OLEH :
INTAN MAULIDIA
NIM 2030054
Mahasiswa
Intan Maulidia
NIM. 2030054
1.3 Klasifikasi
Klasifikasi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) menurut (Jackson,
2014), antara lain :
1. Asma
Penyakit jalan nafas obstruktif intermien, reversible yang dimana trakea
dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu.
2. Bronkhitis Kronis
Bronkhitis Kronis merupakan batuk produktif dan menetap minimal 3
bulan secara berturut-turut dalam kurun waktu sekurang-kurangnya selama 2
tahun.
3. Emfisema
Emfisema merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru yang
ditandai oleh pembesaran alveolus dan duktus alveolaris serta destruksi
dinding alveolar.
Berdasarkan Global Initiative For Chronic Abstructive Lung Diseases, PPOK
diklasifikasian derajat berikut :
a. Derajat 0 (beresiko)
Gejala klinis : memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum,
dan dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko.
b. Derajat I (PPOK Ringan)
Gejala klinis : dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum.
c. Derajat II (PPOK Sedang)
Gejala klinis : dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi sputum.
Sesak nafas timbul pada saat beraktivitas.
d. Derajat III (PPOK Berat)
Gejala klinis : sesak nafas ketika berjalan dan berpakaian.
e. Derajat IV (PPOK Sangat Berat)
Gejala klinis : pasien dengan derajat III disertai dengan gagal nafas kronik.
Serta terdapat komplikasi korpulmonale atau gagal jantung kanan.
1.4 Patofisiologi
Menurut (Black & Hawks, 2014), PPOK merupakan kombinasi antara
penyakit bronkitis obstruksi kronis, emfisema dan asma. Pada bronkhitis kronis
akan terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet,
inflamasi saluran pernafasan, hipertrofi otot polos serta distorsi yang diakibat
fibrosis. Pada emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal yang disertai dengan kerusakan dinding alveoli yang menyebabkan
berkurangnya daya renggang elastisitas paru-paru. Terdapat dua jenis emfisema
pan-asinar dan emfisema sentri-asimar. Pada jenis pan-asinar kerusakan pada
asinar bersifat difus dan dihubungkan dengan proses penuaan serta pengurangan
luas permukaan alveolus. Pada jenis sentri-asinar kelainan terjadi di bronkiolus
dan daerah perifer asinar yang banyak disebabkan oleh asap rokok. Sedangkan
pada asma akan melibatkan proses peradangan kronis yang menyebabkan edema
mukosa, sekresi mukus, dan peradangan saluran nafas. Ketika seseorang dengan
asma terpapar alergen ekstrinsik dan iritan (misalnya debu, serbuk sari, asap,
tungau, obat-obatan, makanan, infeksi saluran nafas) saluran nafasnya akan
meradang yang menyebabkan kesulitan nafas, dada terasa sesak dan mengi. Pada
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dapat terjadi hipertrofi otot polos dan
hiperaktivitas bronkus yang dapat menyebabkan masalah gangguan sirkulasi
udara pada sistem pernafasan.
Faktor Resiko :
Rokok, polusi udara, infeksi
saluran nafas berulang
Destruksi
Bronkhitis dinding alveoli
Kronis
Emfisema
Penyakit Paru
Obstruktif
Kronis
Reaksi
radang
Peningkatan MK : Bersihan
Peningkatan mukus jalan Jalan Nafas
Suhu Tubuh nafas Tidak Efektif
Bronkospasme
Kolaps
Bronkeolus
1.9 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Muttaqin, 2014), penatalaksanaan medis dari Penyakit Paru
Obstruktif Kronik adalah sebagai berikut :
a. Berhenti merokok
b. Pemberian terapi oksigen jangka panjang >16 jam memperpanjang usia
pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien dengan PaO2 sebesar 7,3
kPa dan FEV 1 sebesar 1,5 L)
c. Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat
simtomatik yang signifikan pada pasien dengan penyakit sedangg – berat.
d. Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan dengan
meningkatkan elastic recoil sehingga dapat mempertahankan potensi jalan
nafas.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik
adalah :
a. Mempertahankan potensi jalan nafas
b. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
c. Meningkatkan masukan nutrisi
d. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi
1. Data Umum
Meliputi nama, usia (usia yang paling rentang terkena pneumonia
adalah usia lanjut dan anak-anak), jenis kelamin, suku atau bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian,
diagnosa medis, alamat dan semua data yang mengenai identitas klien
untuk menentukan tindakan selanjutnya.
2. Keluhan Utama :
Keluhan utama biasanya dialami oleh penderita asma yaitu batuk,
peningkatan sputum, dispnea (bisa berhari-hari atau berbulan-bulan,
wheezing, dan nyeri dada)
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Riwayat penyakit sekarang yang biasa timbul pada pasien asma yaitu
sesak nafas dan batuk berdahak. Biasanya pada pasien sudah menderita
penyakit asma, dalam keluarga ada yang menderita penyakit asma.
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
Terdapat data yang menyertakan adanya faktor predisposisi pada penyakit
ini, diantaranya yaitu riwayat alergi dan penyakit saluran nafas bawah.
Secara umum perawat perlu menanyakan mengenai tentang riwayat
merokok seperti :
a. Usia mulai merokok secara rutin
b. Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari
c. Usia menghentika kebiasaan merokok
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
Perlu dikaji untuk mengetahui apakah ada anggota keluarga yang
menderita batuk, TBC, kanker paru dan asma.
6. Pemeriksaan Fisik :
a. B1 (Breath)
Pada sistem pernafasan yang dikaji adalah bentuk dada, gerakan
pernafasan, adanya nyeri tekan atau tidak, adanya penumpukan cairan
atau tidak dan bunyi khas nafas serta bunyi paru-paru.
b. B2 (Blood)
Mengkaji adanya sianosis atau tidak, oedema pada ekstremitas,
adanya peningkatan JVP atau tidak dan bunyi jantung.
c. B3 (Brain)
Pada sistem neurologi mengkaji tingkat kesadaran. Pada
pengkajian objektif, wajah penderita biasanya akan tampak seperti
meringis dan merintih.
d. B4 (Bladder)
Kaji adanya nyeri atau tidak pada saat miksi, adanya oedem atau
tidak. Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena
berkaitan dengan intake cairan.
e. B5 (Bowel)
Penderita biasanya akan mengalami mual, muntah, anoreksia, dan
penurunan berat badan.
f. B6 (Bone)
Kaji adanya deformitas atau tidak, adanya keterbatasan gerak atau
tidak. Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum yang dapat
menyebabkan ketergantungan penderita terhadap bantuan orang lain
dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Black, J., & Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. In 1 (8th ed.). Salemba
Medika.
Ikawati. (2016). Penatalaksanaan Terapi Penyakit Sistem Pernapasan. Bursa Ilmu.
Ilmi, M. N., Saraswati, R., & Hartono. (2019). Analisis Asuhan Keperawatan.
University Research Colloqium, 331–339.
Irwan. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular (1st ed.). Deepublish.
Jackson, P. D. (2014). Keperawatan Medikal Bedah (1st ed.). Rapha Publishing.
Muttaqin, A. (2014). Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Pernafasan.
Salemba Medika.
Oemti. (2013). Kajian Epidemiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Media
Litbangkes, 23(2).
Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Nuha Medika.
Surasmi, & Asrining. (2013). Perawatan Bayi Resiko Tinggi. EGC.