Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUAHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PADA


KASUS INFEKSI LUKA OPERASI DI RUANG MUZDALIFAH RUMAH SAKIT
ISLAM SITI HAJAR MATARAM

DISUSUN OLEH :

NAMA : RIZKY SETIANTO M.

KELAS : XIIB KEPERAWATAN

RUANG : MUSDALIFAH

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGARA BARAT

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN YARSI MATARAM

TAHUN PELAJARAN 2021/2022


LEMBAR KONSULTASI
HARI/TANGGAL MATERI KONSULTASI PARAF
PEMBIMBING
NO
LAPORAN PENGESAHAN

PRAKTIK KLINIK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KASUS INFEKSI LUKA OPERASI


DI RUANG MUSDALIFAH RUMAH SAKIT ISLAM SITI HAJAR MATARAM

DIAJUKAN OLEH

RIZKY SETIANTO

LAPORAN TELAH DISAHKAN PADA :

TANGGAL:

MENYETUJUI:

Pembimbing Lahan: Pembimbing pendidikan:

(Andre Sagita A.md, Kep) (Zuhdi S.Kep NERS)


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
karunia-Nya penulis masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan Laporan ini. Semoga
shalawat serta salam selalu dilimpahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW
beserta sahabat dan keluarganya, serta pengikutnya hingga akhir zaman. Amin.
Alhamdulillah penulis telah berhasil menyelesaikan makalah Laporan Pendahuluam
tentang “INFEKSI POST OP”. Laporan ini disusun agar dapat menambah informasi kepada
para pembaca tentang INFEKSI POST OP.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya
kepada :

1. Bapak Zuhdi, S.Kep., Ners.,Ibu Erisa Septiani Sabrina, S.Kep.,Ners dan Bapak Fathul
Aziz, S.Kep.,Ners selaku pembimbing Pendidikan di SMK ‘’YARSI’’ MATARAM

2. Ibu Yosefa Kalembang S.kep. Selaku Kepala Ruangan Muzdalifah RSI Siti Hajar
Mataram.
3. Bapak Andre Sagita Amd.kep . Selaku Pembimbing Lahan Ruangan Muzdalifah RSI Siti
Hajar Mataram & Bapak Zuhdi S.Kep.,Ners Selaku Pembimbing Pendidikan
Keperawatan SMK YARSI Mataram.
4. Orang tua kami yang telah membantu baik moril maupun materi.
Semoga Laporan ini memberi wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun
Laporan ini memiliki kelebihan dan kekurangan, namun penulis menyadari bahwa Laporan
ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat
diperlukan. Semoga Laporan ini bermanfaat bagi yang membutuhkan dan mendapat ridho
Allah. Amin.

Penyusun

RIZKY SETIANTO M.
DAFTAR ISI
COVER…………………………………………………………...........................
LEMBARAN KONSUL…………………………………………………………...
LEMBARAN PENGESAHAN……………………………………………………
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..
DAFTAR ISI…………………………………………………………………........
BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………………
1.1LATAR BELAKANG………………………………………………………
1.2RUMUSAN MASALAH…………………………………………………...
1.3TUJUAN…………………………………………………………………...
1.4MANFAAT…………………………………………………………………
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………..
2.1 DEFINISI………………………………………………….......................
2.2 ANATOMI FISIOLOGI………………………………………..................
2.3 ETIOLOGI………………………………………....................................
2.4 KLASIFIKASI……………...…………………………….........................
2.5 PATOFISIOLOGI…….……………………………………….................
2.6 MANIFESTASI KLINIS…………………………………………………..
2.7 PEMERIKSAANPENUNJANG……………………………………….....
2.8 PENATALAKSANAAN……………………………………….................
2.9 KOMPLIKASI……………………………………………………………..
BAB IIIAUSHAN KEPERAWATAN……………………………………………
3.1 PENGKAJIAN…………………………………………………………….
3.1.1 Identitas………………………………………………………………
3.1.2 Riwayat penyakit……………………………………………………
3.1.3 Pengkajian Bio-Psiko-Sosial-Spiritual…………………………….
3.1.4 Pemeriksaan fisik…………………………………………………...
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN………………………………………….
3.3 RENCANA KEPERAWATAN…………………………………………...
BABIV PENUTUP………………………………………………………………...
4.1 KESIMPULAN…………………………………………………………….
4.2 SARAN…………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………...
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kesehatan yang baik bergantung sebagian pada lingkungan yang aman.
Praktisi atau teknisi yang memantau atau mencegah penularan infeksi
membantu melindungi klien dan pekerja perawatan kesehatan dari penyakit.
Klien dalam lingkungan perawatan kesehatan sangat berisiko terkena infeksi
karena daya tahan yang menurun terhadap mikroorganisme infeksius,
meningkatnya pajanan terhadap jumlah dan jenis penyakit yang disebabkan
oleh mikroorganisme dan prosedur invasive. Dalam fasilitas perawatan akut
atau ambulatory, klien dapat terpajan pada mikroorganisme. Setiap tahun
diperkirakan 2 juta pasien mengalami infeksi saat dirawat di Rumah Sakit.
Hal ini terjadi karena pasien yang dirawat di Rumah Sakit mempunyai
daya tahan tubuh yang melemah sehingga resistensi terhadap mikroorganisme
penyebab penyakit menjadi turun, adanya peningkatan paparan terhadap
berbagai mikroorganisme dan dilakukannya prosedur invasive terhadap
pasien di Rumah Sakit. Mikroorganisme bisa berada di setiap tempat, dalam
air, tanah, permukaan tubuh seperti kulit, saluran pencernaan dan area terbuka
lainnya. Infeksi yang di derita pasien karena dirawat di Rumah Sakit, dimana
sebelumnya pasien tidak mengalami infeksi tersebut dinamakan infeksi
nosokomial.
Pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika pada saat masuk
belum mengalami infeksi kemudian setelah dirawat selama 48-72 jam klien
menjadi terinfeksi. Infeksi nosokomial bisa bersumber dari petugas
kesehatan, pasien yang lain, alat dan bahan yang digunakan untuk pengobatan
maupun dari lingkungan Rumah Sakit. Faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya infeksi nosokomial antara lain: faktor internal (seperti usia,
penggunaan obat, penyakit penyerta, malnutrisi, kolonisasi flora normal
tubuh, personal hygiene yang rendah, perilaku personal dll) serta faktor
eksternal (seperti banyaknya petugas kesehatan yang kontak langsung dengan
pasien, banyaknya prosedur invasif, lama tinggal di RS, lingkungan yang
terkontaminasi dan sebagainya). Dengan cara mempraktikkan teknik
pencegahan dan pengendalian infeksi, perawat dapat menghindarkan
penyebaran mikroorganisme terhadap klien.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa definisi dari ILO?


2. Bagaimana anatomo fisiologi dari ILO?
3. Bagaimana etiologi dari ILO?
4. Bagaimana klarifikasi dari ILO?
5. Bagaimana patofisiologi dari ILO?
6. Apa saja Manifestasi Klinis dari ILO?
7. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang dari ILO?
8. Bagaimana Penatalaksanaan dari ILO?
9. Bagaimana Komplikasi dari ILO?
10.Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan ILO?
1.3 Tujuan penelitian

1. 3.1. Tujuan Umum

Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan yang sistemastis dan


lengkap pada pasien dengan risiko infeksi.
1. 3. 2. Tujuan Khusus
Setelah menyusun laporan pendahuluan diharapkan mahasiswa dapat:
a. Memahami lebih dalam tentang konsep dasar risiko infeksi pada pasien.
b. Melakukan pengkajian pada pasien dengan risiko infeksi.
c. Menetapkan diagnosa keperawatan pasien dengan dasar analisa data
hasil pengkajian pasien dengan risiko infeksi.
d. Melakukan intervensi keperawatan dalam upaya pengontrolan infeksi pasien.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Risiko infeksi merupakan keadaan dimana seorang individu berisiko
terserang oleh agen patogenik dan oportunistik (virus, jamur, bakteri,
protozoa, atau parasit lain) dari sumber-sumber eksternal, sumber-sumber
eksogen dan endogen. Infeksi adalah invasi tubuh pathogen atau
mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit (Perry & Potter, 2005).

2.2 Anatomi Fisiologi


Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m 2 dengan berat
kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital
vserta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat
kompleks, elastis dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis
kelamin, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Kulit mempunyai
berbagai fungsi seperti sebagai perlindung, pengantar haba, penyerap, indera
perasa, dan fungsi pergetahan.

Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna terang, pirang dan
hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna
hitam kecoklatan pada genitalia orang dewasa.

Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya; kulit
yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit
yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang
tipis terdapat pada muka, yang berambut kasar terdapat pada kepala.

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu
lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Tidak
ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai
dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak.
Gambar : 3 lapisan utama kulit

1. Lapisan epidermis
Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum,
stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale.
a. Stratum korneum adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas
beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan
protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).
b. Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum,
merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang
berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut
tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki.
c. Stratum granulosum, (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis
sel- sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di
antaranya. Butir- butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Mukosa
biasanya tidak mempunyai lapisan ini. Stratum garnulosum juga
tampak jelas di telapak tangan dan telapak kaki.
d. Stratum spinosum, (stratum Malphigi ) atau disebut pula prickle cell
layer (lapisan akanta ) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk
poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis.
Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti
terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin
gepeng bentuknya. Di antara sel-sel stratum spinosum terdapat
jembatan-jembatan antar sel yang terdiri atas protoplasma dan
tonofibril atau keratin. Pelekatan antar jembatan-jembatan ini
membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di
antara sel-sel spinosum terdapat pula sel Langerhans. Sel-sel stratum
spinosum mengandung banyak glikogen.
e. Stratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang
tersusun vertical pada perbatasan dermo-epidermal berbasis seperti
pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling
bawah. Sel-sel basal ini mengalami mitosis dan berfungsi reproduktif.
Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu
a. Sel- sel berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti
lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan yang lain oleh
jembatan antar sel.
b. Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan
sel- sel berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti
gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes).
c. Fungsi epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis
vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel,
pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel
Langerhans).
Melanosit
Warna rambut disebabkan oleh aktivitas melanosit yang terdapat
antara papilla dan sel-sel epitel akar rambut. Sel epitel akar rambut
menghasilkan pigmen yang terdapat dalam sel-sel medulla dan korteks
batang rambut. Melanosit menghasilkan dan memindahkan melanin ke
sel-sel epitel.

Sel Langerhans
Sel berbentuk bintang ini terutama ditemukan di stratum spinosum
epidermis dan mewakili 2-8% sel-sel epidermis. Sel langerhans
merupakan makrofag turunan sumsum tulang yang mampu mengikat,
mengolah, memresentasikan antigen kepada limfosit T dan sel Sel
Langerhans berperan pada perangsangan sel limfosit T. Akibatnya sel
Langerhans mempunyai peran yang berarti dalam reaksi imunologi
kulit.

Sel Markel
Sel Markel biasanya terdapat dalam kulit tebal telapak tangan dan kaki
yang agak menyerupai sel epitel epidermis tetapi memiliki granula
padat kecil di dalam sitoplasmanua. Sel ini dapat berfungsi sebagai
mekanoreseptor sensoris meskipun ada bukti lain yang mengatakan
bahwa sel ini juga memiliki fungsi yang berhubungan dengan system
neuroendokrin difus.
Aktivitas Imunologi Dalam Kulit
Karena ukurannya yang besar, kulit memiliki jumlah limfosit dan sel
penyaji-antigen (Sel Langerhans) yang sangat besar dan karena
lokasinya, kulit berkontak langsung dengan banyak molekul antigen.
Itulah sebabnya epidermis mempunyai peran penting untuk beberapa
jenis respons imun. Kebanyakn limfosit yang ditemukan di kulit
menetap di dalam epidermis.

2. Lapisan dermis
Lapisan yang terletak dibawah lapisan epidermis adalah lapisan dermis
yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan
elastis dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut.
Secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian yakni pars papilare yaitu
bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan
pembuluh darah, dan pars retikulare yaitu bagian bawahnya yang
menonjol kea rah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut
penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin. Dasar lapisan
ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, di
bagian ini terdapat pula fibroblast, membentuk ikatan yang mengandung
hidrksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat lentur dengan
bertambah umur menjadi kurang larut sehingga makin stabil. Retikulin
mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk
amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis.
3. Lapisan subkutis
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan
ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan
sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang
bertambah.
Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang
lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus
adipose, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat
ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya
jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokasinya. Di abdomen dapat
mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan penis sangat sedikit.
Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan.
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak
di bagian atas dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis
(pleksus profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan
anastomosis di papil dermis, pleksus yang di subkutis dan di pars
retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah
berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh darah teedapat
saluran getah bening
ADNEKSA KULIT
Adneksa kulit terdiri atas kelenjer- kelenjer kulit, rambut dan kuku.
1. Kelenjer kulit
Terdapat di lapisan dermis, terdiri atas :
a. Kelenjer keringat ( glandula sudirofera)
Ada dua macam kelenjer keringat, yaitu kelenjer ekrin yang kecil-
kecil, terletak dangkal di dermis dengan sekret yang encer, dan
kelenjer apokrin yang lebih besar, terletak lebih dalam dan sekretnya
lebih kental.
Kelenjer ekrin telah dibentuk sempurna pada 28 minggu kehamilan
dan baru berfungsi 40 minggu setelah kelahiran. Saluran kalenjer ini
berbentuk spiral dan bermuara langsung di permukaan kulit. Terdapat
di seluruh permukaan kulit dan terbanyak di telapak tangan dan kaki,
dahi dan aksila. Sekresi bergantung pada beberapa faktor dan
dipengaruhi oleh saraf kolinergik, faktor panas dan stres emosional.
Kelenjer apokrin dipengaruhi oleh saraf adrenergik, terdapat di aksila,
aerola mammae, pubis, labia minora dan saluran telinga luar. Fungsi
apokrin pada manusia belum jelas, pada waktu lahir kecil, tetapi pada
pubertas mulai besar dan mengeluarkan sekret. Keringat mengandung
air, elektrolit, asam laktat dan glukosa. Biasanya pH sekitar 4- 6, 8.
b. Kelenjer palit ( glandula sebasea)
Terletak dis eluruh permukaan kulit manusia kecuali di telapak tangan
dan kaki. Kelenjer palit disebut juga kelenjer holokrin karena tidak
berlumen dan sekret kelenjer ini berasal dari dekomposisi sel- sel
kelenjer. Kelenjer palit biasanya terdapat di samping akar rambut dan
muaranya terdapat pada lumen akar rambut ( folikel raambut ). Sebum
mengandung trigliserida, asam lemak bebas, skualen, wax ester, dan
kolesterol. Sekresi dipengaruhi oleh hormon androgen, pada anak-
anak jumlah kelenjer palit sedikit, pada pubertas menjadi lebih besar
dan banyak serta mulai berfungsi secara aktif.
2. Kuku
Adalah bagian terminal lapisan tanduk ( stratum korneum ) yang menebal.
Bagian kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku ( nail
root ), bagian yang terbuka di atas dasar jaringan lunak pada ujung jari
tersebut badan kuku ( nail plate ) dan yang paling ujung adalah bagian
kuku yang bebas. Kuku tumbuh dari akar kuku keluar dengan kecepatan
tumbuh kira- kira 1 mm perminggu.
Sisi kuku agak mencekung membentuk alur kuku (nail groove ). Kulit tipis
yang menutupi kuku di bagian proksimal disebut eponikium sedang kulit
yang ditutupi bagian kuku bebas disebut hiponikium.

3. Rambut
Terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit ( akar rambut ) dan bagian
yang berada di luar kulit ( batang rambut ). Ada dua macam tipe rambut,
yaitu lanugo yang merupakan rambut halus, tidak mengandung pigmen
dan terdapat pada bayi dan rambut terminal yaitu rambut yang lebih kasar
dengan banyak pigmen, mempunyai medula dan terdapat pada orang
dewasa.
Pada manusia dewasa selain rambut di kepala juga terdapat bulu mata,
kumis dan janggut yang pertumbuhannya dipengaruhi hormon seks
( androgen ). Rambut halus di dahi dan badan lain disebut rambut velus.

Rambut tumbuh secara siklik, dibagi menjadi 3 fase :


a. Fase anagen ( pertumbuhan)
Sel- sel matriks melalui mitosis membentuk sel- sel baru mendorong
sel- sel lebih tua ke atas. Aktivitas ini berlangsung selama 2- 6 tahun
dengan kecepatan tumbuh kira- kira 0, 35 mm perhari.
b. Fase katagen ( peralihan)
Masa peralihan dimulai dari penebalan jaringan ikat di sekitar folikel
rambut. Bagian tengah akar rambut menyempit dan di bagian
bawahnya melebar dan mengalami pertandukan sehingga terbentuk
gada ( club ). Fase ini berlangsung selama 2- 3 minggu.
c. Fase telogen ( istirahat )
Berlangsung kurang lebih 4 bulan, rambut akan mengalami
kerontokan. 50- 100 lembar rambut rontok perharinya.

Rambut normal dan sehat berkilau, elastis dan tidak mudah patah,
dan dapat menyerap air. Kompisis rambut terdiri dari atas karbon 50-
60 %, hidrogen 6, 36 %, nitrogen 17, 14 %, sulfur 5 % dan oksigen 20,
8%. Rambut akan mudah dibentuk dengan mempengaruhi gugusan
disulfida misal dengan panas atau bahan kimia.

FISIOLOGI KULIT

Kulit dapat dengan mudah dilihat dan diraba, hidup, dan menjamin
kelangsungan hidup. Kulit punmenyokong penampilan dan
kepribadian seseorang. Dengan demikian kulit pada manusia
mempunyai peranan yang sangat penting, selain fungsi utama yang
menjamin kelangsungan hidup juga mempunyai arti lain yaitu estetik,
ras, indikator sistemik, dan sarana komunikasi non verbal antara
individu satu denga yang lain.
Fungsi utama kulit ialah proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi,
pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pembentukan pigmen,
pembentukan vitamin D dan keratinisasi.

1. Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap


gangguan fisis atau mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan,
gangguan kimiawi, misalnya zat- zat kimia terutama yang bersifat
iritan, contohnya lisol, karbol, asam dan alkali kuat lainnya, gangguan
yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan ultraviolet, gangguan
infeksi luar terutama kuman atau bakteri maupun jamur.
Hal di atas dimungkinkan karena adanya bantalan lemak, tebalnya
lapisan kulit dan serabut- serabut jaringan penunjang yang berperan
sebagai pelindung terhadap ganngguan fisis.
Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit terhadap pajanan
sinar matahari dengan mengadakan tanning. Proteksi rangsangan
kimia dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeabel
terhadap berbagai zat kimia dan air, disamping itu terdapat lapisan
keasaman kulit yang melindungi kontak zat- zat kimia dengan kulit.
Lapisan keasaman kulit ini mungkin terbentuk dari hasil ekskresi
keringat dan sebum, keasaman kulit menyebabkan pH kulit berkisar
pada pH 5- 6,5 sehingga merupakan perlindungan kimiawi terhadap
infeksi bakteri maupun jamur. Proses keratinisasi juga berperan
sebagai sawar (barrier) mekanis karena sel- sel mati melepaskan diri
secara teratur.
2. Fungsi absorpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan
dan benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah
diserap, begitupun yang larut lemak. Permebailitas kulit terhadap O 2,
CO2, dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada
fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal
tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum.
Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antar sel, menembus sel-
sel epidermis atau melalui muara saluran kelenjer, tetapi lebih banyak
yang melalui sel epidermis daripada melalui muara kelenjer.
3. Fungsi eksresi, kelenjer- kelenjer kulit mengeluarkan zat- zat yang
tidak berguna lagi atau sisa metabilosme tubuh berupa NaCl, urea,
asam urat dan amonia. Kelenjer lemak pada fetus atas pengaruh
hormon androgen dari ibunya yang memproduksi sebum untuk
melindungi kulitnya terhadap cairan amnion, pada waktu lahir
dijumpai sebagai vernix caseosa. Sebum yang diproduksi melindungi
kulit karena lapisan sebum ini selain meminyaki kulit juga menahan
evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering.
Produksi kelenjer lemak dan keringat di kulit menyebabkan keasaman
kulit pada pH 5- 6,5.
4. Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung- ujung saraf sensorik di
dermis dan subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh
badan- badan Ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin
diperankan oleh badan- badan Krause yang terletak di dermis. Badan
taktil Meisnsner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan,
demikian pula badan Merkel Renvier yang terletak di epidermis.
Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di
epidermis. Saraf- saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di
daerah yang erotik.
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), kulit melakukan
peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan
(kontraksi otot) pembuluh darah kulit. Kulit kaya kana pembuluh
darah sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup
baik. Tonus vaskular dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin).
Pada bayi biasanya dinding pembuluh darah belum terbentuk
sempurna, sehingga terjadi ekstravasasi cairan, karena itu kulit bayi
tampak lebih edematosa kerana lebih banyak megandung air dan Na.
6. Fungsi pembentuk pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit)
terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf.
Perbandingan jumlah sel basal : melanosit adalah 10 : 1. Jumlah
melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosomes)
menentukan warna kulit ras maupun individu. Pada pulasan H.E sel
ini jernih berbentuk bulat dan merupakan sel dendrit, disebut pula
sebagai clear cell. Melanosom dibentuk oleh alat Golgi dengan
bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan O2. Pajanan terhadap sinar
matahari mempengaruhi produksi melanosom. N ke lapisan kulit
dibawahnya dibawa oleh sel melanofag ( melanofor ). Warna kulit
tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh pigmen kulit, melainkan juga oleh
tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi Hb dan karoten.
7. Fungsi keratinisasi, lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel
utama yaitu keratinosit, sel Langerhans, melanosit. Keratinosit dimulai
dari sel basal mengadakan pembelahan, sel basal yang lain akan
berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum,
makin ke atas sel menjadi makin gepeng dan bergranula menjadi sel
granulosum. Makin lama inti menghilang dan keratinosit ini menjadi
sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung terus menerus seumur
hidup, dan sampai sekarang masih belum spenuhnya dimengerti.
Matolsty berpendapat mungkin keratinosit melalui proses sintesis dan
degradasi menjadi lapisan tanduk. Proses ini berlangsung normal
selama kira- kira 14- 21 hari, dan memberi perlindungan kulit
terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.
8. Fungsi pembentukan Vit D, dimungkinkan dengan mengubah 7
dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari. Tetapi
kebutuhan tubuh akan vitamin D tidak cukup hanya dari hal tersebut,
sehingga pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.
9. Fungsi ekspresi emosi, pada manusia kulit dapat pula
mengekspresikan emosi karena adanya pembuluh darah, kelenjer
keringat dan otot- otot dibawah kulit

2.2 Etiologi
Penyebab dari resiko infeksi dalam klasifikasi NANDA (2012) antara lain:
1. Prosedur invasive
2. Tidak cukup pengetahuan dalam menghindari paparan pathogen
3. Trauma
4. Destruksi jaringan dan peningkatan paparan lingkungan
5. Rupture membrane amnionik
6. Agen parmasetikal (misalnya imunosupresan)
7. Malnutrisi
8. Peningkatan paparan lingkungan terhadap pathogen
9. Imunosupresi
10. Imunitas yang tidak adekuat
11. Pertahanan sekunder tidak adekuat (Hb menurun, Leukopenia,
Penekanan respon inflamasi)
12. Pertahanan respon primer tidak adekuat (kulit tak utuh, trauma jaringan,
penurunan gerak silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi Ph,
perubahan peristaltik)
13. Penyakit kronis
2.3 Faktor predisposisi/Faktor pencetus
Beberapa faktor yang mencetuskan risiko infeksi pada pasien menurut Potter
& Perry (2005) adalah:
1. Agen
Agen itu penyebab infeksinya, yaitu mikroorganisme yang masuk bisa
karena agennya sendiri atau karena toksin yang dilepas.
2. Host
Host itu yang terinfeksi, jadi biarpun ada agen, kalau tidak ada yang bisa
dikenai, tidak ada infeksi..Host biasanya orang atau hewan yang sesuai
dengan kebutuhan agen untuk bisa bertahan hidup atau berkembang biak.
3. Environment (lingkungan)
Environment itu lingkungan di sekitar agen dan host, seperti suhu,
kelembaban, sinar matahari, oksige dan sebagainya. Ada agen tertentu
yang hanya bisa bertahan atau menginfeksi pada keadaan lingkungan yang
tertentu juga.
2.4 Patofisiologi
Pasien dengan post operasi prostektomi menggunakan kateter untuk
drainase dan pengeluaran urinnya. Pasien juga disertai dengan luka
pembedahan. Adanya kateter dalam traktus urinarius dapat menimbulkan
infeksi. Kolonisasi bakteri (bakteriuria) akan terjadi dalam waktu 2 minggu
pada separuh dari pasien-pasien yang menggunakan kateter urin, dan dalam
waktu 4-6 minggu sesudah pemasangan kateter pada hampir semua pasien
meskipun rekomendasikan untuk pengendalian infeksi dan perawatan kateter
telah diikuti dengan cermat. Mikroorganisme patogen yang menyebabkan
infeksi traktus urinarius yang berkaitan dengan kateter mencakup: Escherichia
coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, Enterobacter, Serratia dan Candida.
Mikroorganisame ini merupakan bagian dari flora endogenus atau flora usus
normal, ata
u didapat melalui kontaminasi-silang oleh pasien atau petugas rumah sakit atau
melalui kontak dengan peralatan yang tidak steril.
Terjadinya infeksi pasca operatif diakibat oleh infasi bakteri atau
mikroorganisme seperti staphylococcus aureus, escherhia coli, proteus
vulgaris, aerobacter aereo-genes dan organisme lainnya ke dalam sirkulasi
darah melalui luka operasi. Infeksi pasca operatif yang sering terjadi adalah 1)
Selulitis yaitu infeksi bakteri yang menyebar kedalam bidang jaringan; 2)
Limfangitis adalah penyebaran infeksi dari selulitis atau abses ke sistem
limfatik; 3) Abses adalah infeksi bakteri setempat yang ditandai dengan
pengumpulan pus (Brunner & Suddarth, 2002).
Infeksi saluran kemih dan epididimitis adalah komplikasi yang mungkin
setelah prostatektomi. Pasien dikaji terhadap kejadianya; dan diberikan
antibiotik sesuai yang diresepkan (Brunner & Suddarth, 2002b). Selain itu
infeksi luka merupakan penyebab terjadinya demam pasca bedah dan
morbiditas pasien; sehingga pemeriksaan luka juga komponen penting
pemeriksaan pasca bedah bagi demam. Sepsis luka dapat tampil dalam 24 jam
setelah operasi jika organisme penyebabanya sterptokokus atau klostridium,
infeksi yang karna organisme terkhir sangat serius, mis mionekrosis
klostridium (gangren gas) dapat cepat berkembang dengan akibat buruk. Tetapi
biasanya lebih lazim demam akibat infeksi luka timbul setelah hari keempat
pasca bedah, karna masa inkubasi yang agak lebih lam diperlukan untuk gram
negatif usus atau kontaminan stafilokokus eksogen-endogen yang sering
menyebabkan untuk mencapai tingkat bermakna (Brunner & Suddarth, 2002
PATHWAY
2.5 Tanda dan gejala
Tanda dan Gejala yang lazim terjadi, pada infeksi (Smeltzer, 2002) sebagai
berikut :
a. Rubor
Rubor atau kemerahan merupakan hal yang pertama yang terlihat di
daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul,
terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan.
Sehingga lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi local dan kapiler
meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut
hyperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah local karena
peradangan akut.
b. Kalor
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut.
Kalor disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah
yang memiliki suhu 37 derajat celcius disalurkan ke permukaan tubuh
yang mengalami radang lebih banyak daripada ke daerah normal.
c. Dolor
Perubahan pH local atau konsentrasi local ion-ion tertentu dapat
merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamine atau
bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh
tekanan meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang.
d. Tumor
Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar
ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke
jaringan-jaringan interstitial.
e. Functio Laesa
Merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum
diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang
meradang.

2.6 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan laboratorium yang langsung berhubungan dengan infeksi
antara lain pemeriksaan darah lengkap yang meliputi: hemoglobin, leukosit,
hematokrit, eritrosit, trombosit, MCH, MCHV, hitung jenis: basofil, eosinofil,
batang segmen, limfosit, dan monosit, kimia klinik: LED, GDS, dan albumin.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan diagnosa medis.
3.2.1 Riwayat kesehatan
a.       Keluhan utama : Keluhan yang paling dirasakan pasien untuk
mencari bantuan
b.      Riwayat kesehatan sekarang
Apa yang dirasakan sekarang
c.       Riwayat penyakit dahulu
Apakah kemungkinan pasien belum pernah sakit seperti ini atau sudah
pernah
d.      Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang turun temurun atau penyakit tidak menular
3.3.3 Pola kesehatan fungsional
a.       Pemeliharaan kesehatan : Bagaimana pasien menjaga kesehatannya
b.      Nutrisi metabolik : Asupan nutrisi, pola makan, kecukupan gizi
c.       Eliminasi     : Pola BAK dan BAB, konsistensi feses, warna urine,
volume output
d.      Aktivitas       : Meliputi gerakan ( mobilitas ) pasien, aktivitas/
pekerjaan pasien yang dapat mengendorkan otot.
e.       Pola persepsi kognitif : Bagaimana pasien memandang penyakitnya
dan kondisi yang dialami
f. Pola istirahat     : Meliputi kebiasaan tidur / istirahat pasien kebiasaan
dalam istirahat,waktu istirahat, kualitas tidur..
g. Konsep diri : Gambaran diri, ideal diri, harga diri dan identitas diri
h.     Pola peran dan hubungan : Bagaimana hubungan / berinteraksi
dengan orang lain
i.      Pola reproduksi dan seksual : Pola aktivitas seksual dan keadaan
sistem reproduksi pasien
j.    Pola pertahanan diri / koping : Regresi, penyangkalan, isolasi diri,
menarik diri dan intelektualisasi
k.   Keyakinan dan nilai : keyakinan, budaya dan agama yang pasien anut
yang berhubungan dengan kesehatan pasien.
3.2 Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran : Keadaan Umum, Kesadaran, Pemeriksaan GCS.
b. Tanda-tanda vital : Tekanan darah, suhu, nadi, respirasi
c. Head to toe
1) Kepala
Bentuk kepala, rambut hitam lurus.
2) Mata
Konjungtiva, sklera ikterik, pupil, kedua mata simetris dan bulat.
3) Hidung
Bentuk hidung obstruksi dan polip hidung, nafas cuping hidung,
dan sekret.
4) Telinga
Bentuk telinga dan simetris, pengeluaran discharge.
5) Mulut
Bentuk mulut, bibir dan mukosa, gigi, lidah, dan stomatitis.
6) Leher
vena jugularis, pembesaran nodul dan pembesaran kelanjar tiroid.
7) Dada
Inspeksi : Bentuk dada, retraksi dinding dada, ekspansi dada.
Perkusi : Paru sonor, jantung redup.
Auskultasi : Paru vesikuler (merata disemua lapang paru), bunyi
jantung, bunyi jantung tambahan: murmur dan
gallop.
8) Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : BU
Perkusi : tympani, hepar dan lien pekak
Palpasi : nyeri tekan.
9) Genetalia
Perdarahan, warna urin, DC.
10) Anus
Hemoroid.
11) Ekstremitas
Edema, akral, turgor kulit, refleks fisiologis, refleks patologis,
kekuatan otot.
12) Kulit
Warna, sianosis.edema
3.3 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang langsung berhubungan dengan infeksi
antara lain pemeriksaan darah lengkap yang meliputi: hemoglobin, leukosit,
hematokrit, eritrosit, trombosit, MCH, MCHV, hitung jenis: basofil,
eosinofil, batang segmen, limfosit, dan monosit, kimia klinik: LED, GDS,
dan albumin.
3.4 Diagnosa keperawatan
a. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia,
neoplasma) d.d pasien mengeluh nyeri, pasien tampak meringis, gelisah,
sulit tidur, nadi meningkat.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan makan, kurang asupan makanan d.d penurunan
berta badan dengan asupan makanan adekuat.
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan aktif d.d haus, kelemahan, kulit kering, membran mukosa kering,
penurunan haluaran urine.
e. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan kedalaman pernafasan sekunder
distensi abdomen dan menghindari nyeri.
3.5 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intrvensi Rasional
dx
1 Nyeri Akut b.d Setelah 1. Kaji keluhan nyeri, 1. Mengindikasikan
agen pencedera dilakukan perhatikan lokasi, kebutuhan untuk
fisiologis (mis. asuhan
intensitas, frekuensi, intervensi dan
inflamasi, keperawatan …
iskemia, x 24 jam dan waktu. juga tanda-tanda
neoplasma) d.d diharapkan nyeri Menandai gejala perkembangan/re
pasien mengeluh pasien dapat
nonverbal misalnya solasi
nyeri, pasien berkurang/hilan
tampak g dengan gelisah, takikardia, komplikasi.
meringis, dan meringis. Catatan : sakit
gelisah, sulit kriteria hasil
sbb: 2. Monitor vital sign yang kronis tidak
tidur, nadi
meningkat. (suhu, nadi, respirasi menimbulkan
1. Pasien
mampu dan tekanan darah) perubahan
mengontrol 3. Dorong autonomik.
nyeri.
pengungkapan 2. Kondisi umum
2. Melapor perasaan. seperti vital sign
kan nyeri
akan
berkurang
4. Berikan aktivitas menunjukkan
dengan
menggunakan hiburan, mis : karakteristik
manajemen membaca, nyeri yang
nyeri. berkunjung, dll. dialami pasien.
3. Mampu 5. Lakukan tindakan 3. Dapat
mengenali paliatif, mis : mengurangi
nyeri (skala,
pengubahan posisi, ansietas dan rasa
intensitas,
frekuensi dan massase, rentang takut, sehingga
tanda-tanda gerak pada sendi mengurangi
nyeri).
yang sakit. persepsi akan
4. Menyata 6. Instruksikan intansitas rasa
kan rasa
pasien/dorong untuk sakit.
nyaman
setelah nyeri menggunakan 4. Memfokuskan
berkurang. visualisasi/ kembali
bimbingan perhatian:
imajinasi, relaksasi mungkin dapat
progresif, teknik meningkatkan
napas dalam. kemampuan
untuk
7. Kolaborasi : berikan menanggulangi.
analgesik/antipiretik 5. Meningkatkan
, analgesik narkotik. relaksasi/menuru
Gunakan ADP nkan tegangan
(analgesik yang otot.
dikontrol pasien)
untuk memberikan
analgesia 24jam 6. Meningkatkan
dengan dosis pre ro relaksasi dan

netra. perasaan sehat.


Dapat
menurunkan
kebutuhan
narkoti analgesik
dimana telah
terjadi proses
degenerative
neuro/motor.
Mungkin tidak
berhasil jika
muncul
dimensia,
meskipun minor.
7. Kolaborasi :
memberikan
penurunan
nyeri/tidak
nyaman:
mengurangi
demam. Obat
yang dikontrol
pasien atau
berdasarkan
waktu 24 jam
mempertahankan
kadar analgesia
darah tetap
stabil, mencegah
kekurangan
ataupun
kelebihan obat-
obatan.
2 Resiko infeksi Setelah 1. Pantau suhu dengan 1. Mendeteksi
berhubungan dilakukan teliti dan tanda- kemungkinan
dengan trauma asuhan
tanda infeksi lainnya infeksi
jaringan keperawatan …
x 24 jam 2. Cuci tangan sebelum
diharapkan tidak dan sesudah seluruh 2. Meminimalkan
ada tanda-tanda pajanan pada
kontak perawatan
infeksi dengan
diakukan. organisme
kriteria hasil
sbb: Instrusikan infektif

pasien/orang 3. Untuk mencegah


1. Klien bebas
dari tanda terdekat untuk kontaminasi
dan gejala silang/menurunk
mencuci tangan
infeksi
sesuai indikasi. an resiko infeksi
2. Menunjukka
3. Gunakan teknik 4. meminimalkan
n
aseptik yang cermat terpaparnya
kemampuan
untuk untuk semua pasien dari
mencegah prosedur invasive sumber infeksi
terjadinya
infeksi 4.Tempatkan pasien
5. mencegah
dalam ruangan khusus
3. Julmah terjadinya infeksi
Kolaborasi:
leukosit
5. Kolaborasi dalam
dalam batas pemberian antibiotic
normal

4. Menunjukka
n perilaku
hidup sehat

3 Ketidakseimban Setelah 1. Kaji ABCD 1. Mengetahui


gan nutrisi diberikan 2. Timbang berat nutrisi pasien
kurang dari asuhan
badan setiap hari 2. Mengkaji
kebutuhan tubuh keperawatan
berhubungan selama …x 24 atau sesuai indikasi pemasukan
dengan jam diharapkan makanan yang
ketidakmampua kebutuhan
3. Berikan makanan adekuat
n makan, kurang nutrisi pasien
asupan makanan terpenuhi cair yang (termasuk
d.d penurunan dengan criteria mengandung zat absorbsi dan
berta badan hasil sbb:
nutrien dan utilisasinya) dan
dengan asupan 1. Adanya
makanan elektrolit dengan mengethaui berat
peningkatan
adekuat segera jika pasien badan pasien.
berat badan
sudah dapat 3. Pemberian
sesuai tujuan.
mentolirnya melalui makanan melalui
2. Berat badan
pemberian cairan oral lebih baik
ideal sesuai
melalui oral jika pasien sadar
dengan
4. Berikan makanan dan fungsi GI
tinggi badan.
sedikit tapi sering tract baik
3. Mampu
5. Ajarkan pasien 4. Porsi lebih sedikit
mengidentifi
bagaimana dapat
kasi
membuat catatan meningkatkan
kebutuhan
makanan harian masukan
nutrisi.
6. Berikan informasi makanan
4. Tidak ada
tentang kebutuhan 5. Untuk
tanda-tanda
nutrisi memudahkan
malnutrisi.
7. Lakukan konsultasi pasien dalam
5. Menunjukka
dengan ahli gizi mencukupi
n
kebutuhan
peningkatan
nutrisinya
fungsi
pengecapan
dari menelan. 6. Informasi tentang
6. Tidak nutrisi snagat
terjadinya penting untuk
penurunan mencegah
berat badan terjadinya
yang berarti. malnutrisi
7. Sangat
bermanfaat
dalam
perhitungan dan
penyesuaian diet
untuk memenuhi
kebutuhan
pasien.
4 Kekurangan Setelah 1. Pantau tanda 1. Membantu
volume cairan dilakukan vital, catat adanya dalam evaluasi
berhubungan asuhan
hipotensi (termasuk derajat defisit
dengan keperawatan …
kehilangan x 24 jam perubahan postural), cairan/keefektif
volume cairan diharapkan takikardia, takipnea, an penggantian
aktif d.d haus, kebutuhan
demam. Ukur CVP terapi cairan
kelemahan, kulit cairan pasien
kering, terpenuhi bila ada. dan respons
membran dengan kriteria 2. Pertahankan terhadap
mukosa kering, hasil :
intake dan output pengobatan.
penurunan
haluaran urine. 1. Haluaran yang adekuat lalu
urine adekuat
hubungkan dengan
dengan berat 2. Menunjukkan
jenis normal, berat badan harian.
status hidrasi
3. Rehidrasi/
2. Tanda vital keseluruhan. 
stabil resusitasi cairan
4. Ukur berat jenis
3. Membran 3. Untuk
mukosa urine
mencukupi
lembab
4. Turgor kulit kebutuhan
baik 5. Observasi cairan dalam
5. Pengisian kulit/membran tubuh
kapiler mukosa untuk (homeostatis).
meningkat
kekeringan, turgor, 4. Menunjukkan
6. Berat badan catat edema status hidrasi
dalam
perifer/sacral. dan perubahan
rentang
normal. 6. Hilangkan tanda pada fungsi
bahaya/bau dari ginjal.
lingkungan. Batasi 5. Hipovolemia,
pemasukan es batu. perpindahan
7. Rubah posisi dengan cairan, dan
sering berikan kekurangan
perawatan kulit nutrisi
dengan sering, dan mempeburuk
pertahankan tempat turgor kulit,
tidur kering dan menambah
bebas lipatan. edema
jarinagan.

6. Menurunkan
rangsangan
pada  gaster
dan respons
muntah. 

7. Jaringan
edema dan
adanya
gangguan
sirkulasi
cenderung
merusak kulit

5 Pola nafas tidak Setelah 1. Pantau hasil analisa 1. Indikator


efektif b.d dilakukan gas darah dan hipoksemia;
penurunan asuhan
indikator hipotensi,
kedalaman keperawatan …
pernafasan x 24 jam hipoksemia: takikardi,
sekunder diharapkan pola hipotensi, takikardi, hiperventilasi
distensi nafas efektif,
hiperventilasi, , gelisah,
abdomen dan ditandai bunyi
menghindari nafas normal, gelisah, depresi depresi SSP,
nyeri. tekanan O2 dan SSP, dan sianosis. dan sianosis
saturasi
2. Auskultasi paru penting untuk
O2 normal.
dengan kriteria untuk mengkaji mengetahui
hasil sbb: ventilasi dan adanya syok

1. Pernapasan mendeteksi akibat


tetap dalam komplikasi inflamasi
batas normal pulmoner. (peradangan).
2. Pernapasan 3. Pertahankan pasien
tidak sulit pada posisi 2. Gangguan
3. Istirahat dan semifowler pada paru
tidur dengan (suara nafas
tenang
tambahan)
4. Tidak lebih mudah
menggunaka
n otot bantu dideteksi
napas dengan
4. Berikan O2 sesuai
auskultasi.
program
3. Posisi
membantu
memaksimal
kan ekspansi
paru dan
menurunkan
upaya
pernafasan,
ventilasi
maksimal
membuka
area
atelektasis
dan
meningkatka
n gerakan
sekret
kedalam jalan
nafas besar
untuk
dikeluarkan.
4. Oksigen
membantu
untuk
bernafas
secara
optimal
7. Rencana asuhan keperawatan
3.5 Implementasi

Implementasi merupakan tindakkan yang sudah direncanakan dalam rencana


keperawatan. Tindakkan keperawatan mencakup tindakkan mandiri (independent),
saling ketergantungan/kolaborasi (interdependent), dan tindakan
rujukan/ketergantungan (dependent)(Tarwoto, 2015).

3.6 Evaluasi

Menurut Potter, Perry (2010:501)Untuk eveluasi hasil yang diharapkan dan


respons terhadap asuhan keperawatan, dibandingkan hasil yang didapatkan pada
klien saat ini dengan hasil yang diharapkan saat perencanaan: seperti kemampuan
klien untuk mempertahankan atau memperbaiki kesejajaran tubuh, meningkatkan
mobilisasi, dan melindungi klien dari bahaya imobilisasi.

S: data subjektif, data yang didapatkan dari keluhan klien langsung.

O: data objektif, data yang didapatkan dari hasil observasi perawat secara langsung.

A: analisa, merupakan intervensi dari subjektif dan objektif.

P: planning, dari perencanaan keperawatan yang akan dilakukan,


dilanjutkan,dimodifikasi dari rencana tindakan yang telah dilakukan sebelumnya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Risiko infeksi merupakan keadaan dimana seorang individu berisiko terserang
oleh agen patogenik dan oportunistik (virus, jamur, bakteri, protozoa, atau parasit
lain) dari sumber-sumber eksternal, sumber-sumber eksogen dan endogen. Infeksi
adalah invasi tubuh pathogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit
(Perry & Potter, 2005).
4.2 Saran

1. Bagi Institusi Diharapkan dapat menjadi sumber bacaan dan daftar pustaka bagi
Mahasiswi dalam menerapkan ilmu dan asuhan keperawatan pada klien dengan
infeksi luka operasi
2. Bagi lahan praktek Diharapkan bagi petugas kesehatan untuk menerapkan
asuhan keperawatn pada klien dengan infeksi luka operasi
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa
YasminAsih, Jakarta : EGC.

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I
Made Kariasa, Made Sumarwati, Jakarta: EGC.

Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. (2008). Nursing outcome classification
(NOC). Philadelphia: Mosby.

McCloskey & Gloria M Bulechek. (2008). Nursing intervention classification (NIC).


USA:Mosby.

NANDA. (2012). NANDA Internasional: Diagnosis keperawatan definisi dan


klasifikasi. Jakarta: EGC.

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono,
Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai