Anda di halaman 1dari 15

TUGAS PROBLEM BASE LEARNING

SISTEM KEGAWATDARURATAN DAN TRAUMATOLOGI


TRAUMA THORAX

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2010

TRAUMA THORAX

Pengertian
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax atau dada
yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax atau dada ataupun isi dari
cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau tumpul yang dapat menyebabkan
keadaan sakit pada dada. Trauma thorax dapat menyebabkan kerusakan pada dinding
dada, paru, jantung, pembuluh darah besar serta organ disekitarnya termasuk viscera
(berbagai organ dalam besar di dalam rongga dada). Sebagian besar pasien trauma thorax
tidak memerlukan torakotomi dan berhasil dikelola oleh torakostomi tabung. Hilangnya
kesadaran pada saat trauma adalah tanda peringatan pada pasien dengan cedera toraks
apakah berhubungan dengan tipe lainnya cedera atau tidak.
Etiologi
Secara garis besar trauma thorax atau dada diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
a) Trauma tumpul, yang banyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
b) Trauma tembus thorax atau dada yang disebabkan oleh trauma tajam (tusukan benda
tajam), trauma tembak (akibat tembakan), dan trauma tumpul yang tembus dada.
Patofisiologi Trauma Thorax
Akibat dari trauma thorax atau dada,

menyebabkan kegagalan ventilasi, kegagaln

pertukaran gas pada tingkat alveolar, kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik
(sirkulasi darah). Ketiga faktor ini menyebabkan hipoksia (kekurangan suplai O2) seluler
yang berkelanjutan pada hipoksia jaringan. Hipoksia pada tingkat jaringan dapat
menyebabkan ransangan terhadap cytokines yang dapat memacu terjadinya Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS), Systemic Inflamation Response Syndrome
(SIRS), dan sepsis bahkan menyebabkan kematian karena terjadinya syok.

Tanda Syok pada Trauma Thorax

Akral dingin dan basah: Dingin, akibat pembuluh darah perifer kontraksi untuk
memenuhi perfusi organ vital. Basah, mekanisme simpatis adrenalin meningkat
memacu keluarnya keringat.

Nadi cepat dan lemah. (Cepat karena untuk memenuhi perfusi, lemah akibat
hipovolemi).

Hipoksia (kekurangan suplai O2).

Hiperkabnia (kelebihan CO2 dalam darah).

Asidosis metabolik.
Langkah Diagnostik
Anamnesis

Penting ditanyakan mengenai mekanisme trauma, apakah oleh karena jatuh dari
ketinggian atau akibat jatuh dan dadanya terbentur pada benda keras , kecelakan lalu
lintas, atau oleh sebab lain.

Nyeri merupakan keluhan paling sering yang biasanya menetap pada satu titik,
bertambah saat bernafas. Saat

inspirasi, rongga dada mengembang dan akan

menggerakkan fragmen costa yang patah, sehingga menimbulkan gesekan antara ujung
fragmen dengan jaringan lunak disekitarnya yang menimbulkan rangsangan nyeri.

Apabila fragmen costa ini menimbulkan kerusakan pada vaskuler dapat menimbulkan
hematothorax, sedangkan fragmen costa yang mencederai parenkim paru-paru akan
menimbulkan pneumothorax.

Penderita dengan kesulitan bernafas atau bahkan saat batuk keluar darah, menandakan
adanya komplikasi adanya cedera pada paru.

Riwayat penyakit dahulu seperti bronkitis, neoplasma, asma, haemoptisis, membantu


mendiagnosis adanya fraktur costa.

Pada anak dapat terjadi cedera paru maupun jantung, meskipun tidak dijumpai fraktur
costa. Keadaan ini disebabkan costanya masih sangat lentur, sehingga energi trauma
langsung mengenai jantung ataupun paru-paru.

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

: adanya jejas, simetris, nafas paradoksal.

Palpasi

: NT(+), fremitus kanan dan kiri berbeda, krepitasi.

Perkusi

: Sonor(normal), redup(cairan), hipersonor(udara).

Auskultasi

: vesikuler, suara tambahan.

Pengelolaan Penderita pada Trauma Thorax


a) Primary survey, dilakukan pada trauma yang mengancam jiwa, dimulai dengan
(ABC) airway, breathing, dan circulation.
b) Resusitasi fungsi vital.
c) Secondary survey yang terinci.
d) Perawatan definitif.
Pemeriksaan Penunjang
-

Secara umum diagnosis secara klinis ditegakkan dari jenis kerusakan yang terjadi dan
pembuatan xray foto dada. Bila memungkinkan maka x-ray foto sebaiknya dibuat
dalam dua arah (PA dan lateral).

Jejas pada daerah dada akan membantu adanya kemungkinan trauma thorax. Bila ada
trauma multiple maka dianjurkan untuk selalu dibuat foto x- ray dada.

Trauma Thorax yang Harus Dilakukan Torakotomi


Hemotoraks atau perdarahan pada dada yang berat ( > 800 cc), laserasi paru yang
gagal dengan tindakan bedah konservatif, tamponade jantung, kebocoran trakheobronkial yang gagal dengan tindakan konservatif (drainase).

Torakotomi terbuka di UGD


1. Indikasi
a) Trauma : Perdarahan dari sumber manapun dengan denyut karotis dan femoralis
yang tidak teraba, Cedera dada dengan denyut tak teraba.
b) Fibrilasi ventrikel refrakter dengan jantung yang pada dasarnya sehat :
Electrocution, hipotermia
Diagnosa pada Trauma Thorax
- Pada dinding dada:
a) Patah tulang rusuk, tunggal dan jamak (sering). Ditandai dengan tertinggalnya gerakan
nafas pada daerah yang patah, disertai nyeri waktu nafas dan atau sesak.
b) Flail chest, adanya patah tulang rusuk jamak yang segmental pada satu dinding dada.
Ditandai dengan gerakan nafas yang paradoksal. Waktu inspirasi nampak bagian
tersebut masuk ke dalam dan akan keluar waktu ekspirasi.
- Pada rongga dada:
a) Pneumothorax, disebabkan oleh robekan pleura dan atau terbukanya dinding dada.
Dapat berupa pneumothorax yang tertutup dan terbuka atau menegang (tension

pneumothorax). Ditandai dengan sesak napas, penurunan kapasitas vital, dan tekanan
parsial oksigen.
b) Hemothorax, adanya darah dalam rongga pleura. Dibagi menjadi hemotoraks ringan
bila jumlah darah sampai 300 ml saja. Hemotorak sedang bila jumlah darah sampai
800 ml dan hemotorak berat bila jumlah darah melebihi 800 ml. Adanya penurunan
volume cairan tubuh.
c) Kerusakan paru, 75 % disebabkan oleh trauma thorax ledakan (blast injury).
Perdarahan yang terjadi umumnya terperangkap dalam parenkim paru. Adanya
penurunan kemampuan dalam bernapas.
d) Kerusakan trakea, bronkus dan sistem trakeobronkoalveolar. Terjadi kebocoran jalan
nafas yang umumnya melalui pleura (bawah kulit bawah dada) sehingga
menimbulkan emfisema subkutis. Sebagian besar diakibatkan trauma thorax tumpul
di daerah sternum. Ditandai dengan sesak

napas, pembesaran pada leher serta

adanya crepitasi pada dinding dada.


e) Kerusakan jaringan jantung dan perikardium, tersering disebabkan oleh trauma thorax
tajam di daerah parasternal IIV yang menyebabkan penetrasi ke jantung. Penyebab
lain adalah terjepitnya jantung oleh himpitan sternum pada trauma tumpul thorax.
Ditandai dengan penurunan volume cairan tubuh, terjadi sumbatan primer, serta
penurunan nadi waktu inspirasi.
f) Kerusakan pada esofagus, relatif jarang terjadi. Menimbulkan nyeri (terutama waktu
menelan) dan dalam beberapa jam timbul febris. Muntah darah/hematemesis, suara
serak, disfagia atau distress nafas. Ditandai dengan pasien yang nampak tidak sehat
serta bunyi yang abnormal (seperti mengunyah) pada jantung bila diperiksa dengan
stetoskop.
g) Kerusakan ductus torasikus. Ditandai dengan sesak napas karena kolaps paru.
h) Kerusakan pada diafragma, disebabkan umumnya oleh trauma pada daerah abdomen,
atau luka tembus tajam ke arah torakoabdominal. Akan menimbulkan herniasi organ
perut. Tidak memberikan tanda yang khas, sesak nafas sering nampak dan disertai
tanda-tanda pneumothorax atau gejala hemothorax.

Komplikasi pada Trauma Thorax


- Terkait dengan tidak stabilnya dinding dada:
a) Nyeri berkepanjangan, meskipun luka sudah sembuh. Mungkin karena callus atau
jaringan parut yang menekan saraf interkostal. Terapi konservatif dengan anlgesik
atau pelunak jaringan parut.
b) Osteomylitis. Dilakukan squesterisasi dan fiksasi
c) Retensi sputum, karena batuk tidak adequat dan dapat menimbulkan pneumoni.
Diperlukan pemberian mukolitik.
- Terkait dengan perlukaan dan memar paru:
a) Infiltrat paru dan efusi pleura. Memerlukan pemasangan WSD untuk waktu yang
lama.
b) Empiema, yang terjadi lambat. Memerlukan WSD dan antibiotik.
c) Pneumoni, merupakan komplikasi yang berbahaya. Perlu diberi pengobatan yang
optimal, bila distress pernafassan berkelanjutan maka diperlukan pemasangan
respirator.
d) Fistel bronkopleural, ditandai dengan gejala kolaps paru yang tidak membaik.
Memerlukan tindak bedah lanjut berupa torakotomi eksploratif dan penutupan
fistelnya.
- Komplikasi lain di luar paru dan pleura:
a) Mediastinitis, merupakan komplikasi yang sering fatal. Bila terjadi pernanahan maka
harus dilakukan drainase mediastinum.
b) Fistel esofagus, dapat ke mediastinum dan menyebabkan mediastinitis atau ke pleura
dan menimbulkana empiema atau efusi pleura. Diperlukan tindakan bedah untuk
menutup fistel.
c) Hernia diafragmatika lambat. Memerlukan koreksi bedah

d) Kelainan jantung, terutama pada luka tembus dan trauma tajam pada jantung.
Penanganan Komplikasi Trauma Thorax
a) Mediastinitis, merupakan komplikasi yang sering fatal.
b) Fistel esofagus, dapat ke mediastinum dan menyebabkan mediastinitis atau ke pleura
dan menimbulkana empiema atau efusi pleua. Diperlukan tindakan bedah untuk
menutup fistel.
c) Hernia diafragmatika lambat, memerlukan koreksi bedah.
d) Kelainan jantung, terutama pada luka tembus dan trauma tajam pada jantung.
Memerlukan tindakan bedah dan pembedahan jantung terbuka.
Penatalaksanaan klien dengan trauma thorax berdasarkan kondisinya
- Darurat:
a) Anamnesa yang lengkap dan cepat. Anamnesa termasuk pengantar yang mungkin
melihat kejadian, yang ditanyakan: (Waktu kejadian, tempat kejadian, jenis senjata,
arah masuk keluar perlukaan), keadaan penderita selama dalam transportasi.
b) Pemeriksaan harus lengkap dan cepat, baju penderita harus dibuka, kalau perlu
seluruhnya yang meliputi:
o Inspeksi:
a. Kalau mungkin penderita duduk, kalau tidak mungkin tidur. Tentukan luka masuk
dan keluar.
b. Gerakkan dan posisi pada akhir inspirasi.
c. Akhir dari ekspirasi.
o Palpasi:
a. Diraba ada/tidak krepitasi.
b. Nyeri tekan anteroposterior dan laterolateral.

c. Fremitus kanan dan kiri dan dibandingkan.


o Perkusi:
a. Adanya sonor, timpanis, atau hipersonor.
b. Adanya pekak dan batas antara yang pekak dan sonor seperti garis lurus atau garis
miring.
o Auskultasi:
a. Bising napas kanan dan kiri dan dibandingkan.
b. Bising napas melemah atau tidak.
c. Bising napas yang hilang atau tidak.
d. Batas antara bising napas melemah atau menghilang dengan yang normal.
e. Bising napas abnormal dan sebutkan bila ada.
c) Pemeriksaan tekanan darah.
d) Pasang infus (bila perlu).
e) Pemeriksan kesadaran.
f) Pemeriksaan Sirkulasi perifer.
g) Kalau keadaan gawat pungsi.
h) Intubasi napas bantuan (bila perlu).
i) Massege jantung (keadaan gawat darurat).
j) Lakukan torakotomi massage jantung internal (bila perlu).
k) Kalau keadaan stabil dapat dimintakan pemeriksaan radiologik (Foto thorax AP, kalau
keadaan memungkinkan).
- Terapi:
a) Chest tube/drainase udara (pneumothorax).

b) WSD (hematothorax).
c) Pungsi.
d) Torakotomi.
e) Pemberian oksigen.

DIAGNOSIS DAN TERAPI TRAUMA DADA


A. Fraktur Iga
Terasa nyeri (membatasi pernapasan dan menghalangi batuk yang adekuat),
khususnya pada orang dewasa sehingga mengakibatkan atelektasis dan pneumonia.
Fraktur iga multiple dapat menyebabkan flail chest. Fraktur iga pertama atau kedua
berhubungan dengan insiden cedera pembuluh darah besar. Fraktur iga bawah dapat
disertai cedera limpa, hepar, atau ginjal.
Diagnosis
a) Pasien dengan fraktur iga sederhana mengalami nyeri tekan pada saat palpasi,
dan nyeri bertambah sewaktu batuk, bernapas dalam, atau bergerak.
b) Foto toraks, membantu mendiagnosis. Sebagian besar dinding dada anterior
mungkin terdiri dari kartilago yang tidak mengalami kalsifikasi sehingga tidak
radioopak. Sehingga kartilago iga yang fraktur tidak nampak pada radiografi.
Terapi
a). Nyeri berkurang dengan analgetik oral. (hidrokodon atau kodein yang
dikombinasi dengan aspirin atau asetaminofen tiap 4 jam.

b). Blok nervus interkostalis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri berat akibat
fraktur iga. (Bupivakain (Marcaine), 0,5 % 2 sampai 5 ml.
B. Flail Chest
Beberapa iga atau sternum mengalami fraktur pada dua sisi tempat benturan, dapat
terjadi dada yang tidak stabil. Segmen dinding dada yang tidak tertopang bergerak
secara paradoksal, yaitu bergerak masuk ketika tekanan intratoraks negatif saat
inspirasi dan bergerak keluar saat ekspirasi.
Diagnosis
Pergerakan paradoksal segmen yang mengambang dapat diketahui dengan observasi
atau palpasi langsung.
Terapi
a). Segmen yang mengambang harus distabilkan
b). Stabilisasi internal terdiri dari intubasi ET dan ventilasi tekanan positif
c). Blok nervus interkostalis bermanfaat untuk nyeri berat
C. Pneumotoraks
Terjadi pada cedera tumpul atau tembus dan dapat disertai dengan hemotoraks.
Jumlah relatif udara di dalam ruang pleura perlu dipastikan dan perlu ditetapkan
apakah ruangan ini mengalami tegangan. Pneumotoraks digolongkan sebagai
pneumotoraks sederhana, tension, atau terbuka. Dua kategori yang terakhir dan
menjadi fatal.
D. Hemotoraks
Pengumpulan darah di dalam rongga pleura. Dapat disebabkan oleh cedera pembuluh
darah dinding dada, pembuluh besar, atau organ-organ intratoraks (paru, jantung,
esofagus). Hemotoraks besar dapat menimbulkan syok hipovolemik, hipoksia akibat
gangguan pada ekspansi paru

Diagnosis
a). Gejala
b). PF
c). Foto toraks

: nyeri dada pleuritik, dispnea


: bunyi pernapasan meredup, pekak pada perkusi
: cairan terlihat di bawah basis paru pada foto tegak

Terapi
a). Hemotoraks yang signifikan dialirkan melalui selang torakostomi yang
dihubungkan dengan sekat air.
b). Pemulihan volume darah dengan cairan atau darah IV
c). Torakotomi
E. Kontusio Paru
Dapat timbul segera setelah trauma atau dalam 72 jam pertama dan ditandai dengan
dispnea, penurunan PO2 arteri, ronki, dan infiltrate yang tampak pada foto toraks.
Kontusio paru berat diikuti dengan secret trakeobronkial yang banyak, hemoptisis,
dan edema paru.
Terapi
Intubasi ET untuk dapat melakukan penyedotan dan memasang ventilasi mekanik
dengan continuous positive end expiratory pressure.
F. Ruptur Trakea atau bronkus
1. Pneumomediastinum atau pneumotoraks biasanya terjadi.
2. Tension pneumothorax dapat timbul
3. Ruptur jalan napas dapat mengakibatkan pemasukan udara ke paru tidak adekuat
4. Emfisema subkutan, terutama di leher
5. Bronkoskopi membantu menegakkan diagnosis
6. Trakeostomi
7. Respirasi operatif untuk laserasi trakea.
G. Ruptur Diafragma

1. Terlihat setelah terjadi trauma tumpul, baik pada dada maupun abdomen. Tanda
rupture dapat muncul segera setelah kejadian atau dapat tertunda berbulan-bulan
2. Robekan biasanya di sisi kiri. Jika defeknya besar, isi abdomen dapat mengalami
herniasi ke dalam dada.
Diagnosis
Dibuat dengan radiografi yang dapat memperlihatkan saluran usus berada di dalam
dada.
Terapi
Reduksi hernia secara operatif dan reparasi diafragma yang rupture harus dilakukan
sesegera mungkin.
H. Cedera Aorta dan pembuluh darah besar
Dapat menyebabkan tamponade jantung atau hemotoraks, bergantung pada tempat
cederanya, intraperikardial atau ekstraperikaardial.
Diagnosis
Aortografi atau CT toraks hendaknya dilakukan jika foto toraks memperlihatkan
pelebaran mediastinum atau jika ada dugaan klinis kuat terjadi trauma pembuluh
darah besar.
Terapi
Dengan pembedahan
I. Kontusio Miokardium
Cedera mirip dengan infark miokardium, meskipun kerusakannya dapat sembuh total
dan perjalanan klinisnya lebih jinak
J. Temponade Jantung

a). Terjadi karena pengumpulan darah di kantong pericardium akibat trauma tumpul
atau trauma tembus.
b). Pengisian diastolik dan volume sekuncup menurun
c). Tekanan nadi mengecil, bunyi jantung melemah, dan pulsus paradoksus (tekanan
darah turun lebih dari 10 mmHg pada inspirasi).
Terapi
a). Jika denyut nadi teraba, aspirasi jarum merupakan terapi awal dan sering dapat
menyelamatkan nyawa.
b). Torakotomi di ruang operasi adalah terapi definitif untuk semua pasien dengan
luka tembus pada jantung dan hemoperikardium akut dan tamponade

DAFTAR PUSTAKA

Baitello AL, de Assis Cury F, Espada PC, Morioka RY, de Godoy JM. Mortality In
Patients With Loss
Of Consciousness At The Scene Of Trauma. 2010 Feb 9;3(2):91-5.

Bresler, Michael Jay, George L. Sternbach. 2006. Manual Kedokteran Darurat. Jakarta: EGC.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus kedokteran. EGC: Jakarta.
Khan, Ali Nawaz. Consultant Radiologist and Honorary Professor, North Manchester General
Hospital Pennine Acute NHS Trust, UK 2008. Thorax, Trauma.

Lu MS, Huang YK, Liu YH, Liu HP, Kao CL. Delayed Pneumothorax
Complicating Minor Rib
Fracture After Chest Trauma. 2008 Jun;26(5):551-4.
Stahel PF, Schneider P, Buhr HJ, Kruschewski M. Emergency Management Of
Thoracic
Trauma. 2005 Sep;34(9):865-79.
www.emedicine.medscape.com
www.ispub.Journal of Thoracic and Cardiovascular Surgery. ISSN 1524-0274.com

Anda mungkin juga menyukai