Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DENGAN DIAGNOSA


MEDIS PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK)
DI RUANG IGD RSPAL Dr. RAMELAN SURABAYA

OLEH :
INTAN MAULIDIA
NIM 2030054

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
TA. 2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN
Setelah kami periksa dan amati, selaku pembimbing mahasiswa:
Nama : Intan Maulidia
NIM : 2030054
Program Studi : Profesi Ners
Judul : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
dengan Diagnosa Medis Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK) di Ruang GD RSPAL Dr. RAMELAN SURABAYA
Serta perbaikan-perbaikan sepenuhnya, maka kami menganggap dan dapat
menyetujui bahwa Laporan pendahuluan ini dinyatakan layak

Mahasiswa

Intan Maulidia
NIM. 2030054

Surabaya, Juni 2021


Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

____________________________ Merina Widyastuti, S.Kep., Ns., M.Kep


NIP. 03033

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK)


Konsep Teori
Pada laporan ini akan dibahas mengenai konsep teori yang memuat : Konsep
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dan Konsep Asuhan Keperawatan.
1.1 Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah sekelompok penyakit paru
menahun yang berlangsung lama dan disertai dengan peningkatan resistensi
terhadap aliran udara. Penyakit paru obstruktif kronis ditandai oleh adanya respon
inflamasi terhadap partikel atau gas yang berbahaya (Padila, 2012). Sumbatan
udara biasanya berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru terhadap
partikel atau gas yang berbahaya. Karakteristik hambatan aliran udara PPOK
biasanya disebabkan oleh obstruksi saluran nafas kecil (bronkiolitis) dan
kerusakan saluran parenkim (emfisema) yang bervariasi antara setiap individu
(Ikawati, 2016).
1.2 Etiologi
Menurut (Irwan, 2016), etiologi Penyakit Paru Obstruktif Paru Kronik
(PPOK) sebagai berikut :
a. Merokok
Merokok merupakan resiko utama terjadinya Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK). Sejumlah zat iritan yang ada di dalam rokok menstimulasi
produksi mukus yang berlebih, batuk, menyebabkan inflamasi, serta
kerusakan bronkiolus dan dinding alveolus.
b. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
c. Riwayat infeksi saluran nafas berulang
d. Usia
Perjalanan Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang khas adalah
lamanya dimulai dari usia 20-30 tahun dengan paparan rokok atau batuk pagi
disertai dengan pembentukan mukoid (Padila, 2012).

1.3 Klasifikasi
Klasifikasi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) menurut (Jackson,
2014), antara lain :
1. Asma
Penyakit jalan nafas obstruktif intermien, reversible yang dimana trakea
dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu.
2. Bronkhitis Kronis
Bronkhitis Kronis merupakan batuk produktif dan menetap minimal 3
bulan secara berturut-turut dalam kurun waktu sekurang-kurangnya selama 2
tahun.
3. Emfisema
Emfisema merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru yang
ditandai oleh pembesaran alveolus dan duktus alveolaris serta destruksi
dinding alveolar.
Berdasarkan Global Initiative For Chronic Abstructive Lung Diseases, PPOK
diklasifikasian derajat berikut :
a. Derajat 0 (beresiko)
Gejala klinis : memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum,
dan dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko.
b. Derajat I (PPOK Ringan)
Gejala klinis : dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum.
c. Derajat II (PPOK Sedang)
Gejala klinis : dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi sputum.
Sesak nafas timbul pada saat beraktivitas.
d. Derajat III (PPOK Berat)
Gejala klinis : sesak nafas ketika berjalan dan berpakaian.
e. Derajat IV (PPOK Sangat Berat)
Gejala klinis : pasien dengan derajat III disertai dengan gagal nafas kronik.
Serta terdapat komplikasi korpulmonale atau gagal jantung kanan.

1.4 Patofisiologi
Menurut (Black & Hawks, 2014), PPOK merupakan kombinasi antara
penyakit bronkitis obstruksi kronis, emfisema dan asma. Pada bronkhitis kronis
akan terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet,
inflamasi saluran pernafasan, hipertrofi otot polos serta distorsi yang diakibat
fibrosis. Pada emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal yang disertai dengan kerusakan dinding alveoli yang menyebabkan
berkurangnya daya renggang elastisitas paru-paru. Terdapat dua jenis emfisema
pan-asinar dan emfisema sentri-asimar. Pada jenis pan-asinar kerusakan pada
asinar bersifat difus dan dihubungkan dengan proses penuaan serta pengurangan
luas permukaan alveolus. Pada jenis sentri-asinar kelainan terjadi di bronkiolus
dan daerah perifer asinar yang banyak disebabkan oleh asap rokok. Sedangkan
pada asma akan melibatkan proses peradangan kronis yang menyebabkan edema
mukosa, sekresi mukus, dan peradangan saluran nafas. Ketika seseorang dengan
asma terpapar alergen ekstrinsik dan iritan (misalnya debu, serbuk sari, asap,
tungau, obat-obatan, makanan, infeksi saluran nafas) saluran nafasnya akan
meradang yang menyebabkan kesulitan nafas, dada terasa sesak dan mengi. Pada
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dapat terjadi hipertrofi otot polos dan
hiperaktivitas bronkus yang dapat menyebabkan masalah gangguan sirkulasi
udara pada sistem pernafasan.

1.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis menurut (Oemti, 2013) yaitu :
1. Malfungsi kronis pada sistem pernafasan
Ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak.
2. Sesak nafas
3. Frekuensi nafas yang cepat
4. Penggunaan otot bantu pernafasan
5. Ekspirasi lebih lama daripada inspirasi
1.6 WOC

Faktor Resiko :
Rokok, polusi udara, infeksi
saluran nafas berulang

Mukosa bronkus Elastisitas jalan


teriritasi nafas hilang

Hipertropi kelenjar Kolaps Asma Bronkiale


mukosa bronkus Bronkeolus

Hipersekresi kelenjar Redistribusi udara


mukosa bronkus ke alveoli menurun

Produksi mukus Pelebaran dinding


meningkat pada dan ductus alveoli
bronkus

Destruksi
Bronkhitis dinding alveoli
Kronis

Emfisema

Penyakit Paru
Obstruktif
Kronis

Reaksi
radang

Peningkatan MK : Bersihan
Peningkatan mukus jalan Jalan Nafas
Suhu Tubuh nafas Tidak Efektif
Bronkospasme

Kolaps
Bronkeolus

O2 darah Destruksi MK : Gangguan


Sesak Nafas
menurun dinding alveoli Pertukaran Gas

Usaha nafas Kelemahan Difusi O2/CO2


meningkat terganggu

MK : Pola Nafas MK : Intoleransi


Tidak Efektif Aktivitas
1.7 Komplikasi
Komplikasi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) menurut (Muttaqin,
2014), antara lain :
1. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 < 55 mmHg,
dengan nilai saturasi oksigen < 85%. Pada awalnya klien akan mengalami
perubahan mood dan perubahan konsentrasi. Pada tahap selanjutnya akan
timbul sianosis.
2. Asidoses Respiratori
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (Hiperkapnea). Tanda yang
muncul antara lain nyeri kepala, fatique, letargi, dan takipnea.
3. Infeksi Respiratori
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus
dan rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa. Terbatasnya aliran
akan menyebabkan peningkatan kerja otot nafas dan akan menimbulkan
dispnea.
4. Gagal Jantung
Terutama pada kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit
paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat.
Komplikasi ini seringkali berhubungan dengan bronkitis kronis tetapi pada
klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami komplikasi ini.
1.8 Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Oemti, 2013), pemeriksaan pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik
antara lain :
1. Pemeriksaan Fungsi Paru
a. Kapasitas inspirasi menurun
b. Volume residu : meningkat pada emfisema, bronkhitis, dan asma
c. FEV1 selalu menurun : derajat obstruksi progresif penyakit paru obstruktif
kronik
d. FVC awal normal : menurun pada bronkhitis dan asma
2. Analisa Gas Darah
PaO2 menurun, PCO2 meningkat, sering menurun pada asma. Nilai pH
normal, asidosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a) Hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht) meningkat pada polisetimia
sekunder
b) Jumlah darah merah meningkat
c) Eosinofil dan total IgE serum meningkat
d) Pulse oksimetri : SaO2 oksigenasi menurun
e) Elektrolit menurun karena pemakaian obat diuretik
4. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan gram kuma atau kultur adanya infeksi campuran. Kuman
patogen yang biasa ditemukan adalah streptococcus pneumoniae,
hemophylus influenzae, dan moraxella catarrhalis.
5. Pemeriksaan Radiologi Thoraks Foto
Menunjukkan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung, dan
bendungan area paru. Pada emfisema paru didapatkan diafragma dengan
letak yang rendah dan mendatar.
6. Pemeriksaan Bronkogram
Menunjukkan dilatasi bronkus kolap bronkhiale pada saat ekspirasi

1.9 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Muttaqin, 2014), penatalaksanaan medis dari Penyakit Paru
Obstruktif Kronik adalah sebagai berikut :
a. Berhenti merokok
b. Pemberian terapi oksigen jangka panjang >16 jam memperpanjang usia
pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien dengan PaO2 sebesar 7,3
kPa dan FEV 1 sebesar 1,5 L)
c. Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat
simtomatik yang signifikan pada pasien dengan penyakit sedangg – berat.
d. Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan dengan
meningkatkan elastic recoil sehingga dapat mempertahankan potensi jalan
nafas.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik
adalah :
a. Mempertahankan potensi jalan nafas
b. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
c. Meningkatkan masukan nutrisi
d. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi

2.1 Konsep Asuhan Keperawatan


2.1.1 Pengkajian
Pengkajian adalah proses pengumpulan data untuk mendapatkan
berbagai informasi yang berkaitan dengan masalah yang dialami oleh klien.
Pengkajian dilakukan dengan berbagai cara yaitu anamnesa, observasi,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik yang dilakukan di laboratorium
(Surasmi dkk, 2013).

1. Data Umum
Meliputi nama, usia (usia yang paling rentang terkena pneumonia
adalah usia lanjut dan anak-anak), jenis kelamin, suku atau bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian,
diagnosa medis, alamat dan semua data yang mengenai identitas klien
untuk menentukan tindakan selanjutnya.
2. Keluhan Utama :
Keluhan utama biasanya dialami oleh penderita asma yaitu batuk,
peningkatan sputum, dispnea (bisa berhari-hari atau berbulan-bulan,
wheezing, dan nyeri dada)
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Riwayat penyakit sekarang yang biasa timbul pada pasien asma yaitu
sesak nafas dan batuk berdahak. Biasanya pada pasien sudah menderita
penyakit asma, dalam keluarga ada yang menderita penyakit asma.
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
Terdapat data yang menyertakan adanya faktor predisposisi pada penyakit
ini, diantaranya yaitu riwayat alergi dan penyakit saluran nafas bawah.
Secara umum perawat perlu menanyakan mengenai tentang riwayat
merokok seperti :
a. Usia mulai merokok secara rutin
b. Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari
c. Usia menghentika kebiasaan merokok
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
Perlu dikaji untuk mengetahui apakah ada anggota keluarga yang
menderita batuk, TBC, kanker paru dan asma.
6. Pemeriksaan Fisik :
a. B1 (Breath)
Pada sistem pernafasan yang dikaji adalah bentuk dada, gerakan
pernafasan, adanya nyeri tekan atau tidak, adanya penumpukan cairan
atau tidak dan bunyi khas nafas serta bunyi paru-paru.
b. B2 (Blood)
Mengkaji adanya sianosis atau tidak, oedema pada ekstremitas,
adanya peningkatan JVP atau tidak dan bunyi jantung.
c. B3 (Brain)
Pada sistem neurologi mengkaji tingkat kesadaran. Pada
pengkajian objektif, wajah penderita biasanya akan tampak seperti
meringis dan merintih.
d. B4 (Bladder)
Kaji adanya nyeri atau tidak pada saat miksi, adanya oedem atau
tidak. Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena
berkaitan dengan intake cairan.
e. B5 (Bowel)
Penderita biasanya akan mengalami mual, muntah, anoreksia, dan
penurunan berat badan.
f. B6 (Bone)
Kaji adanya deformitas atau tidak, adanya keterbatasan gerak atau
tidak. Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum yang dapat
menyebabkan ketergantungan penderita terhadap bantuan orang lain
dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

2.1.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan Pertukaran Gas b/d Perubahan Membran Alveolus (SDKI
2016, D.0003, Hal.22)
2. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b/d Sekresi Yang Tertahan (SDKI
2016, D.0001, Hal.18)
3. Pola Nafas Tidak Efektif b/d Hambatan Upaya Nafas (SDKI 2016,
D.0005, Hal.26)
2.1.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Gangguan Pertukaran Setelah dilakukan tindakan Observasi
Gas b/d perubahan keperawatan selama 3x24jam 1. Monitor frekuensi, irama, 1. Untuk megetahui upaya
membran alveolus maka pertukaran gas kedalaman, dan upaya nafas pasien
membaik nafas
(SDKI 2016, D.0003, Kriteria Hasil : 2. Monitor pola nafas (mis. 2. Untuk mengetahui dan
Hal 22) a. Takikardi membaik bradipnea, takipnea, memonitor pola nafas
b. Bunyi nafas tambahan kussmaul) pasien
menurun Terapeutik
c. Nafas cuping hidung 3. Atur interval pemantauan 3. Memantau respirasi
menurun respirasi sesuai kondisi pasien secara berkala
pasien
(Pertukaran Gas, SLKI Edukasi
2018, L.01003, Hal 94) 4. Jelaskan tujuan dan 4. Agar pasien mengetahui
prosedur pemantauan tindakan yang dilakukan
5. Informasikan hasil 5. Agar pasien mengetahui
pemantauan, jika perlu hasil dari pemantauan
respirasi yang dilakukan
(Pemantauan Respirasi,
SIKI 2018, I.01014, Hal 247)

2 Bersihan Jalan Nafas Setelah dilakukan tindakan Observasi


Tidak Efektif b/d keperawatan selama 3x24jam 1. Monitor pola nafas (mis. 1. Untuk mengetahui dan
Sekresi Yang Tertahan maka bersihan jalan nafas frekuensi, kedalaman, memantau pola nafas
membaik usaha nafas) pasien
Kriteria Hasil : 2. Monitor bunyi nafas 2. Untuk mengetahui ada
(SDKI 2016, D.0001, a. Produksi sputum menurun tambahan (mis. gurgling, atau tidaknya bunyi nafas
Hal 18) b. Frekuensi nafas membaik wheezing, ronchi) tambahan
c. Pola nafas membaik Terapeutik
3. Posisikan semi fowler atau 3. Untuk mempertahankan
fowler kepatenan jalan nafas
(Bersihan Jalan Nafas, 4. Lakukan penghisapan 4. Untuk membersihkan
SLKI 2018, L.01001, Hal lendir kurang dari 15 detik jalan nafas
18) Edukasi
5. Ajarkan teknik batuk 5. Inhalasi sederhana
efektif mampu melebarkan jalan
Kolaborasi nafas
6. Kolaborasi pemberian Untuk mempertahankan
bronkodilator, kepatenan jalan nafas
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu

(Manajemen Jalan Nafas,


SIKI 2018, I.01011, Hal.
186)

3 Pola Nafas Tidak Setelah dilakukan tindakan Observasi


keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor pola nafas 1. Untuk mengetahui pola
Efektif b/d Hambatan
maka pola nafas membaik (frekuensi, kedalaman, nafas pasien
Upaya Nafas Kriteria hasil : usaha) 2. Untuk mengetahui
a. Frekuensi nafas membaik 2. Monitor bunyi nafas tambahan suara nafas
b. Kedalaman nafas tambahan pasien
(SDKI 2016, D.0005, membaik Terapeutik 3. Agar pasien dapat
c. Penggunaan otot bantu 3. Posisikan semi fowler atau mempertahankan
Hal.26)
nafas menurun fowler kepatenan jalan nafas
d. Pernafasan cuping hidung 4. Berikan oksigen, jika perlu 4. Untuk mempertahankan
menurun Edukasi jalan nafas
5. Ajarkan teknik batuk efektif 5. Untuk membantu
(Pola Napas, SLKI 2016, Kolaborasi mengeluarkan dahak
L.01004) 6. Kolaborasi pemberian yang tertahan
bronkodilator, ekspektora, 6. Untuk memberikan
mukolitik, jika perlu terapi guna
mempertahankan
(Manajemen Jalan Napas, kepatenan jalan nafas
SIKI 2016, I.01011)
2.1.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang di hadapi
kedalam suatu kasus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan. Dalam pelaksanaan implementasi meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan
sesudah pelaksanaan tindakan dan menilai data yang baru (Ilmi dkk, 2019).

2.1.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi keperawatan adalah tahapan akhir yang ada di dalam proses
keperawatan dimana tujuan dari evaluasi adalah untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak. Untuk
mengatasi suatu masalah dari klien pada tahap evaluasi ini perawat dapat
mengetahui seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaan sudah tercapai yang telah dilakukan oleh perawat (Ilmi dkk,
2019).
DAFTAR PUSTAKA

Black, J., & Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. In 1 (8th ed.). Salemba
Medika.
Ikawati. (2016). Penatalaksanaan Terapi Penyakit Sistem Pernapasan. Bursa Ilmu.
Ilmi, M. N., Saraswati, R., & Hartono. (2019). Analisis Asuhan Keperawatan.
University Research Colloqium, 331–339.
Irwan. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular (1st ed.). Deepublish.
Jackson, P. D. (2014). Keperawatan Medikal Bedah (1st ed.). Rapha Publishing.
Muttaqin, A. (2014). Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Pernafasan.
Salemba Medika.
Oemti. (2013). Kajian Epidemiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Media
Litbangkes, 23(2).
Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Nuha Medika.
Surasmi, & Asrining. (2013). Perawatan Bayi Resiko Tinggi. EGC.

Anda mungkin juga menyukai