Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN DAN LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


SISTEM INTEGUMEN PADA KASUS ABSES COLLI

DISUSUN OLEH:

NAMA : DIMAS INDRAWAN (05)


KELOMPOK : 5 (LIMA)
RUANGAN : MUZDALIFAH

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN “YARSI” MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN PELAJARAN 2021/2022
LEMBAR KONSULTASI

NO HARI / TANGGAL MATERI REVISI PARAF


LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIK KEPERAWATAN
Pengesahan Laporan Praktek Kerja Lapangan di RSI “SITI HAJAR” MATARAM :
Nama : Dimas Indrawan
Ruangan : Muzdalifah
No. Presensi : 5 (Lima)
Judul ASKEP : Abses Colli
Telah melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan di RSI “Siti Hajar”
Mataram dari tanggal 28 Oktober – 19 November 2021. Rincian kegiatan terangkum
dalam laporan ini.

Mataram, 19 November 2021

Pembimbing Lahan, Pembimbing Pendidikan,

(Andre Sagita A.md Kep.) (Zuhdi S.Kep, Ners, CWCCA, CH, CHt.)
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
karunia-Nya penulis masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan Laporan ini. Semoga
shalawat serta salam selalu dilimpahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW
beserta sahabat dan keluarganya, serta pengikutnya hingga akhir zaman. Amin.
Alhamdulillah penulis telah berhasil menyelesaikan makalah Laporan Pendahuluam
tentang “Abses Colli”. Laporan ini disusun agar dapat menambah informasi kepada para
pembaca tentang Abses Colli.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya
kepada :
1. Bapak Zuhdi, S.Kep., Ners.,Ibu Erisa Septiani Sabrina, S.Kep.,Ners dan Bapak Fathul
Aziz, S.Kep.,Ners selaku pembimbing Pendidikan di SMK ‘’YARSI’’ MATARAM

2. Ibu Yosefa Kalembang S.kep. Selaku Kepala Ruangan Muzdalifah RSI Siti Hajar
Mataram.
3. Bapak Andre Sagita Amd.kep . Selaku Pembimbing Lahan Ruangan Muzdalifah RSI
Siti Hajar Mataram & Bapak Zuhdi S.Kep.,Ners Selaku Pembimbing Pendidikan
Keperawatan SMK YARSI Mataram.
4. Orang tua kami yang telah membantu baik moril maupun materi.
Semoga Laporan ini memberi wawasan yang lebih luas kepada pembaca.

Walaupun Laporan ini memiliki kelebihan dan kekurangan, namun penulis


menyadari bahwa Laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun sangat diperlukan. Semoga Laporan ini bermanfaat bagi yang
membutuhkan dan mendapat ridho Allah. Amin.

Penyusun

Dimas indrawan
DAFTAR ISI

COVER...............................................................................................................................
LEMBAR KONSULTASI................................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
1.1 Latar Belakang...................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................
1.3.1 Tujuan Umum..........................................................................................
1.3.2 Tujuan Khusus.........................................................................................
1.4 Manfaat..............................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................
2.1 Definisi............................................................................................................
2.2 Anatomi Fisiologi............................................................................................
2.3 Etiologi............................................................................................................
2.4 Klasifikasi........................................................................................................
2.5 Patofisiologi (Pathway)...................................................................................
2.6 Manifestasi Klinis............................................................................................
2.7 Pemeriksaan Penunjang...................................................................................
2.8 Penatalaksanaan...............................................................................................
2.9 Komplikasi......................................................................................................
2.10 Pencegahan....................................................................................................
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN...........................................................
3.1 Pengkajian.....................................................................................................
3.1.1 Identitas...............................................................................................
3.1.2 Riwayat Penyakit................................................................................
3.1.3 Pengkajian Bio Psiko Sosial...............................................................
3.1.4 Pemeriksaan Fisik...............................................................................
3.1.5 Pemeriksaan Penunjang......................................................................
3.1.6 Terapi..................................................................................................
3.2 Diagnosa Keperawatan..................................................................................
3.3 Intervensi Keperawatan.................................................................................
3.4 Implementasi Keperawatan...........................................................................
3.5 Evaluasi Keperawatan...................................................................................
BAB IV PENUTUP............................................................................................................
4.1 Kesimpulan...................................................................................................
4.2 Saran..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Abses merupakan pus yang terlokalisir akibat adanya infeksi dan supurasi
jaringan. Abses bisa terjadi pada semua struktur atau jaringan rongga mulut.
Abses rongga mulut yang paling sering terjadi adalah abses periodontal dan abses
periapikal. Abses periodontal merupakan lesi yang dapat dengan cepat merusak
jaringan periodontium dan bisa terjadi dalam bentuk akut dan kronis. Abses
periodontal merupakan salah satu dari beberapa kondisi klinik dalam periodontik,
sehingga pasien diharapkan untuk segera mendapatkan perawatan. Apabila tidak
dilakukan perawatan atau perawatan yang tidak adekuat, akan menyebabkan
kehilangan gigi dan penyebaran infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses
periodontal mempunyai gejala yang mirip dan terlihat seperti abses periapikal.
Oleh karena itu, diagnosa yang tepat harus ditegakkan agar dapat dilakukan
perawatan yang tepat.
Abses gigi tidak hanya ada di dalam mulut saja tapi juga bisa menyebar ke
daerah lain misalnya abses leher. Abses leher dalam adalah terkumpulnya nanah
(pus) di dalam ruang potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat
penjalaran dari berbagai sumber infeksi, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus
paranasal, telinga dan leher. Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan
pembengkakan di ruang leher dalam yang terkena.
Secara anatomi daerah potensial leher dalam merupakan daerah yang sangat
komplek. Pengetahuan anatomi fasia dan ruang-ruang potensial leher secara baik,
serta penyebab abses leher dalam mutlak diperlukan untuk dapat memperkirakan
perjalanan penyebaran infeksi dan penatalaksanaan yang adekuat.
Tidak ada angka estimasi yang diperoleh terhadap kejadian abses leher dalam.
Namun diperkirakan bahwa kejadian abses leher dalam menurun secara bermakna
sejak era pemakaian antibiotik. Di samping itu hygiene mulut yang meningkat
juga berperan dalam hal ini. Sebelum era antibiotik, 70% infeksi leher dalam
lebih banyak berasal dari tonsil pada anak, setelah ditemukannya antibiotik,
infeksi gigi merupakan sumber infeksi paling banyak yang dapat menyebabkan
abses leher dalam. Kebersihan gigi yang kurang menjadi faktor penyebab
tersering pada orang dewasa.
Keterlambatan dalam diagnosis dan pemberian terapi yang tidak adekuat dapat
mengakibatkan komplikasi yang dapat membahayakan jiwa, seperti mediastinitis,
dengan angka mortalitas sebesar 40%. Kuman penyebab abses leher dalam
biasanya terdiri dari campuran kuman aerob, anaerob maupun fakultatif anaerob.
Asmar dikutip Murray dan kawan-kawan, mendapatkan kultur dari abses
retrofaring 90% mengandung kuman aerob, dan 50% pasien ditemukan kuman
anaerob. Di samping drainase abses yang optimal, pemberian antibiotik
diperlukan untuk terapi yang adekuat. Untuk mendapatkan antibiotik yang efektif
terhadap pasien, diperlukan pemeriksaan kultur kuman dan uji kepekaan
antibiotik terhadap kuman. Namun ini memerlukan waktu yang cukup lama,
sehingga diperlukan pemberian antibiotik secara empiris. Berbagai kepustakaan
melaporkan perlunya pemberian terapi antibiotik spektrum luas secara kombinasi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian abses colli?
2. Bagaimana anatomi fisiologi leher?
3. Apa etiologi abses colli?
4. Bagaimana klasifikasi abses colli?
5. Bagaimana patofisiologi abses colli?
6. Apa manifestasi klinis abses colli?
7. Bagaimana pemeriksaan abses colli?
8. Bagaimana penataklaksanaan abses colli?
9. Apa komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit abses colli?
10.Bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien dengan abses colli?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang asuhan keperawatan dengan
abses colli serta faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah
tersebut.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan dari penulisan laporan pendahuluan ini diharapkan siswa
mampu:
a. Mengetahui pengertian abses colli
b. Mengetahui anatomi fisiologi leher
c. Mengetahui etiologi abses colli
d. Mengetajui klasifikasi abses colli
e. Mengetahui patofisologi abses colli
f. Mengetahui manifestasi klinis abses colli
g. Mengetahui pemeriksaan penunjang abses colli
h. Mengetahui penataklaksanaan abses colli
i. Menegetahui komplikasi yang ditimbulkan abses colli
j. Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien abses colli

1.4 Manfaat
1. Memahami pengertian dari abses colli
2. Memahami anatomi fisiologi leher
3. Memahami etiologi dari penyakit abses colli
4. Memahami klasifikasi abses colli
5. Memahami patofisologi abses colli
6. Memahami manifestasi klinis abses colli
7. Memahami pemeriksaan penunjang abses colli
8. Memahami penataklaksanaan abses colli
9. Memahami komplikasi yang ditimbulkan abses colli
10. Dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien abses colli

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah
mati) yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi
(biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya
serpihan, luka peluru, atau jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi
perlindungan oleh jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi ke
bagian tubuh yang lain. Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala
berupa kantong berisi nanah. (Siregar, 2004).
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari
infeksi yang melibatkan organisme piogenik, nanah merupakan suatu campuran
dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang
dicairkan oleh enzim autolitik (Morison, 2003 dalam Nurarif & Kusuma, 2013)
Abses (misalnya bisul) biasanya merupakan titik “mata”, yang kemudian
pecah; rongga abses kolaps dan terjadi obliterasi karena fibrosis, meninggalkan
jaringan parut yang kecil (Harrison, 2005)
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa abses colli adalah suatu
infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri / parasit atau karena adanya benda
asing (misalnya luka peluru maupun jarum suntik) dan mengandung nanah yang
merupakan campuran dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang
sudah mati yang dicairkan oleh enzim autolitik yang timbul di dalam ruang
potensial diantara fasia leher dalam, akibat perjalanan berbagai sumber infeksi
seperti gigi, mulut, tenggorokan, sinus paranasal dan telinga leher.

2.2 Anatomi Fisiologi Leher

Leher terbagi atas dua bagian utama yang berbentuk segitiga, yaitu anterior
dan posterior, oleh otot sternomastoid yang berjalan menyerong dari prosesus
mastoid tulang pelipis ke sebelah depan klavikula dan dapat diraba disepanjang
tulang itu. Klavikula terletak pada dasar leher dan memisahkan dari thorax.
Segitiga posterior leher disebelah depan dibatasi oleh otot sternomastoid dan
dibelakang oleh tepi anterior otot trapezius. Bagian ini berisi sebagian dari plexus
saraf servikal dan plexus brakhialis. Serangkaian kelenjar limfe yang terletak
posterior dai sternomastoid dan urat-urat saraf dan pembuluh darah. Diatas
segitiga ini terletak iga pertama dan diatas iga ini berjalan arteri subklavia. Di
tempat inilah penekanan arteri subklavia dengan jari dapat dilakukan.
Segitiga anterior dari batang leher terbagai dalam beberapa segitiga lagi
yaitu segitiga karotis karena memuat arteri karotis beserta cabangnya yaitu karotis
interna dan externa dan juga vena jugularis internada dan beberapa vena, arteri
dan saraf lainnya terdapat disini.
Segitiga digastrik terletak dibawah rahang. Disini terdapat beberapa bagian
dari kelenjar submandibuler dan kelenjar parotis, cabang saraf fasialis dan arteri
fasialis dan struktur lainnya yang terletak lebih dalam termasuk beberapa
pembuluh karotis. Batang leher dari depan. Manubrium sterni merupakan patokan
penting, sebab dibelakangnya terletak sebagian dari arkus aorta dan vena-vena
innominata.
Trachea dimulai langsung dibawah tulang rawan krikoid dan berjalan masuk
ke rongga torax dan berakhir untuk bercabang menjadi bronchus kanan dan kiri
pada setinggi sudut sterna (sudul louis).

2.3 Etiologi
Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui
beberapa cara:
1. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum
yang tidak steril
2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :
1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
2. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
3. Terdapat gangguan sistem kekebalan
4. Bakteri tersering penyebab abses adalah Staphylococus Aureus
2.4 Klasifikasi
1. Abses Ginjal
Abses ginjal yaitu peradangan ginjal akibat infeksi. Ditandai dengan
pembentukan sejumlah bercak kecil bernanah atau abses yang lebih besar yang
disebabkan oleh infeksi yang menjalar ke jaringan ginjal melalui aliran darah.
2. Abses Perimandibular
Bila abses menyebar sampai di bawah otot-otot pengunyahan, maka
akan timbul bengkak-bengkak yang keras, di mana nanah akan sukar
menembus otot untuk keluar, sehingga untuk mengeluarkan nanah tersebut
harus dibantu dengan operasi pembukaan abses.
3. Abses Rahang gigi
Radang kronis, yang terbungkus dengan terbentuknya nanah pada
ujung akar gigi atau geraham. Menyebar ke bawah selaput tulang (sub-
periostal) atau di bawah selaput lendir mulut (submucosal) atau ke bawah kulit
(sub-cutaneus). Nanah bisa keluar dari saluran pada permukaan gusi atau kulit
mulut (fistel). Perawatannya bisa dilakukan dengan mencabut gigi yang
menjadi sumber penyakitnya atau perawatan akar dari gigi tersebut.
4. Abses Sumsum Rahang
Bila nanah menyebar ke rongga-rongga tulang, maka sumsum tulang
akan terkena radang (osteomyelitis). Bagian-bagian dari tulang tersebut dapat
mati dan kontradiksi dengan tubuh. Dalam hal ini nanah akan keluar dari
beberapa tempat (multiple fitsel).
5. Abses dingin (cold abcess)
Pada abses ini, karena sedikitnya radang, maka abses ini merupakan
abses menahun yang terbentuk secara perlahan-lahan. Biasanya terjadi pada
penderita tuberkulosis tulang, persendian atau kelenjar limfa akibat perkijuan
yang luas.
6. Abses hati
Abses ini akibat komplikasi disentri amuba (Latin: Entamoeba
histolytica), yang sesungguhnya bukan abses, karena rongga ini tidak berisi
nanah, melainkan jaringan nekrotik yang disebabkan oleh amuba. Jenis abses
ini dapat dikenali dengan ditemukannya amuba pada dinding abses dengan
pemeriksaan histopatologis dari jaringan.
7. Abses (Lat. abscessus)
Rongga abnormal yang berada di bagian tubuh, ketidaknormalan di
bagian tubuh, disebabkan karena pengumpulan nanah di tempat rongga itu
akibat proses radang yang kemudian membentuk nanah. Dinding rongga abses
biasanya terdiri atas sel yang telah cedera, tetapi masih hidup. Isi abses yang
berupa nanah tersebut terdiri atas sel darah putih dan jaringan yang nekrotik
dan mencair. Abses biasanya disebabkan oleh kuman patogen misalnya: bisul.

2.5 Patofisiologi
Jika bakteri masuk ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi suatu
infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan
dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh
dalam melawan infeksi, bergerak kedalam rongga tersebut, dan setelah menelan
bakteri, sel darah putih akan mati, sel darah putih yang mati inilah yang
membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong.
Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding
pembatas. Abses dalam hal ini merupakan mekanisme tubuh mencegah
penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam tubuh, maka
infeksi bisa menyebar kedalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit,
tergantung kepada lokasi abses. (Utama, 2001).
PATHWAY

2.6 Manifestasi Klinis


Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru, mulut,
rektum, dan otot. Abses yang sering ditemukan didalam kulit atau tepat dibawah
kulit terutama jika timbul diwajah.
Menurut Smeltzer & Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada
lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa:
1. Nyeri
2. Nyeri tekan
3. Teraba hangat
4. Pembengakakan
5. Kemerahan
6. Demam
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai
benjolan. Adapun lokasi abses antara lain ketiak, telinga, dan tungkai bawah. Jika
abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit
diatasnya menipis. Suatu abses di dalam tubuh, sebelum menimbulkan gejala
seringkali terlebih tumbuh lebih besar. Paling sering, abses akan menimbulkan
Nyeri tekan dengan massa yang berwarna merah, hangat pada permukaan abses ,
dan lembut.
1. Abses yang progresif, akan timbul "titik" pada kepala abses sehingga
Anda dapat melihat materi dalam dan kemudian secara spontan akan
terbuka (pecah).
2. Sebagian besar akan terus bertambah buruk tanpa perawatan. Infeksi dapat
menyebar ke jaringan di bawah kulit dan bahkan ke aliran darah.
Jika infeksi menyebar ke jaringan yang lebih dalam, Anda mungkin
mengalami demam dan mulai merasa sakit. Abses dalam mungkin lebih
menyebarkan infeksi keseluruh tubuh.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan laboratorium : Peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan rontgen,
USG, CT Scan, atau MRI.

2.8 Penatalaksanaan
Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan antibiotik.
Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi bedah dan
debridement.
Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya,
terutama apabila disebabkan oleh benda asing, karena benda asing tersebut harus
diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu
dipotong dan diambil absesnya, bersamaan dengan pemberian obat analgetik dan
antibiotik.
Drainase abses dengan menggunakan pembedahan diindikasikan apabila abses
telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah yang
lebih lunak. Drain dibuat dengan tujuan mengeluarkan cairan abses yang
senantiasa diproduksi bakteri.
Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis,
tindakan pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir
yang perlu dilakukan. Memberikan kompres hangat dan meninggikan posisi
anggota gerak dapat dilakukan untuk membantu penanganan abses kulit.
Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus,
antibiotik antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering
digunakan. Dengan adanya kemunculan Staphylococcus aureus resisten
Methicillin (MRSA) yang didapat melalui komunitas, antibiotik biasa tersebut
menjadi tidak efektif. Untuk menangani MRSA yang didapat melalui komunitas,
digunakan antibiotik lain: clindamycin, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan
doxycycline.
Adapun hal yang perlu diperhatikan bahwa penanganan hanya dengan
menggunakan antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang merupakan tindakan
yang efektif. Hal tersebut terjadi karena antibiotik sering tidak mampu masuk ke
dalam abses, selain itu antibiotik tersebut seringkali tidak dapat bekerja dalam pH
yang rendah.

2.9 Komplikasi
Komplikasi mayor dari abses adalah penyebaran abses ke jaringan sekitar atau
jaringan yang jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif (gangren).
Pada sebagian besar bagian tubuh, abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya,
sehingga tindakan medis secepatnya diindikasikan ketika terdapat kecurigaan
akan adanya abses. Suatu abses dapat menimbulkan konsekuensi yang fatal.
Meskipun jarang, apabila abses tersebut mendesak struktur yang vital, misalnya
abses leher dalam yang dapat menekan trakea. (Siregar, 2004).

2.10 Pencegahan
Menjaga kebersihan kulit dengan sabun cair yang mengandung zat anti-bakteri
merupakan cara terbaik untuk mencegah terjadinya infeksi atau mencegah
penularan.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1. Identitas
Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan diagnosa medis.
3.1.2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Nyeri, panas, bengkak, dan kemerahan pada area abses.
2) Riwayat kesehatan sekarang
a) Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali,
sedangkan abses dalam seringkali sulit ditemukan.
b) Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum yang tidak steril atau
terkena peluru, dll.
c) Riwayat penyakit dahulu
Apakah kemungkinan pasien belum pernah sakit seperti ini atau
sudah pernah
d) Riwayat infeksi (suhu tinggi) sebelumnya yang secara cepat
menunjukkan rasa sakit diikuti adanya eksudat tetapi tidak bisa
dikeluarkan.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit menular dan kronis, seperti TBC dan diabetes
mellitus.
3.1.3. Pengkajian Bio Psiko Sosial Virginia Handerson
1. Pola Oksigenasi
2. Pola Nutrisi
3. Pola Eliminasi
4. Pola Aktivitas/Bekerja
5. Pola istirahat dan Tidur
6. Pola mempertahankan suhu
7. Pola Berpakaian
8. Pola Gerak dan Keseimbangan
9. Pola Personal Higine
10. Pola Spritual
11. Pola Komunikasi
12. Pola Aman dan Nyaman
13. Pola Rekreasi
14. Pola Belajar
3.1.4 Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran : Keadaan Umum, Kesadaran, Pemeriksaan GCS.
b. Tanda-tanda vital : Tekanan darah, suhu, nadi, respirasi
c. Head to toe
1) Kepala
Bentuk kepala, rambut hitam lurus.
2) Mata
Konjungtiva, sklera ikterik, pupil, kedua mata simetris dan bulat.
3) Hidung
Bentuk hidung obstruksi dan polip hidung, nafas cuping hidung, dan
sekret.
4) Telinga
Bentuk telinga dan simetris, pengeluaran discharge.
5) Mulut
Bentuk mulut, bibir dan mukosa, gigi, lidah, dan stomatitis.
6) Leher
vena jugularis, pembesaran nodul dan pembesaran kelanjar tiroid.
7) Dada
Palpasi : nyeri tekan.
Inspeksi : Bentuk dada, retraksi dinding dada, ekspansi dada.
Perkusi : Paru sonor, jantung redup.
Auskultasi : Paru vesikuler (merata disemua lapang paru), bunyi
jantung, bunyi jantung tambahan: murmur dan gallop.
8) Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : BU
Perkusi : tympani, hepar dan lien pekak
Palpasi : nyeri tekan.
9) Genetalia
Perdarahan, warna urin, DC.
10) Anus
Hemoroid.
11) Ekstremitas
Edema, akral, turgor kulit, refleks fisiologis, refleks patologis,
kekuatan otot.
12) Kulit
Warna, sianosis.edema
3.1.5. Pemeriksaan penunjang
a. Hasil pemeriksaan leukosit menunjukan peningkatan jumlah sel darah
putih.
b. Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan
rontgen, USG, CT, Scan, atau MRI.

3.2 Diagnosa Keperawatan


Tahap selanjutnya yang harus dilakukan setelah memperoleh data melalui
pengkajian adalah merumuskan diagnosa. Pengertian dari diagnosa keperawatan
itu sendiri adalah sebuah pernyataan singkat dalam pertimbangan perawat
menggambarkan respon klien pada masalah kesehatan aktual dan resiko. Menurut
Herdman (2007), diagnosa keperawatan untuk abses adalah :
1) Nyeri berhubungan dengan reaksi peradangan.
2) Gangguan thermoregulator berhubungan dengan proses peradangan
3) Nyeri berhubungan dengan luka insisi akibat pembedahan.
4) Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan luka terbuka
5) Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan luka terbuka
3.4 Intervensi Keperawatan
No.Diagnosa Tujuan Dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Nyeri Tujuan: Setelah 1) Observasi TTV 1) Sebagai data
berhubungan dilakukan tindakan awal untuk
Seperti tekanan
dengan keperawatan diharapkan melihat
darah, nadi,
reaksi gangguan rasa nyaman keadaan umum
respirasi, suhu,
peradangan. nyeri dapat teratasi klien
dan spo2
Kriteria Hasil : Klien 2) Kaji lokasi, 2) Sebagai data
mengungkapkan secara intensitas, dan dasar
verbal rasa nyeri mengetahui
berkurang, klien dapat lokasi nyeri. seberapa hebat
rileks, klien mampu Skala nyeri 1- nyeri yang
mendemonstrasikan 10 dirasakan klien
keterampilan relaksasi sehingga
dan aktivitas sesuai mempermudah
dengan kemampuannya, intervensi
TTV dalam batas selanjutnya
normal; TD : 120 / 80
mmHg, Nadi : 80 x /
menit, pernapasan : 20 3) Observasi reaksi
x / menit. 3) Reaksi non
non verbal dari verba
ketidaknyamana menandakan
nyeri yang
n dirasakan klien
hebat

4) Dorong
4) Untuk
menggunakan mengurangi ras
teknik nyeri yang
dirasakan klien
manajemen dengan non
relaksasi. farmakologis

5) Kolaborasikan
5) Mempercepat
obat analgetik penyembuhan
sesuai indikasi. terhadap nyeri

2 Gangguan
thermoregula
tor Tujuan : Setelah
berhubungan dilakukan 1) Observasi TTV,
dengan tindakan keperawatan terutama suhu 1) Untuk data
proses diharapkan Hipertermi awal dan
tubuh klien.
peradangan dapat teratasi. memudahk
an
Kriteria Hasil : Suhu intervensi
tubuh dalam batas
normal (36 0C – 37 0C).
2) Untuk
2) Anjurkan klien
mencegah
untuk banyak dehidrasi
akibat
minum, minimal
penguapan
8 gelas / hari. tubuh dari
demam

3) Membantu
vasodilatasi
pembuluh
3) Lakukan darah
sehingga
kompres hangat.
mempercep
at
hilangnya
demam

4) Mempercep
at
4) Kolaborasi dalam penurunan
pemberian obat demam
antipiretik.
3 Nyeri Tujuan: Setelah 1) Observasi TTV 1) Sebagai data
berhubungan dilakukan tindakan Seperti tekanan
awal untuk
dengan luka keperawatan diharapkan darah, respirasi,
insisi akibat gangguan rasa nyaman nadi, suhu, dan melihat
pembedahan. nyeri teratasi. spo2
keadaan umum
Kriteria Hasil:Klien 2) Kaji lokasi, klien
mengungkapkan secara intensitas, dan 2) Sebagai data
verbal rasa nyeri lokasi nyeri.
berkurang, klien dapat Skala nyeri : 0- dasar
rileks, klien mampu 10 mengetahui
mendemonstrasikan
keterampilan relaksasi seberapa hebat
dan aktivitas sesuai
nyeri yang
dengan kemampuannya,
TTV dalam batas dirasakan klien
normal; TD : 120 / 80
sehingga
mmHg, Nadi : 80 x /
menit, pernapasan : 20 mempermudah
x / menit.
. intervensi
selanjutnya
3) Observasi reaksi
non verbal dari 3) Reaksi non
ketidaknyamana
verba
n.
menandakan
nyeri yang
dirasakan klien
hebat

4) Dorong
4) Untuk
menggunakan
teknik mengurangi ras
manajemen
nyeri yang
relaksasi.
dirasakan klien
dengan non
farmakologi

5) Kolaborasikan 5) Mempercepat
obat analgetik
penyembuhan
sesuai indikasi.
terhadap nyeri
4 Resiko Tujuan : Penyebaran 1) Observasi tanda- 1) Deteksi dini
penyebaran infeksi tidak terjadi. tanda infeksi terhadap
infeksi infeksi
berhubungan Kriteria hasil : Klien 2) Lakukan 2) Menurunkan
dengan luka bebas tanda dan gejala perawatan luka terjadinya
terbuka penyebaran infeksi dengan teknik resiko infeksi
aseptik dan dan
antiseptik penyebaran
bakteri
3) Kolaborasi 3) Menghilangka
dengan dokter n infeksi
untuk pemberian penyebab
antibiotik kerusakan
jaringan.

5 Kerusakan Tujuan : Dapat 1) Kaji luas dan 1) Pengkajian


integritas tercapainya proses keadaan luka yang tepat
kulit penyembuhan luka serta proses terhadap luka
berhubungan tepat waktu. penyembuhan. dan proses
dengan penyembuhan
trauma Kriteria hasil : Luka akan membantu
jaringan bersih, tidak bau, dalam
tidak ada pus/sekret, menentukan
udema disekitar luka tindakan
berkurang. selanjutnya.

2) Rawat luka 2) Merawat luka


dengan baik dan dengan teknik
benar dengan aseptik, dapat
teknik aseptik menjaga
kontaminasi
luka.

3) Kolaborasi 3) Menghilangkan
dengan dokter infeksi
untuk penyebab
pemberian anti kerusakan
biotik. jaringan.
3.5 Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan yaitu
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
Pelaksanaan Keperawatan untuk abses adalah Drainase abses dengan
menggunakan pembedahan diindikasikan apabila abses telah berkembang dari
peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah yang lebih lunak, Karena sering
kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus, antibiotik antistafilokokus
seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan, kompres hangat bisa
membantu mempercepat penyembuhan serta mengurangi peradangan dan
pembengkakan.

3.6 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan
sudah berhasil. Evaluasi Keperawatan pada klien dengan abses adalah :
a. Klien melaporkan rasa nyeri berkurang
b. Rasa nyaman klien terpenuhi
c. Daerah abses tidak terdapat pus
d. Tidak ditemukan adanya tanda – tanda infeksi ( pembengkakan,
demam,kemerahan )
e. Tidak terjadi komplikasi.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Pasien abses leher dalam lebih banyak pada kelompok usia


pertengahan (45-64 tahun).
2. Pasien abses leher dalam pada laki-laki lebih banyak dari pada
perempuan.
3. Abses peritonsil merupakan abses yang paling banyak ditemukan,
sementara abses multipel yang paling banyak ditemukan adalah
abses submandibula dan parafaring.
4. Abses leher dalam lebih banyak disebabkan karena infeksi gigi.
5. Pasien abses leher dalam lebih banyak mengeluhkan bengkak pada
lokasi yang terkena infeksi.
6. Pasien abses leher dalam paling banyak dirawat selama 3 hari.
7. Terapi antibiotik yang diberikan pada pasien abses leher dalam
paling banyak kombinasi ceftriaxon dan metronidazol.
8. Hasil kultur dan sensitivitas pada pasien abses leher dalam paling
banyak ditemukan Klebsiella sp.
9. Pasien abses leher dalam paling banyak menderita penyakit
diabetes mellitus.
10. Komplikasi abses leher dalam yang paling banyak ditemukan
adalah sepsis.

4.2 Saran

1) Bagi Penulis
Di harapkan dapat menggunakan atau memanfaatkan waktu seefektif mungkin
sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien secara menyeluruh.
2) Praktis
a) Bagi masyarakat/pasien
Di harapkan pasien dan keluarga dapat meningkatkan pengetahuan
tentang penyakit abses colli, sehingga dapat di lakukan pencegahan lebih dini.
b) Bagi Institusi Pendidikan
Memberikan kemudahan dalam pemakaian saran dan prasarana yang
merupakan fasilitas bagi mahasiswa untuk mengebangkan ilmu pengetahuan
dan keterampilannya melalui praktek klinik dan pembuatan laporan.
c) Bagi Rumah Sakit
Untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu pelayanan kesehatan
khsususnya klien dengan abses colli, Rumah Sakit harus menyediakan tenaga
profesional di bidang keperawatan serta dapat menyediakan fasilitas yang
memadai.
DAFTAR PUSTAKA

1. Carpenito, Lynda Juall & Moyet, Buku Saku; Diagnosis Keperawatan, 13th
Edition, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2013
2. Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Editor dalam bahasa Inggris :
kurt J. Lessebacher. Et. Al : editor bahasa Indnesia Ahmad H. Asdie. Edisi 13.
jakarta : EGC. 2005.
3. Nanda International, Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2012
4. Nurarif, Amin Huda & Hardi Kusuma, Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA; NIC-NOC, Mediaction Publishing,
Jakarta, 2013
5. Siregar, R,S. Atlas Berwarna Saripati Kulit. Editor Huriawati Hartanta. Edisi
2. Jakarta:EGC,2004.
6. Suzanne, C, Smeltzer, Brenda G Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah Bruner and Suddarth. Ali Bahasa Agung Waluyo. ( et,al) Editor bahasa
Indonesia :Monica Ester. Edisi 8 jakarta : EGC,2007.

Anda mungkin juga menyukai