Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PPOK (PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK) atau

CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE (COPD)

A. Konsep Dasar Ppok (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)


1. Definisi

PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan


aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel
parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
berbahaya (GOLD, 2009).

PPOK/COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY DISEASE)


merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang
berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Price, Sylvia Anderson : 2008)

PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok


penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga
penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPDadalah :
Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2011)

PPOK adalah merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea


saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Bruner &
Suddarth, 2012).

PPOK merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif dan


ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya
(Snider, 2013).

2. Klasifikasi

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik


adalah sebagai berikut:
a. Bronchitis Kronis
1) Definisi

Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai


dengan pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan
termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum
selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut turut
(Bruner & Suddarth, 2012).

2) Etiologi

Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu:

a) Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus,


haemophilus influenzae.
b) Alergi
c) Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll
3) Manifestasi klinis
a) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar,
yang mana akanmeningkatkan produksi mukus.
b) Mukus lebih kental
c) Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme
pembersihan mukus. Oleh karena itu, "mucocilliary defence" dari
paru mengalami kerusakan dan meningkatkan kecenderungan untuk
terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi
hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat.
d) Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali
ketebalan normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini
bersama-sama dengan produksi mukus yang banyakakan menghambat
beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar.
Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus
besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.
e) Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi
jalan nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps,
dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi
ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis.
f) Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi
abnormal timbul, dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan
ventilasi dapat juga meningkatkan nilai PaCO2.
g) Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka
terjadi polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit
memberat, diproduksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena
infeksi pulmonary.
h) Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan
peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak
ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju
penyakit cor pulmonal dan CHF
b. Emfisema
1) Definisi

Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding


alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner &
Suddarth, 2012).

2) Etiologi
a) Faktor tidak diketahui
b) Predisposisi genetic
c) Merokok
d) Polusi udara
3) Manifestasi klinis
a) Dispnea
b) Takipnea
c) Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
d) Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang
paru
e) Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan
ekspirasi
f)Hipoksemia
g) Hiperkapnia
h) Anoreksia
i) Penurunan BB
j) Kelemahan

c. Asthma Bronchiale
1) Definisi

Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat


dari trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan
manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan
yang menyeluruh dari saluran nafas (Bruner & Suddarth, 2012).

2) Etiologi
a) Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
b) Infeksi saluran nafas
c) Stress
d) Olahraga (kegiatan jasmani berat)
e) Obat-obatan
f) Polusi udara
g) Lingkungan kerja
h) Lain-lain (iklim, bahan pengawet)
3) Manifestasi Klinis
a) Dispnea
b) Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada
terasa berat),
c) wheezing,
d) batuk non produktif
e) takikardi
f)takipnea

3. Etiologi

Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah


partikel gas yang dihirup oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas ini
termasuk :

a. asap rokok
1) perokok aktif
2) perokok pasif
b. polusi udara
1) polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor
2) polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor- debu jalanan
c. polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
1) infeksi saluran nafas bawah berulang

4. Patofisiologi

Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu


pengambilan oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran
karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga
tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan
keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara
alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang
sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu
gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan
aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat
gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan
obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan
rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa
(VEP1/KVP) (Sherwood, 2011).

Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen


asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain
itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta
metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini
mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus
kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus
berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan
menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan.
Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari
ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan
adanya peradangan (GOLD, 2009).

Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan


kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak
struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan
kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama
pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru
secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif,
maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD,
2009).

Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa


eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan
dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan
Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan
antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan (Kamangar, 2010). Selama
eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya
ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan
adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi
mukus.Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol
(Chojnowski, 2013).
5. Manifestasi Klinis

Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien


PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian
berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum
yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan
purulen seiring dengan semakin bertambahnya parahnya batuk penderita.

Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama,


sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama
sekali, hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan
sesak inilah yang biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit.
Sesak dirasakan memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat mengalami
eksaserbasi akut.

Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:

a. Batuk bertambah berat


b. Produksi sputum bertambah
c. Sputum berubah warna
d. Sesak nafas bertambah berat
e. Bertambahnya keterbatasan aktifitas
f. Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
g. Penurunan kesadaran

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:

a. Pemeriksaan radiologi
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang
parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah
bayangan bronkus yang menebal.
2) Corak paru yang bertambah

Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:

1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia


dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan
pink puffer.
2) Corakan paru yang bertambah.
b. Pemeriksaan faal paru

Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang


bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan
VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR
(maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP
bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang
pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways).
Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk
difusi berkurang.

c. Analisis gas darah

Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul


sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis.
Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga
menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia
menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah
satu penyebab payah jantung kanan.

d. Pemeriksaan EKG

Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada
hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan
V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.

e. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.


f. Laboratorium darah lengkap

7. Komplikasi
a. Hipoxemia

Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55


mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan
mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap
lanjut timbul cyanosis.

b. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang
muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.

c. Infeksi Respiratory

Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,


peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa.
Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya
dyspnea.

d. Gagal jantung

Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru),


harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini
sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan
emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.

e. Cardiac Disritmia

Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau
asidosis respiratory.

f. Status Asmatikus

Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma


bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan
seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan.Penggunaan
otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.

8. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:

a. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase


akut, tetapi juga fase kronik.
b. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
c. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:


a. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
b. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
c. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai
dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau
pengobatan empirik.
d. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
kontroversial.
e. Pengobatan simtomatik.
f. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
g. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan
aliran lambat 1 - 2 liter/menit.

Tindakan rehabilitasi yang meliputi:

a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.


b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan
yang paling efektif.
c. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula

Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)

a. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara


b. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
1) Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi ini
umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka
digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 40.56/hari
Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman
penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang
memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol,
amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi
akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat
kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode
eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia,
maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
2) Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
3) Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.
4) Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di
dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat
diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg
diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV
secara perlahan.
c. Terapi jangka panjang di lakukan :
1) Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 40,25-
0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
2) Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas
tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan
obyektif dari fungsi faal paru.
3) Fisioterapi
d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
e. Mukolitik dan ekspektoran
f. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe
II dengan PaO2 (7,3Pa (55 MMHg)

Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan


terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.
9. PATHWAY
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
g. Aktivitas dan Istirahat

Gejala :

1) Keletihan, kelelahan, malaise,


2) Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit
bernafas
3) Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
4) Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan

Tanda :

1) Keletihan
2) Gelisah, insomnia
3) Kelemahan umum/kehilangan massa otot
b. Sirkulasi

Gejala :Pembengkakan pada ekstremitas bawah

Tanda :

1) Peningkatan tekanan darah


2) Peningkatan frekuensi jantung
3) Distensi vena leher
4) Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
5) Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan
diameterAPdada)
6) Warna kulit/membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis; kuku tabuh
dansianosis perifer
7) Pucat dapat menunjukkan anemia.
c. Integritas Ego

Gejala :

1) Peningkatan factor resiko


2) Perubahan pola hidup

Tanda :

1) Ansietas, ketakutan, peka rangsang


d. Makanan/ cairan

Gejala :

1) Mual/muntah
2) Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
3) ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan
4) penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan
menunjukkan edema (bronchitis)

Tanda :

1) Turgor kulit buruk


2) Edema dependen
3) Berkeringat
e. Hyegene

Gejala :

1) Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan


aktivitassehari-hari

Tanda :

1) Kebersihan buruk, bau badan


f. Pernafasan

Gejala :

1) Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala


menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja; cuaca atau episode
berulangnyasulit nafas (asma); rasa dada tertekan,m ketidakmampuan
untuk bernafas(asma)
2) Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat
bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya
2tahun. Produksi sputum (hijau, puith, atau kuning) dapat banyak
sekali(bronchitis kronis)
3) Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap
dinimeskipun dapat menjadi produktif (emfisema)
4) Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan
pernafasandalam jangka panjang (mis. Rokok sigaret) atau debu/asap
(mis.asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji
5) Penggunaan oksigen
pada malam hari secara terus-menerus.

Tanda :

1) Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi


memanjangdengan mendengkur, nafas bibir (emfisema)
2) Penggunaaan otot bantu pernafasan, mis. Meninggikan bahu,
melebarkan hidung.
3) Dada: gerakan diafragma minimal.
4) Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi
(emfisema);menyebar, lembut atau krekels lembab kasar (bronchitis);
ronki, mengisepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama
inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak adanya bunyi nafas (asma)
5) Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara
denganemfisema); bunyi pekak pada area paru (mis. Konsolidasi, cairan,
mukosa)
6) Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.
7) Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abbu-
abukeseluruhan; warna merah (bronchitis kronis, biru mengembung).
Pasiendengan emfisema sedang sering disebut pink puffer karena warna
kulitnormal meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi
pernafasancepat.
8) Tabuh pada jari-jari (emfisema)
g. Keamanan

Gejala :

1) Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/faktor lingkungan


2) Adanya/berulang infeksi
3) Kemerahan/berkeringat (asma)
h. Seksualitas

Gejala :

1) Penurunan libido
i. Interaksi Sosial

Gejala :

1) Hubungan ketergantungan Kurang sistem penndukung


2) Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat
3) Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik

Tanda :

1) Ketidakmampuan untuk membuat//mempertahankan suara karena


distress pernafasan
2) Keterbatasan mobilitas fisik
3) Kelalaian hubungan dengan anggota kelurga lain
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya
tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi
perfusi
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual
muntah.
f. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.

3. Fokus Intervensi
Menurut NANDA, 2015 fokus intervensi PPOK adalah sebagai berikut :

N DIAGNOSA NOC NIC


O KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan NOC : 1. Beri pasien 6 sampai 8 gelas
napas tidak Respiratory status : cairan/hari kecuali terdapat kor
efektif b.d Ventilation pulmonal.
Respiratory status : 2. Ajarkan dan berikan dorongan
bronkokontriksi,
Airway patency penggunaan teknik pernapasan
peningkatan produksi
Aspiration Control diafragmatik dan batuk.
sputum, batuk tidak
Kriteria Hasil : 3. Bantu dalam pemberian tindakan
efektif,
a. Mendemonstrasikan batuk nebuliser, inhaler dosis terukur
kelelahan/berkurangny 4. Lakukan drainage postural dengan
efektif dan suara nafas
a tenaga dan infeksi perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan
yang bersih, tidak ada
bronkopulmonal. malam hari sesuai yang diharuskan.
sianosis dan dyspneu 5. Instruksikan pasien untuk
(mampu mengeluarkan menghindari iritan seperti asap rokok,
sputum, mampu bernafas aerosol, suhu yang ekstrim, dan asap.
6. Ajarkan tentang tanda-tanda dini
dengan mudah, tidak ada
infeksi yang harus dilaporkan pada
pursed lips)
b. Menunjukkan jalan nafas dokter dengan segera: peningkatan
yang paten (klien tidak sputum, perubahan warna sputum,
merasa tercekik, irama kekentalan sputum, peningkatan
nafas, frekuensi napas pendek, rasa sesak didada,
pernafasan dalam rentang keletihan.
7. Berikan antibiotik sesuai yang
normal, tidak ada suara
diharuskan.
nafas abnormal)
c. Mampu
8. Berikan dorongan pada pasien untuk
mengidentifikasikan dan
melakukan imunisasi terhadap
mencegah factor yang
influenzae dan streptococcus
dapat menghambat jalan
pneumoniae.
nafas
2. Pola napas tidak NOC : 1. Ajarkan klien latihan bernapas
efektifberhubungan Respiratory status : diafragmatik dan pernapasan bibir
dengan napas pendek, Ventilation dirapatkan.
Respiratory status : 2. Berikan dorongan untuk menyelingi
mukus, bronkokontriksi
Airway patency aktivitas dengan periode istirahat.
dan iritan jalan napas
Vital sign Status 3. Biarkan pasien membuat keputusan

Kriteria Hasil : tentang perawatannya berdasarkan


a. Mendemonstrasikan batuk tingkat toleransi pasien.
4. Berikan dorongan penggunaan
efektif dan suara nafas
latihan otot-otot pernapasan jika
yang bersih, tidak ada
diharuskan.
sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
b. Menunjukkan jalan nafas
yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara
nafas abnormal)
c. Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan
darah (sistole 110-
130mmHg dan diastole
70-90mmHg), nad (60-
100x/menit)i, pernafasan
(18-24x/menit))
3. Gangguan NOC 1. Deteksi bronkospasme saatauskultasi .
2. Pantau klien terhadap dispnea dan
pertukaran gas Respiratory status :
hipoksia.
berhubungan dengan Ventilation 3. Berikan obat-obatan bronkodialtor
ketidaksamaan ventilasi Kriteria Hasil :
dan kortikosteroid dengan tepat dan
perfusi a. Frkuensi nafas normal
waspada kemungkinan efek
(16-24x/menit) sampingnya.
b. Itmia
4. Berikan terapi aerosol sebelum waktu
c. Tidak terdapat disritmia
d. Melaporkan penurunan makan, untuk membantu
dispnea mengencerkan sekresi sehingga
e. Menunjukkan perbaikan
ventilasi paru mengalami perbaikan.
dalam laju aliran ekspirasi 5. Pantau pemberian oksigen

4. Intoleransi NOC : 1. Kaji respon individu terhadap


aktivitasberhubungan Energy conservation aktivitas; nadi, tekanan darah,
Self Care : ADLs
dengan pernapasan
Kriteria Hasil : 2. Ukur tanda-tanda vital segera
ketidakseimbangan
a. Berpartisipasi dalam setelah aktivitas, istirahatkan klien
antara suplai dengan
aktivitas fisik tanpa selama 3 menit kemudian ukur lagi
kebutuhan oksigen
disertai peningkatan tanda-tanda vital.
3. Dukung pasien dalam menegakkan
tekanan darah, nadi dan
latihan teratur dengan menggunakan
RR
b. Mampu melakukan treadmill dan exercycle, berjalan
aktivitas sehari hari atau latihan lainnya yang sesuai,
(ADLs) secara mandiri seperti berjalan perlahan.
4. Kaji tingkat fungsi pasien yang
terakhir dan kembangkan rencana
latihan berdasarkan pada status
fungsi dasar.
5. Sarankan konsultasi dengan ahli
terapi fisik untuk menentukan
program latihan spesifik terhadap
kemampuan pasien.
6. Sediakan oksigen sebagaiman
diperlukan sebelum dan selama
menjalankan aktivitas untuk berjaga-
jaga.
7. Tingkatkan aktivitas secara
bertahap; klien yang sedang atau
tirah baring lama mulai melakukan
rentang gerak sedikitnya 2 kali
sehari.
8. Tingkatkan toleransi terhadap
aktivitas dengan mendorong klien
melakukan aktivitas lebih lambat,
atau waktu yang lebih singkat,
dengan istirahat yang lebih banyak
atau dengan banyak bantuan.
9. Secara bertahap tingkatkan toleransi
latihan dengan meningkatkan waktu
diluar tempat tidur sampai 15 menit
tiap hari sebanyak 3 kali sehari.
5. Perubahan nutrisi NOC : 1. Kaji kebiasaan diet, masukan
kurang dari Nutritional Status : food makanan saat ini. Catat derajat
kebutuhan and Fluid Intake kesulitan makan. Evaluasi berat
tubuhberhubungan Kriteria Hasil : badan dan ukuran tubuh.
2. Auskultasi bunyi usus
dengan dispnea, a. Adanya peningkatan
3. Berikan perawatan oral sering,
kelamahan, efek berat badan sesuai buang sekret.
samping obat, produksi dengan tujuan 4. Dorong periode istirahat I jam
b. Berat badan ideal sesuai
sputum dan anoreksia, sebelum dan sesudah makan.
dengan tinggi badan 5. Pesankan diet lunak, porsi kecil
mual muntah.
c. Mampu mengidentifikasi
sering, tidak perlu dikunyah lama.
kebutuhan nutrisi 6. Hindari makanan yang diperkirakan
d. Tidak ada tanda tanda
malnutrisi dapat menghasilkan gas.
e. Tidak terjadi penurunan 7. Timbang berat badan tiap hari sesuai
berat badan yang berarti indikasi.

6. Kurang perawatan NOC : 1. Ajarkan mengkoordinasikan


diriberhubungan Self care : Activity of pernapasan diafragmatik dengan
dengan keletihan Daily Living (ADLs) aktivitas seperti berjalan, mandi,
sekunder akibat Kriteria Hasil : membungkuk, atau menaiki tangga
2. Dorong klien untuk mandi,
peningkatan upaya a. Klien terbebas dari bau
berpakaian, dan berjalan dalam jarak
pernapasan dan badan
b. Menyatakan kenyamanan dekat, istirahat sesuai kebutuhan
insufisiensi ventilasi
terhadap kemampuan untuk menghindari keletihan dan
dan oksigenasi
untuk melakukan ADLs dispnea berlebihan. Bahas tindakan
c. Dapat melakukan ADLS penghematan energi.
dengan bantuan 3. Ajarkan tentang postural drainage
bila memungkinkan.

Anda mungkin juga menyukai