Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS


TRAUMA DADA

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Keritis
Program Profesi Ners Angkatan IX

Disusun oleh :
Irma Yanti
KHG.D 19054

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN IX

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT

Tahun Ajaran 2020

LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA DADA

A. DEFINISI

Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional


(Dorland,2002). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis
akibat gangguanemosional yang hebat (Brooker, 2001). Trauma dada adalah trauma
tajam atau tembus thoraks yang dapat menyebabkan tamponade jantung,
perdarahan, pneumothoraks, hematothoraks, hematompneumothoraks (FKUI,
1995). Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax,
baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul, (Hudak, 1999).

Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax
yang disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan
keadaan gawat thorax akut.

Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan
pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma
ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat
menyebabkan gangguan sistem pernafasan. Trauma dada adalah masalah utama
yang paling sering terjadi pada bagian emergency.

Klasifikasi trauma dada dapat dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu trauma
tembus dan tumpul.

1. Trauma tembus atau tajam


- Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat penyebab
trauma.
- Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru.
- Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi.
2. Trauma tumpul.
- Tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks.
- Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush ataublast
injuries.
- Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru.
- Sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi
a. Trauma Tumpul
Trauma tumpul lebih sering didapatkan berbanding trauma tembus, kira-kira
lebih dari 90% trauma thoraks. Dua mekanisme yang terjadi pada trauma tumpul :
1. Transfer energi secara direk pada dinding dada dan organ thoraks dan
2. Deselerasi deferensial, yang dialami oleh organ thoraks ketika terjadinya impak.
Benturan yang secara direk yang mengenai dinding torak dapat menyebabkan
luka robek dan kerusakan dari jaringan lunak dan tulang seperti tulang iga.
Cedera thoraks dengan tekanan yang kuat dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intratorakal sehingga menyebabkan ruptur dari organ - organ yang berisi
cairan atau gas.

b. Trauma Tembus

Trauma tembus biasanya disebabkan tekanan mekanikal yang dikenakan


secara direk yang berlaku tiba-tiba pada suatu area fokal. Pisau misalnya, akan
menyebabkan kerusakan jaringan dengan ‘stretching dan crushing´ dan cedera
biasanya menyebabkan batas luka yang sama dengan bahan yang tembus pada
jaringan. Berat ringannya cidera internal yang berlaku tergantung pada organ
yang telah terkena dan seberapa vital organ tersebut. Derajat cidera tergantung
pada mekanisme dari penetrasi dan temasuk, diantara faktor lain, adalah efisiensi
dari energi yang dipindahkan dari obyek ke jaringan tubuh yang terpenetrasi.

Faktor -faktor lain yang berpengaruh adalah karakteristik dari senjata,


seperti kecepatan, size dari permukaan impak, serta densitas dari jaringan tubuh
yang terpenetrasi. Pisau biasanya menyebabkan cidera yang lebih kecil karena
termasuk proyektil dengan kecepatan rendah. Luka tusuk yang disebabkan oleh
pisau sebatas dengan daerah yang terjadi penetrasi. Luka disebabkan tusukan
pisau biasanya dapat ditoleransi, walaupun tusukan tersebut pada daerah
jantung, biasanya dapat diselamatkan dengan penanganan medis yang maksimal.
Peluru termasuk proyektil dengan kecepatan tinggi, dengan biasanya bisa
mencapai kecepatan lebih dari 1800-2000 kali per detik. Proyektil dengan
kecepatan yang tinggi dapat menyebabkan dapat menyebabkan berat cidera yang
sama dengan seperti penetrasi pisau, namun tidak seperti pisau, cidera yang
disebabkan oleh penetrasi peluru dapat merusakkan struktur yang berdekatan
dengan laluan peluru. Ini karena disebabkan oleh terbentuknya kavitas jaringan
dan dengan menghasilkan gelombang syok jaringan yang bisa bertambah luas.
Tempat keluar peluru mempunyai diameter 20-30 kali dari diameter peluru.

B. ETIOLOGI
- Trauma thorax kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas
yang umumnya berupa trauma tumpul dinding thorax.
- Dapat juga disebabkan oleh karena trauma tajam melalui dinding
thorax.

ANATOMI

Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut
terdiri dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior
dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga
memisahkan articulasio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi
membentuk tepi kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternu. Perluasan
rongga pleura di atas klavicula dan di atas organ dalam abdomen penting untuk
dievaluasi pada luka tusuk. Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan
muskulus utama dinding anterior thorax. Muskulus latisimus dorsi, trapezius,
rhomboideus, dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk lapisan muskulus
posterior dinding posterior thorax. Tepi bawah muskulus pectoralis mayor
membentuk lipatan/plika aksilaris posterior.

Dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan berlangsung dengan
bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitu
muskulus interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar
sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan bronkus.

Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan
limfatik. Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal
kebocoran udara dan kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif,
pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama – sama dengan
pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam thorax dan diafragma. Pleura sedikit
melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru –
paru normal, hanya ruang potensial yang ada. Diafragma bagian muskular perifer
berasal dari bagian bawah iga keenam kartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan
dari lengkung lumbokostal, bagian muskuler melengkung membentuk tendo sentral.
Nervus frenikus mempersarafi motorik dari interkostal bawah mempersarafi
sensorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut berperan dalam ventilasi
paru – paru selama respirasi biasa / tenang sekitar 75%.
C. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY

TRAUMA DADA

Terjadi Perdarahan:
-Open pneumotoraks
Ringan kurang 300 cc punksi
-Close pneumotoraks
Sedang 300-800 cc pasang drain
-Tension pneumotoraks
Berat lebih 800 cc torakotomi

Tekanan meningkat terus

Mendesak paru-paru

Gangguan pengembangan Kontusio paru


paru (atelektasis)

Gangguan ventilasi Gangguan pertukaran gas

Peningkatan PCO2

Penurunan PCO2

Asidosis respiratorik

Gagal nafas
Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma thorax.
Hipokasia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen
ke jaringan oleh karena hipivolemia ( kehilangan darah ), pulmonary
ventilation/perfusion mismatch ( contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus ) dan
perubahan dalam tekanan intratthorax ( contoh : tension pneumothorax,
pneumothorax terbuka ).

Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat


perubahan tekanan intrathorax atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis
metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan ( syok ).

D. MANIFESTASI KLINIK/ TANDA DAN GEJALA :

1. Ada jejas pada thorak.


2. Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi.
3. Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi.
4. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.
5. Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan.
6. Penurunan tekanan darah.
7. Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena leher.
8. Bunyi muffle pada jantung.
9. Perfusi jaringan tidak adekuat.
10. Pulsus paradoksus ( tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi dengan
pernapasan ) dapat terjadi dini pada tamponade jantung.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi : X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral).
2. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
3. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
4. Hemoglobin : mungkin menurun.
5. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
6. Pa O2 normal / menurun.
7. Saturasi O2 menurun (biasanya).
8. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.
9. Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terapi
simtomatik, observasi.
10. Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum
pleura dengan WSD, dianjurkan untuk melakukan drainase dengan continues
suction unit.
11. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thorakotomi.
12. Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari
800 cc segera thorakotomi.

F. KOMPLIKASI:
1. Iga : fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada.
2. Pleura, paru-paru, bronkhi : hemo/hemopneumothoraks-emfisema.
3. Jantung : tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ; ruptur klep
jantung.
4. Pembuluh darah besar : hematothoraks.5.Esofagus : mediastinitis.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi.
2. Mempertahankan ventilasi optimal.
3. Menurunkan tekanan pada rongga dada.
4. Mengatasi nyeri dan mencegah infeksi.

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).

Pengkajian pasien dengan trauma thoraks, (Doenges, 1999) meliputi :

- Aktivitas / istirahat

Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.

- Sirkulasi

Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantung gallops, nadi apical berpindah,


tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ.

- Integritas ego

Tanda : ketakutan atau gelisah.

- Makanan dan cairan

Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.

- Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam
dan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan
menyebar ke leher, bahu dan abdomen.

Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan


wajah.

- Pernapasan

Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit


paru kronis,inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar,
keganasan ; pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.Tanda : Takipnea ;
peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus
menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat,
sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah,
pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif.

- Keamanan
Geajala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk kkeganasan.
Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah


intratorakal/biopsy paru.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang
tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan
dan reflek spasme otot sekunder.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidak cukupan kekuatan
dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
5. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme
sekunder terhadap trauma

J. INTERVENSI KEPERAWATAN

Intervensi/perencanaan adalah penyusunan rencana tindakan


keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai
dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono,1994:20). Implementasi adalah
pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada
tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).

Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien


dengan trauma thorax (Wilkinson, 2006) meliputi :

1) Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang


tidak maksimal karena trauma.

Tujuan : Pola pernapasan efektive.

Kriteria hasil :

- Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.


- Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
- Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :

a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat


tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak
mungkin.

R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan


ventilasi pada sisi yang tidak sakit.

b. Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau


perubahan tanda-tanda vital.

R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai
akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock
sehubungan dengan hipoksia.

c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin


keamanan.

R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan


mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

d. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau


kolaps paru-paru.

R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan


klien terhadap rencana teraupetik.

e. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan


menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.

R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat


dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.

f. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam :


1. Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.

R/ Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan,


yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.
2. Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang
ditentukan.
R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah
udara atmosfir masuk ke area pleural.

3. Observasi gelembung udara botol penempung.

R/ gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari


penumotoraks/kerja yang diharapkan. Gelembung biasanya menurun
seiring dengan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya
gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang
buntu.

4. Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang


tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat
drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.

R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada


selang mengubah tekanan negative yang diinginkan.

5. Catat karakter/jumlah drainage selang dada.

R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjadinya


perdarahan yang memerlukan upaya intervensi.

g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :

1. Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.


- Pemberian antibiotika.
- Pemberian analgetika.
- Fisioterapi dada.
- Konsul photo toraks.

R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

2) Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret


dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.

Tujuan :Jalan napas lancar/normal


Kriteria hasil :

- Menunjukkan batuk yang efektif.


- Tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran pernapasan.
- Klien nyaman.

Intervensi :

a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret di saluran pernapasan.

R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan


kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik
.
b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.

R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak


efektif,menyebabkan frustasi
.
1. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
2. Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan
ventilasi alveolar.
3. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan,
keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
4. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan
melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran
sekresi sekret.

c. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.

R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.

d. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi


:mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan
cairan1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan
mukus, yang mengarah pada atelektasis.

e. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.

R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan


mencegah bau mulut.

f. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan


fisioterapi:
- Pemberian expectoran.
- Pemberian antibiotika.
- Fisioterapi dada.
- Konsul photo toraks.

R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir danmenevaluasi


perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

3) Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan


reflek spasme otot sekunder.

Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.

Kriteria hasil :

- Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.


- Dapat mengindentifikasi aktivitas yang
meningkatkan/menurunkannyeri.
- Pasien tidak gelisah.

Intervensi :

a. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan
non invasif.

R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya


telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
1) Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot
rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan
relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh
jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
2) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.

b. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi
yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.

R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan


kenyamanan.

c. Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan


berapa lama nyeri akan berlangsung.
R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya.
Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan
k l i e n t e r h a d a p rencana teraupetik.

d. Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik.

R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.

e. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien,


3 0 m e n i t s e t e l a h  pemberian obat analgetik untuk mengkaji
efektivitasnya. Serta setiap 1 -2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 -
2 hari.

R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat


data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan
k o m p l i k a s i d a n m e l a k u k a n intervensi yang tepat.

4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan


ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.

Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.

Kriteria hasil :
- penampilan yang seimbang..
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan
karakteristik :

0= mandiri penuh

1 =memerlukan alat Bantu.

2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan


pengajaran.

3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.

4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.

Intervensi :

a. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.

R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.

b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.

R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena


ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.

c. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.

R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.

d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.

R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.

e. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.

R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan


mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

5) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme


sekunder terhadap trauma.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.

Kriteria hasil :
- tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital.

R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh


meningkat.

b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.

R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.

c. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter,


drainase luka, dll.

R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.

d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti


Hb dan leukosit.

R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi


akibat terjadinya proses infeksi.

e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.

R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2
Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth volume 2. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. 2007.Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:
EGC
Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai