Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN SEMINAR KASUS KEPERAWATAN JIWA PADA TN.

H DENGAN
GANGGUAN PRESEPSI SENSORI HALUSINASI

DI RUANG NURI RSJ SOEHARTO HERJAN JAKARTA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Keperawatan Jiwa Yang Diampu
Oleh Ns. Marisca Agustina, S.Kep,. M.Kes

Disusun oleh:
Muhamad Rizki Putra Pamungkas | 18210100135
Adinda Putri Handayani | 18210100140
Egi Permana | 18210100138
Putri Rosmawati | 18210100134
Hana Nurhanisah | 18210100137

PROGRAM PROFESI NERS


UNIVERSITAS INDONESIA MAJU
TAHUN 2022
1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan
hidayahnya kami dapat menyelesaikan Laporan kasus ini dengan baik. Laporan kasus
yang berjudul ” LAPORAN SEMINAR KASUS KEPERAWATAN JIWA PADA TN. H
DENGAN GANGGUAN PRESEPSI SENSORI HALUSINASI DI RUANG NURI RSJ
SOEHARTO HERJAN JAKARTA” disusun untuk memenuhi tugas target Keterampilan
Stase Jiwa Program Studi Profesi Ners di RSJ Soeharto Herjan Jakarta.
Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1.Ditrektur Rumah Sakit Jiwa Soeharto Herjan yang telah memberikan kami ijin dalam
melakukan praktik keperawatan jiwa.
2.Dosen mata kuliah keperawatan jiwa yang telah memberikan bimbingan dan
pengarahan dalam penyelesaian Laporan ini.
3.Orang Tua Kami tercinta yang selalu memberikan do’a restu dan dukungan baik
moral
maupun spiritual dalam proses pembelajaran kami di jurusan keperawatan.
4.Kepala Ruangan di RSJ Provinsi Soeharto Herjan.
5.Serta rekan – rekan dan semua pihak yang terkait dalam penyelesaian dan
penyusunan
laporan ini.
Kami menyadari bahwa Laporan ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan
Laporan ini kedepannya.

Jakarta, 01 2022

Penyusun
2

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 2

BAB I PENDAHULUAN 3
A. LATAR BELAKANG 3

B. TUJUAN 3

C. PROSES PEMBUATAN MAKALAH 4

BAB II TINJAUAN KASUS 5


D. KLIEN 3

E. PENGORGANISASIAN 4

F. PROSES PELAKSANAAN 5

BABII
G. PROSES PELAKSANAAN 8

H. DOKUMENTASI 10

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………11
3

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan adalah suatu kondisi yang bukan hanya bebas dari penyakit, cacat,
kelemahan , tapi benar-benar merupakan kondisi positif dan kesejahteraan
fisik,mental dan social yang memungkinkan untuk hidup produktif.

Manusia adalah mahluk social yang membutuhkan orang lain dalam memenuhi
kebutuhannya,untuk memenuhi kebutuhan tersebut individu dituntut untuk lebih
meningkatkan kinerjanya agar segala kebutuhannya dapat terpenuhi dan tingkat social
di masyarakat lebih tinggi, kemudian ini merupakan dambaan setiap manusia.

Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk
halusinasi ini dapat berubah suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang
paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak
sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau
yang di alamatkan pada pasien. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau berbicara
dengan suara halusinasi itu. Persepsi merupakan respon dari reseptor sensoris
terhadap stimulus eksternal yang diterima. Jika diliputi rasa kecemasan yang berat
maka kemampuan untuk menilai realita dapat terganggu. Gangguan persepsi dapat
terjadi pada proses sensori pengelihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan
pengecapan.
B. Tujuan
A. Tujuan Umum

Dalam penyusunan makalah seminar ini adalah perolehnya pengalaman secara nyata
dalam memberikan Asuhan Keperawatan pada klien dengan Gangguan Persepsi
sensori : halusinasi

B. Tujuan khusus

Tujuan khusus makalah ini maka mahasiswa mampu

a. Melakukan pengkajian pada klien Tn. H

b. Menentukan diagnosa keperawatan pada klien Tn. H

c. Merencanakan tindakan keperawatan pada klien


4

d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien Tn. H

e. Melakukan evaluasi pada klien Tn. H

f. Mendokumentasikan semua kegiatan keperawatan dalam bentuk narasi

C. Proses Pembuatan Makalah Dan Pemilihan Kasus


Proses pembuatan makalah dilakukan untuk memenuhi tugas dalam stase jiwa profesi
ners, dilakukan setelah melaksanakan praktik lapangan selama 3 Minggu di RSJ
SOEHARTO HERJAN Jakarta. Pengambilan kasus dilakukan pada Minggu pertama
sampai dengan Minggu kedua, dipilih pasien mayoritas kasus yang ada di ruangan tempat
praktek, dan hasil setelah wawancara dengan kepala ruangan di dapatkan mayoritas
masalah keperawatan adalah halusinasi. Masalah keperawatan halusinasi diambil dan
dilakukan pengkajian sampai dengan analisa data, kemudian dibuatlah rencana tindakan
sampai dengan penerapan strategi pelaksanaan pada pasien, evaluasi tindakan yang telah
dilakukan dan kemudian di dokumentasikan.
5

BAB II
TINJAUAN KASUS
A. Hasil Pengkajian
Tn. H dirawat di rumah sakit sejak tanggal 30 agustus 2020 dan berada di ruang
nuri, Klien mengatakan klien diantar kerumah sakit oleh keluarga, karena klien berbicara
sendiri. Klien mengatakan sering mendengar bisikan-bisikan disebelah kiri yang
mengajaknya untuk menjadi ustad dan ulama. Klien selalu marah-marah jika kemauannnya
tidak dituruti.
Klien mengatakan klien belum pernah mengalami gangguan jiwa, klien
mengatakan tidak pernah melakukan dan menyaksikan aniaya fisik, baik sewaktu dirumah
maupun semenjak di rumah sakit, klien mengatakan tidak pernah mengalami,
menyaksikan dan melakukan aniaya seksual, baik semenjak sakit maupun sewaktu masih
sakit, klien mengatakan pernah mengalami penolakan yaitu tidak diterima di universitas
yang klien inginkan, klien mengatakan tidak pernah mengalami kekerasan dalam keluarga,
menyaksikan kekerasan dalam keluarga, klien mengatakan tidak pernah melakukan
tindakan kriminal yang berhubungan dengan hukum atau dengan kepolisian, baik sewaktu
dirumahh maupun dirumah sakit, klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya, klien mengatakan klien tidak dipercaya
keluarga memiliki ilmu agama untuk menjadi ustad.
Klie mengatakan keluhan klien sewaktu dirumah adalah klien sering merasa skit
kepala, dan sewaktu klien berada dirumah sakittidak pernah mengeluh sakit kepala. Tn. H
merupakan anak ke 4 dari 6 bersaudara, Tn. H sekarang tinggal bersama bersama ibu
kandungnya. Tn. H sudah tidak berkuliah karena di DO karena sakit. Tn. H mengatakan
Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami gangguan jiwa seperti yang dialami
Tn. H saat ini. Yang menjadi kepala keluarga didalam keluarga Tn. H adalah suami dari
kaka perempuan Tn.H dan yang mengambil keputusan dididalam keluarga Tn. H adalah
suami kakanya, tetapi sebelum keputusan diambil keluarga Tn. H memecahkan dulu
permasalahannya secara bersama dan didalam keluarga Tn. H memakai pola komunikasi
verbal. Keluarga Tn. H memakai bahasa sunda dan indonesia sebagai bahsa sehari-hari
didalam rumah.
Tn. H mengatakan dia menyukai semua organ tubuhnya, mulai dari kepala
sampai kekaki, tetapi klien mengatakan paling suka dengan bagian janggut. Tn. H adalah
anak laki-laki dan Tn. H anak kedua dari 4 saudara, Tn. H berumur 27 tahun dan Tn. H tau
6

dengan tugas dia sebagai anak laki-laki, yaitu menjadi contoh dan untuk menjaga adik-
kakanya. Tn. H mengatakan sewaktu dirumah Tn. H tidak bekerja dan dirumah sakit Tn. H
juga tidak bkerja. Tn. H sangat berharap ingin cepat pulang dan berkuliah kembali. Serta
beraktivitas seperti semula mengaji bersama saudaranya. Tn. H mengatakan sewaktu
dirumah dan sewaktu sehat Tn. H pernah dikucilkan dari masyarakat, Tn. H jarang
bergabung di tengah-tengah masyarakat. Di rumah sakit Tn. H juga jarang berkumpul
bersama teman- teman. Tn. H mengatakan sewaktu di rumah Tn. H mengikuti jarang
mengikuti kegiatan rutin masayarakat 1x seminggu dan sewaktu dirumah sakit Tn. H
sering mengikuti penyuluhan dan TAK diruangan Nuri. Kalau dirumah Tn. H sering
mengaji.Tn. H mengatakan tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan dengan
orang lain, baik sewaktu dirumah maupun di rumah sakit saat dilakukan pengkajian.
Tn. H mengatakan beragama islam, Tn. H meyakini Allah SWT sebagai Tuhan, di
rumah Tn. H mengatakan kegiatan agama yang di lakukan shalat 5 waktu sehari semalam
dan mengikuti pengajian sedangkan di rumah sakit Tn. H mengatakan kegiatan ibadah
yang dilakukan adalah shalat 5 waktu sehari semalam terkadang suka mengaji.Tn. H
mengatakan mandi 2 kali sehari, Pakaian juga ada diganti sekali sehari. Tn. H tampak rapi
dan bersih. Saat dilakukan pengkajian dan interaksi Tn. H kooperatif bicara pelan tapi
jelas.Tn. H menjawab semua pertanyaan yang diberikan, tetapi sedikit untuk memulai
pembicaraan. Saat dilakukan pengkajian Tn. H tampak tenang, ia tidak tampang tegang,
kontak mata ada.Klien mengatakan saat ini klien merasa senang dan tidak cemas, karena
klien merasakan semua perawat diruangan ini baik-baik yang melayani klien dengan baik.
Saat dilakukan interaksi Tn. H kooperatif menjawab semua pertanyaan, kontak mata
kadang ada kadang tidak. Tn. H tidak ada inisiatif untuk bertanya kembali bila ada yang
tidak dimengerti. Klien mengatakan klien sering mendengar suara-suara orang terus
mangajaknya berdakwah dan menjadi ustad yang membuat klien bingung. Saat interaksi
pembicaraan Tn. H sesuai, tidak berbelit-belit dan sampai pada tujuan. Pasien saat ini
tidak mengalami gangguan pada isi pikir. Tn. H senang dengan semua orang yang ada di
ruangan Nuri.

Klien dapat mengingat kejadian masa lalu yaitu saat tidak diterima di universitas
keinginannya dan drop out dari universitas.Klien dapat mengambil keputusan
sederhana, misalnya disuruh memilih mandi atau makan dulu, klien memilih untuk
mandi dulu. Klien menyadari ia sedang sakit dan dirawat dirumah sakit jiwa, klien tau
kalau dia ke rumah sakit jiwa untuk berobat karena dia mengalami gangguan jiwa.
7

Pasien meminum obat dan diawasi perawat. Pasien menggunakan obat yang
diperoleh selama dirawat dirumah sakit. Klien mengatakan apabila ada anggota
keluarga yang sakit selalu membawa ke puskesmas terdekat.

Klien mengatakan keluarga dan masyarakat sekitar tidak mempedulikannya, sehingga


merasa kurang diperhatikan. Tapi pasien dekat dengan adiknya, tidak terlalu sering
kontak dengan lingkungan. Klien tidak memiliki masalah dalam pendidikan, pendidikan
terakhir klien adalah tamatan SMA. Saat ini dan sebelum masuk rumah sakit jiwa klien
bekerja di kedai milik kakaknya, klien tinggal dirumah kakaknya, tidak ada masalah
ekonomi, status ekonomi, tergolong menengah kebawah namun dapat mencukupi
kebutuhan dan untuk berobat Tn. H.

Klien mengetahui kalau saat ini sedang sakit. Pasien mampu mengingat hal-hal yang
sederhana yang dijelaskan/diajarkan. Pasien tidak tahu ia sakit apa dan kenapa ia ada
dirumah sakit jiwa.
B. ANALISA DATA
1. Data subjektif:
a. Klien mengatakan mendengar suara-suara
b. Klien mengatakan ada suara yang menyuruh klien untuk menjadi ustad dan ulama
Data objektif:
a. Klien tampak meminta berbicara seperti berceramah sendirian
b. Klien tampak sering melamun
c. Pandangan klien tampak kosong
Masalah : Gangguan Presepsi Sensori Halusinasi Pendengaran
2. Data subjektif:
a. Tn. H mengatakan pernah dikucilkan oleh tetangga-tetangganya dan kakak iparnya
sendiri.
b. Klien mengatakan ia malu dengan dirinya sendiri
Data Objektif
a. Klien tampak menyendiri
b. Klien tampak jarang berkumpul bersama temannya di Rumah sakit
Masalah: Harga diri rendah
3. Data subjektif
a. Klien mengatakan sering enggan untuk bersosialisasi
8

b. Klien mengatakan sulit untuk memulai pembicaraan


c. Klien mengatakan tidak suka Ketika berhadapan dengan banyak orang
Data Objektif
a. Klien tampak selalu sendiri menghindari keramaian
b. Klien enggan memulai pembicaraan
Masalah: Isolasi Sosial

C. Analisa medik

Skizofrenia Paranoid,terapi medik : Risperidone 2 x 1 mg dan lorazepam 1 x 1 mg

D. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. Halusinasi

2. Harga Diri Rendah

3. Isolasi Sosial
9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP DASAR HALUSINASI
1. DEFINISI

Halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori


seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering adalah
halusinasipendengaran (auditory-hearing voices or sounds), penglihatan (visual-seeing
persons or things), penciuman (olfactory–smelling odors), pengecapan (gustatory-
experiencing tastes), (Yosep I., 2011).

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,
pengelihatan, pengecapan, perabaan atau penghidu. Klien mersakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012).

Menurut Carpenito (2006), perubahan persepsi sensori; halusinasi merupakan


keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau berisiko mengalami suatu
perubahan dalam jumlah, pola atau interprestasi stimulus yang datang.

2. KLASIFIKASI
Jenis Halusinasi Karakteristik

Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang.


Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-
kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada
Pendengaran
percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar
perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang dapat membahayakan.
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya,
Penglihatan gambar geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit
atau kompleks.
Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti
melihat
10
11

monster.

Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses


umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi
Penghidu penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.

Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang


jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati
Perabaan
atau orang lain.

Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,


Cenesthetic
pencernaan makan atau pembentukan urine.

Kinisthetic Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

3. ETIOLOGI
a. Predisposisi

1) Faktor perkembangan

Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan


kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah
frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
2) Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima di lingkungannya sejak bayi (unwanted child)
akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingungannya.
3) Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan yang dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat
yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan
dimetytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkab
teraktivasinya neurotransmitter otak, misalnya terjadi ketidakseimbangan
acetylcholin dan dopamin.
12

4) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalagunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam
mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
6) Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua skizofrenia
cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi ini menunjukkan bahwa faktor
keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

b. Presipitasi

1. Perilaku

Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak
aman, gelisah, dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak
nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 membagi halusinasi menjadi lima
dimensi yaitu :

1) Dimensi fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang
luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol
dan kesulitan untuk tidur dalam waktu lama.

2) Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi halusinasi dapat berupa perintah
memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut
hingga kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi intelektual
Dalam dimensi ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi
merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
13

seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
4) Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan comfort-ing,
klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya seolah-olah ia merupakan
tempat untuk memenuhi kebutuhan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri
yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem
kontrol olah individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa
ancaman, dirinya atau orang lain cenderung untuk itu. Sehingga penting dalam
melaksanakan intervensi keperawatan mengupayakan suatu proses interaksi
yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta
mengupayakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi
dengan lingkungannya.
5) Dimensi spiritual
Halusinasi klien dimulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna,
hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spritual untuk
menyucikan diri. Irama srikandiannya terganggu, karena ia sering tidur larut
malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak
ada tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi tidak berusaha,
menyalakan orang lain dan lingkungan yang menyebabkan takdirnya
memburuk.

4. TANDA DAN GEJALA


Jenis Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi
Halusina - Bicara atau tertawa - Mendengar suara-suara
si dengar sendiri tau kegaduhan
- Mendengar suara-suara
- Marah-marah tanpa
yang bercakap-cakap
sebab
- Mendengar suara
- Menyedengkan
menyuruh melakukan
telinga kearah tertentu
sesuatu yang
14

- Menutup telinga berbahaya

Halusinasi - Menunjuk kearah tertentu - Melihat bayangan, sinar,


Pengelihat bentuk geometris, bentuk
- Ketakutan paa
an kartoon, melihat hantu atau
sesuatu yang tidak jelas
monster.
Halusinasi - Menghidu seperti - Membau-bauan seperti bau
penghidu menghidu bau- darah, urin atau feses
bauan tertentu
- Menutup hidung
Halusinasi - Sering meludah - Merasakan sesuatu seperti

pengecapan - Muntah darah, urin atau feses


Halusina - Menggaruk- - Merasakan ada sesuatu
si garuk permukaan yang
perabaan kulit melengket dikulit,
seperti disengat listrik.

5. RENTANG RESPON KONSEP DIRI

Respon Adaptif Respon


Maladaptif
15

1.Pikiran logis 1. Kadang proses 1. Gangguan


pikir terganggu proses pikir
2.Persepsi akurat
2. Ilusi
3.Emosi konsisten 2. Halusinasi
3. Emosi
dengan
berlebihan/kurang 3. Kerusakan proses
pengalaman
4. Prilaku tidak biasa
4.Perilaku sesuai 5. Menarik diri 4. Prilaku
tidak
5.Hubungan terorganisir
sosial 5 Isolasi sosial

6. PROSES TERJADINYA HALUSINASI


Menurut Yosep, 2009 proses terjadinya halusinasi terbagi menjadi 4
yaitu : Tahap Pertama
Pada fase ini halusinasi berada pada tahap menyenangkandengan tingkat ansietas
sedang, cara umum halusinasi bersifat menyenangkan. Adapun karekteristik yang
tampak pada indivisu adalah orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi
seperti ansietas, kesepian, merasa takut serta mencoba memusatkan penenangan
pikiran untuk mengurangi ansietas.
Tahap kedua :
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap menyalahkan dengan tingkat
kecemasan yang berat. Adapun karakteristik yang tampakpada individu yaitu
individu merasa kehilangan kendali da mungkin berusaha untuk menjauhkandirinya
dari sumber yang dipersiapkan , individu mungkin merasa malu dengan
pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain.
16

Tahap ketiga :
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap pengendalian dengan tingkat ansietas
berat, pengalaman sensori yangdirasakan individu menjadi penguasa. Adapun
karakteristik yang tampak pada individu adalah orang yang berhalusinasi menyerah
untuk melawan pengalaman halusinasinya dan membiarkan halusinasinyatersebut
menguasai dirinya, individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensori
tersebut berakhir.
Tahap keempat :
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap menakutkan dengan tingkat asietas
panik, adapun karakteristik yang tampak pada individu adalah pengalaman sensori
mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah, dimana halusinasi bisa
berlangsung beberapa jam atau beberapa hari, apabila tidak ada intervensi
terapeutik.

7. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada pengendalian
stress, termasuk upaya penyelesaian masalahsecara langusng dan mekanisme
pertahanan lain yang digunakan melindungi diri. Mekanisme koping menurut
Yosep, 2009meliputi cerita dengan orang lain (asertif), diam (represi/supresi),
menyalahkan orang lain(sublimasi), mengamuk (displancement), mengalihkan
kegiatan yang bermamfaat (konversi), memberikan alsan yang logis
(rasionalisme), mundur ketahap perkembangan sebelumnya (regresi), dialihkan
keobjek lain, mematrahi tanaman atau binatang (proyeksi).

8. PENATALAKSANAAN
a. Medis
Terapi pada gangguan jiwa, khususnya skizofrenia dewasa ini sudah
dikembangkan sehingga klien tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya
lebih manusiawi daripada masa sebelumnya. Penatalaksanaan medis pada
gangguan konsep diri yang mengarah pada diagnosa medis skizofrenia,
khususnya dengan perilaku harga diri rendah, yaitu:
b. Psikofarmakologi
Menurut Hawari (2003), jenis obat psikofarmaka, dibagi dalam 2 golongan yaitu:
1) Golongan generasi pertama (typical)
17

Obat yang termasuk golongan generasi pertama, misalnya: Chlorpromazine,


Rsperidone, Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine HCL (Melleril), dan
Haloperidol (Haldol, Govotil, Serenace).
2) Golongan kedua (atypical)

Obat yang termasuk generasi kedua, misalnya: Risperidone (Risperdal, Rizodal,


Noprenia), Olonzapine (Zyprexa), Quentiapine (Seroquel), dan Clozapine
(Clozaril).
c. Psikotherapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada klien, baru dapat diberikan apabila klien
dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana kemampuan menilai
realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikotherapi pada klien
dengan gangguan jiwa adalah berupa terapi aktivitas kelompok (TAK).

d. Therapy Kejang Listrik ( Electro Convulsive Therapy)

ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara artificial dengan
melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu atau dua temples.
Therapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan denga terapi
neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik. (Maramis,
2005)
18

9. PRINSIP KEPERAWATAN
a. Validasi halusinasi klien dan tidak memfasilitasi halusinasi klien
b. Adakan kontak sering tapi singkat
c. Terima halusinasi dan ungkapkan realita perawat
d. Bantu klien mengontrol halusinasi.
10. ASKEP TEORITIS
a. Pengkajian

Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian


terdiri dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien.
Data yang dikumpulkan melalui data biologis , psikologis, social dan spiritual.
(Keliat, Budi Ana, 1998 : 3 ) Adapun isi dari pengkajian tersebut adalah :

1) Identitas klien

Melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang : nama


mahasiswa, nama panggilan, nama klien, nama panggilan klien, tujuan,
waktu, , topik yang akan dibicarakan. Tanyakan dan catat Nama, Tempat
tanggal lahir, umur, pendidikan, pekerjaan, agama, Status kawin dan No
RM, tanggal pengkajian dan sumber data yang didapat.
2) Alasan masuk

Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang, atau dirawat di rumah
sakit, apakah sudah tahu penyakit sebelumnya, apa yang sudah dilakukan
keluarga untuk mengatasi masalah ini.
3) Faktor predisposisi

Menanyakan apakah keluarga mengalami gangguan jiwa, bagaimana hasil


pengobatan sebelumnya, apakah pernah melakukan atau mengalami
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga, dan tindakan criminal. Menanyakan kepada klien dan keluarga
apakah ada yang mengalami gangguan jiwa, menanyakan kepada klien
tentang pengalaman yang tidak menyenangkan.
19

4) Pemeriksaan fisik

Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan


apakah ada keluhan fisik yang dirasakan klien.
5) Psikososial

a) Genogram

Genogram menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat dari pola


komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh
b) Konsep diri

c) Gambaran diri

Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai,


reaksi klien terhadap bagian tubuh yang tidak disukai dan bagian yang
disukai.
d) Identitas diri

Status dan posisi klien sebelum klien dirawat, kepuasan klien terhadap
status dan posisinya, kepuasan klien sebagai laki-laki atau perempuan,
keunikan yang dimiliki sesuai dengan jenis kelaminnya dan posisinya.
e) Fungsi peran

Tugas atau peran klien dalam keluarga / pekerjaan / kelompok


masyarakat, kemampuan klien dalam melaksanakan fungsi atau
perannya, perubahan yang terjadi saat klien sakit dan dirawat,
bagaimana perasaan klien akibat perubahan tersebut.
f) Ideal diri

Harapan klien terhadap keadaan tubuh yang ideal, posisi, tugas, peran
dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan klien terhadap
lingkungan, harapan klien terhadap penyakitnya, bagaimana jika
kenyataan tidak sesuai dengan harapannya.
g) Harga diri

Hubungan klien dengan orang lain sesuai dengan kondisi, dampak pada
klien dalam berhubungan dengan orang lain, harapan, identitas diri tidak
sesuai harapan, fungsi peran tidak sesuai harapan, ideal diri tidak
20

sesuai harapan, penilaian klien terhadap pandangan / penghargaan


orang lain.
h) Hubungan sosial

Tanyakan orang yang paling berarti dalam hidup klien, tanyakan upaya
yang biasa dilakukan bila ada masalah, tanyakan kelompok apa saja
yang diikuti dalam masyarakat, keterlibatan atau peran serta dalam
kegiatan kelompok / masyarakat, hambatan dalam berhubungan
dengan orang lain, minat dalam berinteraksi dengan orang lain.
i) Spiritual

Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah / menjalankan keyakinan,


kepuasan dalam menjalankan keyakinan.
j) Status mental
k) Penampilan

Melihat penampilan klien dari ujung rambut sampai ujung kaki apakah
ada yang tidak rapih, penggunaan pakaian tidak sesuai, cara berpakaian
tidak seperti biasanya, kemampuan klien dalam berpakaian, dampak
ketidakmampuan berpenampilan baik / berpakaian terhadap status
psikologis klien.

l) Pembicaraan

Amati pembicaraan klien apakah cepat, keras, terburu-buru, gagap,


sering terhenti / bloking, apatis, lambat, membisu, menghindar, tidak
mampu memulai pembicaraan.

m) Aktivitas motorik

 Lesu, tegang, gelisah.

 Agitasi : gerakan motorik yang menunjukan kegelisahan

 Tik : gerakan-gerakan kecil otot muka yang tidak terkontrol

 Grimasem : gerakan otot muka yang berubah-ubah yang tidak


terkontrol klien

 Tremor : jari-jari yang bergetar ketika klien menjulurkan tangan dan


21

merentangkan jari-jari

 Kompulsif : kegiatan yang dilakukan berulang-ulang

n) Alam perasaan

 Sedih, putus asa, gembira yang berlebihan

 Ketakutan : objek yang ditakuti sudah jelas

 Khawatir : objeknya belum jelas

o) Afek

 Datar : tidak ada perubahan roman muka pada saat ada


stimulus yang menyenangkan atau menyedihkan.

 Tumpul : hanya bereaksi bila ada stimulus emosi yang sangat


kuat

 Labil : emosi klien cepat berubah-ubah

 Tidak sesuai : emosi bertentangan atau berlawanan dengan


stimulus

p) Interaksi selama wawancara

 Kooperatif : berespon dengan baik terhadap pewawancara

 Tidak kooperatif : tidak dapat menjawab pertanyaan pewawancara


dengan spontan

 Mudah tersinggung

 Bermusuhan : kata-kata atau pandangan yang tidak bersahabat atau


tidak ramah

 Kontak kurang : tidak mau menatap lawan bicara

 Curiga : menunjukan sikap atau peran tidak percaya kepada


pewawancara atau orang lain.

 Persepsi
22

Jenis-jenis halusinasi dan isi halusinasi, frekuensi gejala yang tampak pada
saat klien berhalusinasi.
q) Proses pikir

 Sirkumtansial : pembicaraan yang berbelit-belit tapi sampai pada tujuan

 Tangensial : pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai pada


tujuan

 Kehilangan asosiasi : pembicaraan tidak ada hubungan antara satu


kalimatdengan kalimat lainnya

 Flight of ideas : pembicaraan yang meloncat dari satu topik ke topik yang
lainnya.

 Bloking : pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa gangguan dari luar


kemudian dilanjutkan kembali

 Perseferasi : kata-kata yang diulang berkali-kali

 Perbigerasi : kalimat yang diulang berkali-kali

r) Isi fikir

 Obsesi : pikiran yang selalu muncul walaupun klien


berusaha menghilangkannya.

 Phobia : ketakutan yang patologis / tidak logis terhadap objek /


situasi tertentu.

 Hipokondria : keyakinan terhadap adanya gangguan organ tubuh


yang sebenarnya tidak ada.

 Depersonalisasi : perasaan klien yang asing terhadap diri sendiri,


orang lain dan lingkungan.

6. Tingkat kesadaran

a. Bingung : tampak bingung dan kacau ( perilaku yang tidak mengarah


pada tujuan).
23

b. Sedasi : mengatakan merasa melayang-layang antara sadar atau tidak


sadar

c. Stupor : gangguan motorik seperti kekakuan, gerakan yang diulang-


ulang, anggota tubuh klien dalam sikap yang canggung dan dipertahankan
klien tapi klien mengerti semua yang terjadi dilingkungannya

d. Orientasi : waktu, tempat dan orang

Jelaskan apa yang dikatakan klien saat wawancara

e. Memori
1) Gangguan mengingat jangka panjang : tidak dapat mengingat kejadian
lebih dari 1 bulan.
2) Gangguan mengingat jangka pendek : tidak dapat mengingat kejadian
dalam minggu terakhir.
3) Gangguan mengingat saat ini : tidak dapat mengingat kejadian yang
baru saja terjadi.
4) Konfabulasi : pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dengan
memasukan cerita yang tidak benar untuk menutupi gangguan daya
ingatnya.
5) Tingkat konsentrasi
Mudah beralih : perhatian mudah berganti dari satu objek ke objek lainnya.
Tidak mampu berkonsentrasi : klien selalu minta agar pertanyaan diulang
karena tidak menangkap apa yang ditanyakan atau tidak dapat
menjelaskan kembali pembicaraan.
Tidak mampu berhitung : tidak dapat melakukan penambahan atau
pengurangan pada benda-benda yang nyata
f. Daya tilik diri

1) Mengingkari penyakit yang diderita : klien tidak menyadari gejala


penyakit (perubahan fisik dan emosi) pada dirinya dan merasa tidak perlu
minta pertolongan / klien menyangkal keadaan penyakitnya, klien tidak
mau bercerita tentang penyakitnya
2) Menyalahkan hal-hal diluar dirinya : menyalahkan orang lain atau
lingkungan yang menyebabkan timbulnya penyakit atau masalah sekarang
24

3) Kebutuhan persiapan pulang

g. Makan

Tanyakan frekuensi, jumlah, variasi, macam dan cara makan, observasi


kemampuan klien menyiapkan dan membersihkan alat makan.
h. Buang Air Besar dan Buang Air Kecil

Observasi kemampuan klien untuk Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air
Kecil (BAK), pergi menggunakan WC atau membersihkan WC.
i. Mandi

Observasi dan tanyakan tentang frekuensi, cara mandi, menyikat gigi, cuci
rambut, gunting kuku, observasi kebersihan tubuh dan bau badan klien.

j. Berpakaian

Observasi kemampuan klien dalam mengambil, memilih dan mengenakan


pakaian, observasi penampilan dandanan klien.
k. Istirahat dan tidur

Observasi dan tanyakan lama dan waktu tidur siang atau malam,
persiapan sebelum tidur dan aktivitas sesudah tidur.
l. Penggunaan obat
Observasi penggunaan obat, frekuensi, jenis, dosis, waktu, dan cara
pemberian.
m. Pemeliharaan kesehatan
Tanyakan kepada klien tentang bagaimana, kapan perawatan lanjut, siapa saja
sistem pendukung yang dimiliki.
n. Aktivitas di dalam rumah
Tanyakan kemampuan klien dalam mengolah dan menyajikan makanan,
merapikan rumah, mencuci pakaian sendiri, mengatur kebutuhan biaya sehari-
hari.
o. Aktivitas di luar rumah
Tanyakan kemampuan klien dalam belanja untuk keperluan sehari- hari,
aktivitas lain yang dilakukan di luar rumah.
p. Pola dan mekanisme koping
25

Data didapat melalui wawancara dengan klien atau keluarganya.

4) Aspek medis
Tulis diagnosa medis yang telah diterapkan oleh Dokter, tuliskan obat-
obatan klien saat ini, baik obat fisik, psikofarmaka dan terapi lain.

5) Masalah Keperawatan
Dari pengkajian dapat disimpulkan masalah keperawatan yang dapat
ditemukan pada klien dengan Gangguan persepsi sensori : halusinasi yaitu
:

a. Gangguan persepsi sensori : halusinasi


b. Isolasi sosial
26

b. POHON MASALAH

Resiko Perilaku Kekerasan

EFEK:

Gangguan Persepsi Sensori:


CORE PROBLEM: Halusinasi Pendengaran

ETIOLOGI: Isolasi Sosial : Menarik Diri

Gangguan Konsep
Diri: Harga Diri
Rendah

Dari pohon masalah diatas dapat dirumuskan diagnosa keperawatan sebagai


berikut:

1) Resiko perilaku kekerasan.

2) Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.

3) Isolasi sosial: Menarik diri.

4) Gangguan konsep diri: harga diri rendah.

c. MASALAH KEPERAWATAN YANG DIKAJI


Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien Gangguan persepsi
sensori (Fitria, 2009), adalah:
1) Resiko perilaku kekerasan.

2) Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.

3) Isolasi sosial: Menarik diri.

4) Gangguan konsep diri: harga diri rendah.


d. DIAGNOSA KEPERAWATAN\
1) Halusinasi
27

2) Isolasi Sosial
3) Harga Diri Rendah
4) Resiko perilaku kekerasan
e. RENCANA TINDAKAN
Perencanaan keperawatan atau intervensi merupakan serangkaian tindakan
yang dapat mencapai setiap tujuan khusus ( Budi Anna Keliat, 2005
).Perencanaan keperawatan terdiri dari tujuan umum, tujuan khusus, kriteria
hasil dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum berfokus pada
penyelesaian masalah sedangkan tujuan khusus pada penyelesaian etiologi.
Kriteria hasil terdiri komponen spesifik, measurable, actual, reality, time
(SMART). Spesifik mengacu pada siapa yang mencapai kriteria hasil.
measurable mengacu pada penggunaan kata kerja yang dapat diukur atau
dapat dilihat, didengar, diraba.
Actual mengacu pada ukuran kemajuan klien dalam mencapai hasil. Time
mengacu pada target waktu atau periode waktu untuk mencapai kriteria hasil.
Perencanaan keperawatan jiwa disusun berdasarkan standar asuhan
keperawatan jiwa, yaitu berupa tindakan konseling, pendidikan kesejahteraan
perawatan mandiri atau aktivitas hidup sehari-hari dan tindakan kolaborasi
( somatik dan psikofarmaka ). Berikut ini akan dijelaskan mengenai
perencanaan pada klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi yang
meliputi rencana Tindakan.
28

f. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi

1 HALUSINASI Klien mampu Setelah SP 1


mengontrol dilakukan
halusinasi tindakan - mengidentifikasi jenis,
keperawatan frekuensi, waktu halusinasi
selam 3x
- Mengajarkan cara
pertemua, klien
mampu : mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik
1. Mengontrol
halusinasi - menganjurkan

dengan memasukkan dalam

cara menghardik kegiatan harian pasien

2. Mengintril
SP 2
halusinasi
dengan
- mengevaluasi jadwal
cara minum obat
kegiatan harian pasien
3. Megontrol
halusinasi - Melatih cara mengonrol

dengan halusinasi dengan cara

cara bercakap- minum obat

cakap - menganjurkan pasien


4. Mengontr memasukkan ke dalam
ol halusinasi jadwal kegiatan harian
29

dengan SP 3
cara membuat
aktivitas - mengevaluasi
terjadwal jadwal kegiatan harian
pasien
- melatih cara mengontrol
halusinasi dengan cara
bercakap-cakap

- menganjurkan pasien
memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan harian

SP 4

- mengevaluasi
jadwal kegiatan harian
pasien

- melatih membuat
aktivitas terjadwal

- menganjurkan pasien
memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan harian

SP Keluarga
30

Setelah
dilakukan SP 1

tindakan
- Mendiskusikan
keperawatan
masalah yang dirasakan
selama 1x
keluarga dalam merawat
pertemua
pasien
keluarga
mamapu : - Menjelaskan
- Memaha pengertian harga diri
mi rendah, tanda gejala, dan
halusinasi proses
- Keluarga bisa
31

merawat klien terjadinya halusinasi


dengan
- Menjelaskan
halusinasi
cara merawat pasien
- Keluarga
dengan halusinasi
mengerti
acar mengontrol SP 2
halusinasi
Melatih
keluarga mempraketkkan
cara merawat pasien
dengan halusinai

Melatih keluarga
melakukan cara merawat
langsung kepada pasien
halusinasi

SP 3

Menciptakan lingkungan
yang terapeuti untuk
pasien halusinasi

Membantu keluarga
membuat jadwal aktivitas
dirumah termasuk minum
obat

SP 4

Menjelaskan
cara memanfaatkan
fasilitas pelayanan
kesehatan untuk follow up,
cara rujukan kesehatan
klien dan mencegah
kekambuhan
32

Menjelaskan follow up
pada
33

pasien setelah pulang

g. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai


tujuan yang spesifik yang tujuannya untuk membantu klien dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan yang mencakup pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping
( Depkes, 2000 ). Pelaksanaan tindakan keperawatan dengan rencana tindakan
keperawatan sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan,
perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan
dan sesuai dengan kondisi klien saat ini. Selain itu perawat juga harus menilai kondisi
diri, apakah sudah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, technikal sesuai
dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Hubungan saling percaya antara perawat
dan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
Ada beberapa jenis tindakan keperawatan, yaitu independent, dependent dan
kolaboratif/independent.
a) Independent
Tindakan pada klien tanpa petunjuk/survese dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya.
Tipe Tindakan independent, yaitu :
1) Tindakan diagnostik, meliputi wawancara, observasi, pemeriksaan fisik,
pemerikdsaan
laboratorium sederhana dan membaca hasil laboratorium.

2) Tindakan terapeutik, yaitu tindakan untuk mengurangi, mencegah dan mengatasi


masalah
klien. Tindakan edukatif, yaitu tindakan dimana perawat melakukan pendidikan
kesehatan pada klien dengan tujuan untuk mengubah penilaian yang negatif mengenai
kesehatan.
34

3) Tindakan merujuk, yaitu tindakan dimana perawat memiliki kemampuan


mengambil keputusan untuk berkejasama dengan tim kesehatan lainnya.
b) Dependent
Tindakan perawatan yang disertai instruksi tim kesehatan yang lainnya yang
diimplementasikan dan perawat bertanggung jawab untuk melaksanakan rencana
tindakan medis.
c) Interdependent / kolaboratif

Tindakan perawat yang dilakukan bersama denagn tim kesehatan lainnya, misalnya
dokter, ahli gizi dan sebagainya.

h. Berbagai tahapan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.

a. Tahap Persiapan

Pada tahap ini perawat perlu mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan
dalam melaksanakan tindakan keperawatan : konsistensi sesuai dengan rencana
tindakan, berdasarkan prinsip ilmiah ditujukan kepada individu sesuai kondisi klien,
digunakan untuk menciptakan lingkungan yang terapeutik, memberikan
penyuluhan dan pendidikan terhadap klien dan penggunaan saran dan prasarana
yang memadai.

1) Menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang diperlukan

2) Mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin timbul.


Prosedur tindakan keperawatan mungkin berakibat negatif pada klien, untuk itu
perawat juga harus mengantisipasi jika terjadi komplikasi pada klien sebelum
melakukan tindakan keperawatan.

3) Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan.

4) Mempersiapkan lingkunga yang kondusif sesuai tindakan yang dilakukan.

5) Mengidentifikasi aspek hukum dan etik terhadap resiko potensial tindakan.


35

b. Tahap Intervensi

Fokus pada tahap pelaksanaan tindakan keperawatan adalah kegiatan


pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk kebutuhan fisik dan emosional
pendekatan tindakan keperawatan meliputi :
a) Independent merupakan tindakan perawat pada klien tanpa petunjuk
perintah dokter atau tenaga kesehatan lainnya.
b) Interdependent merupakan tinadakan keperawatan menjelaskan
sesuatu tindakan keperawatan yang merupakan suatu tindakan kerjasama
dengan kesehatan lainnya.
Misalnya dokter ahli gizi dan psioterapi

c) Dependent merupakan tindakan perawat berhubungan dengan


pelaksanaan tindakan medis.
c. Tahap Dokumentasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap
dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan pada
pelaksanaan keperawatan dalam kasus, rencana keperawatan dilaksanakan
sesuai dengan tahapan pelaksanaan dalam teori yaitu adanya tahapan
paersiapan antara lain mereview tindakan keperawatan menganalisa
pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang diperlukan, mengetahui
komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin timbul, menentukan dan
mempersiapkan perakitan yang diperlukan, mempersiapkan lingkungan yang
konduktif, sesuai dengan tindakan yang dilakukan, mengidentifikasi aspek
hukum dan etik terhadap resiko dari potensial tindakan.

i. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien ( Budi Anna Keliat, 2005 ).Evaluasi dilakukan
terus – menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Tujuan evaluasi keperawatan adalah untuk melihat kemampuan
klien dalam mencapai tujuan. Hal ini dapat dilihat berdasarkan respon klien
terhadap tindakan keperawatan. Sehingga perawat dapat mengambil keputusan
untuk mengakhiri rencana tindakan keperawatan atau meneruskan rencana
36

tindakan keperawatan.
37

a. Mengukur pencapaian tujuan klien

Ada tiga aspek yang ingin dicapai pada klien, yaitu :

1) Kognitif

Evaluasi kognitif yang dapat dikaji adalah pengetahuan klien mengenai penyakit,
cara mengontrol gejala, komplikasi, pengobatan dan pencegahan.
2) Afektif
3) Hasil penilaian dalam bentuk prilaku memberikan indikasi status emosi klien.
Penilaian dapat dilakukan dengan cara observasi secara langsung, ekspresi wajah,
postur tubuh, nada suara, isi pesan verbal pada saat wawancara dan dnegan cara
feedback dari staf kesehatan yang langsung untuk memvalidasi hasil observasi
keadaan klien.
4) Psikomotor
Evaluasi keadaan psikomotor dapat dilakukan dengan cara observasi langsung
dengan melihat apa yang dilakukan klien sesuai dengan hasil yang diharapkan.
b. Menentukan keputusan pada tahap evaluasi

Ada tiga kemungkinan keputusan pada tahap ini yaitu :

1. Klien telah mencapai hasil yang ditentukan, perawat mengkaji klien lebih dan
mengevaluasi yang lain.
2. Klien masih dalam proses pencapaian hasil yang telah ditentukan, perawat
menambahkan waktu dan intervensi yang diperlukan sebelum mencapai tujuan.
3. Klien tidak dapat mencapai hasil yang ditentukan perawat harus mencoba
mengidentifikasi alasan mengapa keadaan atau masalah ini timbul dengan cara
mengkaji ulang masalah atau respon, membuat hasil yang baru yang lebih
realistis dalam mencapai tujuan yang sebelumnya.
j. Evaluasi dapat dibagi 2 jenis, yaitu :

1) Evaluasi Proses ( formatif ) yang dilakukan setiap selesai melaksanakan


tindakan keperawatan.

2) Evaluasi Hasil ( sumatif ), dilakukan dengan membandingkan respon klien


dengan tujuan yang telah ditetapkan.
38

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada Bab ini kami akan menguraikan kasus yang diamati serta
membandingkannya dengan teori yang didapat untuk mengetahui sejauh mana faktor
pendukung, penghambat dan solusinya dalam memberikan asuhan keperawatan pada
klien Tn. H dengan gangguan : Halusinasi diruang Nuri RSJ Soeharto Herjan.
Dalam pembahasan ini mencakup semua tahap proses keperawatan yang
meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan.
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar dari proses keperawatan dengan
cara wawancara dan observasi secara langsung dengan klien, informasi dari
catatan keperawatan, catatan medis dan perawat ruang.

Faktor predisposisi yang ada pada teori ada empat bagian yaitu gangguan
konsep diri, harga diri rendah, halusinasi pendengaran, dan koping keluarga
infektif. Sedangkan pada kasus yang kami amati, faktor yang menyebabkan
gangguan konsep diri harga diri rendah adalah faktor predisposisi, ideal diri, hal ini
didukung dengan adanya data Pada Citra Tubuh: Tn. H mengatakan dirinya berbeda
dengan orang lain karena dirawat dirumah sakit jiwa. Tn. H mengatakan bagian
tubuh yang disukai adalah janggut. Dan tidak ada bagian tubuh yang tidak disukai.
Identitas : Tn. H adalah laki - laki berumur 27 tahun dan sebagai seorang anak dari
orang tuanya. Peran: Tn. H mengatakan semenjak sakit ia tidak begitu banyak
mengerjakan pekerjaan rumah. Tn. H mengatakan semenjak sakit ia tidak bisa
menjaga kedainya. Ideal diri: Tn. H sangat berharap ingin cepat pulang dan cepat
bekerja dikedainya dan makan yang banyak dirumahnya. Serta beraktivitas seperti
semula. Harga diri: Tn. H mengatakan lingkungan ketika penyakitnya kambuh selalu
menjauhinya. Tn. H mengatakan tidak bisa bekerja.

Pada faktor predisposisi yang ada pada teori ada tiga bagian yaitu transisi
perkembangan, situasi sehat dan sakit, sedangkan faktor presipitasi yang kami
temukan pada kasus Tn. H adalah hal seperti pada teori tidak di temukan.

Manifestasi klinis yang ada pada kasus juga tidak jauh berbeda dari teori yaitu
perasaan malu terhadap diri sendiri dan lingkungan, tejadi hubungan social, seperti
39

kurang percaya diri Dengan melihat faktor predisposisi, presipitasi ,dan manifestasi
klinis kami dapati menyimpulkan bahwa pada klien mengalami gangguan konsep
diri : harga diri rendah sehingga hal di atas merupakan faktor penunjang dalam
melakukan pengkajian.

Pada penatalaksanaan medis pada kasus Tn. H Risperidone 2 x 1 mg pada


pukul07.00 WIB dan pukul 18.00 WIB. Dan lorazepam 1 x 1 mg pada pukul 18.00
WIB. Untuk pohon masalah antara teori dengan kasus sesuai, pada teori gangguan
pada konsep diri : harga diri rendah disebabkan oleh gangguan citra tubuh sehingga
mengakibatkan isolasi social: menarik diri. Dan selanjutnya dari harga diri rendah
menimbulkan isolasi social sehingga menyebabkan resiko gangguan sensori persepsi.
Kami melakukan kerja sama dengan perawat ruangan.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilain atau kesimpulan yang diambil dari
pengkajian keperawatan, kemudian di identifikasi masalah yang muncul dan
dikaitkan dengan data yang ada. Diagnosa keperawatan yang terdapat pada teori
ada tiga diagnosa yaitu Isolasi Sosial (ISOS), Gangguan persepsi sensori :
Halusinasi, Resiko Bunuh Diri. Sedangkan pada kasus kami mendapatkan tiga
diagnosa yaitu : yang pertama Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi. Klien
mengatakan sering mendengar suara-suara, Klien mengatakan sering mendengar
suara yang menyuruh klien untuk menjadi ustad dan berdakwah. Pembicaraan
klien lambat.

Diagnosa yang kedua harga diri rendah. Klien mengatakan pernah dikucilkan
oleh tetangga-tetangganya dan kakak iparnya sendiri. Klien mengatakan ia malu
dengan dirinya sendiri

Diagnosa yang ketiga adalah isolasi sosial : data yang didapatkan adalah
pasien tampak enggan untuk bersosialisasi, tidak mau mengawali pembicaraan,
dan sesalu sendirian menjauh dari keramaian.

C. Perencanaan
Rencana tindakan yang ada kasus kami dapat memprediksi waktu pencapaian
keberhasilan tindakan dengan melihat kondisi kemampuan dan kebutuhan klien,
adapaun kesenjangan yang terjadi tdak menjadi penghambat dalam
merencanakan tindakan. Perencanaan pada diagnosa keperawatan harga diri
40

rendah, halusinasi, dan defisit perawatan diri pada kasus tidak ada perbedaan
dengan perencanaan yang ada pada teori.

Dalam merencanakan tindakan keperawatan kami tidak mengalami hambatan


dikarenakan sumber-sumber buku dari perpustakaan dan internet.

D. Implementasi
Pada tahap implementasi asuhan keperawatan yaitu diberikan pada klien dengan
gangguan persepsi sensori : Halusinasi sesuai dengan perencanaan tindakan
keperawatan yang telah ditetapkan sebelumnya, berdasarkan teori kasus degan
melihat kondisi dan kebutuhan.
Diagnosa keperawatan Harga Diri Rendah, tindakan yang sudah tercapai masing-
masing yaitu mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien,
pasien dapat menilai kemampuan yang masih dapat digunakan, pasien dapat
melakukan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, dan pasien
dapat mengetahui cara untuk meningkatkan rasa percaya dirinya. Untuk diagnosa
isolasi sosial pasien sudah mau berinteraksi dan berkenalan dengan orang lain.
E. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan untuk menilai sejauh mana keberhasilan tindakan
keperawatan yang diberikan kepada klien dengan Gngguan persepsi sensori :
Halusinasi dan untuk menilai faktor penghanmbat dan pendukung serta alternativ
masalah.
Diagnosa keperawatan pertama gangguan persepsi sensori : Halusinasi , klien
mampu mengenal jenis, frekuensi dan waktu halusinasi, klien bisa mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik, kliem mampu mengontrol halusinasi dengan
tahu cara minum obat yang benar, klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara
bercakap-cakap, klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara membuat
aktifitas terjadwal, klien mampu memasukan kedalam buku kegiatan harian.
Diagnosa kedua Harga diri rendah klien mampu : mengidentifikasi kemampuan
dan aspek positif yang dimiliki klien, pasien dapat menilai kemampuan yang masih
dapat digunakan, pasien dapat melakukan kegiatan yang sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki, dan pasien dapat mengetahui cara untuk meningkatkan
rasa percaya dirinya. Diagnosa defisit perawatan diri pasien belum mandiri dan
masih diarahkan.
41

BAB V
PENUTUP

Pada bab ini kami akan menarik kesimpulan dan saran yang terkait dengan asuhan
keperawatan pada Tn. H dengan gangguan persepsi sensori : Halusinasi Pendengaran
di Ruang Nuri yang kami lakukan pada tanggal 12 September 2022, sesuai dengan
pembahasan yang telah kami lakukan sebelumnya.
A. Kesimpulan
Secara umum Halusinasi adalah gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
gangguan persepsi sensori : merasakan sensasi palsu berupa suara, pengelihatan,
pengiduan, pengecapan dan perabaan. Klien merasakan stimulus yang sebanarnya
tidak ada.

Pengkajian yang dilakukan pada Tn. H kami menemukan data sebagai berikut, Tn.
H mengatakan dirinya baru pertama kali dirawat. Tn. H mengatakan sering
mendengar suara-suara semenjak ia di drop out dari kampus. Ketika sakit ia tidak
begitu banyak mengerjakan pekerjaan rumah. Tn. H mengatakan semenjak sakit ia
tidak bisa menjaga kedainya. Tn. H sangat berharap ingin cepat pulang. Klien
mengatakan jarang mengikuti kegiatan diluar rumah.

Diagnosa keperawatan yang didapat pada Tn. H adalah Gangguan persepsi


sensori : Halusinasi Pendengaran.

Rencana tindakan yang dilakukan pada Tn. H dengan gangguan persepsi sensori:
Halusinasi adalah Mengidentifikasi jenis, frekuensi, waktu halusinasi, mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik, memasukkan kedalam jadwal kegiatan,
melatih cara mengontrol halusinasi dengan cara pengobatan (penkes), melatih cara
mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap, melatih cara mengontrol
halusinasi dengan aktivitas terjadwal, memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
pasien.

Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah Validasi halusinasi klien dan tidak
memfasilitasi halusinasi klien, adakan kontak sering tapi singkat, terima halusinasi
dan ungkapkan realita perawat, bantu klien mengontrol halusinasinya.
42

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan pada bab sebelumnya, kami mengajukan beberapa saran
untuk dijadikan bahan evaluasi antara lain :

1. Mahasiswa diharapkan agar lebih menambah pengetahuan mengenai pelaksanaan


asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi sensori : HALUSINASI.

2. Mahasiswa lebih meningkatkan komunikasi theraupetik dalam berinteraksi


dengan klien.

3. Mahasiswa sebaiknya memberikan Pendidikan Kesehatan untuk kesiapan di


rumah pada keluarga.

4. Mahasiswa hendaknya dalam memberikan asuhan keperawatan berkerjasama


dengan perawat ruangan untuk memvalidasi data.
43

DAFTAR PUSTAKA
Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika.
Hawari, D. 2003. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa: Skizofrenia. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Riyadi, S. Dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Keliat, Budi Anna.(1999). Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa. Jakarta : FIK,
Universitas Indonesia
Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terinteraksi Dengan Keluarga.
Edisi 1. Jakarta : PT. Fajar Interpratama.
Stuart, GW and Sundeen, SJ. (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta :
EGC

Anda mungkin juga menyukai