Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN DIAGNOSA CST OVARY (KISTA OVARIUM)


RSUD DR SLAMET GARUT
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat tugas Keperawatan Maternitas

Disusun Oleh :
Nandhita Ivania Putri KHGD23004
Tyta Ajeng M KHGD23008
Intan Thania M KHGD23035
Shara Desiana Z KHGD 23049

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT


Program Studi Profesi Ners
T.A 2023-2024
1. Konsep Kista Ovarium
A. Pengertian Kista Ovarium
Kista Ovarium adalah benjolan yang membesar, seperti balon yang berisi cairan,
yang tumbuh di indung telur. Cairan ini bias berupa air ,darah, nanah, atau cairan
coklatkental seperti darah menstruasi. Kista banyak terjadi pada wanita usia subur
atau usia reproduksi (Dewi, 2010). Kista Ovarium adalah sebuah struktur tidak
normal yang berbentuk seperti kantung yang bisa tumbuh dimanapun dalam tubuh.
Kantung ini bisa berisi zat gas, cair, atau setengah padat. Dinding luar kantung
menyerupai sebuah kapsul (Andang, 2013). Kista ovarium biasanya berupa kantong
yang tidak bersifat kanker yang berisi material cairan atau setengah cair (Nugroho,
2014).
Histerektomi berasal dari bahasa Yunani yakni hystera yang berarti “rahim” dan
ektmia yang berarti “pemotongan”. Histerektomi berarti operasi pengangkatan rahim.
Akibat dari histerektomi ini adalah si wanita tidak bisa hamil lagi dan berarti tidak
bisa pula mempunyai anak lagi. (Arista. 2015).
Tujuan atau kegunaan histerektomi adalah untuk mengangkat rahim wanita
yang mengidap penyakit tertentu dan sudah menjalani berbagai perawatan medis,
namun kondisinya tidak kunjung membaik. Pengangkatan uterus merupakan solusi
terakhir yang direkomendasikan pada pasien, jika tidak ada pengobatan lain atau
prosedur yang lebih rendah resiko untuk mengatasi masalah tumor atau kista pada
organ reproduksinya.
B. Etiologi
Kista ovarium disebabkan oleh gangguan (pembentukan) hormon pada
hipotalamus, hipofisis, dan ovarium (Setyorini, 2014). Salah satu pemicu kista
ovarium adalah faktor hormonal. Penyebab terjadinya kista ovarium ini dipengaruhi
oleh banyak faktor yang saling berhubungan. Beberapa faktor resiko yang
mempengaruhi terjadinya kista ovarium adalah sebagai berikut:
a) Faktor Umur:
Kista sering tejadi pada wanita usia subur atau usia reproduksi, keganasan
kista ovarium bisa terjadi pada usia sebelum menarche dan usia di atas 45 tahun
(Manuaba, 2009). Menurut penelitian Azhar (2014), kista ovarium di Peshawar,
Pakistan, penderita kista ovarium paling banyak terjadi pada wanita umur 21- 30
tahun (46,0 %)
b) Faktor Genetik
Riwayat keluarga merupakan faktor penting dalam memasukkan apakah
seseorang wanita memiliki risiko terkena kista ovarium. Resiko wanita terkena kista
ovarium adalah sebesar 1,6%. Apabila wanita tersebut memiliki seorang anggota
keluarga yang mengindap kista, risikonya akan meningkat menjadi 4% sampai 5%.
Dalam tubuh kista ada terdapat gen-gen yang berpotensi memicu kanker yaitu
protoonkogen. Karena faktor pemicu seperti pola hidup yang kurang sehat,
protoonkogen bisa berubah menjadi onkogen yaitu gen yang dapat memicu
timbulnya sel kanker.
c) Faktor Reproduksi
Kista ovarium sering terjadi pada wanita dimasa reproduksi, menstruasi di usia
dini (menarche dini) yaitu usia 11 tahun atau lebih muda (< 12 tahun) merupakan
faktor risiko berkembangnya kista ovarium, karena faktor asupan gizi yang jauh
lebih baik, rata-rata anak perempuan mulai memperoleh haid pada usia 10-11 tahun.
Siklus haid yang tidak teratur juga merupakan faktor risiko terjadinya kista ovarium
(Manuaba, 2010). Pada wanita usia subur dan sudah menikah serta memiliki anak,
biasanya mereka menggunakan alat kontrasepsi hormonal merupakan faktor resiko
kista ovarium, yaitu pada wanita yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal
implant, akan tetapi pada wanita yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal
berupa pil cenderung mengurangi resiko untuk terkena kista ovarium.
d) Faktor Hormonal
Kista ovarium dapat terjadi karena ketidakseimbangan hormon estrogen dan
progesteron, misalnya akibat penggunaan obat-obatan yang merangsang ovulasi dan
obat pelangsing tubuh yang bersifat diuretik. Kista fungsional dapat terbentuk
karena stimulasi hormon gonadotropin atau sensitivitas terhadap hormon
gonadotropin yang berlebihan. Hormon gonadotropin termasuk FSH (Folikel
Stimulating) dan HCG (Human Chorionik Gonadotropin). Individu yang
mengalami kelebihan hormon estrogen atau progesteron akan memicu terjadinya
penyakit kista.
e) Faktor Lingkungan
Faktor penyebab terjadinya kista antara lain adanya penyumbatan pada saluran
yang berisi cairan karena adanya infeksi bakteri dan virus, adanya zat dioksin dari
asap pabrik dan pembakaran gas bermotor yang dapat menurunkan daya tahan
tubuh manusia, dan kemudian akan membantu tumbuhnya kista, Faktor makanan
lemak berlebih atau lemak yang tidak sehat yang mengakibatkan zat-zat lemak tidak
dapat dipecah dalam proses metabolisme sehingga akan meningkatkan resiko
tumbuhnya kista, dan faktor genetik (Andang, 2013).
C. Manifetasi Klinis
1. Gejala Umum:
 Rasa nyeri di rongga panggul disertai rasa gatal.
 Rasa nyeri sewaktu bersetubuh atau nyeri rongga panggul kalau tubuh bergerak.
 Rasa nyeri saat siklus menstruasi selesai, pendarahan menstruasi tidak seperti
biasa. Mungkin perdarahan lebih lama, lebih pendek atau tidak keluar darah
menstruasi pada siklus biasa, atau siklus menstruasi tidak teratur.
 Perut membesar.
2. Gejala Klinis:
 Pembesaran, tumor yang kecil mungkin diketahui saat melakukan pemeriksaan
rutin. Tumor dengan diameter sekitar 5 cm, dianggap belum berbahaya kecuali
bila dijumpai pada ibu yang menopause atau setelah menopause. Besarnya
tumor dapat menimbulkan gangguan berkemih dan buang air besar terasa berat
di bagian bawah perut, dan teraba tumor di perut.
 Gejala gangguan hormonal, indung telur merupakan sumber hormon wanita
yang paling utama sehingga bila terjadi pertumbuhan tumor dapat mengganggu
pengeluaran hormon. Gangguan hormon selalu berhubungan dengan pola
menstruasi yang menyebabkan gejala klinis berupa gangguan pola menstruasi
dan gejala karena tumor mengeluarkan hormone.
 Gejala klinis karena komplikasi tumor. Gejala komplikasi tumor dapat
berbentuk infeksi kista ovarium dengan gejala demam, perut sakit, tegang dan
nyeri, penderita tampak sakit.
D. Patofisiologi
Ovulasi terjadi akibat interaksi antara hipotalamus, hipofisis, ovarium, dan
endometrium. Perkembangan dan pematangan folikel ovarium terjadi akibat
rangsangan dari kelenjar hipofisis. Rangsangan yang terus menerus datang dan
ditangkap panca indra dapat diteruskan ke hipofisis anterior melalui aliran portal
hipothalamohipofisial. Setelah sampai di hipofisis anterior, GnRH akan mengikat sel
genadotropin dan merangsang pengeluaran FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan
LH (LutheinizingHormone), dimana FSH dan LH menghasilkan hormon estrogen dan
progesteron (Nurarif, 2013). Ovarium dapat berfungsi menghasilkan estrogen dan
progesteron yang normal. Hal tersebut tergantung pada sejumlah hormon dan
kegagalan pembentukan salah satu hormon dapat mempengaruhi fungsi ovarium.
Ovarium tidak akan berfungsi dengan secara normal jika tubuh wanita tidak
menghasilkan hormon hipofisis dalam jumlah yang tepat. Fungsi ovarium yang
abnormal dapat menyebabkan penimbunan folikel yang terbentuk secara tidak
sempurna di dalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal
melepaskan sel telur. Dimana, kegagalan tersebut terbentuk secara tidak sempurna di
dalam ovarium dan hal tersebut dapat mengakibatkan terbentuknya kista di dalam
ovarium, serta menyebabkan infertilitas pada seorang wanita (Manuaba, 2010).
PATHWAY

Ketidakseimbangan dan kegagalan salah satu pembentukan hormone


yang mempengaruhi indung telur

Fungsi Ovarium abnormal

Penimbunan polikel yang terbentuk secara tidak sempurna

Folikel gagal mengalami pematangan, gagal berinvolusi dan


gagal mereabsorbsi cairan

Terbentuk kista ovarium

Kurang terpapar Menekan organ disekitar ovarium Pembesaran ovarium


informasi
Pembedahan Ruptur ovarium
Kurang Pengetahuan Menekan ureter Menekan usus
Tekanan sel saraf tumor
Kandung kemih
Jaringan terputus Peristaltik usus
Ansietas Resiko Pendarahan
Nyeri
Pengosongan VU
Resiko Infeksi tidak optimal
Resiko Konstipasi
Resiko infeksi
Retensi Urin
Diskontiunitas Jaringan Tersumbat saluran ovarium
Rasa sebah pada abdomen

Ggn pengeluaran hormon


Mual, Muntah
Nyeri Ketakutan dalam
melakukan mobilisasi Ggn pola menstruasi
Anoreksia

Hambatan Defisit Nutrisi Intake tidak adekuat


mobilitas
fisik b.d
kelemahan
fisik
E. Komplikasi.
a. Perdarahan dapat terjadi trauma abdomen, langsung pada kistanya. Keluhan
seperti trauma diikuti rasa nyeri mendadak. Perdarahan menimbulkan pembesaran
kista dan memerlukan tindakan laparotomi. Tidak ada patokan mengenai ukuran
besar kista yang berpotensi pecah. Ada kista yang berukuran 5 cm sudah pecah,
namun ada pula yang sampai berukuran 20 cm belum pecah. Pecahnya kista
menyebabkan pembuluh darah robek dan menimbulkan terjadinya perdarahan.
b. Infeksi kista ovarium Infeksi pada kista terjadi akibat infeksi asenden dari
serviks, tuba dan menuju lokus ovulasi, sampai abses. Keluhan infeksi kista ovarii
yaitu badan panas, nyeri pada abdomen, perut terasa tegang, diperlukan
pemeriksaan laparotomi dan laboratorium untuk mengetahui adanya infeksi pada
kista.
c. Ruptura kapsul kista Ruptur kapsul kista terjadi karena akibat dari perdarahan
mendadak, infeksi kista dengan pembentukan abses membesar ruptura.
Diperlukan tindakan laparotomi untuk mengetahui terjadinya ruptura kapsul kista.
Degenerasi ganas Degenerasi ganas berlangsung pelan “silent killer”. Terdiagnosa
setelah stadium lanjut, diagnosa dini karsinoma ovarium menggunakan
pemeriksaan tumor marker CA 125 untuk mengetahui terjadinya degenerasi ganas
(Manuaba, 2010)
F. Pemeriksaan Penunjang
Kista ovarium dapat dilakukan pemeriksan lanjut yang dapat dilaksanakan dengan :
1. Laparoskopi : pemeriksaan ini Sangat berguna untuk mengetahui apakah tumor
berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk menentukan sifat-sifat tumor itu.
2. Ultrasonografi : dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor,
apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah tumor
kistik atau solid, dan dapat dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut yang
bebas dan yang tidak.
3. Foto rontgen : pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.
4. CA-125 : memeriksa kadar protein di dalam darah yang disebut CA-125. Kadar
CA- 125 juga meningkat pada perempuan subur, meskipun tidak ada proses
keganasan. Tahap pemeriksaan CA-125 biasanya dilakukan pada perempuan yang
berisiko terjadi proses keganasan, kadar normal CA-125 (0-35 u/ml).
5. Parasentensis pungsi asites : berguna untuk menentukan sebab asites. Perlu
diperhatikan bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei dengan
isi kista bila dinding kista tertusuk.
G. Penatalaksanaan Medis
Adapun penatalaksanaan kista ovarium dibagi atas dua metode :
1. Terapi Hormonal Pengobatan dengan pemberian pil KB (gabungan estrogen-
progresteron) boleh ditambahkan obat anti androgen progesteron cyproteron asetat
yang akan mengurangi ukuran besar kista. Untuk kemandulan dan tidak terjadinya
ovulasi, diberikan klomiphen sitrat. Juga bisa dilakukan pengobatan fisik pada
ovarium, misalnya melakukan diatermi dengan sinar laser.
2. Terapi Pembedahan /Operasi Pengobatan dengan tindakan operasi kista ovarium
perlu mempertimbangkan beberapa kondisi antara lain, umur penderita, ukuran
kista, dan keluhan. Apabila kista kecil atau besarnya kurang dari 5 cm dan pada
pemeriksaan Ultrasonografi tidak terlihat tanda-tanda proses keganasan, biasanya
dilakukan operasi dengan laparoskopi dengan cara, alat laparoskopi dimasukkan
ke dalam rongga panggul dengan melakukan sayatan kecil pada dinding perut.
Apabila kista ukurannya besar, biasanya dilakukan pengangkatan kista dengan
laparatomi. Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total. Dengan cara laparatomi,
kista bisa diperiksa apakah sudah mengalami proses keganasan atau tidak. Bila
sudah dalam proses keganasan, dilakukan operasi sekalian mengangkat ovarium
dan saluran tuba, jaringan lemak sekitar dan kelenjar limpe.

2. Konsep Asuhan Keperawatan Post TAH Atas Indikasi Kista Ovarium


A. Pengkajian
1. Identitas
Nama pasien, riwayat perkawinan, jenis kelamin, pendidikan, tanggal MRS, No.
Rekam Medis, diagnosa medis, alama. Untuk mengenal faktor risiko dilihat dari
umur pasien. Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko sepertikurang
dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang, mental dan psikisnya belum
siap. Sedangkan umum lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi kista
ovarium (Anggraini,2010).
2. Keluhan Utama
Keluhan utama adalah mengetahui keluhan yang dirasakan saat pemeriksaan
(Varney, 2007). Pada kasus kista ovarium pasien merasa nyeri pada perut bagian
bawah, nyeri saat haid, sering ingin buang air besar atau kecil dan teraba benjolan
pada daerah perut (Manuaba, 2010)
3. Riwayat Perkawinan: Untuk mengetahui status perkawinan, berapa kali klien
menikah, sudah berapa lama, jumlah anak, istri keberapa dan keberadaannya
dalam keluarga, kesehatan dan hubungan suami istri dapat memberikan wawasan
tentang keluhan yang ada.
4. Riwayat Menstruasi: Untuk mengetahui menarche, siklus haid, lamanya haid,
banyaknya darah, teratur/tidak, sifat darah, dismenorhea. Pada kasus kista ovarium
siklus haid normal, lamanya ± 7 hari.
5. Riwayat Kehamilan, persalinan dan Nifas yang lalu:
Pengkajian riwayat kehamilan, persalinan, nifas yanglalu menurut Varney (2007),
meliputi : (1) Kehamilan: untuk mengetahui riwayat kehamilan yang lalu normal
atau ada komplikasi. (2) Persalinan: untuk mengetahui jenis persalinan, penolong
persalinan, lama persalinan, kala I, II, III dan IV. (3) Nifas: untuk mengetahui
riwayat nifas yang lalu normal atau ada komplikasi.
6. Riwayat Keluarga Berencana:
Untuk mengetahui apakah ibu sebelumnya pernah menggunakan alat kontrasepsi
atau belum. Jika pernah lamanya berapa tahun dan jenis alat kontrasepsi yang
digunakan serta komplikasi yang menyertai.
7. Riwayat Penyakit Sekarang:
8. Riwayat Penyakit Dahulu:
Untuk mengetahui apakah klien pernah menderita jantung, ginjal, asma/TBC,
hepatitis, DM, hipertensi TD160/110, dan Diabetes melitus dan penyakit menular
seperti TBC, hepatitis, HIV/AIDS.
9. Kebiasaan Sehari-hari:
a) Nutrisi: Dikaji tentang kebiasaan makan, apakah ibu suka memakan makanan
yang masih mentah dan apakah ibu suka minum minuman beralkohol karena
dapat merangsang pertumbuhan tumor dalam tubuh.
b) Eliminasi: Dikaji untuk mengetahui pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang
air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau serta kebiasaan air
kecil meliputi frekuensi, warna, jumlah.
c) Istirahat: Dikaji untuk mengetahui apakah klien beristirahat yang cukup atau
tidak.
d) Hubungan seksual: dikaji untuk mengetahui berapa kali klien melakukan
hubungan seksualitas dengan suami dalam seminggu dan ada keluhan atau
tidak
e) Personal Hygiene: untuk mengetahui tingkat kebersihan pasien. Kebersihan
perorangan sangat penting agar terhindar dari penyakit kulit dan keputihan
patologis.
f) Aktivitas: hal ini perlu dikaji untuk mengetahui apakah aktivitas sehari-hari
akan terganggu karena adanya nyeri akibat penyakit yang dialaminya
10. Pemeriksaan Fisik:
a) Inspeksi:
 Rambut : untuk mengetahui apakah rambutnya bersih, rontok, dan
berketombe.
 Muka : untuk mengetahui keadaan muka pucat atau tidak, adakah kelainan,
adakah oedema.
 Mata : untuk mengetahui warna konjungtiva merah atau pucat, sklera putih
atau tidak.
 Hidung : untuk mengetahui adakah kelainan, adakah polip, adakah hidung
tersumbat.
 Mulut : untuk mengetahui apakah mulut bersih atau tidak, ada caries dan
karang gigi tidak, ada stomatitis atau tidak.
 Telinga : untuk mengetahui apakah ada serumen atau tidak.
b) Palpasi:
 Leher : untuk mengetahui apakah ada pembesaran thyroid atau tidak, ada
pembesaran limfe atau tidak.
 Dada : untuk mengetahui apakah simetris atau tidak, bersih atau tidak, ada
benjolan atau tidak. Hal ini untuk mengetahui apakah ada tumor atau
kanker.
 Abdomen : untuk mengetahui apakah ada luka bekas operasi, adakah nyeri
tekan serta adanya masa. Hal ini untuk mengetahui adanya kelainan pada
abdomen. Pada kista ovarium perut terlihat membuncit dan salah satu
bagian perut ibu terlihat lebih besar, hasil palpasi teraba adanya benjolan
keras pada perut bagian bawah.
 Ekstremitas : untuk mengetahui adanya oedema, varises, dan untuk
mengetahui reflek patella.
c) Auskultasi:
 Jantung : untuk mengetahui bunyi jantung teratur atau tidak.
 Paru-paru : untuk mengetahui adakah suara wheezzing, serta ada suara
ronchi atau tidak.
 Perkusi : untuk mengetahui ekstremitas reflek patella kanan kiripositif
atau tidak.
11. Pemeriksaan Penunjang: Data penunjang diperlukan untuk mengetahui
pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan penunjang meliputi USG kistaovarium
dan pemeriksaan laboratorium.
B. ANALISA DATA
N DATA PENUNJANG ETIOLOGI MASALAH
O KEPERAWATAN
Nyeri akut - D.0077 Ketidakseimbangan dan Nyeri akut
Ds : Mengeluh nyeri kegagalan salah satu
Do : pembentukan hormone yang
- Tampak meringis mempengaruhi indung telur
- Bersikap protektif (mis.
Fungsi Ovarium abnormal
waspada, posisi menghindari
nyeri)
- Gelisah Penimbunan polikel yang
- Frekuensi nadi meningkat terbentuk secara tidak sempurna
- Sulit tidur

Folikel gagal mengalami


pematangan, gagal berinvolusi
dan gagal mereabsorbsi cairan

Terbentuk kista ovarium

Pembedahan

Jaringan terputus

Diskontiunitas Jaringan

Nyeri akut
hambatan mobilitas fisik D. Ketidakseimbangan dan Hambatan mobilitas fisik
0054 kegagalan salah satu
Ds : pembentukan hormone yang
- Mengeluh sulit menggerakan mempengaruhi indung telur
ekstremitas
Do :
Fungsi Ovarium abnormal
- Kekuatan otot menurun
Rentang gerak (ROM)
menurun Penimbunan polikel yang
- Sendi kaku terbentuk secara tidak sempurna
- Gerakan tidak terkoordinasi
- Gerakan terbatas
- Fisik lemah Folikel gagal mengalami
pematangan, gagal berinvolusi
dan gagal mereabsorbsi cairan

Terbentuk kista ovarium

Pembedahan

Jaringan terputus

Diskontiunitas Jaringan

Nyeri

Hambatan mobilitas fisik b.d


kelemahan

Gangguan integritas kulit atau


jaringan D.0129
Ds : -
Do :
- Kerusakan jaringan dan/ atau
lapisan kulit
- Nyeri
- Perdarahan
- Kemerahan
- Hematoma

Resiko infeksi D.142 Ketidakseimbangan dan


DS : kegagalan salah satu
DO : pembentukan hormone
- Tampak luka terbuka yang mempengaruhi indung
- Pasien dilakukan tindakan telur
pembedahan
- Tampak luka post op ditutupi Fungsi Ovarium abnormal
perban
Penimbunan polikel yang
terbentuk secara tidak
sempurna

Folikel gagal mengalami


pematangan, gagal
berinvolusi dan gagal
mereabsorbsi cairan

Terbentuk kista ovarium

Pembedahan

Jaringan terputus

Resiko infeksi

Ansietas D.0080 DX. Medis kista


DS : ovarium
- Mengatakan khawatir dengan
kondisinya Sindroma gejala yang
ditimbulkannya
- Mengatakan bingung
DO :
- tampak gelisah Dilakukan kistektomi
- tampak tegang
- Frekuensi nadi meningkat
-Frekuensi napas meningkat Informasi yg kurang
-Tekanan darah meningkat tentang kiste ovarium
- Tremor
- Suara bergetar
- Kontak mata buruk Persepsi klien yg salah

Kecemasan klien
Nausea D.0076
Ds :
- Mengeluh mual
- Merasa ingin muntah
- Tidak berminat makan
Do :
- Saliva meningkat
- Pucat
- Diaphoresis
- Takikardia
- Pupil dilatasi

Defisit nutrisi D.0019 Ovarium


Ds : Cepat kenyang setelah Infeksi ovarium
makan Sekresi progesterone dan hcg
Kram/nyeri abdomen meningkat
Nafsu makan menurun Hiperstimulasi ovarium
Do : degenerative
- Berat badan menurun Tidak terjadi ovulasi
minimal 10% dibawah rentang degenerative pada kelenjar
ideal adrenal folikel dan
- Bising usus hiperaktif menurunnya ovulasi
- Otot pengunyah lemah Kista Ovarium
- Otot menelan lemah Pembesaran ovarium
- Membran mukosa pucat Menekan organ perut
- Diare Rasa sebah di perut
Anoreksi, mual, muntah
Intake tidak adekuat
Defisit Nutrisi
Resiko konstipasi D.0052 Ketidakseimbangan dan
Risiko konstipasi kegagalan salah satu
DS : pembentukan hormone yang
- mempengaruhi indung telur
DO :
- Distensi abdomen
Fungsi Ovarium abnormal
- kelemahan umum

Penimbunan polikel yang


terbentuk secara tidak sempurna

Folikel gagal mengalami


pematangan, gagal berinvolusi
dan gagal mereabsorbsi cairan

Terbentuk kista ovarium

Pembesaran ovarium

Menekan org an disekitar


ovarium

Menekan usus

Peristaltik usus

Resiko Konstipasi
Gangguan citra tubuh D 0083
Ds :
- Mengungkapkan kecacatan/
kehilangan bagian tubuh
Do :
- Kehilangan bagian tubuh
- Fungsi/ struktur tubuh
berubah/ hilang

C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b/d Agen Cidera Fisiologis (SDKI D.0077)
2. Gangguan Mobilitas Fisik b/d Nyeri (SDKI D.0064)
3. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan (SDKI D.0129)
4. Resiko Infeksi b/d Efek Prosedur Invasif (SDKI D.0142)
5. Ansietas b/d Ancaman Terhadap Konsep Diri (SDKI D.0080)
6. Nausea b/d tumor terlokalisasi (SDKI D.0076)
7. Defisit Nutrisi b/d ketidakmampuan mencerna makanan (SDKI D.0019)
8. Risiko Konstipasi b/d Penurunan Motilitas GI (SDKI D.0052)
9. Gangguan Citra Tubuh b/d Perubahan Struktur/Bentuk Tubuh (SDKI D.0083)
D. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan Keperawatan
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Observasi : 1. Untuk mengetahui lokasi,
b/d keperawatan ... x 24 jam 1. Identifikasi lokasi, karateristik, durasi,
Agen Cidera diharapkan nyeri dapat karateristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
Fisiologis menurun dengan Kriteria frekuensi, kualitas, nyeri
(SDKI Hasil : intensitas nyeri 2. Untuk mengetahui skala
D.0077) 1. Keluhan nyeri dari skala 2. Identifikasi skala nyeri yang dirasakan pasien
4 cukup meningkat nyeri 3. Agar pasien lebih rileks
menjadi skala 2 cukup Terapeutik: 4. Lingkungan yang nyaman
menurun 1. Berikan tekik non dapat mengurangi rasa nyeri
2. Ekspresi meringis dari Farmakologis untuk pasien
skala 4 cukup mengurangi rasa nyeri 5. Agar pasien dapat
meningkat menjadi 2. Kotrol lingkungan mengetahui strategi
skala 2 cukup menurun Yang memperberat rasa mereedakan nyeri secara
3. Gelisah dari skala 5 nyeri mandiri
meningkat menjadi Edukasi 6. Untuk mengurasi rasa
Skala 3 sedang. 1. Jelaskan strategi nyeri pasien.
peredahan nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
analgetik
2. Gangguan Setelah dilakukan Observasi: 1. Untuk mengetahui
Integritas tindakan 1. Monitor karakteristik luka, dan tanda
Kulit/Jaringan keperawatan ... x 24 karakteristik infeksi pada luka
(SDKI jam maka diharapkan luka. 2. Untuk mengobservasi
D.0129) integritas 2. Monitor tandatanda keadaan luka.
kulit dan jaringan dapat infeksi. 3. Untuk mempermudah
teratasi,dengan kriteria Terapeutik: Tindakan rawat luka dan
hasil: 1. Lepaskan balutan meminimalisir infeksi pada
1. Kerusakan jaringan dari dan luka.
skala 4 cukup meningkat plester secara perlahan. 4. Untuk membersihkan
menjadi skala 2 cukup 2. Cukur rambut luka dari kotoran.
meningkat. disekitar luka, 5. Membuang jaringan mati
2. Kerusakan lapisan kulit jika perlu agar dasar luka menjadi sehat
dari skala 4 cukup 3. Bersihkan dengan dan dapat tumbuh jaringan
menurun menjadi skala NaCl atau pembersihn baru.
2 cukup meningkat nontoksik, sesuai 6. Memasang balutan
3. Nyeri dari skala 4 kebutuhan. bertujuan agar luka tidak
cukup meningkat 4. Bersihkan jaringan terpapar oleh bakteri dan
menjadi skala 2 cukup nekrotik kotoran di sekitar luka.
meningkat. 5. Berikan salep ke 7. Memilih balutan yang pas
kulit, jika perlu bertujun agar luka tetap
6. Pasang balutan lembab tidak terlalu kering
sesuai dengan jenis dan tidak terlalu basah.
luka 8. Pemberian antibiotic
7. Ganti balutan sesuai bertujuan untuk membunuh
dengan jumlah eksudat bakteri yang menginfeksi
dan drainase luka.
Edukasi
1. Jelaskan tanda gejala
infeksi
2. Anjurkan makan
makanan tinggi kalori
dan protein
3. Bersihkan dengan
NaCl atau pembersihn
nontoksik, sesuai
kebutuhan.
4. Bersihkan jaringan
nekrotik
5. Berikan salep ke
kulit, jika perlu
6. Pasang balutan
sesuai dengan jenis
luka
7. Ganti balutan sesuai
dengan jumlah eksudat
dan drainase
Edukasi
1. Jelaskan tanda gejala
infeksi
2. Anjurkan makan
makanan tinggi kalori
dan protein
3. Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri.
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian
antibiotic, jika perlu
3. Ansietas b/d Setelah dilakukan tindakan Reduksi Ansietas 1. Untuk dapat mengetahui
Ancaman keperawatan ... x24 jam (I.09134) perubahan pada tingkat
Terhadap maka tingkat ansietas dapat Observasi ansietas dari klien.
Konsep Diri teratasi dengan kriteria 1. Identifikasi saat 2. Untuk dapat mengetahui
(SDKI hasil: tingkat ansietas
tanda ansietas pada klien.
D.0080) 1. Verbalisasi kebingungan berubah (mis. kondisi,
menurun waktu, stressor)
3. Untuk dapat
2. Verbalisasi khawatir 2. Identifikasi menumbuhkan
akibat kondisi yang Kemampuan kepercayaan klien kepada
dihadapi menurun mengambil keputusan perawat.
3. Perilaku gelilsah 3. Monitor tanda-tanda 4. Untuk dapat mengetahui
menurun ansietas (verbal dan situasi yang menyebabkan
4. Pola tidur membaik nonverbal) ansietas.
5. Frekuensi pernapasan Terapeutik 5. Untuk dapat mengetahui
membaik 1. Ciptakan keluhan dari klien.
6. Frekuensi nadi membaik suasana terapeutik 6. Untuk dapat
7. Perasaan keberdayaan untuk menumbuhkan
memberikan kepercayaan
membaik kepercayaan
8. Tekanan darah membaik 2. Temani pasien
kepada klien.
untuk mengurangi 7. Untuk dapat mengetahui
kecemasan, jika situasi apa saja yang
memungkinkan menyebabkan atau pemicu
3. Pahami situasi ansietas.
yang membuat 8. Untuk dapat
ansietas memberitahukan kepada
4. Dengarkan klien mengenai diagnosis
dengan penuh dan pengobatannya.
perhatian 9. Agar perawat dapat
5. Gunakan
mengetahui perasaan
pendekatan yang
tenang dan
klien.
meyakinkan 10. Untuk dapat
6. Tempatkan menghilangkan
barang pribadi yang ketegangan dari klien
memberikan mengenai masalah yang
kenyamanan sedang dihadapi.
7. Motivasi 11. Untuk dapat
mengidentifikasi meringankan gejala yang
situasi yang memicu diderita klien.
kecemasan
8. Diskusikan
perencanaan realistis
tentang peristiwa
yang akan datang
Edukasi
1. Jelaskan
prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin
dialami
2. Informasikan
secara faktual
mengenai diagnosis,
pengobatan, dan
prognosis
3. Anjurkan
keluarga untuk tetap
bersama pasien, Jika
perlu
4. Anjurkan
melakukan kegiatan
yang tidak kompetitif,
sesuai kebutuhan
5. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
6. Latih kegiatan
pengelihatan untuk
mengurangiketegangan
7. Latih
penggunaan
mekanisme pertahanan
diri yang tepat
8. Latih teknik
relaksasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
obat antiansietas, jika
perlu
4. Resiko Setelah dilakukan Observasi: 1. Agar dapat mengetahui
Infeksi b/d Tindakan keperawatan 1. Monitor tanda tanda infeksi local dan
Efek Prosedur ... x24 jam maka di dan gejala tanda sistemik pada luka
Invasif (SDKI harapkan tingkat infeksi local dan pasien.
D.0142) infeksi sistemik 2. Membatasi jumlah
menurun,dengan Terapeutik pengunjung untuk
kriteria hasil: 1. Batasi jumlah meminimalisir terjadinya
1. Nyeri dari skala 4 pengunjung infeksi pada pasien.
cukup meningkat 2. Berikan 3. Perawatan kulit
menjadi skala 2. perawatan kulit dilakukan agar kondisi
2. Kemerahan dari 3. Cuci tangan tubuh pasien tetap bersih
skala 4 cukup sebelum dan dan meminimalisir
meningkat sesudah kontak terjadinya infeksi.
menjadi skala 2 dengan pasien 4. Teknik aseptic bertujuan
cukup meningkat. dan lingkungan untuk mencegah
3. Bengkak dari pasien mikroorganisme masuk
skala 4 cukup 4. Pertahankan ke dalam luka.
meningkat Teknik aseptic 5. Agar pasien dapat
menjadi skala 2. pada pasien mengetahui tanda gejala
beresiko tinggi. infeksi
Edukasi 6. Cuci tangan 6 langkah
4. Jelaskan tanda dapat meminimalisir
gejala infeksi masuknya
5. Ajarkan cuci tangan mikroorganisme ke
dengan dalam luka dan
benar meminimalisir terjadinya
6. Ajarkan cara infeksi.
memeriksa 7. Agar pasien mengetahui
kondisi luka keadaan luka oprasinya
operasi secara mandiri dan dapat
7. Anjurkan melaporkan bila terjadi
meningkatkan tanda-tanda infeksi
asupan nutrisi 8. Asupan nutrisi dan cairan
8. Anjurkan yang adekuat dapat
meningkatkan mempercepat
asupan cairan penyembuhan luka
pasien

E. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat melaksanakan
rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Berdasarkan terminologi
SIKI, implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan yang merupakan
tindakan khusus yang digunakan untuk melaksanakan intervensi (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018).
Implementasi keperawatan berlangsung dalam tiga tahap. Fase pertama
merupakan fase persiapan yang mencakup pengetahuan tentang validasi rencana,
implementasi rencana, persiapan pasien dan keluarga. Fase kedua merupakan puncak
implementasi keperawatan yang berorientasi pada tujuan. Fase ketiga merupakan
transmitsi perawat dan pasien setelah implementasi keperawatan selesai dilakukan.
F. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah
dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur
keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan
dalam memenuhi kebutuhan klien. Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah
tujuan tercapai. Evaluasi selalu berkaitan dengan tujuan yaitu pada komponen
kognitif, afektif, psikomotor, perubahan fungsi dan tanda gejala yang spesifik
(Yustiana & Ghofur, 2016).
DAFTAR PUSTAKA

Oktavelani Dyah Ayu. 2019. Asuhan Keperawatan Maternitas Pada Ny. I Dengan Diagnosa
Medis Kista Ovarium + Post Operasi Tah – Bso + Adhesiolisis + Iud Missing Tail
Hari Ke 1 Di Ruang E2 Rumah Sakit Dr. Ramelan Surabaya
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta.
Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta.
Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta. Dewan
Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai