Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN DYSPNEA PADA ANAK

Tugas ini dibuat untuk memenuhi mata kuliah departemen Keperawatan Anak
yang dibina oleh:
Reny Tri Febriani,S,ST,M.Kes

Disusun oleh:
Dinda Rizki Dwi Maharani (2114314201032)

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN MAHARANI MALANG


PROGRAG STUDI PROFESI NERS

TAHUN AJARAN 2021/2022


LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Asuhan Keperawatan di Ruang Maternal Rumah Sakit Ben Mari


Malang Pada Departemen Anak dibuat oleh :

Nama : Dinda Rizki Dwi Maharani


NIM : 2114314901032
Semester : 1 (Ganjil)
Prodi : Profesi Ners

Disetujui Oleh :

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

(Reny Tri Febriani,S.ST,M.Kes) (.........................................)


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan
laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan dyspnea pada anak dengan baik dan
tidak ada halangan apapun. Laporan ini ditulis untuk memenuhi tugas departemen
keperawatan anak.
Dalam penyusunan laporan asuhan keperawatan ini tentunya tidak terlepas
dari bantuan berbagai pihak, sehingga saya mengucapkan terima kasih atas segala
bantuan yang telah diberikan. Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ns. Rahmawati Maulidia.,M.Kep selaku Kaprodi S1 Ilmu Keperawatan.
2. Ns. Feriana Ira Handian.,M.Kep selaku penanggung jawab Departemen
Keperawatan Anak yang telah berkenan meluangkan waktu untuk
memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan laporan dan asuhan
keperawatan anak.
3. Reny Tri Febriani S.ST,M.Kes selaku pembimbing yang bersedia
membimbing, mengarahkan dan memberi masukan kepada saya dalam
menyelesaikan penyusunan laporan asuhan keperawatan dyspnea pada anak.
4. Kedua orang tua saya yang senantiasa memberi semangat dan dukungan
kepada saya.
5. Dan semua pihak yang telah membantu serta membimbing dalam penyusunan
laporan asuhan keperawatan ini.
Saya menyadari bahwa laporan asuhan keperawatan ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu jika tedapat kekurangan
saya memohon maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang akan membangun
laporan asuhan keperawatan ini. Akhirnya, semoga tugas ini dapat berguna bagi
kita semua.
Malang, 2 Desember 2021

Penulis
(Dinda Rizki Dwi Maharani)
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 DEFINISI

Dyspnea atau sesak nafas adalah perasaan sulit bernapas yang terjadi
ketika melakukan aktivitas fisik. Sesak napas merupakan gejala dari beberapa
penyakit dan dapat bersifat akut atau kronis. Sesak napas dikenal juga dengan
istilah “Shortness Of Breath”.
Dyspnea atau sesak nafas di bedakan menjadi 2 yaitu :
1.  Dyspnea akut dengan awal yang tiba-tiba merupakan penyebab umum
kunjungan ke ruang gawat darurat. Penyebab dyspnea akut diantaranya penyakit
pernapasan (paru-paru dan pernapasan), penyakit jantung atau trauma dada.
2.  Dyspnea kronis (menahun) dapat disebabkan oleh asma, Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK), emfisema, inflamasi paru-paru, tumor, kelainan pita
suara.

1.2 ETIOLOGI
Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika
ruang fisiologi meningkat maka akan dapat menyebab kan gangguan pada
pertukaran gas antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi
makin meningkat sehingga terjadi sesak napas. Pada orang normal ruang mati ini
hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu penting, namun pada orang dalam
keadaan patologis pada saluran pernapasn maka ruang mati akan meningkat.
Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan napas maka pertukaran gas juga
akan terganggu dan juga dapat menebab kan dispnea.
Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami penurunan terhadap
compliance paru, semakin rendah kemampuan terhadap compliance paru maka
makinbesar gradien tekanan transmural yang harusdibentuk selama inspirasi untuk
menghasilkan pengembangan paru yang normal. Penyebab menurunnya
compliance paru bisa bermacam salah satu nya adalah digantinya jaringan paru
dengan jaringan ikat fibrosa akibat inhalasi asbston atau iritan yang sama.
1.3 MANIFESTASI KLINIK

Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan
napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat
ditemukan pada penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru interstisial
atau alveolar, gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru (emfisema,
bronkitis, asma), kecemasan (Price dan Wilson, 2006).
paru tidak sensitif terhadap nyeri, dan sebagian besar penyakit paru tidak
menyebabkan nyeri. Pleura parietalis bersifat sensitif, dan penyakit peradangan
pada pleura parietalis menimbulkan nyeri dada. Batuk adalah gejala umum
penyakit pernapasan, hal ini disebabkan oleh Stimulasi refleks batuk oleh benda
asing yang masuk ke dalam larink, Akumulasi sekret pada saluran pernapasan
bawah. Bronkitis kronik, asma, tuberkulosis, dan pneumonia merupakan penyakit
dengan gejala batuk yang mencolok (Chandrasoma, 2006).
Pemeriksaan sputum/ dahak sangat berguna untuk mengevaluasi penyakit paru.
Sediaan apusan gram dan biakan sputum berguna untuk menilai adanya infeksi.
Pemeriksaan sitologi untuk sel-sel ganas. Selain itu, dari warna, volum,
konsistensi, dan sumber sputum dapat diidentifikasi jenis penyakitnya.
Hemoptisis adalah batuk darah atau sputum dengan sedikit darah.
Hemoptisis berulang biasanya terdapat pada bronkitis akut atau kronik,
pneumonia, karsinoma bronkogenik, tuberkulosis, bronkiektasis, dan emboli paru.
Jari tabuh adalah perubahan bentuk normal falanx distal dan kuku tangan
dan kaki, ditandai dengan kehilangan sudut kuku, rasa halus berongga pada dasar
kuku, dan ujung jari menjadi besar. Tanda ini ditemukan pada tuberkulosis, abses
paru, kanker paru, penyakit kardiovaskuler, penyakit hati kronik, atau saluran
pencernaan. Sianosis adalah berubahnya warna kulit menjadi kebiruan akibat
meningkatnya jumlah Hb terreduksi dalam kapiler (Price dan Wilson, 2006).
Ronki basah berupa suara napas diskontinu/ intermiten, nonmusikal, dan
pendek, yang merupakan petunjuk adanya peningkatan sekresi di saluran napas
besar. Terdapat pada pneumonia, fibrosis, gagal jantung, bronkitis, bronkiektasis.
Wheezing/ mengik berupa suara kontinu, musikal, nada tinggi, durasi panjang.
Wheezing dapat terjadi bila aliran udara secara cepat melewati saluran napas yang
mendatar/ menyempit. Ditemukan pada asma, bronkitis kronik, CPOD, penyakit
jantung. Stridor adalah wheezing yang terdengar saat inspirasi dan menyeluruh.
Terdengar lebih keras di leher dibanding di dinding dada. Ini menandakan
obstruksi parsial pada larink atau trakea. Pleural rub adalah suara akibat pleura
yang inflamasi. Suara mirip ronki basah kasar dan banyak (Reviono, dkk, 2008).

1.4 PATOFISIOLOGI

Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh


infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan
kimia.Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena
memiliki suplai darah sendiri.Sering dengan berkembangnya inflamasi pada
hepar, pola normal pada hepar terganggu.Gangguan terhadap suplai darah normal
pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar.Setelah
lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon
sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat.Oleh karenanya,
sebagian besar klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar
normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan
suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak
nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya
rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati.Walaupun jumlah
billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal,
tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka
terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati.Selain itu juga
terjadi kesulitan dalam hal konjugasi.Akibatnya billirubin tidak sempurna
dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel
ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi
(bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin
direk).Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran
dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat
(abolis).Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi
ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna
gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-
garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.

1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan memantau analisa gas darah
arteri dan pemeriksaan diagnostik foto thorak, EKG

1.6 TERAPI DAN PENGOBATAN

- Oksigenasi

1.7 ASUHAN KEPERAWATAN


I. PENGKAJIAN

1. Identitas
Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan diagnosa medis.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama: klien mengeluh sesak nafas, nyeri dada.
b. Riwayat penyakit sekarang: asma, CHF, AMI, ISPA.
c. Riwayat penyakit dahulu: pernah menderita asma, CHF, AMI, ISPA,
batuk.
d. Riwayat penyakit keluarga: mendapatkan data riwayat kesehatan
keluarga pasien
3. Pola kesehatan fungsional
Hal-hal yang dapat dikaji pada gangguan oksigenasi adalah :
a. Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan
Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah kesehatan ,
adanya faktor risiko sehubungan dengan kesehatan yang berkaitan
dengan oksigen.
b. Pola metabolik-nutrisi
Kebiasaan diit buruk seperti obesitas akan mempengaruhi oksigenasi
karena ekspansi paru menjadi pendek. Klien yang kurang gizi,
mengalami kelemahan otot pernafasan.
c. Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat devekasi),
perubahan berkemih (perubahan warna, jumlah, ferkuensi)
d. Aktivitas-latihan
Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang mempengaruhi
kebutuhan oksigenasi  seseorang. Aktivitas berlebih dibutuhkan
oksigen yang banyak. Orang yang biasa olahraga, memiliki
peningkatan aktivitas metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen.
e. Pola istirahat-tidur
Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola istirahat.
f. Pola persepsi-kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien
terganggu atau tidak, penggunaaan alat bantu dalam penginderaan
pasien.
g. Pola konsep diri-persepsi diri
Keadaan social yang mempengaruhi oksigenasi seseorang (pekerjaan,
situasi keluarga, kelompok sosial), penilaian terhadap diri sendiri
(gemuk/ kurus).
h. Pola hubungan dan peran
Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang terdekat yang memiliki
kebiasaan merokok sehingga mengganggu oksigenasi seseorang.
i. Pola reproduksi-seksual
Perilaku seksual setelah terjadi gangguan oksigenasi dikaji
j. Pola toleransi koping-stress
Adanya stress yang memengaruhi status oksigenasi pasien.
k. Keyakinan dan nilai
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi, adanya
pantangan atau larangan minuman tertentu dalam agama pasien.
4. Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran: kesadaran menurun
b. TTV: peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi
c. Head to toe
1) Mata: Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva sianosis
(karena hipoksemia), konjungtiva terdapat petechie ( karena emboli
atau endokarditis)
2) Mulut dan bibir: Membran mukosa sianosis, bernafas dengan
mengerutkan mulut
3) Hidung : Pernafasan dengan cuping hidung
4) Dada: Retraksi otot bantu nafas, pergerakan tidak simetris antara dada
kanan dan kiri, suara nafas tidak normal.
5) Pola pernafasan: pernafasan normal (apneu), pernafasan cepat
(tacypnea), pernafasan lambat (bradypnea)

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan oksigenasi


adalah:
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus
banyak.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi atau
hiperventilasi
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi ventilasi.
III. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
DX
I Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 a. Manajemen Jalan Napas
jam, klien dapat mencapai bersihan jalan napas yang 1) Buka jalan napas pasien 1. Ventilasi maksimal
efektif, dengan kriteria hasil: 2) Posisikan pasien untuk membuka area atelectasis.
memaksimalkan 2. Posisi membantu
Respiratory Status: Airway patency ventilasi. memaksimalkan ekspansi paru
Tujuan 3) Identifikasi Pasien dan menurunkan upaya
No Indikator Awal
1 2 3 4 5
untuk perlunya pernafasan.
1. Pengeluaran 2 √
pemasangan alat jalan 3. Mencegah
sputum pada
napas buatan obstruksi/aspirasi.
jalan napas
2. Irama napas 2 √ 4) Keluarkan secret 4. Penurunan bunyi nafas
sesuai yang dengan suction dapat menunjukan atelektasis.
diharapkan 5) Auskultasi suara napas, Ronki menunjukan akumulasi
catat bila ada suara secret/ketidakmampuan untuk
napas tambahan membersihkan jalan nafas
6) Monitor rata-rata yang dapat menimbulkan
3. Frekuensi 2 √ respirasi setiap penggunaan otot aksesoris
pernapasan pergantian shift dan pernafasan dan peningkatan
sesuai yang setelah dilakuakan kerja pernafasan.
diharapkan tidakan suction
b. Suksion Jalan Napas 1. Mencegah
Keterangan: 1) Auskultasi jalan napas obstruksi/aspirasi. Penghisapan
1. Keluhan ekstrim sebelum dan sesudah dapat diperlukan bila pasien
2. Keluhan berat suction tidak mampu mengeluarkan
3. Keluhan sedang 2) Informasikan keluarga secret.
4. Keluhan ringan tentang prosedur 2. Penurunan bunyi nafas dapat
5. Tidak ada keluhan suction menunjukan atelektasis.
3) Berikan O2 dengan 3.Ventilasi maksimal
menggunakan nasal membuka area atelektasis dan
untuk memfasilitasi meningkatkan gerakan secret
suksion nasotrakheal kedalam jalan nafas besar
4) Hentikan suksion dan untuk dikeluarkan.
berikan oksigen bila 4.Mencegah pengeringan
Pasien menunjukkan mukosa, membantu
bradikardi peningkatan pengenceran sekret
saturasi oksigen
5) Atur intake untuk 6. Pemasukan tinggi cairan
cairan mengoptimalkan membantu untuk
keseimbangan. mengencerkan sekret,
6) Jelaskan pada pasien membuatnya mudah
dan keluarga tentang dikeluarkan.
penggunaan peralatan :
O2, Suction, Inhalasi.

II Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 a. Manajemen Jalan Napas Airway management
jam, klien dapat mencapai napas efektif, dengan 1) Buka jalan napas 1) Pengkajian merupakan
kriteria hasil: Pasien dasar dan data dasar
2) Posisikan Pasien untuk berkelanjutan untuk memantau
Respiratory Status: Ventilation memaksimalkan perubahan dan mengevaluasi
Tujuan ventilasi. intervensi.
No Indikator Awal
1 2 3 4 5
3) Identifikasi Pasien 2) Memposisikan pasien
1. Auskultasi 2 √
untuk perlunya semi fowler supaya dapat
suara napas
pemasangan alat jalan bernafas optimal.
sesuai
2. Bernapas 2 √ napas buatan 3) Deteksi terhadap
mudah 4) Keluarkan secret pertukaran gas dan bunyi
3. Tidak 2 √ dengan suction tambahan serta kesulitan
didapatkan 5) Auskultasi suara napas, bernafas (ada tidaknya
penggunaan catat bila ada suara dispneu) untuk memonitor
otot tambahan napas tambahan intervensi.
6) Monitor penggunaan 4) Dapat
Vital sign Status
otot bantu pernapasan memperbaiki/mencegah
Tujuan
No Indikator Awal 7) Monitor rata-rata memburuknya hipoksia
1 2 3 4 5
1. Tanda Tanda 2 √ respirasi setiap 5) Memberikan rasa
vital dalam pergantian shift dan nyamandan mempermudah
rentang normal setelah dilakuakan pernapasan
(tekanan darah, tidakan suction 6) Deteksi status respirasi
nadi,
pernafasan)
Keterangan:
Vital sign monitoring
1. Keluhan ekstrim
1) Manifestasi distres
2. Keluhan berat
Vital sign monitoring pernapasan tergantung
3. Keluhan sedang
1) Observasi adanya tanda pada/indikasi derajat
4. Keluhan ringan tanda hipoventilasi keterlibatan paru dan status
5. Tidak ada keluhan 2) Monitor adanya kesehatan umum
kecemasan pasien 2) Takikardia biasanya
terhadap oksigenasi ada sebagai akibat
3) Monitor vital sign demam/dehidrasi tetapi dapat
4) Informasikan pada sebagai respons terhadap
pasien dan keluarga hipoksemia
tentang tehnik relaksasi 3) Selama periode waktu
untuk memperbaiki ini, potensial komplikasi fatal
pola nafas. (hipotensi/syok) dapat terjadi.
5) Ajarkan bagaimana 4) Perubahan frekuensi
batuk efektif jantung atau TD menunjukkan
6) Monitor pola nafas bahwa pasien mengalami
pasien mengalami nyeri,
khusunya bila alasan lain untuk
perubahan tanda vital telah
terlihat.
III Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x
24 jam kerusakan pertukaran pasien teratasi dengan 1) Posisikan pasien untuk 1. Ventilasi maksimal
kriteria hasil: memaksimalkan membuka area atelectasis.
Respiratory Status : Gas exchange ventilasi 2. Posisi membantu
Keseimbangan asam Basa, Elektrolit 2) Pasang mayo bila perlu memaksimalkan ekspansi paru
Respiratory Status : ventilation 3) Lakukan fisioterapi dan menurunkan upaya
Vital Sign Status dada jika perlu pernafasan.
Tujuan 4) Keluarkan sekret 3.Mencegah obstruksi/aspirasi.
No Indikator Awal
1 2 3 4 5 dengan batuk atau 4. Penurunan bunyi nafas dapat
1. Mendemonstrasi 2 √
suction menunjukan atelektasis. Ronki
kan peningkatan
5) Auskultasi suara nafas, menunjukan akumulasi
ventilasi dan
catat adanya suara secret/ketidakmampuan untuk
oksigenasi yang
tambahan membersihkan jalan nafas yang
adekuat
2. Memelihara 2 √ 6) Atur intake untuk dapat menimbulkan
kebersihan paru cairan mengoptimalkan penggunaan otot aksesoris
paru dan bebas keseimbangan. pernafasan dan peningkatan
dari tanda tanda 7) Monitor respirasi dan kerja pernafasan.
distress status O2 5. Pemasukan cairan yang
pernafasan 8) Catat pergerakan banyak membantu
dada,amati mengencerkan sekret,
kesimetrisan, membuatnya mudah
3. Mendemonstrasi 2 √ penggunaan otot dikeluarkan.
kan batuk efektif tambahan, retraksi otot
dan suara nafas supraclavicular dan
yang bersih, intercostal
tidak ada 9) Monitor suara nafas,
sianosis dan seperti dengkur
dyspneu 10) Monitor pola nafas :
(mampu bradipena, takipenia,
mengeluarkan kussmaul,
sputum, mampu hiperventilasi, cheyne
bernafas dengan stokes, biot
mudah, tidak 11) Auskultasi suara nafas,
ada pursed lips) catat area penurunan /
4. AGD dalam 2 √ tidak adanya ventilasi
batas normal dan suara tambahan
5. Status 2 √
12) Monitor TTV, AGD,
neurologis
elektrolit dan ststus
dalam batas
mental
normal
Keterangan: 13) Observasi sianosis
1. Keluhan ekstrim khususnya membran
2. Keluhan berat mukosa
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
IV. EVALUASI
Pada tahap akhir dari proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien
terhadap yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang di berikan untuk
memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi yang merupakan
proses terus menerus, diperlukan untuk menentukan seberapa baik rencana
perawatan yang dilaksanakan.
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinu, karena setiap
tindakan keperawatan dilakukan, respon pasien di catat dan evaluasi dalam
hubungannya dengan hasil yang di harapkan kemudian berdasarkan respon pasien,
revisi intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap
evaluasi mengacu pada tujuanyang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2002). Keperawatan medikal bedah.Jakarta: EGC.

Harahap. (2005). Oksigenasi dalam suatu asuhan keperawatan. Jurnal


Keperwatan Rufaidah Sumatera Utara Volume 1 hal 1-7. Medan: USU.

Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. (2000). Nursing outcome


classification (NOC). Philadelphia: Mosby.

McCloskey & Gloria M Bulechek. (1996). Nursing intervention classification


(NIC). USA:Mosby.

Muttaqin. (2005). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan pernafasan.


Salemba Medika: Jakarta.

NANDA. (2012). NANDA Internasional: Diagnosis keperawatan definisi dan


klasifikasi. Jakarta: EGC.

Wartonah & Tarwoto. 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai