SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU JAKARTA 2021 A. Pengertian Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi (Carpenito, Lynda, Juall, 2000). Ventilator adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen selama waktu yang lama (Brunner and Suddarth, 2001). Ventilasi mekanik dengan alatnya yang disebut ventilator mekanik adalah suatu alat bantu mekanik yang berfungsi memberikan bantuan nafas pasien dengan cara memberikan tekanan udara positif pada paru-paru melalui jalan napas bantuan. Ventilator mekanik merupakan perlatan “wajib” pada unti perawatan intensif atau ICU (Corwin, Elizabeth J, 2001). Ventilator adalah suatu sistem alat bantuan hidup yang dirancang untuk menggantikan atau menunjang fungsi pernapasan yang normal. Tujuan utama pemberian dukungan ventilator mekanik adalah untuk mengembalikan fungsi normal pertukaran udara dan memperbaiki fungsi pernapasan kembali ke keadaan normal (Bambang Setiyohadi, 2006). Merawat pasien pada ventilator mekanis telah menjadi bagian integral dari asukan keperawatan di unti perawatan kritis, di unit medical bedah umum, di fasilitas perawatan yang luas, dan bahkan di rumah. Perawat, dokter, dan ahli terapis pernapasan harus mengerti masing-masing kebutuhan pernapasan spesifik pasien dan bekerja bersama untuk membuat tujuan yang realistis. Rumusan penting untuk hasil pasien positif termasuk memahami prinsip-prinsip ventilasi mekanis dan perawatan yang dibutuhkan dari pasien, juga komunikasi terbuka diantara tim perawatan kesehatan tentang tujuan terapi, rencana penyapihan (weaning), dan toleransi pasien terhadap perubahan dalam pengesetan ventilator. B. Klasifikasi Ventilator Terdapat beberapa jenis ventilator mekanis. Ventilator diklasifikasikan berdasarkan cara alat tersebut mendukung ventilasi. Dua kategori umum adalah ventilator tekanan negatif dan tekanan positif. Sampai sekarang kategori yang paling umum digunakan adalah ventilator tekanan positif. Ventilator tekanan positif juga termasuk klasifikasi metoda fase inspirasi akhir (tekanan bersiklus, waktu bersiklus, dan volume bersiklus). 1. Ventilator Tekanan Negatif Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada eksternal. Dengan mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi memungkinkan udara untuk mengalir ke dalam paru-paru, sehingga memenuhi volumenya. Secara fisiologis, jenis ventilasi terbaru ini serupa dengan ventilasi spontan. Ventilator jenis ini digunakan terutama pada gagal napas kronik yang berhubungan dengan kondisi neurovascular seperti poliomyelitis, distromuskular, sclerosis lateral amiotrofik, dan miastenigravis. Penggunaannya tidak sesuai untuk pasien yang tidak stabil atau pasien yang kondisinya membutuhkan perubahan ventilator sering. Ventilator tekanan negatif adalah alat yang mudah digunakan dan tidak membutuhkan intubasi jalan napas pasien. Ventilator ini digunakan paling sering untuk pasien dengan fungsi pernapasan borderline akibat penyakit neuromuscular. Akibatnya ventilator ini sangat baik untuk digunakan di lingkungan rumah. Terdapat beberapa jenis ventilator tekanan negatif seperti iron lung, body wrap, dan chest cuirass. 2. Ventilator Tekanan Positif Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan tekanan positif pada jalan napas, serupa dengan mekanisme di bawah, dan dengan demikian mendorong alveoli untuk mengembang selama inspirasi. Eskpirasi terjadi secara pasif. Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi endotrakea atau trakeostomi. Ventilator ini secara luas digunakan di lingkungan rumah sakit dan meningkat penggunaannya di rumah untuk pasien dengan penyakit paru primer. Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif yaitu: a. Ventilator Tekanan Bersiklus Ventilator tekanan bersiklus adalah ventilator tekanan positif yang mengakhiri inspirasi ketika tekanan preset telah tercapai. Dengan kata lain, siklus ventilator hidup, mengantarkan aliran udara sampai tekanan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya tercapai, dan kemudian siklis mati. Keterbatasan utama dengan ventilator jenis ini yaitu bahwa volume udara atau oksigen dapat beragam sejalan dengan perubahan tehanan atau kompliens jalan napas pasien. akibatnya adalah suatu ketidakkonsistensian dalam jumlah volume tidal yang dikirimkan dan kemungkinan mengganggu ventilasi. Konsekuensinya, pada orang dewasa, ventilator tekanan bersiklus dimaksudkan hanya untuk menggunaan jangka pendek di ruangan pemulihan. Jenis yang paling umum dari ventilator jenis ini adalah mesin IPPB. b. Ventilator Waktu Bersiklus Ventilator watru bersiklus mengakhiri atau mengendalikan inspirasi setelah waktu yang ditentukan. Volume udara yang diterima pasien diatur oleh kepanjangan inspirasi dan frekuensi kontrol yang menentukan frekuensi pernapasan, tetapi waktu persiklus murni jarang digunakan untuk orang dewasa. Ventilator ini digunakan pada neonates dan bayi. c. Ventilator Volume Bersiklus Ventilator volume bersiklus sejauh ini adalah ventilator tekanan positif yang paling banyak digunakan sekarang. Dengan ventilator jenis ini, volume udara yang akan dikirimkan pada setiap inspirasi telah ditentukan. Mana kala volume preset ini telah dikirimkan pada pasien, siklus ventilator mati dan ekshalasi terjadi secara pasif. Dari satu na[as ke napas lainnya, volume udara yang dikirimkan oleh ventilator secara relative konstan, sehingga memastikan pernapasan yang konsisten adekuat meski tekanan jalan napas beragam. C. Fisiologis Pernafasan Ventilator Fisiologi Pada pernapasan spontan inspirasi terjadi karena diafragma dan otot intercostalis berkontraksi, rongga dada mengembang dan terjadi tekanan negatif, sehingga aliran udara masuk ke paru, sedangkan fase ekspirasi berjalan secara pasif. Pada pernapasan dengan ventilasi mekanik, ventilator mengirimkan udara dengan memompakkan ke paru pasien, sehingga tekanan selama inspirasi adalah positif dan menyebabkan tekanan intra thorakal meningkat. Pada akhir inspirasi tekanan dalam rongga thorax paling positif. Efek Akibat dari tekanan positif pada rongga thorax, darah yang kembali ke jantung terhambat, venous return menurun, maka cardiac output juga menurun. Bila kondisi penurunan respon simpatis (misalnya karena hypovolemia, obat dan usia lanjut), maka bisa mengakibatkan hipotensi. Darah yang lewat paru juga berkurang karena ada kompresi microvaskuler akibat tekanan positif sehingga darah yang menuju atrium kiri berkurang, akibatnya cardiac output juga berkurang. Bila tekanan terlalu tinggi bisa terjadi gangguan oksigenasi. Selain itu bila volume tidak terlalu tinggi yaitu lebih dari 10-12 ml/kg BB dan tekanan lebih besar dari 40 CmH2O, tidak hanya mempengaruhi cardiac output (curah jantung) tetapi juga resiko terjadinya pneumothorax. D. Indikasi Ventilator Jika pasien mengalami penurunan kontinu oksigenasi (PaO 2), peningkatan kadar karbondioksida arteri (PaCO2), dan asidosis persisten (penurunan pH), maka ventilasi mekanis kemungkinan diperlukan. Selain itu pada kondisi di bawah ini diindikasikan menggunakan ventilator mekanis. 1. Gagal napas Pasien dengan distress pernapasan gagal napas (apnue) maupun hipoksemia yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan indikasi ventilator mekanik. Idealnya pasien telah mendapat intubasi dan pemasangan ventilator meknaik sebelum terjadi gagal napas yang sebenarnya. Distress pernapasan disebabkan ketidakadekuatan ventilasi dan atau oksigenasi. Prosesnya dapat berupa kerusakan (seperti pada pneumonia) maupun karena kelemahan otot pernapasan dada (kegagalan memompa udara karena ditrofi otot). 2. Insufisiensi Jantung Tidak semua pasien dengan ventilator mekanik memiliki kelainan pernapasan primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan kebutuhan aliran darah pada sistem pernapasan (sistem pernapasan sebagai akibat peningkatan kerja napas dan konsumsi oksigen) dapat mengakibatkan kolaps. Pemberian ventilator untuk mengurangi beban kerja sistem pernapasan sehingga beban kerja jantung juga berkurang. 3. Disfungsi Neurologis Pasien dengan GCS 8 atau kurang, beresiko mengalami apnue berulang juga mendapatkan ventilator mekanik. Selain itu ventilator mekanik berfungsi untuk menjaga jalan napas pasien. Ventilator mekanik juga memungkinkan pemberian hiperventilasi pada klien dengan peningkatan tekanan intra kranial. 4. Tindakan Operasi Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anastesi dan sedative sangat terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya gagal napas selama operasi akibat pengaruh obat sedative sudah bisa tertangani dengan keberadaan ventilator mekanik E. Komplikasi Ventilator Pasien dengan ventilator memerlukan observasi, keterampilan dan asuhan keperawatan berulang. Komplikasi yang dapat terjadi dengan terapi ventilator ini adalah: a. Komlikasi pada jalan napas Aspirasi dapat terjadi sebelum, selama atau setelah intubasi. Kita dapat meminimalkan resiko aspirasi setelah intubasi dengn menggunakan selang, mempertahankan manset mengembang, dan melakukan penghisapan oral dan selang kontinu secara adekuat. Bila resusitasi diperpanjang dan distensi gastrik terjadi, jalan napas harus damankan sebelum memasang selang nasogatrik untuk dekompresi lambung. Bila aspirasi terjadi potensial untuk terjadinya SDPA meningkat. Prosedur intubasi itu sendiri merupakan resiko tinggi. Contoh komplikasi intubasi meliputi: 1) Intubasi lama dan rumit meningkatkan hipoksia dan trauma trakea 2) Intubasi batang utama (biasanya kanan) ventilasi tak seimbang, meningkatkan laju mortalitas 3) Intubasi sinus piriformis (jarang) abses faringeal 4) Pneumonia pseudomonas sering terjadi pada kasus intubasi lama dan selalu kemungkinan potensial dari alat terkontaminasi b. Masalah Selang Endotrakeal Bila selang diletakkan secara nasotrakeal, infeksi sinus berat dapat terjadi. Alternatifnya, karena posisi selang pada faring, orifisium ke telinga tengah dapat tersumbat, menyebabkan otitis media berat, kepanpun pasien mengeluh nyeri sinus atau telinga atau terjadi demam dengan etiologi yang tidak diketahui, sinus dan telinga harus diperiksa untuk kemungkinan sumber infeksi. Beberapa derajat kerusakan trakeal disebebkan oleh intubasi lama. Stenosis trakeal dan malasia dapat diminimalkan bila tekanan manset diminimalkan. Sirkulasi arteri dihambat oleh tekanan manset kurang leboh 30 mm/Hg. Penurunan insiden stenosis dan malasia telah dilaporkan dimana tekanan manset dipertahankan kurang lebih 20 mm/Hg. Bila edema laring terjadi, maka ancaman kehidupan paska esktubasi dapat terjadi. c. Masalah mekanis Malfungsi ventilator adalah potensial masalah serius. Tiap 2-4 jam ventilator diperiksa oleh staf keperawatan atau pernapasan. VT tidak adekuat disebebkan oleh kebocoran dalam sirkuit atau anset, selah atau ventilator lepas, atau obtruksi aliran. Selanjutnya disebabkan oleh terlipatnya selang, tahanan sekresi, bronkospasme berat, spasme batuk, atau tergigitnya selang endotrakeal. Secara latrogenik menimbulkan komplikasi melampaui kelebihan ventilasi mekanis yang menyebabkan alkalosis respiratori dank arena ventilasi mekanis yang menyebabkan asidosis respiratori atau hoksemia. Penilaian GDA menentukan efektivitas ventilasi mekanis. Perhatikan, bahwa pasien PPOM diventilasi pada nilai GDA normal mereka yang dapat melibatkan kadar karbondioksida tinggi. d. Penurunan curah jantung Penurunan curah jantung ditunjukkan oleh hipotensi bila pasien pertama kali dihubungkan ke ventilator ditandai adanya kekurangan tonus simpatis dan menurunnya aliran balik vena. Selain itu hipotensi adalah tanda lain dan gejala dapat meliputi gelisah yang tidak dapat dijelaskan, penurunan tingkat kesadaran, penurunan haluaran urine, nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat, pucat, lemah, dan nyeri dada. Hipotensi biasanya diperbaiki dengan meningkatkan cairan untuk memperbaiki hypovolemia. e. Kesimbangan air positif Penurunan aliran balik vena ke jantung dirangsang oleh regangan reseptor bagal pada atrium kanan. Manfaat hypovolemia ini merangsang pengeluaran hormone antidiuretic dan hipofise posterior. Penurunan curah jantung menimbulkan penurunan haluaran urine melengkapi masalah dengan merangsang respons aldosterone renin angiotensin. Pasien yang bernapas secara mekanis, hemodinamik tidak stabil, dan yang memerlukan jumlah besar resusitasi cairan dapat mengalami edema luas, meliputi edema sacral dan fasial. F. Setting Ventilator a. Frekuensi pernapasan permenit Frekuensi napas adalah jumlah pernapasan yang dilakukan ventilator dalam satu enit. Setting normal pada pasien dewasa adalah 10-12x/menit. Parameter alarm RR diseting diatas dan dibawah nilai RR yang diset. Misalnya set RR sebesar 10x/menit, maka setingan alarm seblaiknya diatas 12x/menit dan dibawah 8x/menit. Sehingga cepat mendeteksi terjadinya hiperventilasi atau hipoventilasi. b. Tidal volume Volume tidak merupakan jumlah gas yang diantarkan oleh ventilator ke pasien setiap kali bernapas. Umumnya diseting antara 8-10 cc/kgBB, tergantung dari compliance, resistance, dan jenis kelainan paru. Pasien dengan paru normal mampu mentolerir volume tidak 10-15 cc/kgBB, sedangkan untuk pasien PPOK cukup dengan 5-8 cc/kgBB. Parameter alarm tidal volume diseting diatas dan dibawah nilai yang kita seting. Monitoring volume tidal sangat perlu jika pasien menggunakan time cycled. c. Konsentrasi oksigen (FiO2) FiO2 adalah jumlah kandungan oksigen dalam udara inspirasi yang diberikan oleh ventilator ke pasien. konsentrasinya berkisar 21-100%. Settingan FiO2 pada awal pemasangan ventilator direkomendasikan sebesar 100%. Untuk memenuhi kebutuhan FiO2 yang sebenarnya, 15 menit pertama setelah pemasangan ventilator dilakukan pemeriksaan analisa gas darah. Berdasarkan pemeriksaan AGD tersebut maka dapat dilakukan penghitungan FiO2 yang tepat bagi pasien. d. Rasio inspirasi-ekspirasi Rumus Rasio Inspirasi-Ekspirasi Waktu inspirasi + waktu istirahat Waktu ekspirasi Keterangan: 1) Waktu inspirasi merupakan waktu yang diperlukan untuk memberikan volume tidak atau mempertahankan tekanan 2) Waktu istirahat merupakan periode diantara waktu inspirasi dengan ekpirasi 3) Waktu ekspirasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan udara pernapasan 4) Rasio inspirasi: ekspirasi biasanya disetting 1:2 yang merupakan nilai normal fisiologis inspirasi dan ekspirasi. Akan tetapi terkadang diperlukan fase inspirasi yang sama atau lebih lama dibandingkan ekspirasi untuk meningkatkan PaO2. e. Limit Pressure / Inspiration Pressure Pressure limit berfungsi untuk mengatur jumlah tekanan dari ventilator volume cycled. Tekanan terlalu tinggi dapat menyebabkan barotrauma. f. Flow rate / peak flow Flow rate merupakan kecepatan ventilator dalam memberikan volume tidak pernapasan yang telah disetting permenitnya g. Sensitivity / trigger Sensitivity berfungsi untuk menentukan seberapa besar usaha yang diperlukan pasien dalam memulai inspirasi dari ventilator. Pressure sensitivity memiliki nilai sensitivitas antara 2 sampai -20 cmH20, sedangkan untuk flow sensitivity adalah antara 2-20 L/menit. Semakin tinggi nilai pressure sensitivity maka semakin mudah seseorang melakukan pernapasan. Kondisi ini biasanya digunakan pada pasien yang diharapkan untuk memulai bernapas spontan, dimana sensitivitas ventilator disetting -2 cmH2O. Sebaliknya semakin rendah pressure sensitivity maka semakin susah atau berat pasien untuk bernapas spontan. Settingan ini biasanya diterapkan pada pasien yang tidak diharapkan untuk bernapas spontan. h. Alarm Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah menandakan adanya pemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari pasien), sedangkan alrm tekanan tinggi menandakan adanya peningkatan tekanan, misalnya pasien batuk, cubing tertekuk, terjadi fighting, dan lain-lain. Alarm volume rendah menandakan kebocoran. Alrm jangan pernah diabaikan tidak dianggap dan harus dipasang dalam kondisi siap. i. Positive end ekspirasi pressure (PEEP) PEEP bekerja dengan cara mempertahankan tekanan positif pada alveoli diakhir ekspirasi. PEEP mampu meningkatkan kapasitas residu fungsional paru dan sangat penting untuk meningkatkan penyerapan O2 oleh kapiler paru. G. Gambaran dan Pengesetan Volume Ventilator Berbagai gambaran digunakan dalam penatalaksanaan pasien pada ventilator mekanis. Ventilator disesuaikan sehingga pasien merasa nyaman dan “dalam harmoni” dengan mesin. Perubahan yang minimal dari dinamik kardiovaskuler dan paru diharapkan. Jika volume ventilator disesuaikan dengan tepat, kadar gas darah arteri pasien akan terpenuhi dan aka nada sedikit atau tidak ada sama sekali gangguan kardiovaskuler. 1. Atur mesin untuk memberikan volume tidal yang ibutuhkan (10-15 ml/kg). 2. Sesuaikan mesin untuk memberikan konsentrasi oksigen terendah untuk mempertahankan PaO2 normal (80-100 mmHg). Pengesetan ini dapat diatur tinggi dan secara bertahap dikurangi berdasarkan pada hasil pemeriksaan gas darah arteri. 3. Catat tekanan inspiratory puncak 4. Atur cara (bantu-kontrol atau ventilasi mandatory intermiten) dan frekuensi sesuai dengan program medic dokter. 5. Jika ventilator diatur pada cara bantu kontrol, sesuaikan sensitivitasnya sehingga pasien dapat merangsang ventilator dengan upaya minimal (biasanya 2 mmHg dorongan inspirasi negatif). 6. Catat volume 1 menit dan ukur tekanan parsial kerbondioksida (PCO2) dan PO2, setelah 20 menit ventilasi mekanis kontinu). 7. Sesuaikan pengesetan (FO2 dan frekuensi) sesuai dengan hasil pemeriksaan gas darah arteri atau sesuai dengan yang ditentukan oleh dokter. 8. Jika pasien menjadi bingung atau agitasi atau mulai “Bucking” ventilator karena alasan yang tidak jelas, kaji terhadap hipoksemia dan ventilasikan manual pada oksigen 100% dengan bag resusitasi. H. Fokus Pengkajian Keperawatan Perawat mempunyai peran penting dalam mengkaji status pasien dan fungsi ventilator. Dalam mengkaji pasien, perawat mengevaluasi hal-hal berikut: 1. Tanda-tanda vital 2. Bukti adanya hipoksia (gelisah, ansietas, takikardia, peningkatan frekeuensi pernapasan, sianosis) 3. Frekuensi dan pola pernapasan 4. Bunyi napas 5. Status neurologis 6. Volume tidal, ventilasi satu menit, kapasitas vital kuat 7. Kebutuhan penghisapan 8. Upaya ventilasi spontan pasien 9. Status nutrisi 10. Status psikologis Pengakajian fungsi jantung. Perubahan dalam curah jantung dapat terjadi sebagai akibat ventilator tekanan positif. Tekanan intratorak positif selama inspirasi menekan jantung dan pembuluh darah besar, dengan demikian mengurangi arus balik vena dan curah jantung. Hal ini biasanya diperbaiki selama ekshalasi ketika tekanan positif mati. Tekanan positif yang berlebihan dapat menyebabkan pneumotoraks spontan akibat trauma pada alveoli. Kondisi ini dapat dengan cepat berkembang menjadi pneumotoraks tension, yang lebih jauh lagi mengganggu arus balik vena, curah jantung, dan tekanan darah. Untuk mengevaluasi fungsi jantung, perawat pertama-tama harus memperhatikan tanda dan gejala hipoksemia dan hipksia (gelisah, gugup, takikardia, takipnea, pernpasan labored, pucat yang berkembang menjadi sianosis, berkeringat, hipertensi transien, dan penurunan haluaran urin). Jika terpasang kateter arteri pulmonal, curah jantung, indeks jantung, dan nilai-nilai hemodinamik lainnya dapat ditentukan. Pengkajian peralatan ventilator juga harus dikaji untuk memastikan bahwa ventilator berfungsi dengan tepat dan bahwa pengesetannya telah dibuat dengan tepat. Meski perawat tidak benar-benar bertanggung jawab terhadap penyesuaian pengesetan pada ventilator atau pengukuran parameter ventilator (biasanya ini merupakan tanggung jawab dari ahli terapi pernapasan). Perawat bertanggung jawab terhadap pasien dan karenanya harus mengevaluasi bagaimana ventilator mempengaruhi status pasien secara keseluruhan. Dalam memantau ventilator, perawat harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Jenis ventilator (volume bersiklus, tekanan bersiklus, tekanan negatif) 2. Cara pengendalian (kontrol, bantu/kontrol, intermittent mandatory, ventilation) 3. Pengesetan volume tidal dan frekuensi 4. Pengesetan F1O2 (fraksi oksigen yang diinspirasi) 5. Tekanan inspirasi yang dicapai dan batasan tekanan 6. Pengesetan sigh (biasanya 1,5x dari volume tidal dan berkisar dari 1-3/jam) jika memungkinkan 7. Adanya air dalam selang, terlepasnya sambungan, atau terlipatnya selang 8. Humidikasi (humidifier dengan air) 9. Alarm (fungsi yang sesuai) 10. PEEP (tekanan akhir ekspiratori positif) atau tingkat dukungan tekanan, jika memungkinkan I. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan perukaran gas Intervensi: a. Kaji suara napas, frkuensi kedalaman dan usaha napas, dan produksi sputum sebagai indikator kefektifan penggunaan alat oenunjang b. Pantau saturasi O2 dengan oksimetri c. Pantau hasil gas darah d. Pantau hasil elektrolit e. Ajarkan kepada pasien teknik bernapas dan relaksasi f. Atur posisi untuk memaksimalkan potensia ventilasi g. Atur posisi untuk mengurangi dyspnea h. Pasang jalan napas melalui mulut atau nasoparing, sesuai dengan kebutuhan i. Bersihkan sekret dengan menganjurkan batuk atau melalui pengisapan j. Dukung untuk bernapas pelan, dalam dan batukkan k. Bantu dengan spirometri insentif, jika perlu l. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu m. Berikan oksigen n. Ajarkan tentang batuk efektif o. Berikan bronkodilator, jika perlu 2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas Intervensi: a. Kaji frekuensi, kedalaman dan upaya pernapasan b. Kaji faktor yang berhubungan seperti nyeri, batuk tidak efektif, mukus kental, dan keletihan c. Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui penurunan atau ketiadaan ventilasi dan adanya suara napas tambahan d. Pantau status oksigen pasien dan status hemodinamik dan irama jantung sebelum, selama dan setelah pengisapan e. Catat jenis dan jumlah sekret yang dikumpulkan f. Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik napas dalam g. Berikan oksigen yang telah dihumidifikasi sesuai dengan instruksi h. Kaji keefektifan pemberian oksigen dan terpai lain i. Kali kecenderungan pada gas darah arteri jika tersedia j. Lakukan atau bantu dalam terapi aerosol, nebulizer, dan perawatan paru lainnya sesuai protokol 3. Penurunan curah jantung Intervensi: a. Lakukan pengkajian komperhensif pada sirkulasi perifer b. Monitor tanda-tanda vital c. Monitor status pernapasan terkait adanya gejala gagal jantung d. Auskultasi suara jantung e. Monitor EKG f. Monitor intake dan output g. Pastikan aktivitas pasien yang tidak membahayakan curah jantung h. Instruksikan pada pasien untuk melapor bila nyeri dada i. Berikan terapi oksigen j. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi k. Anjurkan teknik batuk efektif untuk mengeluarkan sekret l. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat m. Lakukan terapi relaksasi sebagaimana mestinya n. Kelola obat-obatan untuk membebaskan atau mencegah nyeri dan iskemia sesuai dengan kebutuhan o. Sediakan diet jantung J. Daftar Pustaka Bulecheck, Gloria M, dkk (2016). Edisi Keenam Nursing Interventions Clasification (NIC). Indonesia: Elsevier Global Rights. Brunner dan Suddarth. (2001). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC Elizabeth J. Corwin. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC Herdman, T. Heather, dkk. (2015). NANDA International Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC Purnawan, Iwan, Suryono. (2010). Mengelola Pasien Dengan Ventilator Mekanik. Jakarta: Rekatama