Referat
Christian Sihite
NPM: 130221210005
Pembimbing
dr. Tommy Ruchimat, Sp.B-KBD
I. DEFINISI
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan
oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.
C. Dasar torak
Dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi nervus frenikus dan merupakan
struktur yang menyerupai kubah (dome-like structure). Diafragma membatasi abdomen dari
rongga torak serta terfiksasi pada batas inferior dari sangkar dada. Diafragma termasuk salah
satu otot utama pernapasan dan mempunyai lubang untuk jalan Aorta, Vana Cava Inferior
serta esophagus
syndrome (SIRS). Hipoksia terjadi karena perdarahan pada trauma dapat mengakibatkan
Klasifikasi trauma
1. Trauma tumpul
2. Trauma tembus : tajam, tembak, tumpul yang menembus.
Trauma torak yang memerlukan tindakan dan atau pembedahan gawat/segera adalah yang
menunjukkan :
1. Obstruksi jalan nafas
2. Hemotorak massif
3. Tamponade pericardium/jantung
4. Tension pneumotorak
5. Flail chest
6. Pneumotorak terbuka
7. Kebocoran bronkus dan trakeobronkial.
Kemungkinan terjadinya cedera paru lebih besar pada penderita anak-anak dan
dewasa muda karena iga masih lentur hingga dibutuhkan trauma yang lebih kuat untuk
menyebabkan terjadinya pada fraktur iga. Bila terdapat graktur iga 1 dan 2 pada hemitoraks
kiri dan pada foto toraks PA didapati pelebaran mediastinum, dianjutkan secepatnya
melakukan aortografi oleh karena mungkin telah terjadi ruptura aorta. Letak fraktur iga
tergantung dari arah benturan dan lengkungan iga, Hinton dan Steiner mengamati fraktur iga
sebagai berikut:
1. Iga 5 dan 9 menerima akibat benturan yang paling berat.
2. Trauma tidak langsung, terjadi akibat mendekatnya kcdua ujung tulang iga sehingga
kelengkungan iga bertambah dan letak fraktur biasanya bagian tengah.
3. Trauma langsung, menyebabkan fraktur satu atau lebih tulang iga pada tempat
benturan dan sering fragmen fraktur merobek pleura serta jaringan paru.
4. Faktur tunggal biasanya end-to-end, fraktur jamak mungkin overlapoing. Fraktur
sternum lebih sering terjadi pada persendian manubriosternal, dapat berbentuk fraktur
yang sederhana dengan prognosis baik hingga bentuk fraktur yang overlapping yang
sering bersamaan dengan fraktur iga dan cedera toraks lainnya serta keadaan
penderita yang cukup serius. Tanda klinis dapat berupa pernafasan cepat dan dangkal,
krepitasi dan rasa sakit pada daerah fraktur serta emfisema subkutis.
Penatalaksanaan
Fraktur iga dan sternum sederhana hanya memerlukan pengobatan simptomatis
dengan pemberian analgetika dan mukolitika, namun pada fraktur sternum yang overlapping
dibutuhkan fiksasi. Dilakukan suntikan blok saraf interkostal pada fraktur iga untuk
mengurangi rasa sakit agar batuk dan bernafas dalam tidak terhalangi. Pada fase akut tidak
dilakukan pembebatan dengan plester karena dapat mengganggu mekanisme pernafasan.
2. Flail chest :
- Akibat adanya patah tulang rusuk jamak yang segmental pada satu dinding dada.
- Ditandai dengan gerakan nafas yang paradoksal. Waktu inspirasi nampak bagian
tersebut masuk ke dalam dan akan keluar waktu ekspirasi. Hal ini menyebabkan
rongga mediastinum goncangan gerak (flailing) yang dapat menyebabkan insertion
vena cava inferior terdesak dan terjepit.
- Gejala klinis yang nampak adalah keadaan sesak yang progressif dengan timbulnya
tanda-tanda syok.
- Terjadi oleh adanya tiga atau lebih fraktur iga multipel, dapat tanpa atau dengan
fraktur sternum, sehingga menyebabkan :
a) segmen yang mengambang akan bergerak ke dalam selama fase inspirasi dan
bergerak ke luar selama fase ekspirasi, sehingga udara inspirasi terbanyak
memasuki paru kontralateral dan banyak udara ini akan masuk pada paru
ipsilateral selama fase ekspirasi; keadaan ini disebut dengan respirasi pendelluft.
b) pergerakan ke dalam dari segmen yang mengambang akan menerkan paru-paru di
bawahnya sehingga mengganggu pengembangan paru ipsilateral.
c) mediastinum terdorong ke arah kontralateral selama fase inspirasi oleh adanya
peningkatan tekanan negatif hemitoraks kontralateral selama fase ini, sehingga
pengembangan paru kontralateral juga akan terganggu.
d) pergerakan mediastinum di atas akan mengganggu venous return jantung.
Dinding dada mengambang (flail chest) ini sering disertai dengan hemotoraks,
pneutoraks, hemoperikardium maupun hematoma paru yang akan memberat
keadaan penderita.
Penatalaksanaan
Segera dilakukan traksi pada bagian dinding dada yang mengambang, bila keadaan penderita
stabil dapat dilakukan stabilisasi dinding dada secara operatif.
Penatalaksanaan
Pemasangan water seal drainage pada penderita penumotoraks bergantung kepada :
a) beratnya gangguan pernafasan
b) disertai pneumotoraks desakan
c) pneumotoraks bilateral
d) disertai hemotoraks
e) selama observasi pneumotoraks bertambah luas
f) bila diperlukan pemakaian ventilator
g) bila diperlukan anestesi umum
b. Pneumotorak terbuka
Pneumotoraks terbuka dapat disebabkan oleh trauma tumpul maupun trauma tajam,
rongga pleura mempunyai tekanan yang sama dengan udara atmosfir dan dari lubang luka
pada dinding dada akan terdengar suara hisapan udara selama fase inspirasi yang disebut
sebagai sucking chest wound.
Pada keadaan ini juga akan terdapat respirasi yang pendelluf, karena selama fase inspirasi
paru ipsilateral akan kuncup dan selama fase ekspirasi paru akan sedikit mengembang, hal ini
menandakan bahwa selama fase ekspirasi udara dari paru kontralateral masuk ke paru
ipsilateral.
Penatalaksanaan
- Tindakan awal: menutup defek dengan kasa steril yg diplester hanya pd 3 sisinya saja,
diharapkan saat inpirasi kasa penutup akan terhisap & menutup luka & saat ekspirasi
kasa penutup luka akan terbuka dan udara didalam rongga toraks akan terdorong
keluar
- Tindakan definitif : memasang drain (WSD) toraks serta menutup defek tersebut
2. Hemotoraks :
Adanya darah dalam rongga pleura. Dibagi menjadi hemotorak ringan bila jumlah
darah sampai 300 ml saja. Hemotorak sedang bila jumlah darah sampai 800 ml dan
hemotorak berat bila jumlah darah melebihi 800 ml. Gejal utamanya adalah syok
hipovolemik .
Hemotoraks maupun hemopneumotoraks adalah merupakan keadaan yang paling
sering dijumpai pada penderita trauma toraks, pada lebih dari 80% penderita dengan trauma
toraks didapati adanya darah pada rongga pleura. Sumber perdarahan dapat berasal dari
adanya cedera pada paru-paru, robeknya arteri mamaria interna maupun pembuluh darah
besar lainnya seperti aorta dan vena kava. Bila darah pada rongga pleura mencapai 1500 ml
atau lebih akan menyebabkan kompresi pada paru ipsilateral dan dapat mengakibatkan
hipoksia. Perdarahan masif pada hemotoraks yang disertai hipoksia karena hipoventilasi
dapat mempercepat kematian penderita.
Penatalaksanaan
Segera dipasang water seal drainage untuk mengukur jumlah darah mula-mula dan
perdarahan setiap jam. Indikasi torakotomi pada hemotoraks adalah bila perdarahan mula-
mula lebih dari 1500 ml atau perdarahan lebih dari 3 - 5 ml/kg BB/jam selama 4 jam berturut
turut pada masa observasi.
Penatalaksanaan
Membersihkan jalan nafas dengan aspirasi maupun bronkoskopi, mempertahankan
mekanisme batuk, blok interkostal bila terdapat fraktur iga agar batuk tidak terhalang.
Membuat tekanan ventilasi positif pada akhir ekspirasi dapat menolong dalam memperbaiki
kapasitas residu fungsional dan mengurangi pintas intrapulmoner. Hindari pemberian cairan
yang berlebihan.
Gejala klinis akan cepat menunjukkan gejala syok hipovolemik primer dan syok
obstruktif primer. Bendungan vena di daerah leher merupakan tanda penyokong adanya
tamponade ini. Juga akan nampak nadi paradoksal yaitu adanya penurunan nadi pada waktu
inspirasi, yang menunjukkan adanya massa (cair) pada rongga pericardium yang tertutup.
Penyebab tersering adalah trauma torak tajam di daerah parasternal II – V yang menyebabkan
penetrasi ke jantung. Penyebab lain adalah terjepitnya jantung oleh himpitan sternum pada
trauma tumpul torak. Melakukan pungsi perikardium yang mengalami tamponade dapat
bertujuan diagnostik sekaligus langkah pengobatan dengan membuat dekompresi terhadap
tamponadenya.
a. Trauma jantung
Kontusio miokardium terdapat pada 20% penderita dengan trauma toraks yang berat,
trauma tajam yang mengenai jantung akan menyebabkan tamponade jantung dengan gejala
trias Beck yaitu distensi vena leher, hipotensi dan menurunnya suara jantung
Penatalaksanaan
Segera dilakukan perikardiosintesis untuk mengurangi tamponade dan diikuti
torakotomi untuk mencari serta menghentikan sumber perdarahan. Trauma tajam daerah
prekordial, parasternal kiri dan kanan harus dicurigai mengenai jantung dan segera dilakukan
eksplorasi torakotomi sebelum keadaan penderita memburuk
b. Ruptur aorta
Ruptur aorta sering menyebabkan kematian penderitanya, dan lokasi ruptura tersering
adalah di bagian proksimal arteri subklavia kiri dekat ligamentum arteriosum. Hanya kira-
kira 15% dari penderita trauma toraks dengan ruptura aorta ini dapat mencapai rumah sakit
untuk mendapatkan pertolongan. Kecuali rasa nyeri sehubungan dengan perlukaan pada
sternum atau klavikula, mungkin tidak ada gejala khas lainnya. Kadang-kadang pada false
aneurism yang membesar dengan cepat, rasa nyeri pada dada bertambah, pernapasan dangkal,
sulit menelan dan terjadi hemoptisis.
Penatalaksanaan
Diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan aortografi dan ekokardiorgrafi,
reparasi operatif dilakukan dengan torakotomi dan dengan bantuan cardiopulmonary bypass.
Penatalaksanaan
Pemeriksaan foto toraks dengan bubur barium atau dengan mempergunakan
esofagoskopi dapat mengetahui lokasi dari ruptura esofagus ini, dan dilakukan torakotomi
untuk reparasi operatif.
Penatalaksanaan
Dibutuhkan tindakan operasi segera untuk reparasi robekan diafragma dengan insisi
torakoabdominal
Emfisema Subkutis
Dapat disebabkan oleh adanya cedera saluran pernafasan atau segmen fraktur iga
yang merobek paru-paru dan dapat disertai dengan adanya pneutoraks maupun pneumotoraks
desakan.
Terjadi kebocoran jalan nafas yang umumnya melalui pleura atau bawah kulit bawah
dada sehingga menimbulkan emfisema subkutis. Disebabkan oleh sebagian besar akibat
trauma torak tumpul di daerah sternum. Secara klinis leher membesar emfisematous dengan
adanya krepitasi pada dinding dada. Sesak nafas sering menyertai dan dapat timbul tension
pneumotorak.
Penatalaksanaan
Emfisema subkutis yang tcrbatas di daerah toraks tidak memerlukan tindakan karena
dapat diabsorbsi dalam 2 hingga 4 minggu; bila terdapat penumotoraks dilakukan
pemasangan water seal drainage. Emfisema subkutis yang luas harus dicurigai disebabkan
cedera dari saluran pernafasan yang mungkin memerlukan tindakan torakotomi untuk
memperbaikinya.
LANGKAH DIAGNOSTIK
Secara umum diagnosis secara klinis ditegakkan dari jenis kerusakan yang terjadi dan
pembuatan x – ray foto dada. Bila memungkinkan maka x-ray foto sebaiknya dibuat dalam
dua arah (PA dan Lateral). Jejas pada daerah dada akan membantu adanya kemungkinan
trauma torak. Bila ada trauma multiple maka dianjurkan untuk selalu dibuat foto x- ray dada.
Tanda dan gejala penyerta seperti adanya syok (hipotensi, nadi cepat dan keringat dingin) dan
adanya trauma lain organ dada merupakan butir diagnostik yang penting. Pemasangan NGT
sebagai persiapan untuk pengosongan lambung untuk mencegah aspirasi isi lambung ke paru,
dapat dipakai sebagai langkah diagnostik pada kerusakan esofagus dan dan diafragma.
Pada dasarnya diagnostik trauma torak harus ditegakkan secepat mungkin, tanpa
memakai cara diagnostik yang lama (CT-scan, angiografi). Pemeriksaan gas darah dapat
membantu diagnostik bila fasilitasnya ada.
INDIKASI TORAKOTOMI :
· Hemotoraks yang berat ( > 800 cc)
· Laserasi paru yang gagal dengan tindakan bedah konservatif.
· Tamponade perikardium
· Kebocoran trakeo-bronkial yang gagal dengan tindakan konservatif (drainase).
Bruce J.Simon. The Journal of Trauma_ Injury, Infection, and Critical CareJ Trauma.
2005;59:1256–1267. Available from: http://www.jtrauma.com/pt/re/jtrauma/pdfhandler.
Setiawan, I., Tengadi K.A, Santoso, A. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC.
Jakarta.
Syamsuhidayat. R., Jong, W de. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta. Hal.
403-413