Tugas Mandiri
Stase Keperawatan Anak
Disusun Oleh:
Annisa Rabbani
20/472509/KU/22811
2021
GLOMERULONEFRITIS AKUT PASCA STREPTOKOKUS (GNAPS)
A. PENGERTIAN
Glomerulonefritis akut merupakan suatu sindrom nefritis akut yang ditandai
dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal
(azotemia) (IDAI, 2009). Menurut Wong (2008), GNA merupakan bentuk penyakit
ginjal pasca infeksi yang paling sering terjadi pada masa kanak-kanak dan merupakan
penyakit yang menyebabkan penurunan fungsi ginjal. penyakit ini muncul setelah
adanya infeksi kuman Streptococus beta hemotilicus di saluran nafas atas dan kulit,
sehingga pecahan dan pengobatan infeksi saluran nafas atas dan kulit dapat
menurunkan kejadian penyakit ini. Glomerulonephritis akut dapat terjadi pada setiap
tingkatan usia, tetapi terutama menyerang anak-anak pada awal usia sekolah dengan
awitan paling sering terjadi pada usia 6-7 tahun dan jarang terjadi pada anak usia < 3
tahun (Wong, 2008). Insiden kejadian menunjukkan anak laki-laki lebih sering
daripada anak perempuan dengan perbandingan 2:1.
B. ETIOLOGI
Glomerulonefritis akut merupakan penyakit kompleks-imun yang terjadi
setelah infeksi streptokokus dengan strain tertentu dan streptokokus hemolitik β grup
A. Sebagian besar infeksi streptokokus tidak menyebabkan GNA. periode laten
selama 10 hingga 21 hari terjadi di antara infeski streptokokus dana witan manifestasi
klinisnya. GNA yang terjadi sebagai akibat sekunder dari faringitis streptokokus ini
lebih sering dijumpai di musim dingin atau semi; namun disertai dengan puioderma
(impetigo), prevalensi GNA lebih besar pada akhir musim panas atau awal musim
gugur, terutama selama cuaca yang lebih hangat.
C. PATOFISIOLOGI
Proses GNA dimulai ketika kuman strpetokokus sebagai antigen masuk ke
dalam tubuh penderita yang rentan, kemudian tubuh memberikan respon dengan
membentuk antibody. Bagian mana dari kuman streptokokus yang bersifat antigen
masih belum diketahui. Beberapa penelitian pada model binatang dan penderita
GNAPS menduga yang bersifat antigenic adalah: M protein, endostreptosin, cationic
protein, exo-toxin B, nephritis plasmin-binding protein dan streptokinase. Tiga
kemungkinan besar lebih dari satu antigen yang terlibat dalam proses ini, barangkali
pada stadium jejas ginjal yang berbeda dimungkinkan akibat antigen M protein dan
streptokinase.
Protein M adalah suatu alpha-helical coiled-coil dimer yang terlihat sebagai
rambut-rambut pada permukaan kuman. Protein M menentukan apakah strain kuman
tersebut bersifat rematogenik atau nefritogenik. Streptokinase adalah protein yang
disekresikan oleh kuman streptokokus, terlibat dalam penyebaran kuman dalam
jaringan karena mempunyai kemampuan memecah plasminogen menjadi plasmin.
Streptokinase merupakan prasyarat terjadinya nefritis pada GNAPS.
Menurut Wong (2008), patofisiologi dari glomerulonephritis dimulai dari
infeksi oleh bakteri streptokokus, selanjutnya kompleks imun terkumpul dalam
membrane basalis glomerulus. Glomerulus menjadi edema dan terinfiltrasi oleh
leukosit polimorfonuklear yang menyumbat lumen kapiler. Kondisi ini
mengakibatkan penurunan filtrasi plasma yang akan menyebabkan penumpukkan air
berlebihan dan retensi natrium yang memperbesar volume plasma dan volume cairan
interstisial sehingga terjadi kongesti sirkulasi dan edema. Penyebab hipertensi yang
berkaitan dengan GNA tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh retensi cairan. Renin
dapat pula diproduksi secara berlebihan.
D. TANDA DAN GEJALA
Menurut Lumbanbatu (2003), lebih dari 50% kasus GNAPS adalah
asimtomatik. Kasus klasik atau tipikan diawali dengan infeksi saluran napas atas
dengan nyeri tenggorok dua minggu mendahului timbulnya sembab. Periode laten
rata-rata 10 atau 21 hari setelah infeksi tenggorok atau kulit.
Hematuria dapat timbul berupa gross hematuria maupun mikroskopik. Gross
hematuria terjadi pada 30-50% pasien yang dirawat. Variasi lain yang tidak spesifik
bisa dijumpai seperti demam, malaise, nyeri, nafsu makan menurun, nyeri kepala, atau
lesu.
Pada pemeriksaan fisis dijumpai hipertensi pada hamper semua pasien
GNAPS, biasanya ringan atau sedang. Hipertensi pada GNAPS dapat mendadak
tinggi selama 3-5 hari. Setelah itu tekanan darah menurun perlahan-lahan dalam
waktu 1-2 minggu.
Edema bisa berupa wajah sembab, edem pretibial atau berupa gambaran
sindrom nefrotik. Asites dijumpai pada sekitar 35% pasien dengan edema. Bendungan
sirkulasi secara klinis bisa nyata dengan takipnea dan dyspnea. Gejala-gejala tersebut
dapat disertai oliguria sampai anuria karena penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG).
I. PENGKAJIAN
A. Identitas Pasien
1. Nama Pasien :
2. TTL (umur) : … Tahun
3. Jenis Kelamin : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan
4. Status Marital : ( ) Kawin ( ) Tidak kawin ( ) Duda ( ) Janda
5. Jumlah Anak :
6. Pendidikan :
7. Pekerjaan :
8. Agama :
9. Warga Negara : WNI/ WNA
10. Suku/Bangsa :
11. Bahasa yang dipakai: ( ) Indonesia
( ) Daerah :
( ) Asing :.....................................................
12. Alamat : xx
13. No. RM :
14. Diagnosa Medis :
15. Dokter yang merawat:
E. Tanda-tanda Vital
a. Tekanan darah : …. mmHg, dalam posisi : berbaring/duduk
CRT (Capiller Refill Time) : …. /detik
Kesimpulan :
b. Nadi
Frekuensi : …. kali/menit
Irama : ( ) Teratur ( ) Tidak teratur ( ) Lemah ( ) Kuat
( ) Halus
c. Suhu : …. °C, ( ) oral ( ) Aksila ( ) Rectal
d. Pernafasan
Frekuensi : …. x/menit
Irama : ( ) Normal ( ) Kussmaul ( ) Cheyne-Stokes ( ) Biot
Jenis : ( ) Dada ( ) Perut
e. Bunyi Napas Tambahan :
f. Pengukuran : Tinggi Badan : …. cm
Berat Badan : …. kg
= laki-laki
= perempuan
= hubungan keluarga
= klien
X = meninggal
= tinggal serumah
D. Riwayat Sosial
Masalah :
B. Pola Nutrisi-Metabolik
1. Keadaan sebelum sakit
Pemeriksaan fisik
b. Rentang gerak
( ) Bebas ( ) Terbatas, karena :
( ) Pembengkakan
( ) Nyeri
( ) Kontraktur
( ) Kelemahan
( ) Kelumpuhan
Otot : ( ) Atrofi () Normal
c. Extremitas Atas dan Bawah:
Edema Parese
Pemeriksaan fisik :
a. Kemampuan Orientasi : ( ) Baik ( ) Disorientasi
b. Kemampuan Mendengar :
Pendengaran : ( ) Baik
( ) Tuli: ( ) Dextra ( ) Sinistra
c. Kemampuan Penglihatan
( ) Baik ( ) Buta
( ) Miopi ( ) Hipermetropi
( ) Memakai Kacamata, ukuran kacamata : Dextra :
Sinistra :
( ) Memakai Softlense
( ) Berkunang-kunang
( ) Sakit untuk Melihat
( ) Strabismus
( ) Prothese, ( ) Dextra ( ) Sinistra
Reaksi Pupil : Dextra : Sinistra :
( )Isokor : ( ) Anisokor
d. Kemampuan Menghidu
( ) Baik
( ) Kurang Baik
( ) Tidak Dapat Membau
e. Kemampuan Sensibilitas
( ) Baik
( ) Kesemutan
( ) Anestesia/ Tidak Terasa/ Baal
f. Kemampuan Pengecapan
( ) Baik
( ) Kurang Baik
I. Pola Sexual
V. PEMERIKSAAN FISIK
A. Kepala
C. Mata
1. Sclera :( ) Ikterus ( ) Tidak ikterus
2. Konjungtiva : ( ) Anemis ( ) Tidak Anemis ( ) Hiperemi
3. Lensa :( ) Keruh ( ) Tidak Keruh
4. Palpebra : ( ) Edema ( ) Tidak Edema
5. Operasi : ( ) Ya ( ) Tidak
G. Dada :
Inspeksi :
1. Bentuk dada ( ) simetris ( ) asimetris
Payudara (Wanita) ( ) simetris ( ) asimetris ( ) Bengkak ( ) Luka
2. Retraksi dinding dada ( ) ada ( ) tidak
3. Pergerakan rongga dada ( ) deviasi sternum ( ) peninggian bahu
4. Ictus Cordis ( ) tampak ( ) tidak
Palpasi :
( ) pekak ( ) timpani
Catatan :
K. Kulit :
1. Warna kulit ( ) pucat ( ) kemerahan ( ) sianosis
( ) jaundice ( ) petechae
2. Turgor ( ) lembab ( ) elastic/kenyal ( ) kering
3. Edema
PENEGAKAN DIAGNOSA MEDIS
1. Anamnesis
a. Riwayat infeksi atas (faringitis) 1-2 minggu sebelum atau infeksi kulit
(pyoderma) 3-6 minggu sebelumnya
b. Umumnya pasien datang dengan hematuria nyata (gross hematuria) atau
semabb di kedua kelopak mata dan tungkai
c. Kadang-kadang pasien datang dengan kejang dan penurunan kesadaran akibat
ensefalopati hipertensi
d. Oliguria/anuria akibat gagal ginjal atau gagal jantung
2. Pemeriksaan fisik
a. Sering ditemukan edema dikedua kelopak mata dan tungkai dan hipertensi
b. Dapat ditemukan lesi bekas infeksi kulit
c. Jika terjadi ensefalopati, pasien dapat memahami penurunan kesadaran dan
kejang
d. Pasien dapat mengalami gejala-gejala hypervolemia seperti gagal jantung,
edema paru
3. Pemeriksaan penunjang
a. Urinalis menunjukkan proteinuria, hematuria, dan adanya silinder eritrosit
b. Kreatinin dan ureum darah umumnya meningkat
c. ASTO meningkat pada 75-80%
d. Komplemen C3 menurun pada hamper semua pasien pada mingg pertama
e. Jika terjadi komplikasi gagal ginjal akut, didapatkan hyperkalemia, asidosis
metabolic, hiperfostemia, dan hipokalsemia.
F. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Golongan penisilin dapat diberikan untuk eradiksi kuman, yaitu amoksisilin
50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Jika anak alergi terhadap
golongan penisilin, eritromisin dapat diberikan dengan dosis 30mg/kgBB/hari
dibagi dalam 3 dosis. Diuretic diberikan untuk mengatasi retensi cairan dan
hipertensi. Jika terdapat hipertensi berikan obat antihipertensi, tergantung pada
berat ringannya hipertensi.
2. Suportif
Pengobatan GNAPS umumnya bersifat suportif. Tirah baring umumnya
diperlukan jika pasien tampak sakit, misalnya terjadi penurunan kesadaran,
hipertensi, atau edema. Diet nefritis diberikan terutama bila terdapat retensi cairan
dan penurunan fungsi ginjal. Jika terdapat komplikasi seperti gagal ginjal,
ensefalopati hipertensi, gagal jantung, edem paru, maka tata laksana disesuaikan
dengan komplikasi yang terjadi. Pemantauan pengobatan terhadap komplikasi
yang terjadi perlu dilakukan, karena dapat mengakibatkan kematian.
Pada kasus yang berat, pemantauan tanda vital secara berkala diperlukan untuk
memantau kemajuan pengobatan. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam
satu minggu menjadi normal dalam 3-4 minggu. Komplemen serum menjadi
normal 6-8 minggu. Kelainan sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan-
bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar pasien. Selama komplemen C3
belum pulih dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya
diikuti secara seksama, karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan
glomerulosklerosis dan gagal ginjal kronis.
G. KEMUNGKINAN KOMPLIKASI
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut
dengan uremia, hyperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walaupun oliguria
atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka
dialysis peritoneum kadang-kadang diperlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi
terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang.
Ini disebabkan spasme pembuluh darah local dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dyspnea, ortopnea, terdapatnya ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan
oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hypervolemia disamping sintesis eritropoetik
yang menurun.
H. KEMUNGKINAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko perfusi ginjal yang tidak efektif b.d glomerulonefritis
Definisi : rentan terhadap penurunan sirkulasi darah ke ginjal, yang dapat
membahayakan kesehatan
Manajemen cairan
Timbang setiap
hari dan pantau
tren
Masukkan
kateter urin, jika
sesuai
Pantau status
hidrasi (misalnya
membran
mukosa lembab,
kecukupan nadi,
dan tekanan
darah ortostatik),
yang sesuai
Pantau hasil
laboratorium
yang relevan
dengan retensi
cairan (misalnya
peningkatan
berat jenis,
peningkatan
BUN, penurunan
hematokrit, dan
peningkatan
kadar
osmolalitas urin)
Pantau tanda-
tanda vital,
sesuai kebutuhan
Pantau status
gizi
Manajemen obat
Tentukan obat
apa yang
dibutuhkan, dan
berikan sesuai
dengan otoritas
preskriptif
dan/atau
protokol
Pantau pasien
untuk efek
terapeutik obat
Pantau tanda dan
gejala toksisitas
obat
Tinjau secara
berkala dengan
pasien dan/atau
keluarga jenis
dan jumlah obat
yang diminum
Pantau respons
terhadap
perubahan
rejimen
pengobatan, jika
sesuai
Risiko gangguan Status sirkulasi Perawatan jantung
fungsi Outcome Awal Target Pantau pasien
kardiovaskular b.d Tekanan darah 4 5
secara rutin
hipertensi sistolik
secara fisik dan
Tekanan darah 4 5
psikologis sesuai
diastolic
Saturasi 4 5 kebijakan
oksigen lembaga agency
Keluaran urin 4 5
Pantau adanya
Pengisian 4 5
dispnea,
kapiler kelelahan,
Keterangan skala : takipnea, dan
1 : penyimpangan parah dari ortopnea
kisaran normal
Pantau EKG
2: penyimpangan substansial dari
untuk perubahan
kisaran normal
ST, jika sesuai
3: penyimpangan sedang dari
Pantau status
kisaran normal
kardiovaskular
4: penyimpangan ringan dari
cardiovascular
kisaran normal
5: tidak ada penyimpangan dari
kisaran normal
Risiko infeksi b.d Pengendalian risiko Manajemen
prosedur invasive Indikator Awal Target lingkungan
dan/atau penurunan Identifikasi Ciptakan
3 4
hemoglobin faktor risiko lingkungan yang
Memantau
aman bagi pasien
faktor risiko 3 4
Identifikasi
lingkungan
kebutuhan
Memantau
keselamatan
faktor risiko 3 4
pasien,
pribadi
Hindari berdasarkan
paparan tingkat fungsi
3 4
ancaman fisik dan kognitif
kesehatan dan riwayat
Keterangan skala :
perilaku masa
1 : tidak pernah dilakukan lalu
2 : dilakukan secara substansial
Singkirkan
3 : kadang-kadang dilakukan
benda-benda
4 : sering dilakukan
berbahaya dari
5 : selalu dilakukan
lingkungan
Batasi
pengunjung
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, GM. Butcher, H.K. Dochterman, J.M., dan Wagner, C.M. 2016. Nursing
Interventions Classification (NIC) 6th Edition. Indonesia: Mocomedia
Herdman, T. H., Kamitsuru, S. 2015. NANDA International Nursing Diagnoses: Definition &
Classification 2015-2017. Oxford: Wiley Blakwell.
IDAI. 2009. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia
Lumbanbatu, Sondang Maniur. September 2003. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus
pada Anak. Sari Pediatri. Vol. 5. No. 2. Hal. 58-63
Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M.L., dan Swanson, E. 2016. Nursing Oucome
Classification (NOC) 5th Edition. Indonesia: Mocomedia
Wong, Donna L. et al. 2008. Buku ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC