Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dinding toraks secara anatomis tersusun dari kulit, fasia,otot dada, jurai
neurovascular pada dinding dada, serta kerangka dada. Kerangka dada sendiri
terdiri dari sternum, 12 pasang tulang iga beserta tulang rawan iga dan vertebrata
torakalis beserta diskus intervertrebralis. Otot dada terdiri atas dua bagian, yaitu
otot instrinsik yang membentuk dinding dada, serta otot ekstrinsik yang berperan
dalam gerakan dada, seperti otot ekstermitas superior, otot dinding abdomen, dan
punggung. Otot instrinsik terdiri dari 3 lapisan, yaitu lapisan luar, tengah, dan
dalam. Lapisan luar tersusun atas m.intercostalis eksternus dan m.levatores
kostarum, lapisan tengah hanya dibentuk oleh m.intercostalis internus, sedangkan
lapisan dalam disusun oleh m.intercostalis intimus, m.subkostalis, dan
m.transversus kostalis.
Trauma thorax dapat disebabkan oleh trauma tumpul ataupun trauma tajam.
Trauma dada, yang umumnya berupa trauma tumpul, kebanyakan disebabkan
oleh kecelakaan lalulintas. Trauma tajam tertama disebabkan oleh tikaman dan
tembakan. Trauma thorax yang memerluan tindakan segera adalah obstruksi jalan
napas, hematotoraks besar, tamponade jantung, pneumothorax desak, flail chest,
pneumothoraks terbuka, dan kebocoran udara trakea bronkus.
Trauma thorax merupakan urutan ketiga penyebab kematian terbanyak setelah
penyakit kardiovaskular dan kanker. 20-25 % trauma thoraks menjadi penyebab
kematian tertinggi selama empat dekade terakhir. Kecelaakaan pada organ thorax
sebanyak 20-25 % menyebabkan trauma thoraks, dan trauma thoraks
berkontribusi sebanyak 25-50% menyebabkan kematian. Dari 16,000 kematian
setiap tahunnya di Amerika Serikat penyebabbnya adalah trauma thoraks.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi

Trauma thorax adalah luka atau cedera mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang
disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan
gawat thorax akut.
Trauma thorax dapat meliputi kerusakan pada dinding dada, vertebra
thoracalis, jantung, paru-paru, aorta thoracalis dan pembuluh darah besar, namun
jarang mengenai esofagus.
2.2 Epidemiologi
Secara keseluruhan angka mortalitas trauma thorax adalah 10 %, dimana
trauma thorax menyebabkan satu dari empat kematian karena trauma yang terjadi
di Amerika Utara. Banyak penderita meninggal setelah sampai di rumah sakit dan
banyak kematian ini seharusnya dapat dicegah dengan meningkatkan kemampuan
diagnostik dan terapi. Kurang dari 10 % dari trauma tumpul thorax dan hanya 15
30 % dari trauma tembus thorax yang membutuhkan tindakan torakotomi.
Mayoritas kasus trauma thorax dapat diatasi dengan tindakan teknik prosedur
yang akan diperoleh oleh dokter yang mengikuti suatu kursus penyelamatan kasus
trauma thorax.
2.3 Etiologi
1. Trauma tembus (tajam)
Pada trauma tembus terjadi diskontinuitas dinding thorax (laserasi)
langsung akibat penyebab trauma, terutama akibat tusukan benda tajam
(pisau, kaca, peluru, dan sebagainya). Sekitar 10-30% dari trauma tembus
memerlukan operasi torakotomi.
2. Trauma tumpul

2
Pada trauma tumpul tidak terjadi diskontinuitas dinding thorax.
Penyebabnya antara lain kecelakaan lalu lintas, terjatuh, cedera olahraga, dan
sebagainya. Kelainan tersering akibat trauma tumpul thorax adalah kontusio
paru. Kurang dari 10% trauma jenis ini memerlukan operasi torakotomi.
Pada dasarnya patofisiologi yang terjadi pada trauma thorax adalah akibat
dari kegagalan ventilasi, kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar dan
kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik.
2.4 Patofisiologi
Hipoksia, hiperkarbia dan asidosis sering disebabkan oleh trauma thorax.
Hipoksia jaringan merupakan akibat dari tidak kuatnya pengangkutan oksigen ke
jaringan oleh karena hipovolemia (kehilangan darah), pulmonary ventilation /
perfusion mismatch (contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus) dan perubahan
dalam tekanan intrathorax (contoh tension pneumothorax, pneumothorax
terbuka). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi
akibat perubahan tekanan intrathorax atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis
metabolic disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan (Syok)
2.5 Kelainan akibat trauma Thorax
1. Fraktur iga
Merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering mengalami
trauma, perlukaan pada iga sering bermakna, nyeri pada pergerakan akibat
terbidainya iga terhadap dinding thorax secara keseluruhan menyebabkan
gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif untuk mengeluarkan secret dapat
mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia meningkat secara bermakna
dan disertai timbulnya penyakit paru-paru. Fraktur sternum dan scapula secara
umum disebabkan oleh benturan langsung, trauma tumpul jantung harus
selalu dipertimbangkan bila ada ada fraktur sternum. Yang paling sering
mengalami trauma adalah iga bagian tengah (iga ke -4 sampai ke -9).

3
2. Flail Chest
Terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas
dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga
multiple pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur.
Adanya segmen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan
pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya
terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang. maka akan menyebabkan
hipoksia yang serius.
Kesulitan utama pada kelainan flail chest yaitu trauma pada parenkim paru
yang mungkin terjadi (kontusio paru). Walaupun ketidakstabilan dinding dada
menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan
ekspirasi, efek ini sendiri saja tidak akan menyebabkan hipoksia. Penyebab
timbulnya hipoksia pada penderita ini terutama disebabkan nyeri yang
mengakibatkan gerakan dinding dada yang tertahan dan trauma jaringan
parunya. Flail chest mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena splinting
(terbelat) dengan dinding dada. Gerakan pernafasan menjadi buruk dan
thorax bergerak secara asimetris dan tidak terkoordinasi. Palpasi gerakan
pernafasan yang abnormal dan krepitasi iga atau fraktur tulang rawan
membantu diagnosis. Dengan foto thorax akan lebih jelas karena akan terlihat
fraktur iga yang multiple, akan tetapi terpisahnya sendi costochondral tidak
akan terlihat.
Pemeriksaan analisis gas darah yaitu adanya hipoksia akibat kegagalan
pernafasan, juga membantu dalam diagnosis flail chest. Terapi awal yang
diberikan termasuk pemberian ventilasi adekuat, oksigen yang dilembabkan
dan resusitasi cairan. Bila tidak ditemukan syok maka ada kerusakan
parenkim paru pada flail chest, maka akan sangat sensitif terhadap kekurangan
ataupun kelebihan resusitasi cairan. Pengukuran yang lebih spesifik harus
dilakukan agar pemberian cairan benar-benar optimal. Terapi definitive
ditujukan untuk mengembangkan paru-paru dan berupa oksigenasi yang

4
cukup serta pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki ventilasi.
Tidak semua penderita membutuhkan penggunaan ventilator.
Pencegahan hipoksia merupakan hal penting pada penderita trauma, dan
intubasi serta ventilasi perlu diberikan untuk waktu singkat sampai diagnosis
dan pola trauma yang terjadi pada penderita tersebut ditemukan secara
lengkap. Penilaian hati-hati dari frekuensi pernafasan, tekanan oksigen arterial
dan penilaian kinerja pernafasan akan memberikan suatu indikasi timing/
waktu untuk melakukan intubasi dan ventilasi.
3. Kontusio paru
Kontusio paru adalah kelainan yang paling sering ditemukan pada
golongan potentially lethal chest injury. Kegagalan bernafas dapat timbul
perlahan dan berkembang sesuai waktu, tidak langsung terjadi setelah
kejadian sehingga rencana penanganan definitive dapat berubah berdasarkan
perubahan waktu. Monitoring harus ketat dan berhati-hati, juga diperlukan
evaluasi penderita yang berulang-ulang. Penderita dengan hipoksia bermakna
(PaO2 <65 mmHg atau 8,6 kPa dalam udara ruangan, SaO2<90%) harus
dilakukan intubasi dan diberikan bantuan ventilasi pada jam-jam pertama
setelah trauma. Kondisi medik yang berhubungan dengan kontusio paru
seperti penyakit paru kronis dan gagal ginjal menambah indikasi untuk
melakukan intubasi lebih awal dan ventilasi mekanik.
Beberapa penderita dengan kondisi stabil dapat ditangani secara selektif
tanpa intubasi endotrakeal atau ventilasi mekanik. Monitoring dengan pulse
oximeter, pemeriksaan analisis gas darah, monitoring EKG dan perlengkapan
alat bantu pernafasan diperlukan untuk penanganan yang optimal. Jika kondisi
penderita memburuk dan perlu ditransfer maka harus dilakukan intubasi dan
ventilasi terlebih dahulu.
4. Pneumothorax
Pneumothorax diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara
pleura visceral dan parietal. Dislokasi fraktur veterbra juga dapat ditemukan

5
bersama dengan pneumotorax. Laserasi paru merupakan penyebab tersering
dari pneumotorax akibat trauma tumpul. Dalam keadaan normal rongga
toraks dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya sampai dinding dada
oleh karena adanya tegangan permukaan antara kedua permukaan pleura.
Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan
paru. Gangguan ventilasi-perfusi terjadi karena darah menuju paru yang
kolaps tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi. Ketika
pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang terkena dan pada
perkusi hipersonor. Fototoraks pada saat ekspirasi membantu menegakkan
diagnosis.
Terapi terbaik pada pneumotorax adalah dengan pemasangan chest tube
pada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila
pneumotoraks adalah dengan dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka
akan mengandung resiko. Sebuah selang dada dipasang dan dihubungan
dengan WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks dilakukan untuk
mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru. Anestesi umum atau
ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan pada penderita dengan
peneumotorax traumatic atau pada penderita yang mempunyai resiko
terjadinya dapat menjadi life thereatening tension pneumotorax, terutama jika
awalnya tidak diketahui dan ventilasi dengan tekanan positif diberikan.
Toraks penderita harus dikompresi sebelum penderita ditransportasi / rujuk.
5. Pneumothorax terbuka (Sucking chest wound)
Pneumothorax terbuka defek atau luka yang besar pada dinding dada yang
terbuka menyebabkan pneumotorax terbuka. Tekanan di dalam rongga pleura
akan segera menjadi sama dengan tekanan atmosfir. Jika defek pada dinding
dada mendekati 2/3 dari diameter trakea maka udara akan cenderung mengalir
melalui defek karena mempunyai tahanan yang kurang atau lebih kecil
dibandingkan dengan trakea.

6
Akibatnya ventilasi terganggu sehingga menyebabkan hipoksia dan
hiperkapnia. Langkah awal adalah menutup luka dnegan kasa steril yang di
plester hanya pada 3 sisinya saja. Dengan penutupan seperti ini diharapkan
akan terjadi efek flutter type valve dimana saat inspirasi kasa penutup akan
menutup luka, mencegah kebocoran udara dari dalam. Saat ekspirasi kasa
penutup terbuka untuk menyingkirkan udara keluar. Setelah itu maka
sesegera mungkin dipasang selang dada yang harus berjauhan dari luka
primer. Menutup seluruh sisi luka akan menyebabkan terkumpulnya udara di
dalam rongga pleura yang akan menyebabkan tension pneumothorax kecuali
jika selang dada sudah terpasang. Kasa penutup sementara yang dapat
dipergunakan adalah Plastic wrap atau Petrolatum Gauze, sehingga penderita
dapat dilakukan evaluasi dengan cepat dan dilanjutkan dengan penjahitan
luka.
6. Tension pneumorothorax
Berkembang ketika terjadi one-way-valve (fenomena ventil), kebocoran
udara yang berasal dari paru-paru atau melalui dinding dada masuk ke dalam
rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi (one-way-valve). Akibat udara yang
masuk ke dalam rongga pleura yang tidak dapat keluar lagi, maka tekanan di
intrapleural akan meninggi, paru-paru menjadi kolaps, mediastinum terdorong
ke sisi berlawanan dan menghambat pengembalian darah vena ke jantung
(venous return); ini yang mengakibatkan kematian serta akan menekan paru
kontralateral.
Penyebab tersering dari tension pneumothorax adalah komplikasi
penggunaan ventilasi mekanik (ventilator) dengan ventilasi tekanan positif
pada penderita dengan kerusakan pada pleura visceral. Tension
pneumothorax dapat timbul sebagai komplikasi dari pneumotorax sederhana
akibat trauma toraks tembus atau tajam dengan perlukaan parenkim paru
tanpa robekan atau setelah salah arah pada pemasangan kateter subklavia atau
vena jugularis interna. Kadangkala defek atau perlukaan pada dinding dada

7
juga dapat menyebabkan tension pneumothorax, jika salah cara menutup
defek ata luka tersebut dengan pembalut (occhusive dressings) yang kemudian
akan menimbulkan mekanisme flap-valve. Tension pneumothorax jua dapat
terjadi pada fraktur tulang belakang toraks yang mengalami pergeseran
(displaced thoracic spine fractures).
Diagnosis tension pneumotorax ditegakkan berdasarkan gejala klinis, dan
tetapi tidak boleh terlambat oleh karena menunggu konfirmasi radiologi. Bila
ada kemungkinan tension pneumothorax sebaiknya tidak menunggu foto
Rontgen. Dengan pungsi darurat rongga thorax berupa tusukan sederhana
dengan jarum di ruang antariga II, penderita dapat diselamatkan. Tension
pneumothorax ditandai dengan gejala nyeri dada, sesak, distress pernafasan,
takikardi, hipotensi, deviasi trakea, hilangnya suara nafas pada satu sisi dan
distensi vena leher. Sianosis merupakan manifestasi lanjut. Karena ada
kesamaan gejala antara tension pneumothorax dan tamponade jantung maka
sering membingungkan pada awalnya tetapi perkusi yang hipersonor dan
hilangnya suara nafas pada hemitoraks yang terjadi tension pneumothorax
dapat membedakan keduanya.
Tension pneumothorax membutuhkan dekompresi segera dan
penanggulangan awal dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran besar
pada sela iga dua garis midclavicular pada hemitorax yang mengalami
kelainan. Tindakan ini akan mengubah tension pneumothorax menjadi
pneumothorax sederhana (catatan: kemungkinan terjadi pneumotraks yang
bertambah akibat tertusuk jarum). Evaluasi ulang selalu diperlukan. Terapi
definitive selalu dibutuhkan dengan pemasangan selang dada (Chest tube)
pada sela iga ke 5 (garis putting susu) diantara garis anterior dan midaxilaris.
7. Hemothorax
Penyebab utama dari hemotorax adalah laserasi paru atau laserasi dari
pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh
trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga

8
dapat menyebabkan terjadinya hemothorax. Biasanya perdarahan berhenti
spontan dan tidak memerlukan intervensi operasi.
Hemothorax akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto thorax,
sebaiknya diterapi dengan selang dada berukuran besar. Selang dada tersebut
akan mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya
bekuan darah di dalam rongga pleura dan dapat dipakai dalam memonitor
kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah atau cairan juga memungkinkan
dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya rupture diafragma
traumatic. Walaupun banyak faktor yang berperan dalam memutuskan
perlunya indikasi operasi pada penderita hemothorax, status fisiologi dan
volume darah yang keluar dari selang dada merupakan faktor utama.
Hemothorax kecil, yaitu yang tampak sebagai bayangan kurang dari 15%
pada foto Rontgen, cukup diobservasi dan tidak memerlukan tindakan khusus.
Hemothorax sedang, artinya tampak bayangan yang menutup 15-35% pada
foto Rontgen, dipungsi dan penderita diberi transfusi. Pada pungsi sedapat
mungkin dikeluarkan semua cairan. Jika ternyata terjadi kambuhan, perlu
dipasang penyalir sekat air. Pada hemothorax besar (lebih dari 35%) dipasang
penyalir sekat air dan diberikan transfusi.
Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari selang dada
sebanyak 1.500 ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jam
untuk 2 sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah terus menerus,
eksplorasi bedah harus dipertimbangkan.
Hemothorax masif ( >750 cc) yang terjadi kurang dari satu jam setelah
trauma adalah indikasi untuk operasi. Sebelum operasi sebaiknya ditentukan
organ mana yang dicurigai sehingga teknik pembedahan dapat disesuaikan.
Perdarahan yang terjadi akibat fraktur iga biasanya tidak banyak dan dapat
berhenti sendiri. Namun harus tetap diwaspadai akan adanya perdarahan dari
arteri interkostalis yang robek. Monitoring untuk semua kasus perdarahan

9
dalam rongga toraks setelah pemasangan water sealed drainage (WSD)
adalah sebagai berikut :
0-3 cc/Kg BB/ jam................................observasi
>3 - <5 cc/Kg BB/jam.....................observai ketat, bila berturut turut
dalam 3 jam.........operasi
3-5 cc/Kg BB/jam..................................operasi
Pembagian diatas didasarkan pada pembagian syok:
Kelas % darah hilang dari Volume darah dalam cc
total volume darah (volume darah 80cc/kg
dalam tubuh BB)
I 15 < 750
II 30 75-1500
III 40 2000
IV >40 > 2000
Ligasi arteri interkostalis transtorakal posterior dapat mengakibatkan
neuralgia interkostalis tetapi tindakan ini cukup baik untuk menyelamatkan
jiwa sementara. Tindakan yang terbaik adalah torakotomi dan ligasi arteri
interkostalis secara a vue.

8. Hemothorax masif
Hemothorax masif yaitu terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari
1.500 cc di dalam rongga pleura. Hal ini sering disebabkan oleh luka tembus
yang merusak pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru.
Hal ini juga dapat disebabkan trauma tumpul. Kehilangan darah menyebabkan
hipoksia. Vena leher dapat kolaps (flat) akibat adanya hipovolemia berat,
tetapi kadang dapat ditemukan distensi vena leher, jika disertai tension
pneumothorax. Jarang terjadi efek mekanik dari darah yang terkumpul di
intrathorax lalu mendorong mediastinum sehingga menyebabkan distensi dari
pembuluh vena leher.

10
Diagnosis hemothorax ditegakkan dengan adanya syok yang disertai
suara nafas menghilang dan perkusi pekak pada sisi dada yang mengalami
trauma. Terapi awal hemothorax masif adalah dengan penggantian volume
darah yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai
dengan infus cairan kristaloid secara cepat dengan jarus besar dan kemudian
pemberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga
pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan yang cocok untuk
autotransfusi. Bersamaan dengan pemberian infus, sebuah selang dada (chest
tube) no.38 French dipasang setinggi putting susu, anterior dari garis
midaksilaris lalu dekompresi rongga pleura selengkapnya. Ketika kita
mencurigai hemotoraks masif pertimbangkan untuk melakukan autotransfusi.
Jika pada awalnya sudah keluar 1.500 ml, kemungkinan besar penderita
tersebut membutuhkan torakotomi segera. Beberapa penderita yang pada
awalnya darah yang keluar kurang dari 1.500 ml, tetapi pendarahan tetap
berlangsung. Ini juga membutuhkan torakotomi.
Keputusan torakotomi diambil bila didapatkan kehilangan darah terus
menerus sebanyak 200 cc/jam dalam waktu 2 sampai 4 jam, tetapi status
fisiologi penderita tetap lebih diutamakan. Transfusi darah diperlukan selama
ada indikasi untuk torakotomi. Selama penderita dilakukan resusitasi, volume
darah awal yang dikeluarkan dengan selang dada (chest tube) dan kehilangan
darah selanjutnya harus ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan
diberikan. Warna darah (arteri atau vena) bukan merupakan indikator yang
baik untuk dipakai sebagai dasar dilakukannya torakotomi. Luka tembus
thorax di daerah anterior medial dari garis putting susu dan luka di daerah
posterior, medial dari scapula harus disadari oleh dokter bahwa kemungkinan
dibutuhkan torakotomi, oleh karena kemungkinan melukai pembuluh darah
besar, struktur hilus dan jantung yang potensial menjadi tamponade jantung.
Torakotomi harus dilakukan oleh ahli bedah, atau dokter yang sudah
berpengalaman dan sudah mendapat latihan.

11
9. Cedera trakea dan bronkus
Cedera ini jarang tetapi mungkin disebabkan oleh trauma tumpul atau
trauma tembus, manifestasi klinisnya yaitu yang biasanya timbul dramatis,
dengan hemoptisis bermakna, hemopneumothorax, krepitasi subkuntan dan
gawat nafas. Empisema mediastinal di servical dalam atau pneumothorax
dengan kebocoran udara massif. Penatalaksanaan yaitu dengan pemasangan
pipa endotrakea (melalui control endoskop) di luar cedera untuk kemungkinan
ventilasi dan mencegah aspirasi darah, pada torakostomi diperlukan untuk
hemothorax atau pneumothorax.
10. Tamponade jantung
Tamponade jantung sering disebabkan oleh luka tembus. Walaupun
demikian, trauma tumpul juga dapat menyebabkan pericardium terisi darah
baik dari jantung, pembuluh darah besar maupun dari pembuluh darah
perikard. Perikard manusia terdiri dari struktur jaringan ikat yang kaku dan
walaupun relative sedikit darah yang terkumpul, namun sudah dapat
menghambat aktivitas jantung dan mengganggu pengisian jantung,
mengeluarkan darah atau cairan perikard, sering hanya 15 ml sampai 20 ml,
melalui perikardiosintesis akan segera memperbaiki hemodinamik. Diagnosis
tamponande jantung tidak mudah.
Diagnostik klasik adalah adanya Trias Beck yang terdiri dari peningkatan
tekanan vena, penurunan tekanan arteri dan suara jantung menjauh. Penilaian
suara jantung menjauh sulit didapatkan bila ruang gawat darurat dalam
keadaan berisik. Distensi vena leher tidak ditemukan bila penderita
mengalami hipovolemia. Pulsus paradoxus adalah keadaan fisiologis dimana
terjadi penurunan dari tekanan darah sistolik selama inspirasi spontan. Bila
penurunan tersebut lebih dari 10 mmHg, maka ini merupakan tanda lain
terjadinya tamponade jantung. Tetapi tanda pulsus paradoxus tidak selalu
ditemukan, lagi pula sulit mendeteksinya dalam ruang gawat darurat.
Tambahan lagi, jika terdapat tension pneumothorax, terutama sisi kiri, maka

12
akan sangat mirip dengan tamponade jantung. Tanda Kussmaul (peningkatan
tekanan vena pada saat inspirasi biasa) adalah kelainan paradoksal tekanan
vena yang sesungguhnya dan menunjukkan adanya temponande jantung.
PEA pada keadaan tidak ada hipovolemia dan tension pneumothorax
harus dicurigai adanya temponande jantung. Pemasangan CVP dapat
membantu diagnosis, tetapi tekanan yang tinggi dapat ditemukan pada
berbagai keadaan lain. Pemeriksaan USG (Echocardiografi) merupakan
metode non invasif yang dapat membantu penilaian pericardium, tetapi
banyak penelitan yang melaporkan angka negative yang lebih tinggi yaitu
sekitar 50 % (medlinux). Pada penderita trauma tumpul dengan hemodinamik
abnormal boleh dilakukan pemeriksaan USG abdomen, yang sekaligus dapat
mendeteksi cairan di kantung perikard, dengan syarat tidak menghambat
resusitasi. Evakuasi cepat darah dari perikard merupakan indikasi bila
penderita dengan syok hemoragik tidak memberikan respon pada resusitasi
cairan dan mungkin ada tamponade jantung. Tindakan ini menyelamatkan
nyawa dan tidak boleh diperlambat untuk mengadakan pemeriksaan
diagnostik tambahan.
Metode sederhana untuk mengeluarkan cairan dari perikard adalah
dengan perikardiosintesis. Kecurigaan yang tinggi adanya tamponade
jantung pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap usaha
resusitasi, merupakan indikasi untuk melakukan tindakan perikardiosintesis
melalui metode subksifoid. Tindakan alternatif lain, adalah melakukan
operasi jendela perikad atau torakotomi dengan perikardiotomi oleh seorang
ahli bedah. Prosedur ini akan lebih baik dilakukan di ruang operasi jika
kondisi penderita memungkinkan.
Walaupun kecurigaan besar akan adanya tamponade jantung, pemberian
cairan infuse awal masih dapat meningkatkan tekanan vena dan
meningkatkan cardiac output untuk sementara, sambil melakukan persiapan
untuk tindakan perikardiosintesis melalui subksifoid. Pada tindakan ini

13
menggunakan plastic-sheated needle atau insersi dengan teknik seldinger
merupakan cara paling baik, tetapi dalam keadaan yang lebih gawat, prioritas
adalah aspirasi darah dari kantung perikard. Monitoring elektrokardiografi
dapat menunjukkan tertusuknya miokard (peningkatan voltase dari
gelombang T, ketika jarum perikardiosintesis menyentuh epikardium) atau
terjadinya disritmia.
11. Kontusio Miocard
Terjadinya karena ada pukulan langsung pada sternum dengan diikuti
memar jantung dikenal sebagai kontusio miocard. Manifestasi klinis cedera
jantung mungkin bervariasi dari ptekie epikardial superfisialis sampai
kerusakan transmural. Disritmia merupakan temuan yang sering timbul.
Pemeriksaan jantung yaitu dengan Isoenzim CPK merupakan uji diagnosa
yang spesifik (atls), EKG mungkin meperlihatkan perubahan gelombang T
ST yang non spesifik atau disritmia. Adapun penalaksanaan berupa suportif.
12. Trauma tumpul jantung
Dapat menyebabkan kontusio otot jantung, rupture atrium atau ventrikel,
ataupun kebocoran katup. Ruptur ruang jantung ditandai dengan tamponade
jantung yang harus diwaspadai saat primary suvery. Kadang tanda dan gejala
dari tamponade lambat terjadi bila yang ruptur adalah atrium. Penderita
dengan kontusio miokard akan mengeluh rasa tidak nyaman pada dada tetapi
keluhan tersebut juga bisa disebabkan kontusio dinding dada atau fraktur
sternum dan / atau fraktur iga. Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan dengan
inspeksi dari miokard yang mengalami trauma. Gejala klinis yang penting
pada miokard adalah hipotensi, gangguan hantaran yang jelas ada EKG atau
gerakan dinding jantung yang tidak normal pada pemeriksaan ekokardiografi
dua dimensi. Perubahan EKG dapat bervariasi dan kadang menunjukkan
suatu infark miokard yang jelas. Kontraksi ventrikel premature yang multiple,
sinus takikardi yang tak bias diterangkan, fibrilasi atrium, l bundle branch
block (biasanya kanan) dan yang paling sering adalah perubahan segmen ST

14
yang ditemukan pada gambaran EKG. Elevasi dari tekanan vena sentral yang
tidak ada penyebab lain merupakan petunjuk dari disfungsi ventrikel kanan
sekunder akibat kontusio jantung. Juga penting untuk diingat bahwa
kecelakaannya sendiri mungkin dapat disebabkan adanya serangan infak
miokard akut. Penderita kontusio miokard yang terdiagnosis karena adanya
konduksi yang abnormal mempunyai resiko terjadinya distimia akut, dan
harus dimonitor 24 jam pertama, karena setelah interval tersebut resika
disritmia akan menurun secara bermakna.
13. Ruptur Diafragma
Ruptur diafragma pada trauma thoraks biasanya disebabkan oleh trauma
tumpul pada daerah thorax inferior atau abdomen atas yang tersering oleh
kecelakaan. Trauma tumpul di daerah thorax inferior akan mengakibatkan
peningkatan tekanan intraabdominal mendadak yang diteruskan ke diafragma.
Ruptur terjadi bila diafragma tidak dapat menahan tekanan tersebut, herniasi
organ intrathorax dan strangulasi organ abdomen dapat terjadi. Dapat pula
terjadi ruptur diafragma akibat trauma tembus pada daerah thorax inferior.
Pada keadaan ini trauma tembus juga akan melukai organ-organ lain (intra
thoraks atau intraabdominal). Ruptur umumnya terjadi di puncak kubah
diafragma, ataupun kita bisa curigai bila terdapat luka tusuk dada yang
didapatkan pada: dibawah ICS 4 anterior, didaerahh ICS 6 lateral, didaerah
ICS 8 posterior. Kejadian ruptur diafragma lebih sering terjadi di sebelah kiri
daripada sebelah kanan. Kematian dapat terjadi dengan cepat setelah
terjadinya trauma oleh karena shock dan perdarahan pada cavum pleura kiri.
2.6 Gambaran Klinis
Gambaran klinis dari trauma toraks terdiri dari :
a. Gejala trauma dada:
1. Nyeri akibat fraktur costae atau komplikasi pulmo maupun
kardivaskular.

15
2. Dyspneu akibat fraktur, pneumotoraks, hematotoraks, flail chest, ruptur
diafragma, ruptur trakhea atau bronkhus utama atau kerusakan serius
organ viseral; pernapasan yang tiba-tiba meningkat (sesak napas
memburuk secara cepat) merupakan ciri khas terjadinya pneumotoraks
desak (tension pneumothorax)
b. Tanda trauma dada :
1. Syok akan parah jika berhubungan dengan kerusakan organ dalam.
2. Trauma dinding dada akan tampak memar, suara menyedot dari dinding
dada, gerakan dinding dada paradoksal, atau nyeri pada fraktur kosta.
3. Emfisema ada sensasi krepitasi di bawah tangan pemeriksa akibat udara
yang masuk ke subkutan, disebabkan fraktur kosta atau rupturnya trakhea
daerah servikal/bronkhus.
4. Emfisema Mediastnum dengan Mediastinitis ditandai dengan nyeri atau
suara ngik-ngik dari laring dan suara klik parakardial yang terjadi
bersamaan dengan suara jantung dicurigai adanya rutur esofagus atau
trakhea.
5. Deviasi trakhea akibat pneumotoraks hebat atau hematoraks pada sisi
sebelahnya, akibat kolapsnya paru pada sisi yang sama.
6. Peningkatan Tekanan Vena Jugularis (Jugular Vwenous Pressure/JVP)
terjadi pada tamponade kordis akibat hemoperikardiva
7. Paru hipersonor menunjukkan pneumotoraks, dan suara napas yang
menurun atau hilang menunukkan hemothoraks, pneumothoraks atau
kolaps paru.
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik

Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola dari


trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan dari
kendaraan yang ditumpangi, kerusakan stir mobil /air bag dan lain lain.

16
2. Radiologi : Foto Thorax (AP)

Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien


dengan trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan dengan
hasil pemeriksaan foto toraks. Lebih dari 90% kelainan serius trauma toraks
dapat terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks.

3. Gas Darah Arteri (GDA) dan Ph


Gas darah dan pH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan
pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah
dipakai untuk menilai keseimbangan asam basa dalam tubuh, kadar oksigen
dalam darah, serta kadar karbondioksida dalam darah.
Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama
pemeriksaan ASTRUP, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan
melalui darah arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu: Arteri radialis, A.
brachialis, A. Femoralis.

Didalam tabel berikut ini dapat dilihat nilai normal dari GDA dan pH,
serta kemungkinan diagnosis terhadap perubahan nilai dari hasil
pemeriksaannya :

Nilai Normal Asidosis Alkaliosis

pH ( 7,35 s/d 7,45 ) Turun Naik

HCO3 (22 s/d 26) Turun Naik

PaCO2 (35 s/d 45) Naik Turun

BE (2 s/d +2) Turun Naik

17
PaO2 ( 80 s/d 100 ) Turun Naik

Jenis Gangguan Asam Basa PH Total CO2 PCO2

Asidosis respiratorik tidak terkonpensasi Rendah Tinggi Tinggi

Alkalosis respiratorik tidak Tinggi Rendah Rendah


terkonfensasi

Asidosis metabolic tidak terkonfensasi Rendah Rendah Normal

Alkalosis metabolic tidak terkonfensasi Tinggi Tinggi Rendah

Asidosis respiratorik kompensasi Normal Tinggi Normal


alkalosis metabolic

Alkalosis respiratorik kompensasi Normal Rendah Normal


asidosis metabolic

Asidosis metabolic kompensasi alkalosis Normal Rendah Rendah


respiratorik

Alkalosis metabolic kompensasi asidosis Normal Tinggi Tinggi

18
respiratorik

Pemeriksaan AGD dan pH tidak hanya dilakukan untuk penegakan


diagnosis penyakit tertentu, namun pemeriksaan ini juga dapat dilakukan
dalam rangka pemantauan hasil / respon terhadap pemberian terapi /
intervensi tertentu kepada klien dengan keadaan nilai AGD dan pH yang tidak
normal baik Asidosis maupun Alkaliosis, baik Respiratori maupun Metabolik.
Dari pemantauan yang dilakukan dengan pemeriksaan AGD dan pH, dapat
diketahui ketidakseimbangan sudah terkompensasi atau belum / tidak
terkompensasi.

Pada tabel berikut ini dapat dilihat acuan perubahan nilai yang
menunjukkan kondisi sudah / tidak terkompensasi.

4. CT-Scan
Sangat membantu dalam membuat diagnosa pada trauma tumpul toraks,
seperti fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi. Adanya retro
sternal hematoma serta cedera pada vertebra torakalis dapat diketahui dari
pemeriksaan ini. Adanya pelebaran mediastinum pada pemeriksaan toraks
foto dapat dipertegas dengan pemeriksaan ini sebelum dilakukan Aortografi.
5. Ekhokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam menegakkan
diagnosa adanya kelainan pada jantung dan esophagus. Hemoperikardium,
cedera pada esophagus dan aspirasi, adanya cedera pada dinding jantung
ataupun sekat serta katub jantung dapat diketahui segera. Pemeriksaan ini bila
dilakukan oleh seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi 90% dan
spesifitasnya hampir 96%.
6. EKG (Elektrokardiografi)
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi
akibat trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma. Adanya

19
abnormalitas gelombang EKG yang persisten, gangguan konduksi,
tachiaritmia semuanya dapat menunjukkan kemungkinan adanya kontusi
jantung. Hati hati, keadaan tertentu seperti hipoksia, gangguan elektrolit,
hipotensi gangguan EKG menyerupai keadaan seperti kontusi jantung.
7. Angiografi

Gold Standard untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan adanya


cedera aorta pada trauma tumpul toraks.
8. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
9. Hb (Hemoglobin) : Mengukur status dan resiko pemenuhan kebutuhan
oksigen jaringan tubuh.
2.8 Penatalaksanaan
Tergantung pada tingkat keparahan trauma dada serta luasnya cedera yang
menyertainya.
1. Respirasi
Jalan napas yang bebas dan gerakan paru yang baik, sangat penting untuk
pernapasan yang adekuat.
Bebaskan jalan napas
Retensi sputum disertai obstruksi bronkus dan ateletaksis dapat terjadi pada:
a. Pasien tidak sadar (cedera kepala)
b. Syok
c. trauma dada yang nyeri
d. produksi sekret berlebihan seperti pada kontusi paru, oedem paru, hematom
pulmo masif, dan pada trauma dada hebat.
Terapi berupa :
a. Analgesik yang adekuat
b. Sedasi untuk mengurangi kecemasan dan ketakutan
c. Posisi tubuh dan fisioterapi
d. Antibiotik

20
e. Penghisapan nasofaringeal
f. Penghisapan naso trakheal
g. Penghisapan melalui bronkoskopi
h. Trakheostomi
Gerakan paru yang memadai
Gerakan paru yang tidak adekuat dapat terjadi ketika :
a. flail chest dengan pernapasan paradoksal
b. cedera kepala berat dengan kerusakan batang otak
c. adanya udara atau darah di rongga pleura
Terapi berupa :
a. trakeostomi dan respirasi tekanan positif intermiten dengan respirator
b. udara didalam rongga pleura harus dikeluarkan dengan WSD atau darah
pada rongga pleura diaspirasi, drainas, atau operasi
c. penutupan luka dinding dada yang menghisap (sucking chest wall wound)
2. Sirkulasi
Pengembalian kembali cairan dan darah yang hilang harus dilakukan.
Transfusi darah diperlukan jika terjadi kerusakan organ viseral intrathorakal
dan jika ada trauma abdomen yang biasanya menyertai (ruptur lien dan hepar).
3. Penilaian progerifitas yang teratur
Pada trauma dada sedang dan parah, penilaian klinis dan radiologis
berulang untuk melihat kemajuan pasien penting dilakukan. Sebagai tambahan,
peeriksaan tekanan parsial oksigen dan karbondioksida serial dilakukan untuk
melihat fungsi respirasi.
4. Trauma dada
a. Trauma Dada Terbuka
Penutupan luka dada yang terbuka dan menghisap harus segera
dilakukan dapat dilakukan dengan penutupan maupun jahitan sementara dan
kemudian dilakukan prosedur elektif. Torakotomi perlu dilakukan jika ada

21
trauma organ viseral intrathorakal, pengambilan benda asing di rongga
pleura dan atau bila ada infeksi (swarte)
b. Fraktur Costa Simpel
Trauma yang paling sering terjadi pada dinding torakal dimana nyeri
yang menyertai saat bernafas dapat menyebabkan ventilasi berkurang,
retensi sputum, ateletaksis dan pneumonia, terutama pada orang tua.
Terapi:
a. mengurangi nyeri dengan analgesik, atau blok nervus intercostalis dan
atau paravertebra.
b. Fisioterapi dan diusahakan batuk
c. Sedasi menggunakan Chlorpromazine (largactil) atau Diazepam
(valium)
d. Operasi diindikasi untuk fragmen sternum yang overlap
c. Flail Chest
Ketika terjadi gerakan paradoksal, maka respirasi menjadi tidakadekuat
dan terjadi hipoksia, hiperkapnea, asidosis dan penurunan pengisisan
jantung (penurunan kardiak output) dan retensi sputum dengan ateletaksis
mungkin terjadi.
Terapi:
Untuk kasus ringan:
- analgesik adekuat
- sedasi
- posisi tubuh dan fisioterafi
- oksigen intranasal
- respirator dengan mouthpiece
Untuk kasus berat:
Trakheostomi dan respirasi tekanan positif intermiten diperlukan
paling tidak selama 10 hari. Jika tidak ada insufisiensi respirasi, analis

22
gas drah serial perlu dilakukan untuk menentukan perlunya trakheostomi
dan bantuan pernapasan.
d. Pneumothoraks
Kemungkinan terjadi akibat :
a. fraktur costae yang menusuk paru
b. fraktur costae dengan tusukan ke paru dengan sistem katup
menyebabkan pneumotoraks desak (tension pnemothorax)
c. ruptur trakhe atau bronkhus utama, menyebabkan tension
pnemothorax
d. trauma dada terbuka, menyebabkan pneumothoraks hisap (sucking
pneumothorax)
Terapi :
a. shallow pneumothorax tidak mengganggu pernapasan, sehingga
tidak membutuhkan terapi, respirasi tekanan positif intermiten
diperlukan pada kondisi tertentu
b. deep pneumothorax membutuhkan insersi interkostal dan
kemudian ujung distal dibenamkan ke dalam air (underwater
seal)
c. tension pneumothorax membutuhkan insersi segera WSD atau
jarum pada underwater seal.
d. tension pneumothorax akibat ruptur trakhea atau bronkus utama
dicurigai terjadi jika paru gagal berkembang setelanh pemasngan
drainase pada rongga pleura dan dapat dikonfirmasi dengan
bronkoskopi. Kemudian torakotomi dan perbaikan perlu
dilakukan.
e. Hematotoraks
Dapat terjadi dari :
a. pembuluh darah parietal (interkostal, mammaria interna), jika
perdarahan terus menerus berlangsung.

23
b. Pembuluh darah pulmo berhubungan dengan trauma paru, jika
perdarahan tekanan rendah terjadi, biasanya berhenti
sendiri/spontan.
c. Trauma diafragma dan subdiafragma, jika darah dari diafragma
yang ruptur dan atau organ abdomen bagian atas terhisap ke rongga
pleura.
Terapi :
a. Minimal observasi ketat
b. Sedang diaspirasi dengan syringe, jarum dan two-way tap
(pungsi dua arah), secara menyeluruh dan sesering mungkin bila
dibutuhkan
c. Banyak (gross) WSD
d. Kontinyu torakotomi dan mempertahankan hemostasis
e. Menjendal (clotted) enzim fibrinolitik intrapleural dapat
digunakan
f. Terinfeksi pembentukan empyema akan membutuhkan
thorakotomi dan drainase
Pada semua kasus, transfusi darah, antibiotik dan diberikan jika ada

indikasi.

24
f. Kontusi/Laserasi Pulmo
Jarang menyebabkan hemoptisis profuse yang terus menerus
Terapi :
a. Tindakan suportif yang sering dilakukan adalah membersihkan
jalan nafas dan trakeostomi
b. Jika perlu dilakukan dranase hematotoraks
c. Hematom pulmo yang masif perlu diexcisi
d. Bagian paru yang terdapat laserasi jarang dilakukan
perbaikan/repair
g. Ruptur Trakhea atau Bronkhus Utama
Sering terlewat tetapi cenderung terjadi pada trauma dada yang
lebih parah. Mungkin muncul sebagai :
a. Pnemotoraks desak akut (acute tension pneumothorax), karena
kebocoran udara yang persisten ke dalam rongga pleura
b. Ateletaksis kronis dan infeksi paru berulang jika kebocoran udara
menutup secara spontan. Diagnosis dibuat melalui bronkoskopi.
Terapi :
a. Akut : thorakotomi dan perbaikan/repair
b. Kronis : thorakotomi dan pneumonektomi jika paru tidak dapat
mengembang atau sekret bronkhus terinfeksi, atau thorakotomi dan
anastomosis bronkial jika paru dapat mengembang dan sekret
bronkhus tidak terinfeksi
h. Ruptur Esofagus
Ruptur esofagus jarang terjadi tetapi dapat terjadi akibat luka yang
menusuk atau luka tubrukan. Esofagus juga dapat sobek dari dalam
karena esofagoskopi atau pedang yang tertelan.
Ruptur esofagus terjadi sebagai emfisema mediastinum dan
mediastinitis dan bila dicurigai, diagnosis dibuat berdasarkan
esofagoskopi dan foto x-ray dengan kontras oral (gastrografin).

25
Terapi :
- Thorakostomi dan perbaikan/repair
- Terapi pengganti intravena atau pemberian makanan lewat
jejunostomi
- Trakheostomi dan tindakan suportif jika berhubungan dengan
ruptur trakhea
i. Trauma Jantung
Hemoperikardia, laserasi dan kontusi kardial, ruptur kardial, ruptur
perikardial, dan cedera pada mekanisme katup dapat terjadi setelah
tubrukan, deselerasi dan luka remuk/hancur.
Diagnosis seringkali susah ditegakkan tetapi tamponade kordis
dengan tekanan arteri rendah, tekanan vena tinggi, pulsus paradoksus
dan pembesaran bayangan jantung akan menimbulkan kecurigaan.
Elektrokardiografi menunjukkan perubahan non spesifik, anomali
QRS dan berbagai macam aritmia.
Terapi : jika terjadi tamponade, perlu dilakukan perikardisintesis atau
thorakotomi.
j. Ruptur Aorta Thorakalis
Biasanya cepat berkembang menjadi fatal. Ruptur sering terjadi
dibagian distal arteri subclavia sinister dan biasanya akibat trauma
deselerasi. Jika pasien bertahan hidup, biasanya karena dinding pleura
mediastinum dan adventitia aorta terdapat hematom yang pulsating.
Ketika pasien tiba dirumah sakit dalam keadaan hidup, kecurigaan
diagnosis jika foto X-ray menggambarkan perluasan mediastinum
superior dan pergeseran trakhea. Kemudian aortogram lewat arteri
brakhialis dextra akan menunjukkan letak defek.
Terapi :

26
Thorakotomi dada kiri dan penyambungan dengan jahitan atau
diganti dengan prosthese memanfaatkan by-pass atrium kiri ke arteri
femoralis.
k. Ruptur Duktus Thoraksikus
Merupakan komplikasi yang terjadi akibat trauma tubrukan atau
cedera hiperekstensi pada vertebra.
Sesak napas akibat chylothoraks (biasanya bagian kanan) dan
diagnosis ditegakkan dari parasintesis, hasilnya cairan seperti susu
berisi droplet lemak, kholesterol, limfosit dan mengandung tinggi
protein.
Terapi :
- Aspirasi sesering mungkin aau kateter interkostal dan penghisapan
(Suction)
- Thorakotomi dan ligasi duktus thoraksikus antara chylii sisterna
dan di bagian luka perlu dilakukan jika cara konservatif gagal.
l. Ruptur Diafragma
Bisa terjadi akibat tubrukan deselerasi yang mengakibatkan luka
menususk. Kebanyakan terjadi pada hemidiafragma kiri dan terletak di
tengah/sentral. Herniasi lambung, lien, omentum dan usus kecil dapat
terjadi melalui defek dan bangunan-bangunan ini sering terkena trauma
akibat gaya trauma yang diteruskan. Ada 2 fase dari kondisi ini :
a. Akibat segera dari ruptur :
a) Syok
b) Nyeri
c) Kehilangan darah
d) Hematothorax.
b. Efek masuknya organ abdomen kedalam rongga dada :
a) pergeseran paru, jantung dan isi mediastinum
b) obstruksi organ viseral abdomen atau etrjadi perforasi

27
Terdapat 6 tanda ruptur diafragma, yaitu:
a. Berkurangnya gerakan napas dada
b. Suara sonor dinding dada yang terganggu
c. Hilanngnya retraksi spatium intercostal pada pergerakan diafragma
d. Munculnya suara gastrointestinal di dalam rongga dada
e. Pergeseran jantung
f. Syok
Terapi :
a. Koreksi syok
b. Laparatomi atau thorakotomi
c. Reposisi isi abdomen ke asalnya
d. Perbaikan kembali ruftur diafragma
e. Drainase rongga pleura

28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Trauma thorax adalah luka atau cedera mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang
disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan
gawat thorax akut. Penyebab tersebut bias idsebabkan oleh trauma tumpul dan
trauma tajam. Trauma thorax dapat meliputi kerusakan pada dinding dada,
vertebra thoracalis, jantung, paru-paru, aorta thoracalis dan pembuluh darah besar,
namun jarang mengenai esofagus. Terapi dapat diberikan sesuai dengan jenis
trauma thorax yang dialami.

29

Anda mungkin juga menyukai