Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA 

DADA
Posted by nurse87 on 28 April 2009
Posted in: Keperawatan. Tagged: Dada. 8 Komentar

LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Medis

1. Definisi

Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada

dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi

mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan

system pernafasan.

2. Anatomi Fisiologi
Sumber : http://www.ilmu-keperawatan.com

Kerangka rongga toraks, merincing pada bagain atas torak dan berbentuk kerucut,

terdiri dari sternum, 12 vertebra, 10 pasang iga yang terakhir di anterior dalam segmen

tulang rawan, dan 2 pasang iga yang melayang. Kartilago dari enam iga pertama

memisahkan artikulaso dari sternum; katilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi

membentuk kostal-kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan

rongga pleura di atas klavikula dan atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi

pada luka tusuk.

Muskulatur. Muskulus-muskulus pektoralis mayor dan minor merupakan muskulus

utama dinding anterior toraks. Muskulus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan

muskulus gelang bahu lainnya membentuk palisan muskulus posterior dinding toraks.

Tepi bawah muskulus pektoralis mayor membentuk lipatan/plika aksilaris anterior,

lengkungan dan muskulus latisimus dorsi dan teres mayor membentuk lipatan/plika

aksilaris posterior.

Pleura. Pleura adalah membrane aktif serosa dengan jaringan pembuluh arah dan

limfatik. Di sana selalu ada pergerakan cairan, fagositosis debris,menambal kebocoran

udara dan kapier. pleura viseralis menutup paru dan sifatnya tidak sensitive. pleura

berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama pleura parietali, yang melapisi

dinding dalam toraks dan diafragma. Kebalikan dengan pleura viseralis, pleura parietalis

mendapatkan persarafan dari ujung saraf (nerveending); ketika terjadi penyakit atau

cedera, mak timbul nyeri. Pleura parietalis memiliki ujung saraf untuk nyeri; hanya bila

penyaki-penyakit menyebar ke pleura ini maka akan timbul. Pleura sedikit melebih tepi
paru pada tiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru-paru normal; hanya

ruang potensial yang masih ada.

Ruang interkostal. Pleura parietalis hampir semua merupakan lapisan dalam, diikuti

oleh tiga lapis muskulus-muskulus yang mengangkat iga selama respirasi tenang/normal.

Vena, arteri nervus dari tiap rongga interkostal berada di belakang tepi bawah iga. Karena

jarum torakosentetis atau klein yang digunakan untuk masuk ke pleura harus dipasang

melewati bagian atas iga yang lebih bawah dari sela iga yang dipilih.

Diafragma. Bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam dan

kartilagokosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal; bagian muskular

melengkung membentuk tendo sentral. Nervis frenikus mempersarafi motorik, interkostal

bahwa mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putung susu, turut berperan

sekitar 75% dari ventilasi paru-paru selama respirasi biasa/tenang.

3. Etiologi

Trauma dada dapat disebabkan oleh :

a. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan therapy ventilasi


mekanik yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran
balutan.

b. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur oleh vesikel

flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.

Tusukan paru dengan prosedur invasif.

c. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.
d. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)

e. Fraktu tulang iga

f. Tindakan medis (operasi)

g. Pukulan daerah torak.

4. Patofisiologi

Rongga dada terdiri dari sternum, 12 verebra torakal, 10 pasang iga yang berakhir

di anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang iga yang melayang. Di dalam

rongga dada terdapat paru-paru yang berfungsi dalam sistem pernafasan. Apabila rongga

dada mengalami kelainan, maka akan terjadi masalah paru-paru dan akan berpengaruh

juga bagi sistem pernafasan. Akibat trauma dada disebabkan karena:

Tension pneumothorak cedera pada paru memungkinkan masuknya udara (tetapi

tidak keluar) ke dalam rongga pleura, tekanan meningkat, menyebabkan pergeseran

mediastinum dan kompresi paru kontralateral demikian juga penurunan aliran baik

venosa mengakibatkan kolapnya paru. Pneumothorak tertutup dikarenakan adanya

tusukan pada paru seperti patahan tulang iga dan tusukan paru akibat prosedur infasif

penyebabkan terjadinya perdarahan pada rongga pleural meningkat mengakibatkan paru-

paru akan menjadi kolaps. Kontusio pasru mengakibatkan tekanan pada rongga dada

akibatnya paru-paru tidak dapat mengembang dengan sempurna dan ventilasi menjadi

terhambat akibat terjadinya sesak nafas. Sianosis dan tidak menutup kemungkinan akan

terjadi syok.
Patoflow Diagram ( Mapping)

Trauma Torak

Tension Pneumotorak Kontusio

Pneumotorak tertutup paru

Udara masuk Perdarahan Tekanan pada


dalam rongga pada rongga rongga dada

pleura pleura

Tekanan dalam rongga Tekanan dalam Pembengkakan

pleura meningkat rongga pleura

meningkat

Kompresi paru ventilasi terganggu Keterbatasan


kontra lateral kerja paru

Kolaps Kolaps paru Sesak nafas

paru

Sianosis

Syok

5. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang sering muncul pada penderita trauma dada;

a. Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.

b. Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.

c. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.


d. Dyspnea, takipnea

e. Takikardi

f. Tekanan darah menurun.

g. Gelisah dan agitasi

h. Kemungkinan cyanosis.

i. Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.

j. Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.

6. Penatalaksanaan Medis

1. Konservatif

a. Pemberian analgetik

b. Pemasangan plak/plester

c. Jika perlu antibiotika

d. Fisiotherapy

2. Operatif/invasif

a. Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).

b. Pemasangan alat bantu nafas.


c. Pemasangan drain.

d. Aspirasi (thoracosintesis).

e. Operasi (bedah thoraxis)

f. Tindakan untuk menstabilkan dada:

1) Miring pasien pada daerah yang terkena.

2) Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena

g. Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif, didasarkan pada

kriteria sebagai berikut:

1) Gejala contusio paru

2) Syok atau cedera kepala berat.

3) Fraktur delapan atau lebih tulang iga.

4) Umur diatas 65 tahun.

5) Riwayat penyakit paru-paru kronis.

h. Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD, bila tension Pneumothorak

mengancam.

i. Oksigen tambahan.
7. Komplikasi

a. Surgical Emfisema Subcutis

Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam memungkinkan

keluarnya udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan dinding dada, paru.

Tanda-tanda khas: penmbengkakan kaki, krepitasi.

b. Cedera Vaskuler

Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong tertutup

sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung darah vena yang

kembali. Pembulu vena leher akan mengembung dan denyut nadi cepat serta lemah

yang akhirnya membawa kematian akibat penekanan pada jantung.

c. Pneumothorak

Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi keluar lagi

sehingga volume pneumothorak meningkat dan mendorong mediastinim menekan

paru sisi lain.

d. Pleura Effusion

Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi pleura yaitu

sesak nafas pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih mencolok. Bila

kejadian mendadak maka pasien akan syok.


Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan dalam rongga pleura maka

terjadi tanda – tanda :

1) Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu istirahatpun bisa

terjadi dypsnea.

2) Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.

3) Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.

4) Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).

e. Plail Chest

Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian tersebut. Pada

saat insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat ekspirasi keluar, ini menunjukan

adanya paroxicqalmution (gerakan pernafasan yang berlawanan)

f. Hemopneumothorak

Yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.

B. Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian

a. Dasar Data Pengkajian Pasien

1) Kajian aktivitas dan latihan


a) Nyeri dada sampai abdomen

b) Lemah

c) Terpasang infus

d) Sesak nafas ditandai dengan 24 x/menit

2) Kajian nutrisi metabolik

a) Bising usus berkurang

b) Mukosa mulut kering

c) Kurang nafsu makan

d) Kembung

e) Haus

b. Masalah Keperawatan

1) Nyeri berhubungan dengan adanya trauma.

2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya nyeri.

3) Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

penurunan masukan.
4) Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan tidak

adekuatnya masukan makanan dan cairan.

5) Ansietas atau ketakutan berhubungan dengan penyakit yang dideritanya.

6) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekpirasi paru.

c. Rencana Keperawatan.

I. Nyeri adanya trauma

- tujuan : nyeri pasien teratasi setelah dilakukan tindakan

keperawatan.

- Sasaran : – Pasien mengatakan “ nyeri berkurang”, skala (0-2).

- Wajah klien tampak rileks

- TTV dalam batas normal

Rencana tindakan

1) Beri posisi yang nyaman dan menyenangkan pasien

R
/ Untuk menurunkan ketegangan otot

2) Kaji adanya penyebab nyeri, seberapa kuatnya nyeri, minta pasien untuk menetapkan

pada skala nyeri.


R
/ Membantu menentukan pilihan intervensi dan memberikan dasar untuk

perbandingan dan evaluasi terhadap therapy.

3) Observasi tanda-tanda vital.

R
/ Untuk mengidentifikasi adanya nyeri.

4) Anjurkan istirahat yang cukup

R
/ Untuk mengurangi energi yang berlebihan.

5) Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analgesik :

R
/ Untuk meningkatkan efektivitas pengobatan.

II. Intoleransi aktivitas nyeri

- Tujuan : – Intoleransi akvitas dapat teratasi setelah dilakukan tindakan

keperawatan .

- Sasaran : - Klien menunjukan usaha untuk melakukan perawatan diri secara

bertahap.

- Klien mampu melakukan perawatan diri secara bertahap.

- Klien dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri.

- Klien tidak lemah lagi.


Rencana Tindakan

1. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari yang tidak mampu dilakukan

sendiri. Misalnya Mandi, berpakaian, merapikan diri.

R
/ kebutuhan nutrisi terpenuhi seperti pada saat sebelum trauma.

2. Kaji penyebab ketidakmampuan pasien dalam memenuhi perawatan diri.

R
/ Dengan mengetahui penyebab akan mempermudah dalam penanganan masalah

dan penerapan intervensi.

3. Pasang pagar/pengaman tempat tidur

R
/ Mencegah resiko cedera

4. Anjurkan Pasien untuk istirahat yang cukup

R
/ mengurangi penggunaan energi berlebihan dan metobolisme tubuh sehingga

dapat menambah kelemahan.

5. Anjurkan pasien untuk untuk menggunakan teknik relaksasi

R
/ Mengurangi ketegangan otot/kelelahan, dapat membantu mengurangi nyeri,

spasme otot, spastisitas/kejang.

6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin neurobion 1 amp/hari

R
/ Untuk meningkatkan efektivitas pengobatan.
III. Resiko perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh penurunan

masukan.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi dalam waktu ± 1 minggu

Sasaran : – klien mengatakan sudah ada nafsu makan, turgor kulit elastis

- Klien mampu menghabiskan 1 porsi makanan, mukosa mulut lembab,

kelopak mata merah

Rencana tindakan

1. Anjurkan klien makan porsi kecil tapi sering.

R
/ untuk mencegah badan agar tidak lemah

2. Kaji tanda-tanda kurang nutrisi (Turgor kulit, kelopak mata, mukosa mulut).

R
/ untuk. Mengetahui tingkat nutrisi pasien.

3. Kaji pola makan pasien.

R
/ untuk mengetahui pola makan pasien.

4. Jelaskan pasien tentang pentingnya penemuan nutrisi untuk penymbuhan klien.

R
/ Dengan nutrisi yang cukup, dapat mempercepat penyembuhan pasien.

5. Auskultasi bising usus, evaluasi adanya distensi abdomen.


R
/ Perubahan fungsi lambung sering terjadi sebagi akaibat dari

paralisis/mobilisasi.

6. Kolaborasi dengan tim medis tentang pemberian nutrisi parentral.

R
/ untuk menringankan penyakit yag diderita pasien.

IV. Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh tidak adekuat masukan

makanan dan cairan.

Tujuan : Kebutuhan cairan tubuh pasien terpenuhi setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24 jam.

Sasaran : - Klien mengatakan sudah mampu menghabiskan air minum 1 botol VIT

besar.

- Berat badan pasien delam batas normal.

- Klien mengatakan mulut saya tidak kering lagi.

- Turgor kuli pasien elastis, mukasa mulut lembab.

Rencana Tindakan

1. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah)

R
/ indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa

mulut mungkin kering karena nafas mulut dan oksigen tambahan.


2. Kaji perubahan TTV, Contoh : peningkatan suhu/ demam memanjang, takikardi,

hipotensi ortostatik.

R
/ Peningkatan suhu/ memanjangnya demam meningkatkan lajunya metabolisme

dan kehilangan cairan melalui evaporasi, tekanan darah dan ortostatik berubah dan

peningkatan takikardi menunjukan kekurangan cairan sistemik.

3. Catat laporan mual/muntah

R
/ adanya gejala ini menurunkan masukan oral.

4. Pantau masukan dan haluaran, catat, warna, karakter urine, hitung keseimbangan

cairan waspadai kehilangan yang tak tampak, ukur berat sesuai indikasi.

R
/ memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan

pengganti.

5. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian cairan infus.

R
/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan tambahan dan menurunkan resiko dehidrasi.

V. Ansietas atau ketakutan berhubungan dengan penyakit yang dideritanya.

Tujuan : Klien tidak mengalami kecemasan setelah dilakukan tindakan keperawatan.

Sasaran : - Klien tampak tenang

- Klien tidak cemas lagi


Rencana tindakan

1. Libatkan dalam program pengembangan pribadi, lebih disukai dalam susunan

kelompok. Berikan informasi tentang penerapan yang tepat dalam berpakaian.

R
/ Belajar metode peningkatan diri dapat meningkatkan harga diri. Umpan balik dari

orang lain meningkatkanharga diri.

2. Gunakan pendekatan psikotherapy interpersonal, daripada therapy penafsiran.

R
/ Interaksi di antara orang-orang membantu pasien untuk menemukan perasaan dari

dalam diri sendiri.

3. Kaji perasaan tak berdaya/ tidak ada harapan.

R
/ Kurang kontrol umum/masalah dasar pasien ini dapat disertai dengan gangguan

emosi lebih serius

4. Waspadai ide bunuh diri

R
/ cemas/panik terus menerus tentang peningkatan berat badan. Depresi, perasaan tak

berdaya dapat menimbulkan usaha bunuh diri.

5. Dorong pasien untuk mengekspresikan marah dan mengakui bila dinyatakan.

R
/ Peting untuk mengetahui bahwa marah adalah bagian diri dan padat diterima.

VI. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekpansi paru.
Tujuan : pola nafas pasien teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan.

Sasaran : - Pasien tidak sesak

- TTV dalam batas normal

Rencana Tindakan

1. Awasi kecepatan/ kedalam pernafasan. Ausklutasi bunyi nafas, selidiki adanya sianosis

R
/ pernafasan mengorok atau pengaruh anestesi menurunkan ventilasi. Potensial

atelektasis dapat mengakibatkan hipoksia.

2. Tinggikan kepala tempat tidur 30 derajat

R
/ mendorong pengembangan diafragma/ ekspansi paru optimal dan meminimalkan

tekanan isi abdomen pada rongga torak

3. Observasi TTV.

R
/ Mengetahui perkembangan klien

4. Kaji penumpukan sekret.

R
/ Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya.

5. Kolaborasi dengan tim medis untuk pembersihan sekret.

R
/ Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan sekret .
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall – Moyet. 2008. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta.

Doenges, Marilyn E, et all. 1993. Nursing Care Plans : Guidelines for Planning and

Documenting Patient Care, Edition 3, F.A. Davis Company, Philadelphia.

Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa: Yayasan Ikatan

Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung, Edisi 1, Yayasan IAPK

Pajajaran, Bandung

Anda mungkin juga menyukai