Anda di halaman 1dari 16

A.

ANATOMI FISIOLOGI

Struktur thoraks yang menyerupai sangkar atau tulang-tulang


dada, terdiri atas 12 verthebrathorakalis, 12 pasang tulang iga (costae),
dan sternum. Tulang iga dan sternum membentuk susunan sangkar dan
menyokong rongga thoraks. Ruang antara tulang-tulang iga disebut ruang
interkostalis dan diberi nomor berdasarkan tulang iga diatasnya (contoh:
ruang intercostalis kedua berada dibawah tu;ang iga kedua). Diafragma
adalah otot yang memisahkan rongga toraks dari abdomen dan
digunakan selama inspirasi.
Dinding dada.
Tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk
dinding dada adalah tulang iga, columna vertebralis torakalis, sternum,
tulang clavicula dan scapula. Jarinan lunak yang membentuk dinding
dada adalah otot serta pembuluh darah terutama pembuluh darah
intrerkostalis dan torakalis interna.

Dasar toraks
Dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi nervus frenikus.
Diafragma mempunyai lubang untuk jalan Aorta, Vana Cava Inferior serta
esofagus.

 Isi rongga torak.


Rongga pleura kiri dan kanan berisi paru-paru. Rongga ini
dibatasi oleh pleura visceralis dan parietalis.Rongga
Mediastinum dan isinya terletak di tengah dada. Mediastinum
dibagi menjadi bagian anterior, medius, posterior dan superior.

Pada berisi organ vital paru dan jantung. Pernafasan berlansung


dengan bantuan gerak dinding dada. Jaringan paru dibentuk oleh
jutaan alveolus yang mengembang dan mengempis tergantung
mengembang dan mengecilnya rongga dada. Inspirasi terjadi
karena kontraksi otot pernafasan , yaitu m.intercostalis dan
diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar dan paru-
paru mengembang sehingga udara terhisap ke alveolus melalui
trakea dan bronkus.
Sebaliknya bila m.intercostalis melemas, dinding dada mengecil
kembali dan udara terdorong keluar. Sementara itu, karena tekanan
intra abdomen, diafragma akan naik ketika m.intercostalis akan
tidak berkontraksi. Ketiga faktor ini, yaitu kelenturan dinding toraks,
kekenyalan jaringan paru, dan tekanan intraabdomen,
menyebabkan ekspirasi jika otot intracostal dan diafragma kendur
dan tidak mempertahankan keadaan inspirasi. Dengan demikian
ekspirasi merupakan kegiatan pasif (Sjamsuhidajat, 2004).

B. DEFINISI
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat
gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh
benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura
paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun
tumpul yang dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan (Suzanne &
Smetzler, 2001)
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax
yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari
cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan
dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut. Trauma thoraks
diklasifikasikan dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul merupakan luka
atau cedera yang mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda
tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala
umum dan rancu (Brunner & Suddarth, 2002).

C. ETIOLOGI
Trauma dada dapat disebabkan oleh :
1. Trauma tembus
 Luka Tembak
 Luka Tikam / tusuk
2. Trauma tumpul
 Kecelakaan kendaraan bermotor
 Jatuh
 Pukulan pada dada

D. KLASIFIKASI
Trauma dada dikalsifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Trauma tajam
a) Pneumothoraks terbuka
b) Hemothoraks
c) Trauma tracheobronkial
d) Contusio Paru
e) Ruptur diafragma
f) Trauma Mediastinal
2. Trauma tumpul
a) Tension pneumothoraks
b) Trauma tracheobronkhial
c) Flail Chest
d) Ruptur diafragma
e) Trauma mediastinal
f) Fraktur kosta

E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang sering muncul pada penderita trauma dada:
1. Tamponade jantung :
a) Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan
menembus jantung.
b) Gelisah.
c) Pucat, keringat dingin.
d) Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
e) Pekak jantung melebar.
f) Bunyi jantung melemah.
g) Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
h) ECG terdapat low voltage seluruh lead.
i) Perikardiosentesis keluar darah .
2. Hematotoraks :
a) Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
b) Gangguan pernapasan.
3. Pneumothoraks :
a) Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
b) Gagal pernapasan dengan sianosis.
c) Kolaps sirkulasi.
d) Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara
napas yang terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.
e) Pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002)

F. PATOFISIOLOGI
Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan. Luka
pada rongga thorak dan isinya dapat membatasi kemampuan jantung untuk
memompa darah atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan oksigen
darah. Bahaya utama berhubungan dengan luka dada biasanya berupa
perdarahan dalam dan tusukan terhadap organ. Hipoksia, hiperkarbia, dan
asidosis sering disebabkan oleh trauma thorax. Hipoksia jaringan merupakan
akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen kejaringan oleh karena
hipivolemia ( kehilangan darah ), pulmonary ventilation( contoh kontusio,
hematoma, kolaps alveolus ) dan perubahan dalam tekanan intra tthorax
( contoh : tension pneumothorax, pneumothorax terbuka ). Hiperkarbia lebih
sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan
intra thorax atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik
disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan ( syok ).
Fraktur iga, merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering
mengalami trauma, perlukaan pada iga sering bermakna, nyeri pada
pergerakan akibat terbidainya iga terhadap dinding thorax secara
keseluruhan menyebabkan gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif intuk
mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan
pneumonia meningkat secara bermakna dan disertai timbulnya penyakit
paru-paru. Pneumotoraks diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial
antara pleura viseral dan parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga
dapat ditemukan bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru merupakan
penyebab tersering dari pneumotoraks akibat trauma tumpul. Dalam keadaan
normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya
sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara kedua
permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan
kolapsnya jaringan paru.
Gangguan ventilasi perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps
tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi. Ketika
pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang terkena dan pada
perkusi hipesonor. Foto toraks pada saat ekspirasi membantu menegakkan
diagnosis. Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan pemasangan
chest tube pada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila
pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka akan
mengandung resiko. Sebuah selang dada dipasang dan dihubungkan
dengan WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks dilakukan untuk
mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru.
Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan
pada penderita dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang
mempunyai resiko terjadinya pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga
sebelumnya, sampai dipasang chest tube Hemothorax. Penyebab utama dari
hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah
interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam
atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat
menyebabkan terjadinya hemotoraks.
G. PATHWAY (TERLAMPIR)

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi
 Foto Thorax (AP)
Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada
pasien dengan trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu
dihubungkan dengan hasil pemeriksaan foto toraks. Lebih dari 90%
kelainan serius trauma toraks dapat terdeteksi hanya dari
pemeriksaan foto toraks.
 CT-Scan
Sangat membantu dalam membuat diagnosa pada trauma tumpul
toraks, seperti fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi.
Adanya retro sternal hematoma serta cedera pada vertebra torakalis
dapat diketahui dari pemeriksaan ini. Adanya pelebaran mediastinum
pada pemeriksaan toraks foto dapat dipertegas dengan pemeriksaan
ini sebelum dilakukan Aortografi.
 Ekhokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam
menegakkan diagnosa adanya kelainan pada jantung dan
esophagus. Hemoperikardium, cedera pada esophagus dan aspirasi,
adanya cedera pada dinding jantung ataupun sekat serta katub
jantung dapat diketahui segera. Pemeriksaan ini bila dilakukan oleh
seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi 90% dan spesifitasnya
hampir 96%.
 EKG (Elektrokardiografi)
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi
akibat trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma.
Adanya abnormalitas gelombang EKG yang persisten, gangguan
konduksi, tachiaritmia semuanya dapat menunjukkan kemungkinan
adanya kontusi jantung. Hati hati, keadaan tertentu seperti hipoksia,
gangguan elektrolit, hipotensi gangguan EKG menyerupai keadaan
seperti kontusi jantung.
 Angiografi
Gold Standard’ untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan
adanya cedera aorta pada trauma tumpul toraks.
2. Pemeriksaan Laboratorium
 Hb (Hemoglobin)
Mengukur status dan resiko pemenuhan kebutuhan oksigen jaringan
tubuh.
 Gas Darah Arteri (GDA) dan Ph
Gas darah dan pH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan
pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan
gas darah dipakai untuk menilai keseimbangan asam basa dalam
tubuh, kadar oksigen dalam darah, serta kadar karbondioksida dalam
darah. Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama
pemeriksaan ASTRUP, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang
dilakukan melalui darah arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu: Arteri
radialis, A. brachialis, A. Femoralis.

I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk menangani pasien trauma
thorax, yaitu :
1. Bullow Drainage / WSD
WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan
udara, cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan
mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.
Indikasi:
a) Pneumothoraks
b) Hemothoraks
c) Thorakotomy
d) Efusi pleura
e) Emfiema
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
 Diagnostik
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil,
sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak,
sebelum penderita jatuh dalam shock.
2. Terapi
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura.
Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga “mechanis of breathing”
dapat kembali seperti yang seharusnya.
3. Preventive
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga
“mechanis of breathing” tetap baik.

4. Primary Survey
Yaitu dilakukan pada trauma yang mengancam jiwa, pertolongan ini
dimulai dengan menggunakan teknik ABC (Airway, breathing, dan
circulation). Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a) Mempertahankan saluran napas yang paten dengan pemberian
oksigen
b) Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien
c) Pemasangan infuse
d) Pemeriksaan kesadaran
e) Jika dalam keadaan gawat darurat, dapat dilakukan massage
jantung.
f) Dalam keadaan stabil dapat dilakukan pemeriksaan radiology seperti
Foto thorak.
Pasien dalam Keadaan Gawat Darurat / Pertolongan Pertama
Pasien yang diberikan pertolongan pertama dilokasi kejadian maupun di
unit gawat darurat (UGD) pelayanan rumah sakit dan sejenisnya harus
mendapatkan tindakan yang tanggap darurat dengan memperhatikan
prinsip kegawatdaruratan.Penanganan yang diberikan harus sistematis
sesuai dengan keadaan masing-masing klien secara spesifik. Bantuan
oksigenisasi penting dilakukan untuk mempertahankan saturasi oksigen
klien. Jika ditemui dengan kondisi kesadaran yang mengalami
penurunan / tidak sadar maka tindakan tanggap darurat yang dapat
dilakukan yaitu dengan memperhatikan :

a) Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)


Klien dengan trauma dada seringkali mengalami
permasalahan pada jalan napas. Jika terdapat sumbatan harus
dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat
dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi
dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras
dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang
dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger,
dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada
mulut korban.
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda
asing, biasa pada korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang,
maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah
salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan
napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara Tengadah kepala
topang dagu (Head tild – chin lift) dan Manuver Pendorongan
Mandibula (Jaw Thrust Manuver).
b) Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing)
Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan
tekhnik melihat gerakan dinding dada, mendengar suara napas,
dan merasakan hembusan napas klien (Look, Listen, and Feel),
biasanya tekhnik ini dilakukan secara bersamaan dalam satu
waktu. Bantuan napas diberikan sesuai dengan indikasi yang
ditemui dari hasil pemeriksaan dan dengan menggunakan metode
serta fasilitas yang sesuai dengan kondisi klien.

c) Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)


Pemeriksaan sirkulasi mencakup kondisi denyut nadi,
bunyi jantung, tekanan darah, vaskularisasi perifer, serta kondisi
perdarahan. Klien dengan trauma dada kadang mengalami kondisi
perdarahan aktif, baik yang diakibatkan oleh luka tembus akibat
trauma benda tajam maupun yang diakibatkan oleh kondisi fraktur
tulang terbuka dan tertutup yang mengenai / melukai pembuluh
darah atau organ (multiple). Tindakan menghentikan perdarahan
diberikan dengan metode yang sesuai mulai dari penekanan
hingga penjahitan luka, pembuluh darah, hingga prosedur
operatif.Jika diperlukan pemberian RJP (Resusitasi Jantung Paru)
pada penderita trauma dada, maka tindakan harus diberikan
dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan atau
meminimalisir kompilkasi dari RJP seperti fraktur tulang kosta dan
sebagainya.
d) Tindakan Kolaboratif
Pemberian tindakan kolaboratif biasanya dilakukan dengan
jenis dan waktu yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing
klien yang mengalami trauma dada. Adapun tindakan yang biasa
diberikan yaitu ; pemberian terapi obat emergensi, resusitasi
cairan dan elektrolit, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium
darah Vena dan AGD, hingga tindakan operatif yang bersifat
darurat.

5. Konservatif
a) Pemberian Analgetik
Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan
kelanjutan dari pemberian sebelumnya. Rasa nyeri yang menetap
akibat cedera jaringan paska trauma harus tetap diberikan
penanganan manajemen nyeri dengan tujuan menghindari
terjadinya Syok seperti Syok Kardiogenik yang sangat berbahaya
pada penderita dengan trauma yang mengenai bagian organ
jantung.
b) Pemasangan Plak / Plester
Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan memerlukan
perawatan luka dan tindakan penutupan untuk menghindari
masuknya mikroorganisme pathogen.
c) Jika Perlu Antibiotika
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan
kultur. Apabila belum jelas kuman penyebabnya, sedangkan
keadaan penyakit gawat, maka penderita dapat diberi “broad
spectrum antibiotic”, misalnya Ampisillin dengan dosis 250 mg 4 x
sehari.
d) Fisiotherapy
Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara kolaboratif jika
penderita memiliki indikasi akan kebutuhan tindakan fisiotherapy
yang sesuai dengan kebutuhan dan program pengobatan
konservatif.

J. KOMPLIKASI
1. Surgical Emfisema Subcutis
Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam
memungkinkan keluarnya udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan
dinding dada, paru. Tanda-tanda khas: penmbengkakan kaki, krepitasi.
2. Cedera Vaskuler
Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong
tertutup sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang dan
menampung darah vena yang kembali. Pembulu vena leher akan
mengembung dan denyut nadi cepat serta lemah yang akhirnya
membawa kematian akibat penekanan pada jantung
3. Pneumothorak
Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi
keluar lagi sehingga volume pneumothorak meningkat dan mendorong
mediastinim menekan paru sisi lain.
4. Pleura Effusion
Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi
pleura yaitu sesak nafas pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri
dada lebih mencolok. Bila kejadian mendadak maka pasien akan syok.
Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan dalam rongga
pleura maka terjadi tanda – tanda:
 Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu
istirahatpun bisa terjadi dypsnea.
 Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.
 Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.
 Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).
5. Plail Chest
Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian
tersebut. Pada saat insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat
ekspirasi keluar, ini menunjukan adanya paroxicqalmution (gerakan
pernafasan yang berlawanan)
6. Hemopneumothorak
Yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI
A. Pengkajian
1. Biodata
a) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register,
diagnostik medik, alamat.Riwayat Kesehatan
2. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri
pada dada dan gangguan bernafas.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana (nyeri yang dirasakan klien,
Regional (R) yaitu penyebaran nyeri, safety (S) yaitu posisi yang sesuai
untuk mengurangi nyeri dan dapat membuat klien merasa nyaman dan
Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri.
4. Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah
terdapat riwayat sebelumnya.
5. Pola Kebiasaan Sehari – hari
a) Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahah dan gelisah
b) Sirkulasi
Tanda : takikardi, TD : Hipotensi / Hipertensi
c) Makanan/cairan
Gejala : hilangnya nafsu makan
d) Nyeri / Ketidaknyamanan
Gejala : muncul tiba –tiba selama batuk atau regangan, menusuk –
nusuk diperberat dengan nafas dalam, kemungkinan menyebar ke
area leher, bahu dan abdomen.

6. Pemeriksaan Fisik
a) Rambut :biasanya rambut hitam, dan tumbuh subur
b) Mata :biasanya simetris kiri dan kanan, konjungtiva pucat,
respon pupil baik
c) Hidung :biasanya simetris kiri dan kanan, dan tidak terdapat polip
d) Mulut : biasanya tidak ada perdarahan
e) Telinga :biasanya simetris kiri dan kanan, tidak menggunakan alat
bantu pendengaran
f) Dada
Inspeksi :biasanya frekuensi napas tidak normal, dada terdapat
jejas
Palpasi :biasanya premitus tidak sama kiri dan kanan
Perkusi :biasanya redup
Auskultasi :biasanya peningkatan jalan napas
g) Jantung
Inspeksi :biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi :biasanya ictus tidak teraba
Perkusi :biasanya pekak
Auskultasi :biasanya irama jantung melemah apabila trauma
menembus jantung
h) Abdomen
Inspeksi :biasanya bentuk perut tidak membuncit
Aukultasi :biasanya bising usus ada
Palpasi :biasanya hepar tidak teraba, tidak ada nyeri tekan
Perkusi :biasanya tympani
i) Ekstremitas
Ekstremitas atas :biasanya tangan simetris kiri dan kanan, tidak ada
lesi, terpasang infus, rentang gerak terbatas, turgor kulit menurun
Ekstremitas bawah : biasanya gerakan terbatas, simetris kiri dan
kanan
j) Kesadaran : biasanyan dari kompos metis kooperatif sampai koma

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru yang
tidak maksimal karena akumulasi cairan/udara
2. gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Sirkulasi O2 dan CO2
terganggu
3. Penurunan volume cairan berhubungan dengan Perdarahan
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Kontraktilitas jantung
menurun
5. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan Suplai O2 me
6. Nyeri berhubungan dengan Terputusnya syaraf perifer
C. Intervensi keperawatan

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Pola Nafas tidak NOC: NIC:
efektif berhubungan  Respiratory status :  Membuka jalan napas
dengan : Ventilation  Memposisikan pasien untuk
- Hiperventilasi  Respiratory status : mendaptkan ventilasi maksimal
- Penurunan Airway patency  Mengeluarkan sekret dengan
energi/kelelahan  Vital sign Status batuk efektif atau suction
- Perusakan/pelemahan  Mengajarkan batuk efektif
muskulo-skeletal Setelah dilakukan tindakan  Auskultasi suara napas
- Kelelahan otot keperawatan selama 24 jam  Memonitor status respiratori daan
pernafasan pasien menunjukkan oksigenasi
- Hipoventilasi sindrom keefektifan pola nafas,  Terapi oksigen
- Nyeri dibuktikan dengan kriteria  Memebersihkan sekresi pada
- Kecemasan hasil: mulut, hidung dan trakea
- Disfungsi  Mendemonstrasikan  Memelihara kepatenan jalan
Neuromuskuler batuk efektif dan suara napas
- Obesitas nafas yang bersih, tidak  Memberikan suplemen oksigen
- Injuri tulang belakang ada sianosis dan
 Memonitor aliran oksigen
dyspneu (mampu
DS:  Memonitor kemampuan pasien
mengeluarkan sputum,
- Dyspnea dalam memelihara oksigen
mampu bernafas dg
- Nafas pendek mudah, tidakada pursed  Mengobservasi tanda terjadinya
DO: lips) hipoventilasi
- Penurunan tekanan  Menunjukkan jalan nafas  Memonitor kecemasan pasien
inspirasi/ekspirasi yang paten (klien tidak  Mngajarkan pada pasoen dan
- Penurunan pertukaran merasa tercekik, irama keluarga bagaimana
udara per menit nafas, frekuensi menggunakan oksigen dirumah
- Menggunakan otot pernafasan dalam  Posisikan pasien untuk
pernafasan tambahan rentang normal, tidak ada memaksimalkan ventilasi
- Orthopnea suara nafas abnormal)  Pasang mayo bila perlu
- Pernafasan pursed-lip  Tanda Tanda vital dalam  Lakukan fisioterapi dada jika
- Tahap ekspirasi rentang normal (tekanan perlu
berlangsung sangat darah, nadi, pernafasan)  Keluarkan sekret dengan batuk
lama atau suction
- Penurunan kapasitas  Auskultasi suara nafas, catat
vital adanya suara tambahan
- Respirasi: < 11 – 24
 Berikan bronkodilator
x /mnt
 Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
 Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2
 Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
 Pertahankan jalan nafas yang
paten
 Observasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
 Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
 Monitor vital sign
 Informasikan pada pasien dan
keluarga tentang tehnik relaksasi
untuk memperbaiki pola nafas
 Ajarkan bagaimana batuk efektif
 Monitor pola nafas

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
2 Gangguan NOC: NIC :
Pertukaran gas  Respiratory Status : Gas  Posisikan pasien untuk
exchange memaksimalkan ventilasi
Berhubungan dengan :  Keseimbangan asam  Pasang mayo bila perlu
 ketidakseimbangan Basa, Elektrolit  Lakukan fisioterapi dada jika
perfusi ventilasi  Respiratory Status : perlu
 perubahan membran ventilation  Keluarkan sekret dengan batuk
kapiler-alveolar atau suction
DS: Setelah dilakukan tindakan  Auskultasi suara nafas, catat
 sakit kepala ketika keperawatan selama 24 jam adanya suara tambahan
bangun Gangguan pertukaran pasien  Berikan bronkodilator ;
 Dyspnoe teratasi dengan kriteria hasi:
 Barikan pelembab udara
 Gangguan  Mendemonstrasikan
 Atur intake untuk cairan
penglihatan peningkatan ventilasi dan
mengoptimalkan
DO: oksigenasi yang adekuat
keseimbangan.
 Penurunan CO2  Memelihara kebersihan
 Monitor respirasi dan status O2
 Takikardi paru paru dan bebas dari
 Catat pergerakan dada,amati
 Hiperkapnia tanda tanda distress kesimetrisan, penggunaan otot
 Keletihan pernafasan tambahan, retraksi otot
 Iritabilitas  Mendemonstrasikan supraclavicular dan intercostal
 Hypoxia batuk efektif dan suara  Monitor suara nafas, seperti
 kebingungan nafas yang bersih, tidak dengkur
 sianosis ada sianosis dan  Monitor pola nafas : bradipena,
 warna kulit abnormal dyspneu (mampu takipenia, kussmaul,
(pucat, kehitaman) mengeluarkan sputum, hiperventilasi, cheyne stokes,
mampu bernafas dengan biot
 Hipoksemia
mudah, tidak ada pursed  Auskultasi suara nafas, catat
 hiperkarbia
lips) area penurunan / tidak adanya
 AGD abnormal
 Tanda tanda vital dalam ventilasi dan suara tambahan
 pH arteri abnormal rentang normal  Monitor TTV, AGD, elektrolit dan
 frekuensi dan  AGD dalam batas normal ststus mental
kedalaman nafas
 Status neurologis dalam  Observasi sianosis khususnya
abnormal
batas normal membran mukosa
 Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang persiapan
tindakan dan tujuan
penggunaan alat tambahan
(O2, Suction, Inhalasi)
 Auskultasi bunyi jantung,
jumlah, irama dan denyut
jantung

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
3. Defisit Volume NOC: NIC :
Cairan  Nutritional Status : Food  Pertahankan catatan intake dan
and Fluid Intake output yang akurat
Berhubungan dengan:  Monitor status hidrasi
 Kehilangan volume Setelah dilakukan tindakan ( kelembaban membran
cairan secara aktif keperawatan selama 24 jam mukosa, nadi adekuat, tekanan
 Kegagalan defisit volume cairan teratasi darah ortostatik ), jika
mekanisme dengan kriteria hasil: diperlukan
pengaturan  Mempertahankan urine  Monitor hasil lab yang sesuai
output sesuai dengan dengan retensi cairan (BUN ,
DS : usia dan BB, BJ urine Hmt , osmolalitas urin, albumin,
 Haus normal, total protein )
 Tekanan darah, nadi,  Monitor vital sign setiap 15menit
DO: suhu tubuh dalam batas – 1 jam
 Penurunan turgor normal  Kolaborasi pemberian cairan IV
kulit/lidah  Tidak ada tanda tanda  Monitor status nutrisi
 Membran dehidrasi, Elastisitas  Berikan cairan oral
mukosa/kulit kering turgor kulit baik, membran  Berikan penggantian nasogatrik
 Peningkatan denyut mukosa lembab, tidak sesuai output (50 – 100cc/jam)
nadi, penurunan ada rasa haus yang  Dorong keluarga untuk
tekanan darah, berlebihan membantu pasien makan
penurunan  Orientasi terhadap waktu  Kolaborasi dokter jika tanda
volume/tekanan nadi dan tempat baik cairan berlebih muncul meburuk
 Pengisian vena  Jumlah dan irama  Atur kemungkinan tranfusi
menurun pernapasan dalam batas
 Persiapan untuk tranfusi
 Perubahan status normal
 Pasang kateter jika perlu
mental  Elektrolit, Hb, Hmt dalam
 Monitor intake dan urin output
 Konsentrasi urine batas normal
meningkat  pH urin dalam batas setiap 8 jam
 Temperatur tubuh normal
meningkat  Intake oral dan intravena
 Kehilangan berat adekuat
badan secara tiba-
tiba
 Penurunan urine
output
 HMT meningkat
 Kelemahan

DAFTAR PUSTAKA

Brooker, C.. (2001). Kamus saku keperawatan. (edisi 31). Jakarta. EGC

Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
volume 2. Jakarta : EGC.

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Ovedoff David. 2002. Kapita Selekta Kedokteran, edisi refisi jakarta; binerupa
aksara

Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2004.Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta :


EGC

Anda mungkin juga menyukai