Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN MEDIKAL BEDAH

PADA NY. K DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN


E.T. CAUSA DISPEPSIA DI RUANG AGATE ATAS
RSUD dr. SLAMET GARUT TAHUN 2019

DISUSUN OLEH :
VIVI AHMALIA
NIM: KHGD19037

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA
GARUT 2019/2020
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dispepsia merupakan istilah yang umum dipakai untuk suatu
sindroma atau kumpulan gejala/keluhan berupa nyeri atau rasa tidak
nyaman pada perut bagian atas. Keluhan pada saluran pencernaan
merupakan penyakit yang banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-
hari (Haag dkk, 2008). Gaya hidup modern seperti konsumsi makanan
cepat saji, minuman beralkohol, kurang asupan serat adalah beberapa
faktor yang dikaitkan dengan terganggunya fungsi organ pencernaan.
Gangguan pada organ pencernaan berkaitan dengan faktor psikis. Stres
berlebihan atau berkepanjangan diduga menyebabkan meningkatnya
sekresi asam lambung yang diketahui merupakan salah satu penyebab
dispepsia (Ambarwati, 2005).
Data Profil Kesehatan Indonesia 2007 menunjukkan dispepsia
sudah menempati peringkat ke-10 untuk kategori penyakit terbanyak
pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2006 dengan jumlah pasien 2
34.029 atau sekitar 1,59%, dengan 60%-70% pasien dengan dispepsia
fungsional yang masuk kebagian Gastroenterohepatologi berdasarkan
data dari berbagai rumah sakit di Indonesia (Andre dkk, 2013;
Cahyanto dkk, 2014

2. Tujuan
a. Untuk mengetahui proses asuhan keperawatan medikal bedah pada
pasien dengan penyakit dispepsia meliputi pengertian, etiologi,
tanda dan gejala, patofisiologi, dan penatalaksanaan.
b. Untuk mengetahui proses asuhan keperawatan medikal bedah pada
pasien dengan penyakit dispepsia meliputi anamnesa, diagnosa
keperawatan, dan rencana keperawatan.
B. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian

Kata dispepsia berasal dari bahasa Yunani yaitu yaitu dys (buruk)
dan peptein (pencernaan) yang berarti “pencernaan yang jelek”.
Menurut Konsensus kriteria Roma, dispepsia didefinisikan sebagai
rasa sakit atau ketidaknyamanan yang berpusat pada perut bagian atas
(Djojoningrat, 2009).
Dispepsia merupakan isitilah yang digunakan untuk suatu sindrom
(kumpulan gejala atau keluhan) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak
nyaman di ulu hati (daerah lambung), kembung, mual, muntah,
sendawa, rasa cepat kenyang, dan perut terasa penuh. Keluhan ini tidak
selalu ada pada setiap penderita. Bahkan pada seorang penderita,
keluhan tersebut dapat berganti atau bervariasi, baik dari segi jenis
keluhan maupun kualitas keluhan. Jadi, dispepsia bukanlah suatu
penyakit, melainkan merupakan kumpulan gejala ataupun keluhan
yang harus dicari penyebabnya. Sindroma dispepsia ini biasanya
diderita selama beberapa minggu atau bulan yang sifatnya hilang
timbul atau terusmenerus (Sofro dan Anurogo, 2013).
2. Etiologi
Penyebab dari sindrom dispepsia adalah (Djojoningrat, 2009):
a. Adanya gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna seperti
tukakgaster/duodenum, gastritis, tumor, infeksi, Helicobacter
pylori.
b. Obat-obatan: anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa
jenis antibiotik, digitalis, teofilin dan sebagainya.
c. Penyakit pada hati, pankreas, maupun pada sistem bilier seperti
hepatitis, pankreatitis, kolesistitis kronik.
d. Penyakit sistemik seperti diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit
jantung koroner.
e. Bersifat fungsional, yaitu: dispepsia yang terdapat kasus yang tidak
didapatkan adanya kelainan/gangguan organik yang dikenal
sebagai dispepsia non ulkus.

3. Klasifikasi Dispepsia
Pengelompokan mayor dispepsia terbagi atas dua yaitu:
a. Dispepsia Organik, bila telah diketahui adanya kelainan
organik sebagai penyebabnya. Sindrom dispepsia organik
terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnya
tukak (ulkus peptikum), gastritis, stomach cancer, gastro
esophageal reflux disease, hiperacidity. Jenis-jenis dispepsia
organik yaitu:
1) Tukak pada saluran cerna atas
Keluhan yang sering terjadi nyeri epigastrum. Nyeri yang
dirasakan yaitu nyeri tajam dan menyayat atau tertekan,
penuh atau terasa perih seperti orang lapar. Nyeri
epigastrum terjadi 30 menit sesudah makan dan dapat
menjalar ke punggung (Hadi, 2005).
2) Gastritis
Gastritis adalah peradangan/inflamasi pada mukosa dan
submukosa lambung. Penyebabnya oleh makanan atau
obat-obatan yang mengiritasi mukosa lambung dan adanya
pengeluaran asam lambung yang berlebihan (Sutanto,
2007).
3) Gastro esophageal reflux disease (GRD)
GRD adalah kelainan yang menyebabkan cairan lambung
mengalami refluks (mengalir balik) ke kerongkongan dan
menimbulkan gejala khas berupa rasa panas terbakar di
dada (heart burn), kadang disertai rasa nyeri serta gejala
lain seperti rasa panas dan pahit di lidah, serta kesulitan
menelan (Berdanier, 2008).
4) Karsinoma
Karsinoma pada saluran pencernaan (esofagus, lambung,
pankreas, kolon) sering menimbulkan dispepsia (Hadi,
2005).
5) Pankreatitis
Gambaran yang khas dari pankreatitis akut ialah rasa nyeri
hebat di epigastrum. Nyeri timbul mendadak dan terus
menerus, seperti ditusuk-tusukdan terbakar. Rasa nyeri
dimulai dari epigastrum kemudian menjalar ke punggung
(Hadi, 2005).
6) Dispepsia pada Sindrom Malabsorbsi
Malabsorpsi adalah suatu keadaan terdapatnya gangguan
proses absorbsi dan digesti secara normal pada satu atau
lebih zat gizi (Sudoyo, 2009).
7) Gangguan Metabolisme
Diabetes Mellitus (DM) dapat menyebabkan gastroparesis
yang hebat sehingga muncul keluhan rasa penuh setelah
makan, cepat kenyang, mual dan muntah. Gangguan
metabolik lain seperti hipertiroid yang menimbulkan nyeri
perut dan vomitus (Hadi, 2005).
8) Dispepsia akibat Infeksi bakteri Helicobacter pylori
Helicobacter pyloripada lambung dapat menyebabkan
peradangan mukosa lambung yang disebut gastritis. Proses
ini berlanjut sampai terjadi ulkus atau tukak bahkan dapat
menjadi kanker (Rani, 2011).
b. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau
dispepsia non ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya.
Dispepsia fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan
struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium,
radiologi, dan endoskopi (Mansjoer, 2000). Beberapa hal yang
dianggap menyebabkan dispepsia fungsional antara lain:
1) Sekresi Asam Lambung
Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai
tingkat sekresi asam lambung baik sekresi basal maupun
dengan stimulasi pentagastrin dapat dijumpai kadarnya
meninggi, normal atau hiposekresi.
2) Dismotilitas Gastrointestinal Dismotilitas
Gastrointestinal yaitu perlambatan dari masa pengosongan
lambung dan gangguan motilitas lain.
3) Diet dan Faktor Lingkungan
Intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada
kasus dispepsia fungsional. Dengan melihat, mencium bau
atau membayangkan sesuatu makanan saja sudah terbentuk
asam lambung yang banyak mengandung HCL dan pepsin.
4) Psikologik
Stress akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan
mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya
penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului
keluhan mual setelah stimulus stress sentral.
4. Tanda dan gejala
Mansjoer (2001) membagi klasifikasi klinis praktis, didasarkan
atas keluhan atau gejala yang dominan, membagi dispepsia menjadi 3
tipe:
a. Dispepsia dan keluhan seperti ulkus (ulcus-like dyspepsia), dengan
gejala:
1) Nyeri epigastrium terlokalisasi
2) Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid
3) Nyeri saat lapar
4) Nyeri episodik
b. Dispepsia dengan GFI seperti dismotilitas (dysmotility-like
dyspepsia), dengan gejala:
1) Mudah kenyang
2) Perut cepat terasa penuh saat makan
3) Mual
4) Muntah
5) Rasa tak nyaman bertambah saat makan
c. Dispepsia mixed/gabungan , yang gejalanya gabungan antara nyeru
ulu hati dan rasa mual, kembung dan muntah tapi tidak ada spesifik
atau dominan.

5. Faktor predisposisi/presipitasi
Faktor-faktor yang menyebabkan dispepsia adalah:
a. Gangguan pergerakan (motilitas) piloroduodenal dari saluran
pencernaan bagian atas (esofagus, lambung dan usus halus bagian
atas).
b. Menelan terlalu banyak udara atau mempunyai kebiasaan makan
salah (mengunyah dengan mulut terbuka atau berbicara).
c. Menelan makanan tanpa dikunyah terlebih dahulu dapat membuat
lambung terasa penuh atau bersendawa terus.
d. Mengkonsumsi makanan/minuman yang bisa memicu timbulnya
dispepsia, seperti minuman beralkohol, bersoda (soft drink), kopi.
Minuman jenis ini dapat mengiritasi dan mengikis permukaan
lambung.
e. Obat penghilang nyeri seperti Nonsteroid Anti Inflamatory Drugs
(NSAID) misalnya aspirin, Ibuprofen dan Naproven.
f. Pola makan di pagi hari kebutuhan kalori seseorang cukup banyak
sehingga bila tidak sarapan, lambung akan lebih banyak
memproduksi asam. Tuntutan pekerjaan yang tinggi, padatnya lalu
lintas, jarak tempuh rumah dan kantor yang jauh dan persaingan
yang tinggi sering menjadi alasan para profesional untuk menunda
makan (Rani, 2011).

6. Patofisiologi
Sekresi asam lambung Kasus dengan dispepsia fungsional
umumnya mempunyai tingkat sekresi asam lambung, baik sekresi
basal maupun dengan stimulasi pentagastrin, yang rata-rata normal.
Diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap
asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut.
Disfungsi autonom Disfungsi persarafan vagal diduga berperan
dalam hipersensitivitas gastrointestinal pada kasus dispepsia
fungsional. Adanya neuropai vagal juga diduga berperan dalam
kegagalan relaksasi bagian proksimal lambung waktu menerima
makanan, sehingga menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan
rasa cepat kenyang.
Psikologis Adanya stress akut dapat mempengaruhi fungsi
gastrointestinal dan mencetuskan keluhan pada orang sehat.
Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului
keluhan mual setelah stimulus stress. (Djojoningrat, 2006).
Menurut Tarigan (2003) dalam Susanti (2011), Faktor stres juga
turut berpengaruh dalam menimbulkan gejala dispepsia. Hal ini
disebabkan dengan kaitan yang erat antara stres dan berbagai reaksi
tubuh yang merugikan kesehatan. Berbagai gangguan mekanisme
hormonal seperti penurunan serotonin dan katekolamin serta
peningkatan asetilkolin akan menimbulkan hipersimtomatik sistem
gastrointestinal yang akan meningkatkan peristaltik dan sekresi asam
lambung. Hal tersebut akan menyebabkan terjadinya produksi asam
lambung yang lebih tinggi dan terjadilah hipeasiditas lambung.
Hiperasiditas lambung yang juga disertai meningkatnya cadangan
glukosa darah akibat pengaruh hormonal menyebabkan berkurangnya
nafsu makan sehingga mengakibatkan timbulnya pola makan yang
tidak teratur sehingga bisa menimbulkan kambuhnya gejala dispepsia
(Susanti, 2011).
Pada dispepsia yang disebabkan gangguan motilitas saluran cerna
bagian atas, keluhan yang timbul terjadi akibat gangguan dari
pengosongan lambung, baik terlambat maupun terlalu cepat. Keluhan
akibat keterlambatan pengosongan lambung akan menimbulkan gejala
dispepsia pasca prandial, antara lain cepat kenyang, rasa penuh,
sendawa, kembung, mual dan muntah. Keluhan ini dapat disertai
dengan nyeri epigastrium, anoreksia, rasa terbakar, dan penurunan
berat 22 badan. Jika terjadi percepatan pengosongan lambung, maka
akan terjadi keluhan ansietas, lemah, takikardia, dizziness, berkeringat,
flushing dan penurunan kesadaran. Keluhan ini akan timbul segera
atau setidaknya dua jam setelah makan (Simadibrata, 2014).
7. Patway
8. Pemeriksaan Penunjang
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama,
seperti halnya pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya
merupakan kumpulan gejala dan penyakit disaluran pencernaan, maka
perlu dipastikan penyakitnya. Untuk memastikan penyakitnya, maka
perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, selain pengamatan fisik, juga
perlu diperiksa:
a. Laboratorium: Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih
banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik lainnya
seperti: pankreatitis kronik, diabets mellitus, dan lainnya. Pada
dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium dalam batas
normal.
b. Radiologis: Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis
suatu penyakit di saluran makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan
pemeriksaan radiologis terhadap saluran makan bagian atas, dan
sebaiknya menggunakan kontras ganda.
c. Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi): Sesuai dengan
definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran endoskopinya
normal atau sangat tidak spesifik.
d. USG (ultrasonografi): Merupakan diagnostik yang tidak invasif,
akhir-akhir ini makin banyak dimanfaatkan untuk membantu
menentukan diagnostik dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak
menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada
kondisi klien yang beratpun dapat dimanfaatkan
e. Waktu Pengosongan Lambung : Dapat dilakukan dengan scintigafi
atau dengan pellet radioopak. Pada dispepsia fungsional terdapat
pengosongan lambung pada 30 – 40 % kasus.
9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan non farmakologis
1) Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam
lambung
2) Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda,
obat-obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres
3) Atur pola makan
b. Penatalaksanaan farmakologis
1) Antasid 20-150 ml/hari
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan
menetralisir sekresi asam lambung. Pemakaian obat ini
sebaiknya jangan diberikan terus-menerus, sifatnya hanya
simtomatis, untuk mengurangi rasa nyeri namun dalam dosis
besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa
MgCl2.
2) Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat
yang agak selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti
reseptor muskarinik yang dapat menekan sekresi asam lambung
sekitar 28-43%.
3) Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati
dispepsia organik atau esensial seperti tukak peptik.
4) Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)
Sesuai dengan namanya, golongan obat ini mengatur sekresi
asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi asam
lambung.
5) Sitoprotektif
Prostaglandin sintetik seperti misoprostol (PGE) dan enprestil
(PGE2). Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi
asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi
meningkatkan sekresi prostaglandin endogen, yang selanjutnya
memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus
dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta
membentuk lapisan protektif (sebagai site protective).
6) Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan prokinetik, yaitu sisaprid, dom
peridon dan metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk
mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan
mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung
(acid clearance).

C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
1) Identitas pasien
Identitas pasien yang dikaji meliputi : nama, umur, jenis
kelamin, alamat, agama, suku, pendidikan dan pekerjaan.
2) Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab yang dikaji meliputi : nama, umur,
jenis kelamin, alamat, agama, suku, pendidikan, pekerjaan dan
hubungan dengan pasien.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan apa yang dirasakan pasien saat itu
atau alasan masuk ke RS.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Kaji masalah–masalah yang timbul saat mulai dirasakan
keluhan sampai saat ini.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Kaji tentang riwayat penyakit yang pernah dialami dan riwayat
alergi terhadap makanan, obat, zat kimia ataupun cuaca.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji riwayat penyakit yang diderita oleh keluarga.
c. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi terhadap kesehatan
Kaji tentang masalah kesehatan dan bagaimana cara mengatasi,
adakah kebiasaan–kebiasaan yang bertentangan dengan
kesehatan, misal : merokok, alkohol, obat–obatan dll.
2) Pola istirahat tidur
Kaji frekwensi tidur, durasi dan kebiasaan sebelum dan selama
tidur.
3) Pola aktivitas latihan
Kaji kemampuan klien dalam aktivitas meliputi: mandi,
berpakaian, eliminasi, mobilisasi ditempat tidur, merapikan
rumah, ambulasi dan makan.
4) Pola nutrisi metabolik
Kaji diet, frekwensi, porsi, makanan kesukaan, nafsu makan
dan minum berapa gelas / cc, TB, BB.
5) Pola eliminasi
Kaji frekuensi BAB, BAK, konsistensi, warna, kaji
penggunaan pencahar ketika BAB.
6) Pola kognitif perseptual
Kaji status mental, manajemen, nyeri
7) Pola konsep diri
Kaji mengenai harga diri, ideal diri, identitas diri, gambaran
diri dan peran diri.
8) Pola koping
Kaji respon pasien dalam menghadapi suatu masalah.
9) Pola seksual–reproduksi
Kaji jenis kelamin dan masalah–masalah tentang reproduksi
seperti : masalah menstruasi.
10) Pola peran hubungan
Kaji tentang hubungan klien dengan keluarga, pasangan
ataupun teman.
11) Pola nilai dan kepercayaan
Kaji agama yang diyakini dan larangan agama.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Kaji tanda dan gejala dispepsia
2) Apakah klien mengalami nyeri ulu hati, tidak dapat makan,
mual atau muntah.
3) Kapan gejala tersebut terjadi, apakah terjadi sebelum/ sesudah
makan, setelah mencerna makanan pedas/ pengiritasi/ setelah
mencerna obat tertentu/ alkohol.
4) Apakah gejala berhubungan dengan ansietas, stres, alergi,
makan/ minum terlalu banyak.
5) Kaji terhadap riwayat penyakit lambung sebelumnya/
pembedahan lambung.
6) Kaji nutrisi klien.
7) Kaji tanda yang diketahui pada saat pemeriksaan fisik meliputi
nyeri tekan abdomen dehidrasi (perubahan turgor kulit,
membran mukosa).
8) Kaji terhadap tindakan klien untuk mengatasi gejala dan efek-
efeknya.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa
lambung.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak
setelah makan, anoreksia.
c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
adanya mual, muntah
d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya
3. Rencana Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
No DX
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa 1. Kaji tingkat nyeri, beratnya 1. Berguna dalam pengawasan
nyeri, dengan kriteria klien melaporkan (skala 0 – 10) kefektifan obat, kemajuan
terjadinya penurunan atau hilangnya ras 2. Berikan istirahat dengan posisi penyembuhan
nyeri semifowler 2. Dengan posisi semi-fowler dapat
3. Anjurkan klien untuk menghilangkan tegangan abdomen yang
menghindari makanan yang dapat bertambah dengan posisi telentang
meningkatkan kerja asam 3. dapat menghilangkan nyeri
lambung akut/hebat dan menurunkan aktivitas
4. Anjurkan klien untuk tetap peristaltik
mengatur waktu makannya 4. mencegah terjadinya perih pada ulu
5. Observasi TTV tiap 24 jam hati/epigastrium
6. Diskusikan dan ajarkan teknik 5. sebagai indikator untuk melanjutkan
relaksasi intervensi berikutnya
7. Kolaborasi dengan pemberian 6. Mengurangi rasa nyeri atau dapat
obat analgesik terkontrol
7. Menghilangkan rasa nyeri dan
mempermudah kerjasama dengan
intervensi terapi lain
2 Menunjukkan peningkatan berat badan 1. Pantau dan dokumentasikan 1. Untuk mengidentifikasi
mencapai rentang yang diharapkan individu, dan haluaran tiap jam secara indikasi/perkembangan dari hasil yang
dengan kriteria menyatakan pemahaman adekuat diharapkan
kebutuhan nutrisi 2. Timbang BB klien 2. Membantu menentukan
3. Berikan makanan sedikit tapi keseimbangan cairan yang tepat
sering 3. meminimalkan anoreksia, dan
4. Catat status nutrisi paasien: mengurangi iritasi gaster
turgor kulit, timbang berat badan, 4. Berguna dalam mendefinisikan
integritas mukosa mulut, derajat masalah dan intervensi yang
kemampuan menelan, adanya tepat Berguna dalam pengawasan
bising usus, riwayat mual/rnuntah kefektifan obat, kemajuan
atau diare. penyembuhan
5. Kaji pola diet klien yang 5. Membantu intervensi kebutuhan yang
disukai/tidak disukai. spesifik, meningkatkan intake diet klien.
6. Monitor intake dan output 6. Mengukur keefektifan nutrisi dan
secara periodik. cairan
7. Catat adanya anoreksia, mual, 7. Dapat menentukan jenis diet dan
muntah, dan tetapkan jika ada mengidentifikasi pemecahan masalah
hubungannya dengan medikasi. untuk meningkatkan intake nutrisi.
Awasi frekuensi, volume,
konsistensi Buang Air Besar
(BAB).
3 Menyatakan pemahaman faktor penyebab 1. Awasi tekanan darah dan nadi, 1. Indikator keadekuatan volume
dan prilaku yang perlu untuk memperbaiki pengisian kapiler, status membran sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
defisit cairan, dengan kriteria mukosa, turgor kulit 2. Klien tidak mengkomsumsi cairan
mempertahankan/menunjukkan perubaan 2. Awasi jumlah dan tipe masukan sama sekali mengakibatkan dehidrasi
keseimbangan cairan, dibuktikan stabil, cairan, ukur haluaran urine atau mengganti cairan untuk masukan
membran mukosa lembab, turgor kulit baik. dengan akurat kalori yang berdampak pada
3. Diskusikan strategi untuk keseimbangan elektrolit
menghentikan muntah dan 3. Membantu klien menerima perasaan
penggunaan laksatif/diuretik bahwa akibat muntah dan atau
4. Identifikasi rencana untuk penggunaan laksatif/diuretik mencegah
meningkatkan/mempertahankan kehilangan cairan lanjut
keseimbangan cairan optimal 4. Melibatkan klien dalam rencana
misalnya : jadwal masukan cairan untuk memperbaiki keseimbangan
5. Berikan/awasi hiperalimentasi untuk berhasil
IV 5. Tindakan daruat untuk memperbaiki
ketidak seimbangan cairan elektroli
4 Mendemonstrasikan koping yang positif dan 1. Kaji tingkat kecemasan 1. Mengetahui sejauh mana tingkat
mengungkapkan penurunan kecemasan, 2. Berikan dorongan dan berikan kecemasan yang dirasakan oleh klien
dengan kriteria menyatakan pemahaman waktu untuk mengungkapkan sehingga memudahkan dlam tindakan
tentang penyakitnya. pikiran dan dengarkan semua selanjutnya
keluhannya 2. Klien merasa ada yang
3. Jelaskan semua prosedur dan memperhatikan sehingga klien merasa
pengobatan aman dalam segala hal tundakan yang
4. Berikan dorongan spiritual diberikan
3. Klien memahami dan mengerti
tentang prosedur sehingga mau
bekejasama dalam perawatannya.
4. Bahwa segala tindakan yang
diberikan untuk proses penyembuhan
penyakitnya, masih ada yang berkuasa
menyembuhkannya yaitu Tuhan Yang
Maha Esa.
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, A. S. 2005. “Gambaran trait kepribadian, kecemasan dan stres, serta


strategi coping pada penderita dispensia fungsional”(tesis). Jakarta:
Universitas Indonesia.Retreved Mei 15, 2015, Available
fromlib.ui.ac.id/opac/themes/green/detail.jsp?id=97051.
Andre, Y., Machmud, R., Widya, A. M. 2013. Hubungan Pola Makan dengan
Kejadian Depresi pada Penderita Dispepsia Fungsional. Retreved Mei 15,
2015, Availlable from
jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/123/118
Djojoningrat, D. 2009.Dispepsia fungsional.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi
ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. p. 529-32
Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse. 2001. Rencana Asuhan
Keperawatan, (Edisi III), Jakarta : EGC
Haag, S., Senf,W., Hauser,W., Tagay,S., Grandt, D., Heufts, G., Gerken,G.,
Talley, N.J., Holtmann, G. 2008.Impairment of Health-related Quality of
Life in FunctionalDispepsia and Chronic Liver Disease: the Influence of
Depressionand Anxiety. Aliment Pharmacol Ther,27: 561-571.
Manjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius
Sofro, M., Anurogo, D., 2013, 5 Menit Memahami 55 Problematika Kesehatan,
jogjakarta:D-MEDIKA.
www.medicinet.com/dyspepsia/article
www.en.wikipedia.org/wiki/dyspepsia

Anda mungkin juga menyukai