Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

TRAUMA DADA DAN VENTILASI MEKANIK

aNAMA KELOMPOK:

1. Aksanul Fikri
2. Ahmad Koko Handoko
3. Irfan Fauzul Mubin
4. Khoirul Ninja
5. Lisma Wijayanti
6. Putriani Farhatul Latifah
7. Rian Hidayat
8. Syaadah nur mahmudah

STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS


KATA PENGANTAR

     Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah Asuhan
keperawatan pasien dengan trauma dada dan ventilasi mekani,sebatas pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Dewi Hartinah selaku Dosen
mata kuliah Imu Dasar Keperawatan II yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai pengertian,bagaimana cara menangani pasien eliminasi fekal
dan urin. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-
kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Kudus, 09 oktober2014

Penyusun
BAB II

PEMBAHASAN

A. Trauma Dada

1. Definisi

Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding

dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal

baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan system pernafasan.

2. Etiologi

Trauma dada dapat disebabkan oleh :

a. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan therapy ventilasi


mekanik yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran
balutan.

b. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur oleh vesikel

flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM. Tusukan paru dengan prosedur invasif.

c. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.

d. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)

e. Fraktu tulang iga


f. Tindakan medis (operasi)

g. Pukulan daerah torak.

3. Patofisiologi

Patofisiologi fraktur rusuk

Fraktur rusuk adalah cedera tumpul yang paling umum. Rusuk ketiga sampai rusuk

kesepuluh adalah rusuk rusuk yang paling sering mengalami sering fraktur karena mereka

paling sedikit terllindungi oleh otot otot dada. Rusuk umum nya mengalami fraktur pada titik

tumbukan maksimal tetapi dapat juga pada tempat yang jauh dari tumpukan.

Fraktur rusuk di sebabkan oleh pukulan,kecelakaan hebat atau regangan yang di sebabkan

oleh batuk atau bersin yang sangat kuat. Juka fraktur menimbulka serpian/fraktur berpindah

tempat,maka fragmen tajam yang di hasilkan dalam fraktur tersebut dapat menusuk pleura

dan paru ( cedera penetrasi ). Sehingga mnyebabkan hemothorak / pneumothorak.


4.MANIFESTASI KLINIS

1. Nyeri pada tempat ceder,yang meningkat ssetelah inspirasi.

2. Nyeri tekat setempat dan krepitas saat palpasi

3. Membelat dada dan napas dangkal

5.Penatalaksanaan

Waktu adalah penting dalam menangani trauma dada,factor langsunng untuk menentukan

termasuk waktu cedera terjadi mekanisme cdera apakah pasien responsive,edera

spesifik,perkiraan kehilangan darah,apakah akohol atau obat obat sudah di gunakan dan

tindakan prohospitalisasi.pemeriksaan fisik termasuk infeksi jalan

nafas,thorak,venaleher,pernafasan tanda tanda vital dan warna kuilit untuk tanda syok.

Thorak di palpasi terhadap nyeri tekan,kripetus dan posisi trachea. Bunyi nafas dan bunyi

jantung diaskultasi.

Pemeriksaan diagnostic awal

 Rongent dada
 Pemeriksaan pembekuan darah

 Golongan dan cocok silang

 Elektrolit dan osmolalitas

 Saturasi oksigen

 Gas darah ateri

 Ekg

 CT scan

1. Konservatif

a. Pemberian analgetik

b. Pemasangan plak/plester

c. Jika perlu antibiotika

d. Fisiotherapy

2. Operatif/invasif

a. Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).

b. Pemasangan alat bantu nafas.

c. Pemasangan drain.

d. Aspirasi (thoracosintesis).

e. Operasi (bedah thoraxis)


f. Tindakan untuk menstabilkan dada:

1) Miring pasien pada daerah yang terkena.

2) Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena

g. Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif, didasarkan pada kriteria

sebagai berikut:

1) Gejala contusio paru

2) Syok atau cedera kepala berat.

3) Fraktur delapan atau lebih tulang iga.

4) Umur diatas 65 tahun.

5) Riwayat penyakit paru-paru kronis.

h. Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD, bila tension Pneumothorak mengancam.

Oksigen tambahan

6.DIAGNOSA dan INTERVENSI KEPERAWAN

Dx 1 : Ketidak efektifan pola pernafasan berhubungan dengan ekspensi paru yang tidak

maksimal karena trauma

Tujuan : pola pernafasan efektif


Criteria hasilmemperlihatkan frekuensi pernafasan yang efektif mengalamai perbaikan petukaran

gas gas pada paru.

INTERVENSI

1.Berikan posisi yang nyaman biasaya dengan meninggikan kepala tempat tidur.

2.observasi fungsi pernafasan catat frekuensi pernafasan,dispnea atau perubahan .

tanda tanda vital.

RASIONAL

1.Meningkatkan inspirasi maksimal meningkatkan ekspensi paru

2.distreess pernafasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi

dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.

DIAGNOSA

Dx. 2 : Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi secret,dan

penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.

Tujuan:jalan nafas lancar atau normal

Criteria hasil:menunjukkan batuk yang efektif,tidak ada lagi penumpukan secret

INTERVENSI

1.jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan secret

di saluran pernafasan
2.ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk

RASIONAL

1.pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap

rencana terapeutik.

2.batuk yang tidak terkontrol dapat melelahkan dan tidak efektif menyebabkan frustasi

B. VENTILASI MEKANIK

1. Definisi

Ventilasi mekanis adalah suatu alat bantu mekanik yang memberikan bantuan nafas

dengan cara membantu sebagian mengambil alih semua fungsi ventilasi guna mempertahankan

hidup.

2. Etiologi

Indikasi

 Pasien dengan respiratori failure (gagal nafas)

 Penyebab gagal nafas

Trauma kepala

Radang otak

Gangguan vaksuler difrak otak

 Penyebab perifer

1. Kelainan neuromaskuler

2. Tetanus
3. Trauma servikal

4. Obat pelemas otot

5. Kelainan jalan nafas

6. Obstruksi jalan nafas

7. Asma bronchial

8. Kelainan diparu

9. Edema paru

3. Patofisiologi

Udara bergerak masuk dan keluar paru karena ada selisih tekanan yang terdapat antara

atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dan otot-otot. Selama inspirasi, volume thorak

bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu

otot sternokieidomastoideus mengangkat sternum keatas dan otot seratus, skalenus dan

interpostalis eksternus mengangkat iga-iga. Thorak membesar kearah anteroposterior, lateral dan

vertical. Peningkatan volume menyebabkan penurunan tekanan intra pleura , dari sekitar -4

mmHg (relative terhadap tekanan atmosfer) menjadi sekitar -8 mmHg bila paru mengembang

pada waktu inspirasi pada saat yang sama tekanan intrapulmonal atau tekanan saluran udara

menurun sekitar -2mmHg (relative terhadap tekanan atmosfer dari 0 mmHg pada waktu mulai

inspirasi)

4. Manefistasi klinis

 distress pernapasan disebabkan ketidak adekuatan ventilasi dan atau oksigenansi

 kerusakan paru (seperti pada pneumonia) maupun karena kelemahan otot pernapasaan

dada
 insufisiensi jantung, peningkatan kebutuhanh aliran darah pada system pernapasan

 disfungsi neurologis, untuk menjaga jalan nafas pada klien dengan peningkatan tekanan

intracranial.

5. Peñatalaksanaan

Meningkatkan pertukaran gas


Tujuan menyeluruh ventilasi mekanik adalah untuk mengoptimalkan pertukaran gas
dengan mempertahankan ventilasi alveolar dan pengiriman oksigen. Perubahan dalam
pertukaran gas dapat dikarenakan penyakit yang mendasari atau factor mekanis yang
berhubungan dengan penyesuaian dari mesin dengan pasien. Tim perawatan kesehatan, termasuk
perawat , dokter, dan ahli terapi pernafasan , secara kontinu mengkaji pasien terhadap pertukaran
gas yang adekuat , tanda dan gejala hipoksia, dan respon terhadap tindakan .
Penatalaksanaan jalan nafas
Ventilasi tekanan positif yang kontinyu dapat meningkatkan pembentukan sekresi,
dengan apapun kondisi pasien yang mendasari. Perawat harus mengidentifikasi adanya sekresi
dengan auskultasi paru sedikitnya 2-4 jam. Tindakan untuk membersihakan jalan nafas termasuk
pengisapan, fisioterapi dada, perubahan posisi yang sering, dan peningkatan mobilitas secepat
mungkin.
Humidifikasi dengan cara ventilator dipertahankan untuk membantu pengenceran sekresi
sehingga sekresi lebih mudah dikeluarkan. Bronkodilator baik intravena maupun inhalasi,
diberikan sesuai dengan resep untuk mendilatasi bronkiolus.
Mencegah trauma dan infeksi
Penatalaksanaan jalan nafas harus mencakup pemeliharaan selang endotrakea atau
trakeostomi. Selang ventilator diposisikan sedemikian rupa sehingga hanya sedikit kemungkinan
tertarik atau penyimpangan selang dalam trakea.
Perawatan trakeostomi dilakukan sedikitnya setiap 8 jam jika diindikasikan karena peningkatan
resiko infeksi. Higiene oral sering dilakukan karena rongga oral merupakan sumber utama
kontaminasi paru-paru pada pasien yang diintubasi pada pasien lemah. Adanya selang
nasogastrik dan penggunaan antasida pada pasien dengan ventilasi mekanik juga telah
mempredisposisikan pasien pada pneumonia nosokomial akibat aspirasi. Pasien juga diposisikan
dengan kepala dinaikkan lebih tinggi dari perut sedapat mungkin untuk mengurangi potensial
aspirasi isi lambung.
Peningkatan tingkat mobilitas optimal
Mobilitas pasien terbatas karena dihubungkan dengan ventilator. Mobilitas dan aktivitas
otot sangat bermanfaat karena menstimuli pernafasan dan memperbaiki mental. Latihan rentang
gerak pasif/aktif dilakukan tiap 8 jam untuk mencegah atrofi otot, kontraktur dan statis vena.
Meningkatkan komunikasi optimal
Metode komunikasi alternatif harus dikembangkan untuk pasien dengan ventilasi
mekanik. Bila keterbatasan pasien diketahui, perawat menggunakan pendekatan komunikasi;
membaca gerak bibir, menggunakan kertas dan pensil, bahasa gerak tubuh, papan komunikasi,
papan pengumuman. Ahli terapi bahasa dapat membantu dalam menentuka metode yang paling
sesuai untuk pasien.
Meningkatkan kemampuan koping.
Dengan memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaan mengenai
ventilator, kondisi pasien dan lingkungan secara umum sangat bermanfaat. Memberikan
penjelasan prosedur setiap kali dilakukan untuk mengurangi ansietas dan membiasakan klien
dengan rutinitas rumah sakit.
Klien mungkin menjadi menarik diri atau depresi selama ventilasi mekanik terutama jika
berkepanjangan akibatnya perawat harus menginformasikan tentang kemajuannya pada klien,
bila memungkinkan pengalihan perhatian seperti menonton TV, bermain musik atau berjalan-
jalan jika sesuai dan memungkinkan dilakukan. Teknik penurunan stress (pijatan punggung,
tindakan relaksasi) membantu melepaskan ketegangan dan memampukan klien untuk
menghadapi ansietas dan ketakutan akan kondisi dan ketergantungan pada ventilator.
6. Diagnose keperawatan dan intervensi

Dx.1 : Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan penyakit yang mendasari, atau
penyesuaian pengaturan ventilator selama stabilisasi atau penyapihan (pengesetan ventilator tak
tepat) .
Tujuan;  GDA / gas darah arteri dalam batas normal
Nilai normal dalam analisa gas darah pada arteri;
-         pH : 7,35 - 7,45 
-         TCO2 : 23-27 mmol/L
-         PaCO2 : 35-45 mmHg
-         BE : 0 ± 2 mEq/L
-         PaO2 : 80-100 mmHg
-         Saturasi O2 : 95 % atau lebih
Intervensi;
      Observasi warna kulit dan tanda-tanda sianosis lain pada akral, cuping telinga dan bibir.
      Ambil GDA 10-30 menit setelah perubahan ventilator terjadi
      Monitor GDA atau oksimetri (mengukur kadar oksigen di darah arteri) selama periode
penyapihan
      Kaji Posisi yang dapat menyebabkan penurunan PaO2 atau menimbulkan ketidak nyamanan
pernapasan klien
      Monitor tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia

Dx.2 : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan pembentukan secret/
lendir yang berkaitan dengan ventilasi mekanik tekanan positif .
Tujuan; Jalan napas klien dapat dipertahankan
Intervensi;
      Auskultasi bunyi napas tiap 2-4 jam
      Lakukan penghisapan secret dengan tekanan 100-200 mmHg jika di tandai dengan adanya
ronki.
      Beri fisioterapi dada sesuai indikasi
      Bantu klien untuk melakukan perubahan posisi (diafragma yg lebih rendah akan membantu
ekspansi dada dan ekspektorasi dari sekresi)
      Monitor humidifer dan suhu ventilator (35 – 37 0C). Humidifikasi dengan cara ventilator
dipertahankan untuk membantu pengenceran sekresi sehingga sekresi lebih mudah dikeluarkan.
      Monitor status dehidrasi klien untuk mencegah sekresi kental
      Monitor ventilator tekanan dinamis untuk mencegah terjadinya perlengketan pada jalan
napas
      Beri Bronkodilator baik intravena maupun inhalasi, diberikan sesuai dengan resep untuk
mendilatasi bronkiolus.
Dx.3 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolisme tubuh berkaitan dengan penyakit kritis, kurang kemampuan untuk
makan peroral.
Tujuan;  Berat badan klien dapat dipertahankan dan mendekati berat badan normal
Intervensi;
      Ukur berat badan klien tiap hari (dengan menimbang klien/ mengukur LLA)
      Pertahankan asupan nutrisi parenteral secara total dengan diit TKTP (tinggi kalori tinggi
protein), hindari kelebihan karbohidrat tinggi yang dapat meningkatkan kadar PaCO 2 selama
penyapihan.
      Monitor dan evalusi keadaan trakeostomi bila terpasang.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall – Moyet. 2008. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta.

Doenges, Marilyn E, et all. 1993. Nursing Care Plans : Guidelines for Planning and

Documenting Patient Care, Edition 3, F.A. Davis Company, Philadelphia.

Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa: Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung, Edisi 1, Yayasan IAPK

Pajajaran, Bandung

Anda mungkin juga menyukai