Anda di halaman 1dari 25

1.

Seorang laki-laki usia 30 tahun dibawa ke IGD setelah mengalami kecelakaan


mobil. Pada pemeriksaan fisik ditemukan echimosis dan nyeri pada darah flank,
sianosis, penurunan kesadaran, dan akral dingin. Hasil pemeriksaan tanda-tanda
vital menunjukkan tekanan darah : 100/60 mmHg, Nadi : 110 x/menit, RR : 26
x/menit.
a. Apa yang terjadi pada pasien ?
Jawab :
Yang terjadi pada pasien adalah kontisio paru.

b. Tindakan apa yang harus segera dilakukan pada pasien tersebut ? Sebutkan
alasannya ?
Jawab :
a. Resuitasi Awal :
A = Airway
1) Usaha untuk membebaskan A harus melindungi vertebra servikal
2) Dapat dengan chin lift atau jaw thrust
3) Dapat pula dengan naso-pharyngeal airway atau oro-pharingeal
airway
4) Selama memeriksa dan memperbaiki A tidak boleh dilakukan
ekstensi, fleksi, atau rotasi leher
5) Pertimbangankan bantuan A definitive (krikkotiroidotomy, ETT,
dan lain-lain) kalau ragu berhasil
B = Breathing
1) Control airway pada penderita yang terganggu karena factor
meknik, gangguan ventilasi, atau ada gangguan kesdaran bisa
dengan intubasi ETT (oral/nasal) jika ETT tidak bisa (karena KL
atau masalah teknis), bisa surgical A/ krikotiroidotomy
2) Setiap penderita trauma, beri O2 jika tidak intubasi, bisa pakai
sungkup
C = Circulation
1) Jika ada pendarahan arteri luar, harus segera dihentikan, bisa
dengan balut tekan atau dengan spalk udara. Jangan pakai
tourniquet, karena dapat merusak jaringan dan meyebabkan iskemia
distal, sehingga tourniquet hanya dipakai jika ada amputasi
traumatic.
2) Jika ada gangguan sirkulasi pasang iv line (sekalian ambil sempel
darah untuk diperiksa lab runtin dan tes kehamilan).
3) Infus RL / Kristaloid lain 2-3 L. jika tidak direspon beri transfusi
Dari gol darah yang sesuai. Kalau tidak ada beri gol darah O Rh - /
gol O Rh+ titer rendah yang dihangatkan dulu untuk mencegah
hipotermia.
4) Jangan beri vasopresor, steroid, bicarbonate natricus
b. Penantalaksanaan Tambahan
1) Monitor EKG
2) Pasang katater urin dan lambung
3) Rontgen dan lain-lain
c. Tujuan Penatalaksanaan
1) Mempertahankan oksigenasi
2) Mencegah / mengurangi edema
Tindakan : bronchial toilet, batasi pemberian cairan (iso/hipotonik), O2,
pain control, diuretika, bila perlu ventilator dengan tekanan positif
(PEEP>5).
Intubasi ET untuk dapat melakukan penyedotan dan memasang ventilasi
mekanik dengan continuous positive end – expiratory pressure (PEEP).
d. Perawatan Utama
Menemukan luka memar yang menyertai, mencegah cedera
tambahan,dan memberikan perawatan suportif sambil menunggu luka
memar sembuh.
e. Penatalaksanaan Pada Contusio Paru Ringan
1) Nebulizer
2) Postural drainage
3) Fisiotheraphy
4) Pengisapan endotrakheal steril
5) Antimicrobial
6) Oksigenasi
7) Pembatasan cairan
f. Penatalaksanaan Pada Contusio Paru Sedang
1) Intubasi dan ventilator
2) Diuretik
3) NGT
4) Kultur sekresi trakeobronchial
g. Penatalaksanaan Pada Contusio Paru Berat
1) Intubasi ET dan ventilator.
2) Diuretic.
3) Pembatasan cairan.
4) Antimicrobial profilaktik.
5) Larutan koloid dan kristaloid.
(Brunner & Suddart, 2001)

c. Buat clinical pathway pada kasus tersebut.

d. Buat LP beserta asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien tersebut ?


A. Konsep Dasar
1. Anatomi Dan Fisiologi
a. Anatomi

1) Dinding dada
Tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang
membentuk dinding dada adalah tulang iga, columna vertebralis,
thorakalis, sternum, tulang clavicula dan scapula. Jaringan lunak
yang membentuk dinding dada adalah otot dan pembuluh darah
(pembuluh darah interkostalis dan thorakalis interna).
2) Dasar thorak
Dibentuk oleh otot diafragma dan dipersyarafi nervus
frenikus. Diafragma mempunyai lubang untuk jalan aorta, vena
cava superior dan esophagus.
3) Isi rongga thorak
Rongga pleura kanan dan kiri berisi paru – paru. Rongga ini
dibatasi oleh pleura visceralis dan parietalis. Rongga mediastinum
dan isinya terletak ditengah dada.
b. Fisiologi
1) Fisiologi pernafasan
Udara mengalir dari ddaerah dengan tekanan tinggi ke
daerah dengan tekanan rendah. Terdapat tiga tekanan yang berperan
dalam ventilaasi, yaitu :
a) Tekanan atmosfer, yaitu tekanan yang ditimbulkan oleh berat
udara di atmosfer pada benda dipermukaan bumi.
b) Tekanan intra alveolus (tekanan intra paru) adalah tekanan di
dalam alveolus.
c) Tekanan intrapleura adalah tekanan di dalam kantong pleura
(biasanya disebut tekanan intra thorak), merupakan tekanan
yang ditimbulkan diluar paru di dalam rongga thorak.
Paru dalam keadaan normal meregang untuk mengisi
rongga thorak yang lebih besar. Aliran udara masuk dan keluar paru
terjadi karena adanya perubahan siklik tekanan intra alveolar.
Tekanan intra alveolar dapat diubah dengan mengubah volume paru
sesuai hukum Boyle (yang menyatakan: “tekanan yang ditimbulkan
oleh suatu gas berbanding terbalik dengan volume gas”), resistensi
saluran nafas mempengaruhi kecepatan aliran.
Respirasi diawali dengan kontraksi otot respirasi utama
yakni diafragma dan otot interkosta eksternal, sedangkan permulaan
ekspirasi adalah relaksasi otot inspirasi (Sherwood, 2012)

2. Pengertian
Kontusio paru merupakan cedera parenkim paru yang terbanyak
didapatkan pada trauma tumpul toraks (Bruner et al, 2011). Kontusio paru
adalah adanya lesi yang secara anatomi dan fisiologi dari paru yang
mengikuti trauma tumpul, cedera kompresi dan dekompresi pada dinding
toraks. Adanya penurunan integritas kapiler alveoli menyebabkan paru -
paru mengalami perdarahan dan edema dari alveoli dan adanya ruang
interstitial (Trickle et al, 1973).
Kontusio paru merupakan faktor risiko utama dari dari terjadinya
acute respiratory distress syndrome (ARDS) pada pasien trauma (Daurat et
al 2015).
Contusio paru adalah kerusakan jaringan paru yang terjadi pada
hemoragie dan edema setempat (Smeltzer, 2002), sedangkan menurut
Yasmin (2003) diartikan sebagai memarnya parenkim paru yang sering
disebabkan oleh trauma tumpul. Kelainan ini dapat tidak terdiagnosa saat
pemeriksaan rontgen dada pertama, namun dalam keadaan fraktur scapula,
fraktur rusuk atau flail chest harus mewaspadakan perawat terhadap
kemungkinan adanya contusio pulmonal.
Sehingga contusio paru dapat dijelaskan sebagai proses dekompresi
dan kompresi akibat trauma yang menyebabkan kerusakan jaringan paru
sehingga terjadi edema setempat, perdarahan, konsolidasi paru yang
terbukti pada pengkajian awal.

3. Klasifikasi Kontusio Paru


b. Ringan : nyeri saja.
c. Sedang : sesak nafas, mucus dan darah dalam percabangan
bronchial, batuk tetapi tidak mengeluarkan sekret.
d. Berat : sesak nafas hebat, takipnea, takhikardi, sianosis,
agitasi, batuk produktif dan kontinyu, secret berbusa,
berdarah dan mukoid. (Brunner & Suddart, 2001).
4. Etiologi
Penyebab utama terjadinya contusio paru adalah trauma tumpul pada
dada (Smeltzer, 2002) :
a. Kecelakaan lalu lintas
b. Trauma tumpul dengan fraktur iga yg multiple
c. Cedera ledakan atau gelombang kejut yang terkait dengan trauma
penetrasi.
d. Flail chest
e. Dapat pula terjadi pada trauma tajam dg mekanisme perdarahan dan
edema parenkim

5. Tanda dan Gejala


a. Takipnea
b. Takikardi
c. Nyeri dada
d. Dispnea
e. Batuk disertai sputum atau darah
f. Suara nafas ronchi, melemah
g. Perkusi redup, krepitasi
h. Ekimosis
i. Hipoksemia berat
j. Respiratori distress

6. Komplikasi
Komplikasi konstuisi paru menurut Smeltzer (2002) dapat berupa :
a. Infeksi (Pneumonia)
b. Gagal nafas
c. Syok hipovolemik
d. Hemathotorak
e. Pneumothorak
7. Patofisiologi
Trauma benda tumpul pada bagian dada / thorax baik dalam bentuk
kompresi maupun ruda-paksa ( deselerasi / akselerasi ), bisanya
menyebabkan memar / jejas trauma pada bagian yang terkena. Jika
mengenai sternum, trauma tumpul dapat menyebabkan kontusio miocard
jantung atau kontusio paru.keadaan ini biasanya ditandai dengan perubahan
tamponade pada jantung,atau tampak kesukaran bernapas jika kontusio
terjadi pada paru-paru.
Trauma benda tumpul yang mengenai bagian dada atau dinding
thorax juga sering kali menyebabkan fraktur baik yang berbentuk
tertutupmaupun terbuka.kondisi fraktur tulang iga juga dapat menyebabkan
flail chest,yaitu suatu kondisi dimana segmen dada tidak lagi mempunyai
kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada.keadaan tersebut terjadi
karena fraktur iga multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau
lebih garis fraktur.
Adanya semen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan
gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru
dibawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan
menyebabkan hipoksia yang serius.
Sedangkan trauma dada atau thoraks dengan benda jam sering kali
berdampak lebih buruk dari pada yang di akibatkan oleh trauma benda
tumpul. Benda tajam dapat langsung menusuk dan menembus dinding dada
dengan merobek pembuluh darah intercosta, dan menembus organ yang
berada pada posisi pada tusukannya. Kondisi ini menyebabkan perdarahan
pada rongga dada (hemothoraxs), dan jika langsung lama akan
menyebabkan peningkatan tekanan dalam rongga baik rongga thoraxs
maupun rongga pleura jika tertembus. Kemudian dampak negatif akan
terus meningkat secara progresif dalam waktu yang relatif singkat seperti
pneumothoraxs, penurunan ekspansi paru, gangguan difusi, kolapks
alveoli, hingga gagal nafas dan jantung.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. AGD (Analisa Gas Darah)
Cukup oksigen dan karbondioksida berlebihan, namun kadar gas tidak
menunjukkan kelainan pada awal perjalanan luka memar paru.
b. Rontgen Thorax
Menunjukkan gambaran infiltrat.
c. CT Scan Thorax : memberikan gambaran kontusio.
d. EKG : memberikan gambaran iskemik.
e. USG : menunjukkan memar paru awal, terdapat garis putiih vertical B-
garis.

9. Penatalaksanaan
h. Resuitasi Awal :
A = Airway
6) Usaha untuk membebaskan A harus melindungi vertebra servikal
7) Dapat dengan chin lift atau jaw thrust
8) Dapat pula dengan naso-pharyngeal airway atau oro-pharingeal
airway
9) Selama memeriksa dan memperbaiki A tidak boleh dilakukan
ekstensi, fleksi, atau rotasi leher
10) Pertimbangankan bantuan A definitive (krikkotiroidotomy, ETT,
dan lain-lain) kalau ragu berhasil
B = Breathing
3) Control airway pada penderita yang terganggu karena factor
meknik, gangguan ventilasi, atau ada gangguan kesdaran bisa
dengan intubasi ETT (oral/nasal) jika ETT tidak bisa (karena KL
atau masalah teknis), bisa surgical A/ krikotiroidotomy
4) Setiap penderita trauma, beri O2 jika tidak intubasi, bisa pakai
sungkup
C = Circulation
5) Jika ada pendarahan arteri luar, harus segera dihentikan, bisa
dengan balut tekan atau dengan spalk udara. Jangan pakai
tourniquet, karena dapat merusak jaringan dan meyebabkan iskemia
distal, sehingga tourniquet hanya dipakai jika ada amputasi
traumatic.
6) Jika ada gangguan sirkulasi pasang iv line (sekalian ambil sempel
darah untuk diperiksa lab runtin dan tes kehamilan).
7) Infus RL / Kristaloid lain 2-3 L. jika tidak direspon beri transfusi
Dari gol darah yang sesuai. Kalau tidak ada beri gol darah O Rh - /
gol O Rh+ titer rendah yang dihangatkan dulu untuk mencegah
hipotermia.
8) Jangan beri vasopresor, steroid, bicarbonate natricus
i. Penantalaksanaan Tambahan
1) Monitor EKG
2) Pasang katater urin dan lambung
3) Rontgen dan lain-lain
j. Tujuan Penatalaksanaan
3) Mempertahankan oksigenasi
4) Mencegah / mengurangi edema
Tindakan : bronchial toilet, batasi pemberian cairan (iso/hipotonik), O2,
pain control, diuretika, bila perlu ventilator dengan tekanan positif
(PEEP>5).
Intubasi ET untuk dapat melakukan penyedotan dan memasang ventilasi
mekanik dengan continuous positive end – expiratory pressure (PEEP).
k. Perawatan Utama
Menemukan luka memar yang menyertai,mencegah cedera
tambahan,dan memberikan perawatan suportif sambil menunggu luka
memar sembuh.
l. Penatalaksanaan Pada Contusio Paru Ringan
8) Nebulizer
9) Postural drainage
10) Fisiotheraphy
11) Pengisapan endotrakheal steril
12) Antimicrobial
13) Oksigenasi
14) Pembatasan cairan
m. Penatalaksanaan Pada Contusio Paru Sedang
5) Intubasi dan ventilator
6) Diuretik
7) NGT
8) Kultur sekresi trakeobronchial
n. Penatalaksanaan Pada Contusio Paru Berat
6) Intubasi ET dan ventilator.
7) Diuretic.
8) Pembatasan cairan.
9) Antimicrobial profilaktik.
10) Larutan koloid dan kristaloid.
(Brunner & Suddart, 2001)

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat.
Anamnesa (wawancara).
b. Keluhan Utama
Yang termasuk keluhan utama pada system pernapasan adalah batuk,
produksi sputum berlebih, sesak napas, nyeri dada. Sedangkan keluhan
secara umum meliputi : manifestasi lain yang berkaitan dengan
gangguan pertukaran gas, malaise , nafsu makan menurun , BB menurun
secara drastis.
c. Riwayat Kesehatan Saat ini
Pengkajian RPS system pernapasan seperti menanyakan tentang
perjalanan sejak timbul keluhan hingga klien meminta pertolongan.
Pada umumnya, beberapa hal yang harus diungkapkan pada setiap
gejala adalah lama timbulnya (durasi), lokasi penjalarannya, terutama
untuk nyeri : sifat keluhan (karakter), berat ringannya, mula timbulnya
(onset), factor-faktor yang meringankan atau memperberat, dan gejala
yang menyertai.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perawat menanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami
sebelumnya.Selain itu, juga harus menanyakan alergi obat, dan tanyakan
reaksi alergi apa yang timbul. Sering kali klien mengacukan suatu alergi
dengan efek samping obat.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga dalam gangguan system
pernapasan merupakan hal yang penting untuk mendukung keluhan dari
penderita, perlu dicari riwayat keluarga yang memberikan predisposisi
keluhan seperti adanya riwayat sesak napas, batuk lama, dari generasi
terdahulu.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Meliputi kesadaran klien, keadaan klien secara umum, tingkat nyeri,
GCS. Tanda-tanda vital : tekanan datah, respirasi, nadi, pengukuran
berat badan.
a) Kepala
Biasanya pada pasien yang menderita penyakit kontusio paru
pada bagian kepala tidak mengalami apa-apa. Biasanya kulit
kepala tampak bersih, rambut tidak lengket, distribusi rambut
merata, tidak mudah dicabut.
b) Mulut
Biasanya penderita penyakit ini,mengalami suara serak. Nyeri
dibagian tenggorokan, susah menelan, batuk, batuk.
c) Bibir
Biasanya bibir simetris, mukosa bibir lembab, tidak terdapat
iritasi pada rongga mulut, gigi, tidak terpasang gigi palsu, tidak
terdapat caries, warna gigi kuning kecoklatan, bentuk lidah
simetris.
d) Hidung
Biasanya hidung simetris. Biasanya pasien sulit menelan.
e) Telinga
Biasanya pasien yang mengalami kontusio paru tidak ada
gangguan pada bagian telinga. Telinga kanan dan tekinga kiri
simetris.
f) Leher
Biasanya pasien tidak mengalami gangguan pada lehernya.
g) Dada
Mengalami nyeri pada dada.
h) Tubuh
Biasanya pasien yang menderita penyakit kontusio paru itu
mengalami penurunan berat badan.
2) Body Systems
a) Pernafasan (B1 : Breathing)
 Ada tidaknya sesak nafas
 Frekuensi nafas
 Pola nafas
b) Cardiovaskuler (B2 : Bleeding)
 Tekanan dalam pembuluh darah meningkat dan aliran
darah terganggu
 Tanda-tanda vital
 Perfusi jaringan
c) Persyarafan (B3 : Brain)
 Diplopia (penglihatan ganda)
 Ketulian : Tanda :Hemiparesis wajah (keterlibatan paroid
dan submandibular)
 Kerusakan membran mukosa
d) Perkemihan - Eliminasi Urine (B4 : Bladder)
 Produksi urine
 Warna,bau
e) Percernaan –Eliminasi Alvi (B5 : Bowel)
 Adanya kesulitan menelan
 Nafsu makan menurun
 Terjadinya distensi abdomen
 Jenis diit yang diberikan
 Inflamasi atau drainase oral
 Gangguan reflek
d) Tulang –Otot-Integumen (B6 : Bone)
 Penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas
 Kelemahan otot
 Keterbatasan gerak
 Ada atau tidaknya atropi
e) Sistem Hormon
 Terapi hormon (-)
 Karakteristik seks sekunder (-)
3) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata laksana hidup sehat
Perlu ditanyakan tentang kebiasaan olahraga dan mengendarai
kendaraan waktu dijalan apakah dia memakai sabuk pengaman
atau tidak.
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Perlu ditanyakan apakah mengalami gangguan penurunan nafsu
makan, mual, atau muntah.
c) Pola Eliminasi
Perlu ditanyakan kebiasaan defekasi dan miksi berapa kali
perhari.
d) Pola Istirahat Tidur
Bagaimana kebiasaan pola tidur dan istirahat, kebiasaan
sebelum tidur, lama, keluhan atau masalah tidur.
e) Pola Aktifitas dan Latihan
Ada keterbatasan latihan pada dada.
f) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Perlu ditanyakan persepsi klien mengenai penyakit yang
diderita.
g) Pola Sensori dan Kognitif
Perlu ditanyakan apakah klien mengalami nyeri pada daerah
mata.
h) Pola Reproduksi Seksual
Bila klien sudah berkeluarga maka akan mengalami gangguan
pola reproduksi seksual. Jika belum menikah (berkeluarga)
maka tidak mengalami gangguan dalam pola reproduksi
seksual.
i) Pola Hubungan dan Peran
Perlu ditanyakan bagaimana hubungan klien dengan
keluarga,teman kerja dan orang lain.
j) Pola Penanggulangan Stres
Bagaimana cara klien menangani stres dan penggunaan
kopingnya.
k) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Perlu ditanyakan apakah klien masih menjalankan ibadah
seperti biasanya.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien yang mengalami
kontusio paru adalah sebagai berikut :
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan cairan di
bronkiolus dan permukaan alveoli.
b. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru
yang tidak maksimal karena trauma.
c. Gangguan perfusi cerebral berhubungan dengan penurunan kesadaran.
d. Intoleransi aktivitas : Nyeri akut berhubungan dengan penurunan gerak
dinding dada.
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia

3. Intervensi dan Rasional


a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan cairan di
bronkiolus dan permukaan alveoli.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
 Menunjukkan batuk yang efektif.
 Tidak ada lagi penumpukan cairan di bronkiolus dan permukaan
alveoli.
 Klien nyaman.
Intervensi Rasional

1. Jelaskan klien tentang kegunaan 1. Pengetahuan yang diharapkan


batuk yang efektif dan mengapa akan membantu
terdapat penumpukan cairan di mengembangkan kepatuhan
bronkus dan alveoli. klien terhadap rencana
2. Ajarkan klien tentang metode teraupetik.
yang tepat pengontrolan batuk. 2. Batuk yang tidak terkontrol
3. Auskultasi paru sebelum dan adalah melelahkan dan tidak
sesudah klien batuk. efektif, menyebabkan frustasi.
4. Ajarkan klien tindakan untuk 3. Pengkajian ini membantu
menurunkan viskositas sekresi : mengevaluasi keefektifan
mempertahankan hidrasi yang upaya batuk klien.
adekuat; meningkatkan masukan 4. Sekresi kental sulit untuk
cairan 1000 sampai 1500 cc/hari diencerkan dan dapat
bila tidak kontraindikasi. menyebabkan sumbatan
5. Dorong atau berikan perawatan mukus, yang mengarah pada
mulut yang baik setelah batuk. atelektasis.
6. Kolaborasi dengan tim 5. Hiegene mulut yang baik
kesehatan lain (dengan dokter, meningkatkan rasa
radiologi dan fisioterapi) untuk : kesejahteraan dan mencegah
 Pemberian expectoran. bau mulut.
 Pemberian antibiotika. 6. Expextorant untuk
 Fisioterapi dada. memudahkan mengeluarkan

 Konsul photo toraks lendir dan menevaluasi


perbaikan kondisi klien atas
pengembangan parunya.
b. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru
yang tidak maksimal karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
 Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
 Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
 Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

Intervensi Rasional

1. Berikan posisi yang nyaman, 1. Meningkatkan inspirasi


biasanya dnegan peninggian maksimal, meningkatkan
kepala tempat tidur. Balik ke ekpsnsi paru dan ventilasi pada
sisi yang sakit. Dorong klien sisi yang tidak sakit.
untuk duduk sebanyak mungkin. 2. Distress pernapasan dan
2. Obsservasi fungsi pernapasan, perubahan pada tanda vital
catat frekuensi pernapasan, dapat terjadi sebgai akibat
dispnea atau perubahan tanda- stress fisiologi dan nyeri atau
tanda vital. dapat menunjukkan terjadinya
3. Jelaskan pada klien bahwa syock sehubungan dengan
tindakan tersebut dilakukan hipoksia.
untuk menjamin keamanan. 3. Pengetahuan apa yang
4. Jelaskan pada klien tentang diharapkan dapat mengurangi
etiologi/faktor pencetus adanya ansietas dan mengembangkan
sesak atau kolaps paru-paru. kepatuhan klien terhadap
5. Pertahankan perilaku tenang, rencana teraupetik.
bantu pasien untuk kontrol diri 4. Pengetahuan diharapkan dapat
dnegan menggunakan mengembangkan kepatuhan
pernapasan lebih lambat dan klien terhadap rencana
dalam. teraupetik.
6. Kolaborasi dengan tim 5. Membantu klien mengalami
kesehatan lain (dengan dokter, efek fisiologi hipoksia, yang
radiologi dan fisioterapi) untuk : dapat dimanifestasikansebagai
 Pemberian antibiotika. ketakutan/ansietas.
 Pemberian analgetika. 6. Mengevaluasi perbaikan
 Fisioterapi dada. kondisi klien atas

 Konsul photo toraks pengembangan parunya.

c. Gangguan Perfusi Cerebral berhubungan dengan penurunan kesadaran


Tujuan : perfusi jaringan cerebral optimal secara bertahap.
Kriteria hasil :
 Kesadaran pasien Compos mentis.
 TTV normal . TD : 100-130/60-90mmHg, RR : 12-20x/menit, N : 60-
100x/menit, S : 36 °C – 37 °C
 Pasien Rileks

Intervensi Rasional

1. Kaji keluhan, Observasi TTV 1. Untuk mengetahui keadaan


tiap 2-4 jam dan kesadaran umum pasien sebagai standart
klien. dalam menentukan intervensi
2. Kaji karakteristik nyeri yang tepat.
(intensitas, lokasi, frekuensi dan 2. Penurunan tanda dan gejala
faktor mempengaruhi). neurologis / kegagalan dalam
3. Kaji kapilari revil atau GCS pemulihannya merupakan awal
warna dalam kelembapan kulit. dalam memantau TIK ( kaku
4. Kaji tanda peningkatan TIK kuduk)
(kaku kuduk, muntah proyektil, 3. Untuk mengetahui tingkat
dan penurunan kesadaran) kesadaran dan potensial
5. Berikan klien posisi semifowler, peningkatan TIK ( kaku kuduk).
kepala tinggikan 30 derajat. 4. Untuk mengetahui potensial
6. Anjurkan orang terdekat peningkatan TIK ( kaku kuduk).
(keluarga) untuk bicara dengan 5. Memberi rasa nyaman bagi
klien walaupun hanya lewat klien.
sentuhan. 6. Ungkapan keluarga yang
menyenangkan memberikan
efek menurunkan TIK dan efek
relaksasi bagi klien.

d. Intoleransi aktivitas : Nyeri akut berhubungan dengan penurunan gerak


dinding dada.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
 Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
 Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan
nyeri.
 Pasien tidak gelisah.

Intervensi Rasional

1. Jelaskan dan bantu klien dengan 1. Pendekatan dengan


tindakan pereda nyeri menggunakan relaksasi dan
nonfarmakologi dan non invasif. nonfarmakologi lainnya telah
2. Berikan kesempatan waktu menunjukkan keefektifan
istirahat bila terasa nyeri dan dalam mengurangi nyeri.
berikan posisi yang nyaman ; 2. Istirahat akan merelaksasi
misal waktu tidur, belakangnya semua jaringan sehingga akan
dipasang bantal kecil. meningkatkan kenyamanan.
3. Tingkatkan pengetahuan tentang 3. Pengetahuan yang akan
: sebab-sebab nyeri, dan dirasakan membantu
menghubungkan berapa lama mengurangi nyerinya. Dan
nyeri akan berlangsung. dapat membantu
4. Kolaborasi dengan dokter, mengembangkan kepatuhan
pemberian analgetik. klien terhadap rencana
5. Observasi tingkat nyeri, dan teraupetik.
respon motorik klien, 30 menit 4. Analgetik memblok lintasan
setelah pemberian obat analgetik nyeri, sehingga nyeri akan
untuk mengkaji efektivitasnya. berkurang.
Serta setiap 1 - 2 jam setelah 5. Pengkajian yang optimal akan
tindakan perawatan selama 1 - 2 memberikan perawat data yang
hari. obyektif untuk mencegah
kemungkinan komplikasi dan
melakukan intervensi yang
tepat.

e. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.


Tujuan : Nutrisi kembali normal.
Kriteria hasil :
 Meningkatkan masukan oral
 Berat badan kembali normal

Intervensi Rasional

1. Tentukan kebutuhan kalori 1. Agar mengetahui kalori yang


setiap hari realistis dan adekuat, di butuhkan setiap hari.
konsulkan pada ahli gizi.
2. Untuk mengetahui peningkatan
2. Observasi berat badan setiap
beratbadan setelah di lakukan
hari pantau hasil pemeriksaan
tindakan.
laboratorium.
3. Jelaskan pentingnya nutrisi yang 3. Agar pasien mengetahui
adekuat. pentingnya kebutuhan nutrisi.

4. Evaluasi
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan cairan di
bronkiolus dan permukaan alveoli.
Evaluasi :
1) Menunjukkan batuk yang efektif.
2) Tidak ada lagi penumpukan cairan di bronkiolus dan permukaan
alveoli.
3) Klien nyaman.
b. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang
tidak maksimal karena trauma.
Evaluasi :
1) Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
2) Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
3) Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
c. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan kesadaran
Evaluasi :
1) Kesadaran pasien composmentis.
2) TTV normal . TD : 100-130/60-90mmHg, RR : 12-20x/menit, N : 60-
100x/menit, S : 36 °C – 37 °C.
3) Pasien Rileks.
d. Intoleransi aktivitas : Nyeri akut berhubungan dengan penurunan gerak
dinding dada.
Evaluasi :
1) Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
2) Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan
nyeri.
3) Pasien tidak gelisah.
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.
Evaluasi :
1) Meningkatkan masukan oral.
2) Berat badan kembali normal.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. 2009. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN. Jakarta: EGC

Judith M. Wilkinson: alih bahasa, Widyawati (et al). 2007. Buku Saku DIAGNOSIS
KEPERAWATAN dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC.
Jakarta.EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

NANDA International: alih bahasa Made Sumarwati, (et al). 2011. Diagnosis
Keperawatan: Definisi dan klasifikasi 2009-2011. Jakarta: EGC

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar ILMU
PENYAKIT DALAM. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Smeltzer, Suzzanne C.2002. Buku Ajar KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH edisi 8.


Jakarta: EGC

Staf Pengajar Bagian Patologik Anatomik FKUI. 1994. Kumpulan Kuliah


PATOLOGI. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai