi bantu
Observasi 12. Untuk memfasilitasi
 Identfikasi adanya melakukan pergerakan
nyeri atau keluhan 13. Agar mengetahui
fisik lainnya tujuan dan prosedur
 Identifikasi mobilisasi
tolerasni fisik 14. Agar bisa melakukan
melakukan mobilisai dini
peregerakan 15. Agar klien bisa
 Monitor frekuensi melakukan mobilisasi
jantung dan sederhana dengan
tekanan darah secara mandiri
sebelum memulai
mobilisasi

Terapeutik
 Fasilitas aktivitas
mobilisasi dengan
alat bantu (mis.
Pagar tempat
tidur)
 Fasilitas
melakukan
pergerakan

Edukasi
 Jelaskan tujuan
dan proesdur
mobiliasi
 Ajurkan
melakukan
mobiliasai dini
 Ajarkan
mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis. Dudduk di
tempat tidur ,
duduk di sisi
tempat tidur,
pindah dari
tempat tidur kursi.

DAFTAR PUSTAKA

PPNI (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta: DPP


PPNI
PPNI (2016) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta: DPP
PPNI
Susanti. I . (2017) Aplikasi Teori Model Calista Roy Dalam Pemberian Asuhan
Keperawatan Pada Ny. S dengan Kista Ovarium Di Sukamaju Kota Bengkulu.
5(2) : 42-49
(Depkes RI, 2011)
(Sungkar, 2015)
(Dencschlag, 2010)
(Sallinen et-al, 2014, Yuan et-al, 2014)
(Ricci, 2009)
(Wiknjosastro, 2007: 346)
(Bilotta. K, 2012)
(Yatim, 2005: 17)
(Nugroho, 2010: 105)

Anda mungkin juga menyukai