Anda di halaman 1dari 13

MATERI PENYULUHAN VENTILATOR

A. Pengertian
Ventilasi mekanik merupakan alat bantu nafas secara mekanik yang
menghasilkan aliran udara terkontrol pada jalan nafas pasien untuk mempertahankan
ventilasi dan pemberian oksigen dalam jangka waktu lama. Indikasi penggunaannya
adalah pada pasien dengan kondisi gagal nafas yangtidak bisa diperbaiki dengan
bantuan nafas biasa. Gagal nafas sendiri dapat diartikan sebagai ketidakmampuan
untuk mempertahankan pH 7,35-7,45, PaO2 <50 mmHg, PaCO2 >50 mmHg
(Purnawan, 2010).

B. Tujuan Ventilator
Tujuan pemasagan ventilator mekanik adalah untuk mempertahankan ventilasi
alveolar secara optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan metabolisme, kebutuhan
oksigen, dan memaksimal pertukaran oksigen dengan pengeluaran karbondioksida
(Feliciano et al, 2008).
C. Indikasi
Indikasi pemasangan ventilator, dilakukan pada beberapa kondisi penyakit berikut
ini (Mbaubedari, 2011) :
1. Pasien dengan respiratory failure (gagal nafas);
2. Respiratory arrest;
3. Pasien dengan post operasi besar (open heart, trepanasi, transplantasi organ,
operasi kembar siam)
Indikasi Klinik (Tanjung, 2003) :
1. Kegagalan Ventilasi
a. Neuromuscular Disease

b. Central Nervous System disease

c. Depresi system saraf pusat

d. Musculosceletal disease

e. Ketidakmampuan thoraks untuk ventilasi

2. Kegagalan pertukaran gas


a. Gagal nafas akut

b. Gagal nafas kronik

c. Henti jantung

d. Penyakit paru-gangguan difusi

e. Penyakit paru-ventilasi / perfusi mismatch

D. Asuhan keperawatan pada pasien dengan ventilasi mekanik membutuhkan teknik dan
keterampilan interpersonal yang unik, antara lain (Tanjung, 2003) :
1. Meningkatkan pertukaran gas
Tujuan menyeluruh ventilasi mekanik adalah untuk mengoptimalkan pertukaran
gas dengan mempertahankan ventilasi alveolar dan pengiriman oksigen. Perubahan
dalam pertukaran gas dapat dikarenakan penyakit yang mendasari atau factor
mekanis yang berhubungan dengan penyesuaian dari mesin dengan pasien. Tim
perawatan kesehatan, termasuk perawat, dokter, dan ahli terapi pernafasan, secara
kontinu mengkaji pasien terhadap pertukaran gas yang adekuat, tanda dan gejala
hipoksia, dan respon terhadap tindakan .
Pertukaran gas yang tidak adekuat dapat berhubungan dengan faktor-faktor
yang sangat beragam; tingkat kesadaran, atelektasis, kelebihan cairan, nyeri insisi,
atau penyakit primer seperti pneumonia. Pengisapan jalan nafas bawah disertai
fisioterapi dada ( perkusi,fibrasi ) adalah strategi lain untuk membersihkan jalan nafas
dari kelebihan sekresi karena cukup bukti tentang kerusakan intima pohon
trakeobronkial. Intervensi keperawatan yang penting pada klien yang mendapat
ventilasi mekanik yaitu auskultasi paru dan interpretasi gas darah arteri. Perawat
sering menjadi orang pertama yang mengetahui perubahan dalam temuan
pengkajian fisik atau kecenderungan signifikan dalam gas darah yang menandakan
terjadinya masalah (pneumotoraks, perubahan letak selang, emboli pulmonal).
2. Penatalaksanaan jalan nafas
Ventilasi tekanan positif kontinu meningkatkan pembentukan sekresi apapun
kondisi pasien yang mendasari. Perawat harus mengidentifikasi adanya sekresi
dengan auskultasi paru sedikitnya 2-4 jam. Tindakan untuk membersihakn jalan
nafas termasuk pengisapan, fisioterapi dada, perubahan posisi yang sering, dan
peningkatan mobilitas secepat mungkin. Humidifikasi dengan cara ventilator
dipertahankan untuk membantu pengenceran sekresi sehingga sekresi lebih
mudahdikeluarkan. Bronkodilator baik intravena maupun inhalasi, diberikan sesuai
dengan resep untuk mendilatasi bronkiolus.
3. Mencegah trauma dan infeksi
Penatalaksanaan jalan nafas harus mencakup pemeliharaan selang endotrakea
atau trakeostomi. Selang ventilator diposisikan sedemikian rupa sehingga hanya
sedikit kemungkinan tertarik atau penyimpangan selang dalam trakea. Perawatan
trakeostomi dilakukan sedikitnya setiap 8 jam jika diindikasikan karena peningkatan
resiko infeksi. Higiene oral sering dilakukan karena rongga oral merupakan sumber
utama kontaminasi paru-paru pada pasien yang diintubasi pada pasien lemah.
Adanya selang nasogastrik dan penggunaan antasida pada pasien dengan ventilasi
mekanik juga telah mempredisposisikan pasien pada pneumonia nosokomial akibat
aspirasi. Pasien juga diposisikan dengan kepala dinaikkan lebih tinggi dari perut
sedapat mungkin untuk mengurangi potensial aspirasi isi lambung.
4. Peningkatan tingkat mobilitas optimal
Mobilitas pasien terbatas karena dihubungkan dengan ventilator. Mobilitas dan
aktivitas otot sangat bermanfaat karena menstimuli pernafasan dan memperbaiki
mental. Latihan rentang gerak pasif/aktif dilakukan tiap 8 jam untuk mencegah atrofi
otot, kontraktur dan statis vena.
5. Meningkatkan komunikasi optimal
Metode komunikasi alternatif harus dikembangkan untuk pasien dengan ventilasi
mekanik. Bila keterbatasan pasien diketahui, perawat menggunakan pendekatan
komunikasi; membaca gerak bibir, menggunakan kertas dan pensil, bahasa gerak
tubuh, papan komunikasi, papan pengumuman. Ahli terapi bahasa dapat membantu
dalam menentuka metode yang paling sesuai untuk pasien.
6. Meningkatkan kemampuan koping.
Dengan memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaan
mengenai ventilator, kondisi pasien dan lingkungan secara umum sangat
bermanfaat. Memberikan penjelasan prosedur setiap kali dilakukan untuk
mengurangi ansietas dan membiasakan klien dengan rutinitas rumah sakit. Klien
mungkin menjadi menarik diri atau depresi selama ventilasi mekanik terutama jika
berkepanjangan akibatnya perawat harus menginformasikan tentang kemajuannya
pada klien, bila memungkinkan pengalihan perhatian seperti menonton TV, bermain
musik atau berjalan-jalan jika sesuai dan memungkinkan dilakukan. Teknik
penurunan stress (pijatan punggung, tindakan relaksasi) membantu melepaskan
ketegangan dan memampukan klien untuk menghadapi ansietas dan ketakutan akan
kondisi dan ketergantungan pada ventilator.
E. Peran Keluarga
Dukungan keluarga menurut Francis dan Satiadarma (2004) merupakan
bantuan/sokongan yang diterima salah satu anggota keluarga dari anggota keluarga
lainnya dalam rangka menjalankan fungsi - fungsi yang terdapat di dalam sebuah
keluarga. Keberhasilan perawatan di rumah sakit yakni pemberian obat akan menjadi
sia-sia apabila tidak ditunjang oleh peran serta dukungan keluarga. Penelitian yang
dilakukan oleh Jenkins, dkk (2006) menunjukkan bahwa family caregivers adalah
sumber yang sangat potensial untuk menunjang dalam perawatan pasien dengan
ventilator, diantaranya :
a. Keluarga memanfaatkan waktu jam kunjung untuk turut memberi motivasi
pada pasien untuk semangat dalam menjalani perawatan di ICU
b. Laporkan kepada petugas apabila saat berkunjung pasien : sesak nafas,
gelisah, keluar keringat banyak dan pasien berontak
c. Keluarga bersikap tenang pada saat berkunjung
d. Keluarga turut memberikan dukungan sosial dan spiritual kepada pasien
e. Keluarga diharapkan menjaga kenyamanan di ruangan ICU
f. Keluarga dilarang menyentuh tombol pada alat-alat di sekitar pasien
F. Perawatan pasien ICU
a. Mengeluarkan lendir yang mengahalangi jalan nafas dengan pengisapan yang
didahului dengan nebulizer dan fisioterapi nafas yaitu, clapping (ditepuk-tepuk),
fibrating (digetarkan) dan postural drainage (dirubah posisi sesuai kebutuhan)
b. Menjaga kebersihan mulut pasien (oral hygiene) dengan clorhexidine
c. Memberikan latihan gerak untuk mencegah atropi (pengecilan otot) dan kontraktur
(kekakuan otot)
d. Memberikan nutrisi dengan kebutuhan melalui selang NGT
e. Melakukan perubahan posisi yaitu miring kanan dan miring kiri setiap 2 jam
f. Menjaga kebersihan diri pasien (memandikan, membersihkan BAB dan BAK)
g. Memberikan pengobatan dan cairan sesuai advice dokter
h. Memenuhi kebutuhan psikososial dan spiritual
MATERI PENYULUHAN VAP (VENTILATOR ASSOSIATED PNEUMONIA)
 
1. Definisi
VAP (Ventilator asosiated pneumonia) didefinisikan sebagai pneumonia
nosokomial yang terjadi setelah 48 jam pada pasien dengan bantuan ventilasi
mekanik baik itu melalui pipa endotrakeal maupun pipa trakeostomi. (Rozaliyani danSwidhar
moko, 2010).
Sedangkan American College of Chest Physicians mendefinisikan VAP sebagai
suatu keadaan dimana terdapat gambaran infiltrat baru dan menetap padafoto toraks
disertai salah satu tanda yaitu, hasil biakan darah atau pleura sama denganmikroorganisme
yang ditemukan di sputum maupun aspirasi trakea, kavitasi pada fototorak, gejala
pneumonia atau terdapat dua dari tiga gejala berikut yaitu demam,leukositosis dan sekret
purulen (Marik & Varon, 2001; dikutip Rozaliyani danSwidharmoko, 2010).
Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada
paru(Pneumonia) yang disebabkan oleh pemakaian ventilator dalam jangka waktu yang
lama pada pasien (Smeltzer & Bare, 2001; dikutip Yolanda 2013).
Jadi Ventilator Associated Pneumonia (VAP) adalah pneumonia akibat infeksinosokomial
pada pasien ICU yang menggunakan ventilator baik melalui pipa endotrakeal maupun pipa
trakeostomi yang terjadi setelah 48 jam menggunakan ventilator disertai hasil biakan darah
atau pleura sama dengan mikroorganisme yang ditemukan di sputum maupun aspirasi
trakea, kavitasi pada fototorak,
Gejala pneumonia atau terdapat dua dari tiga gejala berikut yaitu demam,
leukositosis dan sekret purulen (Marik & Varon, 2001; dikutip Rozaliyani danSwidharmoko,
2010). Merupakan suatu peradangan pada paru (Pneumonia) yang disebabkan oleh
pemakaian ventilator dalam jangka waktu yang lama pada pasien (Smeltzer & Bare, 2001;
dikutip Yolanda 2013).

2. Etiologi
Beberapa kuman di duga sebagai penyebab VAP. Berdasarkan hasil isolasi
kuman pada pasien dengan diagnosis VAP, bakteri gram negatif sangat sering ditemukan,
namun hasil isolasi dengan bakteri gram positif telah mengalami peningkatan dalam
beberapatahun terakhir, terutama pada neonates (Afjeh dkk, 2010).
Bakteri penyebab VAP dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan onset
ataulamanya pola kuman. Bakteri penyebab VAP pada kelompok I adalah kuman
gramnegatif (Enterobacter spp, Escherichia coli, Klebsiella spp, Proteus spp,
Serrataimarcescens), Haemophilus influenza, Streptococcus pneumonia, dan Methicillin
Sensitif , Staphylococcus Aureus (MSSA).
Bakteri kelompok II adalah bakteri penyebab kelompok I ditambah kuman
anaerob, Legionella pneumophilia dan Methicillin ResistanStaphylococcus Aureus (MRSA).
Bakteri penyebab kelompok III adalah Pseudomonasaeruginosa, Acetinobacter spp, dan
MRSA (Wiryana, 2007).Beberapa penelitian memberikan hasil yang bervariasi tentang
kuman penyebab VAP, seperti terlihat pada tabel di bawah ini (Vincent, dkk 2011)
 
3. Patofisiologi
Patofisiologi dari VAP, adalah melibatkan dua proses utama yaitu kolonisasi
padasaluran pernafasan dan saluran pencernaan serta aspirasi sekret dari jalan nafas atas
dan bawah. 
Kolonisasi bakteri mengacu pada keberadaan bakteri tanpa adanya gejala.Kolonisasi
bakteri pada paru-paru dapat disebabkan oleh penyebaran organisme
dari berbagai sumber, termasuk orofaring, rongga sinus, nares, plak gigi, aluran pencernaa,
kontak pasien, dan sirkuit ventilator. Inhalasi bakteri dari salah satu sumber ini
dapatmenyebabkan timbulnya gejala, dan akhirnya terjadi VAP (Wiryana, 2007). Kolonisasi
mikroorganisme patogen dalam sekret akan membentuk biofilm dalamsaluran pernapasan.
Mulai pada awal 12 jam setelah intubasi, biofilm mengandungsejumlah besar bakteri yang
dapat disebarluaskan ke dalam paru-paru melalui ventilator.Pada keadaan seperti ini, biofilm
dapat terlepas oleh cairan ke dalam selang endotrakeal, suction, batuk, atau reposisi dari
selang endotrakeal (Niederman dkk, 2005).
Selang endotrakeal menyebabkan gangguan abnormal antara saluran napas
bagianatas dan trakea, melewati struktur dalam saluran napas bagian atas dan
memberikan bakteri jalan langsung ke saluran napas bagian bawah. 
Karena saluran napas bagian ataskehilangan fungsi karena terpasang selang
endotrakeal, kemampuan tubuh untukmenyaring dan melembabkan udara mengalami
penurunan. Selain itu, refleks batuksering mengalami penurunan bahkan hilang akibat
pemasangan selang endotrakeal dankebersihan mukosasilier bisa terganggu karena cedera
mukosa selama intubasi. Selangendotrakeal menjadi tempat bagi bakteri untuk melekat di
trakea, keadaan ini dapatmeningkatkan produksi dan sekresi lender ebih lanjut. Penurunan
mekanisme pertahanandiri alami tersebut meningkatkan kemungkinan kolonisasi bakteri dan
aspirasiPneumonia akibat pemasangan ventilator (VAP) adalah umum di unit
perawatanintensif ( ICU ). VAP dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan kematian,
lama tinggaldi rumah sakit, dan biaya. Tingkat kematian yang timbul dari VAP adalah 27%
danmencapai 43% saat agen penyebab adalah resisten antibiotik. Lama tinggal
diunit perawatan intensif meningkat sebesar 5 sampai 7 hari dan memperpanjang lama pera
watan di rumah sakit 2 sampai 3 kali lipat pada pasien dengan VAP . Biaya perawatan VAP
diperkirakan bertambah $ 40000 per pasien dan sekitar $ 1,2 miliar
per tahun
4. Manifestasi Klinis
a. Demam 
b. Leukositosis
c. Secret purulent
d. Kavitasi pada foto torak
e. Nilai oksigenasi PaO2/ FiO2 mmHg ≤ 240 dan tidak terdapat ARDS

5. Diagnosa
Diagnosis VAP ditegakkan setelah menyingkirkan adanya pneumonia sebelumnya,
terutama pneumonia komunitas (Community Acquired Pneumonia). Bila dari awal pasien
masuk ICU sudah menunjukkan gejala klinis pneumonia maka diagnosis VAP disingkirkan,
namun jika gejala klinis dan biakan kuman didapatkan setelah 48 jam  dengan ventilasi
mekanik serta nilai total CPIS > atau = 6, maka diagnosis VAP dapat ditegakkan, jika nilai
total CPIS <6 maka diagnosis VAP disingkirkan. (Luna, 2003)
Spesifisitas diagnosis klinis dapat ditingkatkan dengan menghitung
clinical pulmonary infection score (CPIS) yang menggabungkan data klinis,
laboratorium, perbandingan tekanan oksigen dengan fraksi oksigen (PaO2/FiO2) dan
foto toraks (Tabel5). Skor <6 menyingkirkan diagnosis VAP sedangkan skor lebih tinggi
mengindikasikankecurigaan VAP. Penghitungan CPIS sederhana tetapi sensitivitas dan
spesifisitasnya bervariasi. (Fartoukh, 2003 ; Torres , 2004; Ioanas, 2001).
6. Patofisiologi
Patofisiologi dari VAP, adalah melibatkan dua proses utama yaitu kolonisasi
padasaluran pernafasan dan saluran pencernaan serta aspirasi sekret dari jalan nafas
atasdan bawah. Kolonisasi bakteri mengacu pada keberadaan bakteri tanpa adanya gejala.
Kolonisasi bakteri pada paru-paru dapat disebabkan oleh penyebaran
organismedari berbagai sumber, termasuk orofaring, rongga sinus, nares, plak gigi, aluran p
encernaan, kontak pasien, dan sirkuit ventilator. Inhalasi bakteri dari salah satu sumber ini
dapatmenyebabkan timbulnya gejala, dan akhirnya terjadi VAP
(Wiryana, 2007).Kolonisasi mikroorganisme patogen dalam sekret akan membentuk biofilm
dalamsaluran pernapasan. Mulai pada awal 12 jam setelah intubasi, biofilm
mengandungsejumlah besar bakteri yang dapat disebarluaskan ke dalam paru-paru melalui
ventilator.Pada keadaan seperti ini, biofilm dapat terlepas oleh cairan ke dalam selang
endotrakeal,suction, batuk, atau reposisi dari selang endotrakeal (Niederman dkk, 2005).
Selang endotrakeal menyebabkan gangguan abnormal antara saluran napas
bagianatas dan trakea, melewati struktur dalam saluran napas bagian atas dan
memberikan bakter jalan langsung ke saluran napas bagian bawah. 
Karena saluran napas bagian ataskehilangan fungsi karena terpasang selang
endotrakeal, kemampuan tubuh untukmenyaring dan melembabkan udara mengalami
penurunan. Selain itu, refleks batuksering mengalami penurunan bahkan hilang akibat
pemasangan selang endotrakeal dankebersihan mukosasilier bisa terganggu karena cedera
mukosa selama intubasi. Selangendotrakeal menjadi tempat bagi bakteri untuk melekat di
trakea, keadaan ini dapatmeningkatkan produksi dan sekresi lender ebih lanjut. Penurunan
mekanisme pertahanandiri alami tersebut meningkatkan kemungkinan kolonisasi bakteri dan
aspirasi Pneumonia akibat pemasangan ventilator (VAP) adalah umum di unit perawatan
intensif (ICU ).VAP dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan kematian, lama tinggaldi
rumah sakit, dan biaya. Tingkat kematian yang timbul dari VAP adalah 27% danmencapai
43% saat agen penyebab adalah resisten antibiotik. Lama tinggal
diunit perawatan intensif meningkat sebesar 5 sampai 7 hari dan memperpanjang 
lama perawatan di rumah sakit 2 sampai 3 kali lipat pada pasien dengan VAP 

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fungsi paru paru: volume makin menurun ( kongesti dan
kolapsalveolar) : tekanan saluran udara meningkat dan kapasitas pemenuhan
udaramenurun, hipoksemia. 
b. Analisis gas darah ( analysis blood gasses – ABGS) dan pulse oximetry :
c. Abnormalitas mungkin timbul tergantung dari luasnya kerusakan paru– paru.
d. Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan absesluas/infilt
rat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi(bakterial); atau
penyebaran /perluasan infiltrat nodul (virus).
MATERI PENYULUHAN DVT
A. PENGERTIAN DVT
DVT adalah kondisi dimana bekuan darah dalam bentuk deep vein (vena
dalam), biasanya di kaki. Ada dua tipe dari vena-vena di kaki; vena-vena superficial
(dekat permukaan) dan vena-vena deep (yang dalam).Deep vein thrombosis (DVT)
atau trombosis vena dalam adalah kondisi ketika terjadi penggumpalan darah pada
satu atau lebih pembuluh darah vena dalam.Biasanya DVT terjadi di paha atau betis,
tapi bisa juga terbentuk di bagian tubuh yang lain. DVT bisa menyebabkan nyeri dan
pembengkakan di tungkai yang dapat mengakibatkan komplikasi serius emboli paru,
yaitu suatu kondisi saat gumpalan darah masuk ke aliran darah dan menyumbat
pembuluh darah arteri di paru-paru.

B. JENIS DVT
Klasifikasi umum DVT  terbagi menjadi
1.      Venous thromboembolism (VTE), yang terjadi pada pembuluh balik
2.      Arterial thrombosis, yang terjadi pada pembuluh nadi

C. PENYEBAB DVT

1.      Diet Statis aliran darah


2.      Abnormalitas dinding pembuluh darah
3.      Gangguan mekanisme pembekuan
4.      Statis vena terjadi bila aliran darah melambat.
DVT adalah penyakit yang dapat terjadi akibat 3 faktor, yaitu gangguan aliran
darah (stasis vena), kerusakan pembuluh darah, atau kondisi di mana darah mudah
menggumpal (hiperkoagulabilitas). Segala kondisi atau kejadian yang dapat
mengakibatkan terjadinya 1 dari ketiga faktor tersebut, berisiko menimbulkan DVT.
Timbulnya 2 atau 3 faktor sekaligus, makin meningkatkan risiko timbulnya DVT.
Beberapa kondisi tersebut, antara lain:
Stasis vena. Stasis vena adalah kondisi terganggu atau melambatnya aliran darah pada
vena, yang dapat disebabkan oleh:
 Prosedur bedah yang membius pasien selama 1 hingga 1,5 jam.
 Operasi daerah panggul atau tungkai, seperti operasi penggantian panggul.
 Perjalanan panjang dengan mobil, kereta atau pesawat, sehingga tungkai tidak
banyak bergerak, terutama perjalanan lebih dari 4 jam.
 Penyakit atau cedera yang menyebabkan tubuh tidak bergerak dalam waktu lebih
dari 3 hari. Misalnya, patah tulang atau stroke.
 Gagal jantung.
 Terdapat varises.
 Polisitemia vera.

Kerusakan pembuluh darah. Beberapa kondisi yang bisa menyebabkan kerusakan


pembuluh darah adalah:

 Vaskulitis.
 Pemasangan kateter vena sentral (CVC).
 Obat-obatan kemoterapi.
 Pengguna NAPZA jenis suntik.
 Sepsis.

Hiperkoagulabilitas. Hiperkoagulabilitas merupakan suatu kondisi di mana darah lebih


mudah untuk menggumpal atau membeku. Kondisi ini dapat diakibatkan kelainan genetik
yang diturunkan atau didapat. Berikut ini merupakan penyebab hiperkoagulabilitas akibat
kelainan genetik, antara lain:

 Kekurangan protein pengencer darah alami, seperti protein S (defisiensi protein S),
protein C (defisiensi protein C), antithrombin III (defisiensi ATIII).
 Factor V Leiden.
 Mutasi gen prothrombin.
 Kadar homosistein tinggi (hyperhomocysteinemia).
 Meningkatnya kadar fibrinogen atau disfungsi fibrinogen (disfibrinogenemia).
 Kelebihan faktor pembekuan VIII, IX dan XI.
 Kelainan sistem fibrinolisis, sepeti hipoplasminogenemia, displasminogenemia dan
meningkatnya kadar plasminogen activator inhibitor (PAI-1).

Hiperkoagulabilitas yang terjadi karena disebabkan oleh suatu kondisi yang didapat, seperti:

 Kanker.
 Obesitas.
 Kehamilan.
 Konsumsi terapi pengganti hormon.
 Konsumsi pil KB.
 Sindrom antifosfolipid.
 Sindrom nefrotik (terlalu banyak protein dalam urine).
 Penggunaan obat untuk mengatasi kanker, seperti thalidomide.
 Diabetes.
 Lupus.

D. TANDA GEJALA DVT


1.      Pembengkakan kaki
2.      Kelelahan kaki
3.      Vena permukaan terlihat
4.      Warna atau kulit merah
5.      Kelembutan atau nyeri di kedua kakinya. Ini mungkin terjadi saat Anda berjalan
atau berdiri.

E. KOMPLIKASI DVT
1.      Emboli pulmonal
2.      Penyumbatan pembuluh darah
3.      Miocard ischemia

F. PEMERIKSANN PENUNJANG
1.        Venography
2.        D-dimer
3.        EKG

G. PENCEGAHAN
1.      Minum obat yang diresepkan dokter untuk mencegah atau mengobati gumpalan
darah
2.      Konsul ulang dengan dokter Anda untuk merubah obatan dan tes darah.
3.      Jika bepergian lewat udara, bus atau kereta, jalan naik dan turun setiap beberapa
jam.
4.      Jika duduk, latih otot betis Anda dengan menarik jempol kaki Anda kearah lutut
beberapa kali setiap jam.
5.      Pertimbangkan untuk mengenakan stocking kompresi.
6.      Tetap minum air (hindari kafein dan alkohol) dan gunakan pakaian longgar.
7.      Sesudah operasi atau sakit, cobalah untuk turun tempat tidur dan bergerak segera
setelah disarankan oleh dokter Anda. Minum obat untuk mencegah gumpalan darah
seperti disarankan dokter sesudah operasi.
DAFTAR PUSTAKA
Feliciano DV, Mattox KL, Moore EE. 2008. Trauma Sixth Edition New York: McGraw Hill
Purnawan,I.,at.all., Mengelola pasien dengan ventilator mekanik, Reka Tama, Jakarta,
2010,hal.21
Tanjung, Dudut.2003.Asuhan Keperawatan Klien Dengan Ventilasi Mekanik. Diakses dari
http://library.usu.ac.id/ pada tanggal 6 Januari 2016
Mbaubedari, Sokrates. 2011. Formula Penilaian Resiko Operasional Ventilator Mekanik
Bagi Perawat. Diakses dari http://lontar.ui.ac.id/ pada tanggal 6 Januari 2016
Mackman N, Becker R (2010). DVT: a new era in anticoagulant therapy. Arterioscler Thromb
Vasc Biol.
Brunner & Suddarth (1997), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol 2, EGC,
Jakarta
Marilyn E. Doenges, (1993), Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta
Sarwono, (1997), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3, Jilid I, FKUI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai