Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA


MEDIS POST TAH ATAS INDIKASI KISTA OVARIUM
DI RUANG F1 RSPAL dr. RAMELAN SURABAYA

Disusun Oleh :

NI Made Wahyu Candra 2030077

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

Setelah kami periksa dan amati, selaku pembimbing mahasiswa:

Nama : Ni Made Wahyu Candra P

NIM : 2030077

Progam Studi : Profesi NERS

Judul : Post TAH atas indikasi Kista Ovarium

Hari/tanggal :

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

Astrida Budiarti, M.Kep,Sp.Kep.Mat

NIP. 03025
1.1 Konsep Kista Ovarium
1.1.1 Pengertian Kista Ovarium
Kista Ovarium adalah benjolan yang membesar, seperti balon yang berisi cairan, yang
tumbuh di indung telur. Cairan ini bias berupa air ,darah, nanah, atau cairan coklat
kental seperti darah menstruasi. Kista banyak terjadi pada wanita usia subur atau usia
reproduksi (Dewi, 2010). Kista Ovarium adalah sebuah struktur tidak normal yang
berbentuk seperti kantung yang bisa tumbuh dimanapun dalam tubuh. Kantung ini
bisa berisi zat gas, cair, atau setengah padat. Dinding luar kantung menyerupai sebuah
kapsul (Andang, 2013). Kista ovarium biasanya berupa kantong yang tidak bersifat
kanker yang berisi material cairan atau setengah cair (Nugroho, 2014).
1.1.2 Etiologi
Kista ovarium disebabkan oleh gangguan (pembentukan) hormon pada hipotalamus,
hipofisis, dan ovarium (Setyorini, 2014). Salah satu pemicu kista ovarium adalah faktor
hormonal. Penyebab terjadinya kista ovarium ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang
saling berhubungan. Beberapa faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya kista ovarium
adalah sebagai berikut:
a) Faktor Umur:
Kista sering tejadi pada wanita usia subur atau usia reproduksi, keganasan kista
ovarium bisa terjadi pada usia sebelum menarche dan usia di atas 45 tahun
(Manuaba, 2009). Menurut penelitian Azhar (2014), kista ovarium di Peshawar,
Pakistan, penderita kista ovarium paling banyak terjadi pada wanita umur 21- 30
tahun (46,0 %)
b) Faktor Genetik:
Riwayat keluarga merupakan faktor penting dalam memasukkan apakah seseorang
wanita memiliki risiko terkena kista ovarium. Resiko wanita terkena kista ovarium
adalah sebesar 1,6%. Apabila wanita tersebut memiliki seorang anggota keluarga
yang mengindap kista, risikonya akan meningkat menjadi 4% sampai 5%. Dalam
tubuh kista ada terdapat gen-gen yang berpotensi memicu kanker yaitu
protoonkogen. Karena faktor pemicu seperti pola hidup yang kurang sehat,
protoonkogen bisa berubah menjadi onkogen yaitu gen yang dapat memicu
timbulnya sel kanker.
c) Faktor Reproduksi:
Kista ovarium sering terjadi pada wanita dimasa reproduksi, menstruasi di usia
dini (menarche dini) yaitu usia 11 tahun atau lebih muda (< 12 tahun) merupakan
faktor risiko berkembangnya kista ovarium, karena faktor asupan gizi yang jauh
lebih baik, rata-rata anak perempuan mulai memperoleh haid pada usia 10-11
tahun. Siklus haid yang tidak teratur juga merupakan faktor risiko terjadinya kista
ovarium (Manuaba, 2010). Pada wanita usia subur dan sudah menikah serta
memiliki anak, biasanya mereka menggunakan alat kontrasepsi hormonal
merupakan faktor resiko kista ovarium, yaitu pada wanita yang menggunakan alat
kontrasepsi hormonal implant, akan tetapi pada wanita yang menggunakan alat
kontrasepsi hormonal berupa pil cenderung mengurangi resiko untuk terkena kista
ovarium.
d) Faktor Hormonal:
Kista ovarium dapat terjadi karena ketidakseimbangan hormon estrogen dan
progesteron, misalnya akibat penggunaan obat-obatan yang merangsang ovulasi
dan obat pelangsing tubuh yang bersifat diuretik. Kista fungsional dapat terbentuk
karena stimulasi hormon gonadotropin atau sensitivitas terhadap hormon
gonadotropin yang berlebihan. Hormon gonadotropin termasuk FSH (Folikel
Stimulating) dan HCG (Human Chorionik Gonadotropin). Individu yang
mengalami kelebihan hormon estrogen atau progesteron akan memicu terjadinya
penyakit kista.
e) Faktor Lingkungan:
Faktor penyebab terjadinya kista antara lain adanya penyumbatan pada saluran
yang berisi cairan karena adanya infeksi bakteri dan virus, adanya zat dioksin dari
asap pabrik dan pembakaran gas bermotor yang dapat menurunkan daya tahan
tubuh manusia, dan kemudian akan membantu tumbuhnya kista, Faktor makanan ;
lemak berlebih atau lemak yang tidak sehat yang mengakibatkan zat-zat lemak
tidak dapat dipecah dalam proses metabolisme sehingga akan meningkatkan
resiko tumbuhnya kista, dan faktor genetik (Andang, 2013).

1.1.3 Manifestasi Klinis


1. Gejala Umum:
 Rasa nyeri di rongga panggul disertai rasa gatal.
 Rasa nyeri sewaktu bersetubuh atau nyeri rongga panggul kalau tubuh
bergerak.
 Rasa nyeri saat siklus menstruasi selesai, pendarahan menstruasi tidak seperti
biasa. Mungkin perdarahan lebih lama, lebih pendek atau tidak keluar darah
menstruasi pada siklus biasa, atau siklus menstruasi tidak teratur.
 Perut membesar.
2. Gejala Klinis:
 Pembesaran, tumor yang kecil mungkin diketahui saat melakukan
pemeriksaan rutin. Tumor dengan diameter sekitar 5 cm, dianggap belum
berbahaya kecuali bila dijumpai pada ibu yang menopause atau setelah
menopause. Besarnya tumor dapat menimbulkan gangguan berkemih dan
buang air besar terasa berat di bagian bawah perut, dan teraba tumor di perut.
 Gejala gangguan hormonal, indung telur merupakan sumber hormon wanita
yang paling utama sehingga bila terjadi pertumbuhan tumor dapat
mengganggu pengeluaran hormon. Gangguan hormon selalu berhubungan
dengan pola menstruasi yang menyebabkan gejala klinis berupa gangguan
pola menstruasi dan gejala karena tumor mengeluarkan hormone
 Gejala klinis karena komplikasi tumor. Gejala komplikasi tumor dapat
berbentuk infeksi kista ovarium dengan gejala demam, perut sakit, tegang dan
nyeri, penderita tampak sakit.
1.1.4 Patofisiologi
Ovulasi terjadi akibat interaksi antara hipotalamus, hipofisis, ovarium, dan
endometrium. Perkembangan dan pematangan folikel ovarium terjadi akibat rangsangan
dari kelenjar hipofisis. Rangsangan yang terus menerus datang dan ditangkap panca indra
dapat diteruskan ke hipofisis anterior melalui aliran portal hipothalamohipofisial. Setelah
sampai di hipofisis anterior, GnRH akan mengikat sel genadotropin dan merangsang
pengeluaran FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (LutheinizingHormone),
dimana FSH dan LH menghasilkan hormon estrogen dan progesteron (Nurarif, 2013).
Ovarium dapat berfungsi menghasilkan estrogen dan progesteron yang normal. Hal
tersebut tergantung pada sejumlah hormon dan kegagalan pembentukan salah satu
hormon dapat mempengaruhi fungsi ovarium. Ovarium tidak akan berfungsi dengan
secara normal jika tubuh wanita tidak menghasilkan hormon hipofisis dalam jumlah yang
tepat. Fungsi ovarium yang abnormal dapat menyebabkan penimbunan folikel yang
terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami
pematangan dan gagal melepaskan sel telur. Dimana, kegagalan tersebut terbentuk secara
tidak sempurna di dalam ovarium dan hal tersebut dapat mengakibatkan terbentuknya
kista di dalam ovarium, serta menyebabkan infertilitas pada seorang wanita (Manuaba,
2010).

1.1.5 WOC

Ketidakseimbangan dan kegagalan salah satu pembentukan


hormone yang mempengaruhi indung telur

Fungsi ovarium abnormal

Folikel gagal mengalami pematangan, gagal berinvolusi dan


gagal mereabsorbsi cairan

Terbentuk kista ovarium

Ansietas b/d Ancaman


Adanya cairan dalam Pembedahan
Terhadap Konsep Diri
jaringan di daerah ovarium
(SDKI D.0080)

Jaringan Terputus
Px merasa nyeri di perut
Rasa sebah di perut
bagian bawah
Gangguan Integritas
Kulit/Jaringan (SDKI
Mual, muntah Nyeri Akut b/d Agen
D.0129)
Cidera Fisiologis (SDKI
D.0077)
Nausea b/d tumor Resiko Infeksi b/d Efek
terlokalisasi SDKI Prosedur Invasif (SDKI
Px mengalami ketakutan D.0142)
D.0076
dalam melakukan mobilisasi

Anoreksia Gangguan Mobilitas Fisik


b/d Nyeri (SDKI D.0064)
Gangguan Citra Tubuh b/d
Defisit Nutrisi b/d
Perubahan
ketidakmampuan
struktur/bentuk tubuh
mencerna makanan
SDKI D.0083
SDKI D.0019

Pembesaran diameter >10cm

Menekan usus dan anus


Risiko Konstipasi b/d
Penurunan Motilitas GI
dSDKI
1.1.6D.0052
Komplikasi
a. Perdarahan dapat terjadi trauma abdomen, langsung pada kistanya. Keluhan seperti
trauma diikuti rasa nyeri mendadak. Perdarahan menimbulkan pembesaran kista dan
memerlukan tindakan laparotomi. Tidak ada patokan mengenai ukuran besar kista
yang berpotensi pecah. Ada kista yang berukuran 5 cm sudah pecah, namun ada pula
yang sampai berukuran 20 cm belum pecah. Pecahnya kista menyebabkan pembuluh
darah robek dan menimbulkan terjadinya perdarahan.
b. Infeksi kista ovarium Infeksi pada kista terjadi akibat infeksi asenden dari serviks,
tuba dan menuju lokus ovulasi, sampai abses. Keluhan infeksi kista ovarii yaitu badan
panas, nyeri pada abdomen, perut terasa tegang, diperlukan pemeriksaan laparotomi
dan laboratorium untuk mengetahui adanya infeksi pada kista.
c. Ruptura kapsul kista Ruptur kapsul kista terjadi karena akibat dari perdarahan
mendadak, infeksi kista dengan pembentukan abses membesar ruptura. Diperlukan
tindakan laparotomi untuk mengetahui terjadinya ruptura kapsul kista.
d. Degenerasi ganas Degenerasi ganas berlangsung pelan “silent killer”. Terdiagnosa
setelah stadium lanjut, diagnosa dini karsinoma ovarium menggunakan pemeriksaan
tumor marker CA 125 untuk mengetahui terjadinya degenerasi ganas (Manuaba,
2010)
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Kista ovarium dapat dilakukan pemeriksan lanjut yang dapat dilaksanakan dengan :
1. Laparoskopi : pemeriksaan ini Sangat berguna untuk mengetahui apakah tumor
berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk menentukan sifat-sifat tumor itu.
2. Ultrasonografi : dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor,
apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah tumor kistik
atau solid, dan dapat dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan
yang tidak.
3. Foto rontgen : pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.
4. CA-125 : memeriksa kadar protein di dalam darah yang disebut CA-125. Kadar CA-
125 juga meningkat pada perempuan subur, meskipun tidak ada23 proses keganasan.
Tahap pemeriksaan CA-125 biasanya dilakukan pada perempuan yang berisiko terjadi
proses keganasan, kadar normal CA-125 (0-35 u/ml).
5. Parasentensis pungsi asites : berguna untuk menentukan sebab asites. Perlu
diperhatikan bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei dengan isi
kista bila dinding kista tertusuk.

1.1.8 Penatalaksanaan Medis


Adapun penatalaksanaan kista ovarium dibagi atas dua metode:
1. Terapi Hormonal Pengobatan dengan pemberian pil KB (gabungan estrogen-
progresteron) boleh ditambahkan obat anti androgen progesteron cyproteron asetat
yang akan mengurangi ukuran besar kista. Untuk kemandulan dan tidak terjadinya
ovulasi, diberikan klomiphen sitrat. Juga bisa dilakukan pengobatan fisik pada
ovarium, misalnya melakukan diatermi dengan sinar laser.
2. Terapi Pembedahan /Operasi Pengobatan dengan tindakan operasi kista ovarium
perlu mempertimbangkan beberapa kondisi antara lain, umur penderita, ukuran
kista, dan keluhan. Apabila kista kecil atau besarnya kurang dari 5 cm dan pada
pemeriksaan Ultrasonografi tidak terlihat tanda-tanda proses keganasan, biasanya
dilakukan operasi dengan laparoskopi dengan cara, alat laparoskopi dimasukkan
ke dalam rongga panggul dengan melakukan sayatan kecil pada dinding perut.
Apabila kista ukurannya besar, biasanya dilakukan pengangkatan kista dengan
laparatomi. Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total. Dengan cara
laparatomi, kista bisa diperiksa apakah sudah mengalami proses keganasan atau
tidak. Bila sudah dalam proses keganasan, dilakukan operasi sekalian mengangkat
ovarium dan saluran tuba, jaringan lemak sekitar dan kelenjar limpe.
1.2 Konsep TAH (Total Abdomen Histerektomy)
1.2.1 Pengertian Histerektomi
Histerektomi berasal dari bahasa Yunani yakni hystera yang berarti “rahim” dan
ektmia yang berarti “pemotongan”. Histerektomi berarti operasi pengangkatan
rahim. Akibat dari histerektomi ini adalah si wanita tidak bisa hamil lagi dan
berarti tidak bisa pula mempunyai anak lagi. (Arista. 2015)
1.2.2 Tujuan Tindakan Histerektomi
Tujuan atau kegunaan histerektomi adalah untuk mengangkat rahim wanita yang
mengidap penyakit tertentu dan sudah menjalani berbagai perawatan medis,
namun kondisinya tidak kunjung membaik. Pengangkatan uterus merupakan
solusi terakhir yang direkomendasikan pada pasien, jika tidak ada pengobatan lain
atau prosedur yang lebih rendah resiko untuk mengatasi masalah tumor atau kista
pada organ reproduksinya.
1.2.3 Alasan Tindakan Histerektomi
Wanita yang melakukan histerektomi memiliki alasan masing - masing. Alasan-
alasan melakukan histerektomi adalah:
1. Menorrhagia atau menstruasi berlebihan. Selain darah menstruasi yang keluar
berlebihan, gejala lainnya adalah kram dan sakit pada perut.
2. Endometriosis yaitu kondisi yang terjadi ketika sel-sel yang melintang di
rahim ditemukan di luar dinding rahim.
3. Penyakit radang panggul yaitu terinfeksinya sistem reproduksi oleh bakteri
bisa menyebabkan penyakit ini. Sebenarnya penyakit radang panggul bisa
diatasi dengan antibiotik, namun jika kondisinya telah parah atau infeksi sudah
menyebar dibutuhkan tindakan histerektomi.
4. Fibroid atau tumor jinak yang tumbuh di area rahim.
5. Kekenduran rahim yaitu terjadi ketika jaringan dan ligamen yang menopang
rahim menjadi lemah. Gejalanya adalah nyeri punggung, urine bocor, sulit
berhubungan seks, dan merasa ada sesuatu yang turun dari vagina.
6. Adenomiosis atau penebalan rahim yaitu kondisi ketika jaringan yang
biasanya terbentang di rahim menebal ke dalam dinding otot rahim. Hal
tersebut bisa membuat menstruasi terasa menyakitkan dan nyeri panggul.
7. Kanker kewanitaan seperti: serviks, ovarium, tuba fallopi dan rahim.
1.2.4 Jenis-Jenis Histerektomi
1. Histerektomi Radikal Histerektomi radikal yaitu mereka yang menjalani
prosedur ini akan kehilangan seluruh sistem reproduksi seperti seluruh rahim
dan serviks, tuba fallopi, ovarium, bagian atas vagina, jaringan lemak dan
kelenjar getah bening. Prosedur ini dilakukan pada mereka yang mengidap
kanker. Prosedur ini melibatkan operasi yang luas dari pada histerektomi
abdominal totalis, karena prosedur ini juga mengikutsertakan pengangkatan
jaringan lunak yang mengelilingi uterus serta mengangkat bagian atas dari
vagina. Histerektomi radikal ini sering dilakukan pada kasus-kasus karsinom
serviks stadium dini. Komplikasi lebih sering terjadi pada histerektomi jenis
ini dibandingkan pada histerektomi tipe abdominal. Hal ini juga menyangkut
perlukaan pada usus dan sistem urinarius. Histerektomi Abdominal
2. Histerektomi Total Histerektomi total yaitu seluruh rahim dan serviks diangkat
jika menjalani prosedur ini. Namun ada pula jenis histerektomi total bilateral
saplingoooforektomi yaitu prosedur ini melibatkan tuba fallopi dan ovarium.
Keuntungan dilakukan histerektomi total adalah ikut diangkatnya serviks yang
menjadi sumber terjadinya karsinoma dan prekanker. Akan tetapi,
histerektomi total lebih sulit daripada histerektomi supraservikal karena
insiden komplikasinya yang lebih besar. Operasi dapat dilakukan dengan tetap
meninggalkan atau mengeluarkan ovarium pada satu atau keduanya. Pada
penyakit, kemungkinan dilakukannya ooforektomi unilateral atau bilateral
harus didiskusikan dengan pasien. Sering kali, pada penyakit ganas, tidak ada
pilihan lain, kecuali mengeluarkan tuba dan ovarium karena sudah sering
terjadi mikrometastase. Berbeda dengan histerektomi sebagian, pada
histerektomi total seluruh bagian rahim termasuk mulut rahim (serviks)
diangkat. Selain itu, terkadang histerektomi total juga disertai dengan
pengangkatan beberapa organ reproduksi lainnya secara bersamaan. Misalnya,
jika organ yang diangkat itu adalah kedua saluran telur (tuba fallopi) maka
tindakan itu disebut salpingo. Jika organ yang diangkat adalah kedua ovarium
atau indung telur maka tindakan itu disebut oophor. Jadi, yang disebut
histerektomi bilateral salpingo-oophorektomi adalah pengangkatan rahim
bersama kedua saluran telur dan kedua indung telur. Pada tindakan
histerektomi ini, terkadang juga dilakukan tindakan pengangkatan bagian atas
vagina dan beberapa simpul (nodus) dari saluran31 kelenjar getah bening, atau
yang disebut sebagai histerektomi radikal (radical hysterectomy). (Arista.
2015)

1.3 Konsep Asuhan Keperawatan Post TAH Atas Indikasi Kista Ovarium
1.3.1 Pengkajian
1. Identitas: Nama pasien, riwayat perkawinan, jenis kelamin, pendidikan,
tanggal MRS, No. Rekam Medis, diagnosa medis, alama. Untuk mengenal
faktor risiko dilihat dari umur pasien. Dicatat dalam tahun untuk mengetahui
adanya resiko sepertikurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang,
mental dan psikisnya belum siap. Sedangkan umum lebih dari 35 tahun rentan
sekali untuk terjadi kista ovarium (Anggraini,2010).
2. Keluhan Utama: Keluhan utama adalah mengetahui keluhan yang dirasakan
saat pemeriksaan (Varney, 2007). Pada kasus kista ovarium pasien merasa
nyeri pada perut bagian bawah, nyeri saat haid, sering ingin buang air besar
atau kecil dan teraba benjolan pada daerah perut (Manuaba, 2010)
3. Riwayat Perkawinan: Untuk mengetahui status perkawinan, berapa kali klien
menikah, sudah berapa lama, jumlah anak, istri keberapa dan keberadaannya
dalam keluarga, kesehatan dan hubungan suami istri dapat memberikan
wawasan tentang keluhan yang ada.
4. Riwayat Menstruasi: Untuk mengetahui menarche, siklus haid, lamanya
haid, banyaknya darah, teratur/tidak, sifat darah, dismenorhea. Pada kasus
kista ovarium siklus haid normal, lamanya ± 7 hari.
5. Riwayat Kehamilan, persalinan dan Nifas yang lalu:
Pengkajian riwayat kehamilan, persalinan, nifas yanglalu menurut Varney
(2007), meliputi : (1) Kehamilan: untuk mengetahui riwayat kehamilan yang
lalu normal atau ada komplikasi. (2) Persalinan: untuk mengetahui jenis
persalinan, penolong persalinan, lama persalinan, kala I, II, III dan IV. (3)
Nifas: untuk mengetahui riwayat nifas yang lalu normal atau ada komplikasi.
6. Riwayat Keluarga Berencana:
Untuk mengetahui apakah ibu sebelumnya pernah menggunakan alat
kontrasepsi atau belum. Jika pernah lamanya berapa tahun dan jenis alat
kontrasepsi yang digunakan serta komplikasi yang menyertai.
7. Riwayat Penyakit Sekarang:
8. Riwayat Penyakit Dahulu:
Untuk mengetahui apakah klien pernah menderita jantung, ginjal, asma/TBC,
hepatitis, DM, hipertensi TD160/110, dan Diabetes melitus dan penyakit
menular seperti TBC, hepatitis, HIV/AIDS.
9. Kebiasaan Sehari-hari:
1) Nutrisi: Dikaji tentang kebiasaan makan, apakah ibu suka memakan
makanan yang masih mentah dan apakah ibu suka minum minuman
beralkohol karena dapat merangsang pertumbuhan tumor dalam
tubuh.
2) Eliminasi: Dikaji untuk mengetahui pola fungsi sekresi yaitu
kebiasaan buang air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi
dan bau serta kebiasaan air kecil meliputi frekuensi, warna, jumlah.
3) Istirahat: Dikaji untuk mengetahui apakah klien beristirahat yang
cukup atau tidak.
4) Hubungan seksual: dikaji untuk mengetahui berapa kali klien
melakukan hubungan seksualitas dengan suami dalam seminggu dan
ada keluhan atau tidak
5) Personal Hygiene: untuk mengetahui tingkat kebersihan pasien.
Kebersihan perorangan sangat penting agar terhindar dari penyakit
kulit dan keputihan patologis.
6) Aktivitas: hal ini perlu dikaji untuk mengetahui apakah aktivitas
sehari-hari akan terganggu karena adanya nyeri akibat penyakit
yang dialaminya
10. Pemeriksaan Fisik:
1) Inspeksi:
 Rambut : untuk mengetahui apakah rambutnya bersih, rontok, dan
berketombe.
 Muka : untuk mengetahui keadaan muka pucat atau tidak, adakah
kelainan, adakah oedema.
 Mata : untuk mengetahui warna konjungtiva merah atau pucat,
sklera putih atau tidak.
 Hidung : untuk mengetahui adakah kelainan, adakah polip, adakah
hidung tersumbat.
 Mulut : untuk mengetahui apakah mulut bersih atau tidak, ada
caries dan karang gigi tidak, ada stomatitis atau tidak.
 Telinga : untuk mengetahui apakah ada serumen atau tidak.
2) Palpasi:
 Leher : untuk mengetahui apakah ada pembesaran thyroid atau
tidak, ada pembesaran limfe atau tidak.
 Dada : untuk mengetahui apakah simetris atau tidak, bersih atau
tidak, ada benjolan atau tidak. Hal ini untuk mengetahui apakah
ada tumor atau kanker.
 Abdomen : untuk mengetahui apakah ada luka bekas operasi,
adakah nyeri tekan serta adanya masa. Hal ini untuk mengetahui
adanya kelainan pada abdomen. Pada kista ovarium perut terlihat
membuncit dan salah satu bagian perut ibu terlihat lebih besar,
hasil palpasi teraba adanya benjolan keras pada perut bagian
bawah.
 Ekstremitas : untuk mengetahui adanya oedema, varises, dan untuk
mengetahui reflek patella.
3) Auskultasi:
 Jantung : untuk mengetahui bunyi jantung teratur atau tidak.
 Paru-paru : untuk mengetahui adakah suara wheezzing, serta ada
suara ronchi atau tidak.
 Perkusi : untuk mengetahui ekstremitas reflek patella kanan kiri
positif atau tidak.
4) Pemeriksaan Penunjang: Data penunjang diperlukan untuk mengetahui
pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan penunjang meliputi USG kista
ovarium dan pemeriksaan laboratorium
1.3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b/d Agen Cidera Fisiologis (SDKI D.0077)
2. Gangguan Mobilitas Fisik b/d Nyeri (SDKI D.0064)
3. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan (SDKI D.0129)
4. Resiko Infeksi b/d Efek Prosedur Invasif (SDKI D.0142)
5. Ansietas b/d Ancaman Terhadap Konsep Diri (SDKI D.0080)
6. Nausea b/d tumor terlokalisasi (SDKI D.0076)
7. Defisit Nutrisi b/d ketidakmampuan mencerna makanan (SDKI D.0019)
8. Risiko Konstipasi b/d Penurunan Motilitas GI (SDKI D.0052)
9. Gangguan Citra Tubuh b/d Perubahan Struktur/Bentuk Tubuh (SDKI D.0083)

1.3.3 Intervensi Keperawatan

N DIAGNOSA TUJUAN DAN KH INTERVENSI RASIONAL


O KEPERAWATAN KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut b/d SLKI (Hal 145) (SIKI I.08233)Hal 1. Untuk mengetahui lokasi,
201 karateristik, durasi,
Agen Cidera
Setelah dilakukan Observasi : frekuensi, kualitas,
Fisiologis tindakan keperawatan 1. Identifikasi intensitas nyeri
3x24 jam diharapkan lokasi, 2. Untuk mengetahui skala
(SDKI D.0077)
nyeri dapat menurun karateristik, nyeri yang dirasakan
dengan Kriteria Hasil : durasi, pasien
1. Keluhan nyeri dari frekuensi, 3. Agar pasien lebih rileks
skala 2 cukup kualitas, 4. Lingkungan yang nyaman
meningkat menjadi intensitas dapat mengurangi rasa
skala 4 cukup nyeri nyeri pasien
menurun . 2. Identifikasi 5. Agar pasien dapat
2. Ekspresi meringis skala nyeri mengetahui strategi
dari skala 2 cukup Terapeutik: mereedakan nyeri secara
meningkat menjadi mandiri
skala 4 cukup 1. Berikan tekik 6. Untuk mengurasi rasa
menurun non nyeri pasien.
3. Gelisah dari skala farmakologis
3 sedang menjadi untuk
skala 5 meningkat mengurangi
rasa nyeri
2. Kotrol
lingkungan
yang
memperberat
rasa nyei
Edukasi
1. Jelaskan
strategi
peredahan
nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi
pemberian analgetik
2. Gangguan SLKI L.14125 hal 33 SIKI I.14564 hal 1. Untuk mengetahui
Integritas Setelah dilakukan 238 karakteristik luka, dan
Kulit/Jaringan Tindakan keperawatan Observasi: tanda infeksi pada luka
(SDKI D.0129) 3x24 jam maka di 1. Monitor 2. Untuk mengobservasi
Hal 282 harapkan integritas karakteristik keadaan luka.
kulit dan jaringan luka. 3. Untuk mempermudah
meningkat ,dengan 2. Monitor tanda- Tindakan rawat luka dan
kriteria hasil: tanda infeksi. meminimalisir infeksi
1. Kerusakan pada luka.
jaringan dari Terapeutik: 4. Untuk membersihkan
skala 4 cukup 1. Lepaskan luka dari kotoran.
menurun menjadi balutan dan 5. Membuang jaringan mati
skala 2 cukup plester secara agar dasar luka menjadi
meningkat. perlahan. sehat dan dapat tumbuh
2. Kerusakan 2. Cukur rambut jaringan baru.
lapisan kulit dari disekitar luka, 6. Memasang balutan
skala 4 cukup jika perlu bertujuan agar luka tidak
menurun menjadi 3. Bersihkan terpapar oleh bakteri dan
skala 2 cukup dengan NaCl kotoran di sekitar luka.
meningkat atau pembersihn 7. Memilih balutan yang pas
3. Nyeri dari skala 4 nontoksik, bertujun agar luka tetap
cukup meningkat sesuai lembab tidak terlalu
menjadi skala 2 kebutuhan. kering dan tidak terlalu
cukup menurun. 4. Bersihkan basah.
jaringan 8. Pemberian antibiotic
nekrotik bertujuan untuk
5. Berikan salep ke membunuh bakteri yang
kulit, jika perlu menginfeksi luka.
6. Pasang balutan
sesuai dengan
jenis luka
7. Ganti balutan
sesuai dengan
jumlah eksudat
dan drainase

Edukasi
1. Jelaskan tanda
gejala infeksi
2. Anjurkan
makan makanan
tinggi kalori
dan protein
3. Ajarkan
prosedur
perawatan luka
secara mandiri.

Kolaborasi:
1. Kolaborasi
pemberian
antibiotic, jika
perlu

3. Resiko Infeksi b/d SLKI L.14137 hal SIKI I.14539 hal 1. Agar dapat mengetahui
Efek Prosedur 139 278 tanda infeksi local dan
Invasif Setelah dilakukan Observasi: sistemik pada luka
(SDKI D.0142) hal Tindakan keperawatan 1. Monitor tanda pasien.
304 3x24 jam maka di dan gejala tanda 2. Membatasi jumlah
harapkan tingkat infeksi local dan pengunjung untuk
infeksi sistemik meminimalisir terjadinya
menurun,dengan infeksi pada pasien.
kriteria hasil: Terapeutik 3. Perawatan kulit
4. Nyeri dari skala 4 1. Batasi jumlah dilakukan agar kondisi
cukup meningkat pengunjung tubuh pasien tetap bersih
menjadi skala 2 2. Berikan dan meminimalisir
cukup menurun. perawatan kulit terjadinya infeksi.
5. Kemerahan dari 3. Cuci tangan 4. Teknik aseptic bertujuan
skala 4 cukup sebelum dan untuk mencegah
meningkat sesudah kontak mikroorganisme masuk
menjadi skala 2 dengan pasien ke dalam luka.
cukup menurun. dan lingkungan 5. Agar pasien dapat
6. Bengkak dari pasien mengetahui tanda gejala
skala 4 cukup 4. Pertahankan infeksi
meningkat Teknik aseptic 6. Cuci tangan 6 langkah
menjadi skala 2 pada pasien dapat meminimalisir
cukup menurun. beresiko tinggi. masuknya
mikroorganisme ke
Edukasi dalam luka dan
4. Jelaskan tanda meminimalisir terjadinya
gejala infeksi infeksi.
5. Ajarkan cuci 7. Agar pasien mengetahui
tangan dengan keadaan luka oprasinya
benar secara mandiri dan dapat
6. Ajarkan cara melaporkan bila terjadi
memeriksa tanda-tanda infeksi
kondisi luka 8. Asupan nutrisi dan cairan
operasi yang adekuat dapat
7. Anjurkan mempercepat
meningkatkan penyembuhan luka
asupan nutrisi pasien.
8. Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan.
DAFTAR PUSTAKA

Oktavelani Dyah Ayu. 2019. Asuhan Keperawatan Maternitas Pada Ny. I Dengan Diagnosa
Medis Kista Ovarium + Post Operasi Tah – Bso + Adhesiolisis + Iud Missing Tail
Hari Ke 1 Di Ruang E2 Rumah Sakit Dr. Ramelan Surabaya
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta.
Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta.
Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta. Dewan
Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai