Anda di halaman 1dari 32

BAB 4

PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini penulis akan menguraikan tentang kesenjangan yang


terjadi anatara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus dalam asuhan
keperawatan pada pasien Tn.H dan Tn.A dengan gangguan persepsi sensori:
halusinasi pendengaran di ruang melur RSJ. Eldrem Medan yang meliputi
pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
4.1 pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses

keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data, analisis

data atau perumusan masalah klien. Data yang dikumpulkan adalah data

pasien secara holistic, meliputi aspek biologis, psikologis, sosial dan

spiritual. Seorang perawat jiwa diharapkan memiliki kesadaran dan

kemampuan tilik diri (self awareness). Kemampuan mengobservasi

dengan akurat, berkomunikasi secara terapeutik, dan kemampuan berespon

secara efektif (Stuart dan Sundeen, 2002) karena hal tersebut menjadi

kunci utama dalam menumbuhkan hubungan saling percaya dengan

pasien. Hubungan saling percaya antara perawat dengan pasien akan

memudahkan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

Selanjutnya membantu pasien menyelesaikan masalah sesuai kemampuan

yang dimilikinya (AH. Yusuf , Fitryasari, 2016). Pada tahap pengkajian

melalui wawancara dengan pasien, penulis tidak mengalami kesulitan

karena pasien telah mengadakan perkenalan dan memberi penjelasan

maksud dari penulis yaitu untuk melakukan asuhan keperawatan pada

pasien sehingga pasien dapat terbuka dan membina hubungan saling


percaya.

Saat mealukan pengkajian penulis menemukan kesenjang pada klien 1 dan

2 pada Tn.H klien mendengaran suar-suara bisikan suara perempuan, dan tampak

berkomunikasi dengan oang lain, klien suka marah-marah kadang-kadang

murung dan menyendiri, klien juga jaerang mandi dan gosok gigi, klien

menceritakan dia sangat takut kepada pakdhe nya karena dia pernah di marahi

dan di pukuli oleh pakde nya saat dia mencuri uang nenek nya. Sedangankan

pada Tn.A klien mendengar suara-suara yang menyuruh untuk melakukan sholat,

gelisah, mondar-mandir, tampak tegang, putus asa, sedih dan lain-lain. Gejala

gejala yang muncul tersebut tidak semua mencakup dengan yang ada di teori

klinis dari halusnasi (Keliat,.2014). Akan tetapi terdapat faktor predisposisi

maupun presipitasi yang menyebabkan kekambuhan penyakit yang dialami oleh

Tn.H dan Tn.A.

4.2 Diagnosa Keperawatan

Pada teori halusinasi ?9NANDA,2015-2017), diagnosa keperawatan

yang muncul sebanyak 4 pada kasus 1 dan 3 pada kasus 2 yang meliputi:

1. Halusinasi pendengaran

2. Resiko prilaku kekerasan

3. Isolasi soaial

4. Defisit perawatan diri

5. Harga diri rendah

4.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan adalah segala pengobatan yang dikerjakan oleh
perawat dengan mencapai tujuan yang telah di tetepkan ( NANDA 2015).

Dalam membuat perencanaan, dilakukan langkah-langkah sesui dengan


asuhan keperawatan sesuai dengan teori, yaitu memprioritaskan masalah yang
muncul pada klien, kemudian langkah selanjutnya adalah menetapkan waktu
yang lebih spesifik untuk masing-masing diagnosa, menyesuaikan yang mungkin
bisa di capai oleh klien dalam waktu yang lebih spesifik.

Intervensi yang diberikan pada Tn.H dan Tn.A dengan diagnosa


halusinasi yaitu: melakukan sp1 sampai sp 4 dan melakukan terapi okupasi
sampai klien tidak lagi mendengarkan suara-suara yang aneh, dalam tahap
intervensi berhasil di lakukan pasien tidak lagi mendengar suara-suara aneh.

Intervensi yang di berikan pada Tn.H dengan diagnos prilaku kekerasan


yaitu memberikan SP1 sampai SP4 yang meliputi: melatih kegiatan fisik pada
klien dan cara mengontrol prilaku kekerasan

Intervensi yang di berikan pada Tn.H dan Tn.A dengan diagnosa isolasi
sosial diberikan intervensi SP1 sampai SP4 yaitu: mengidentifikasi penyebab
halusinasi dan menjelaskan keuntungan dn krugian punyta teman serta
mengajarkan cara bersosialisasi.

Intervensi selanjutnya yang di berikan pada Tn.H dengan diagnosa defisit


perawtan diri yaitu: SP1 sampai SP4 mengajarkan pada klien cara membersihkan
diri, megosok gigi mencukur kumis, makan dan minum yang baik, BAB dan
BAK yang baik.

Intervensi yang di berikan pada Tn.A dengan diagnosa harga diri rendah
yaitu: melakukan SP1 sampai SP4 yaitu mengidentifikasi penyebab harga diri
rendah dan membantu klien untuk mengenali kemampuan yang dimilkinya.

4.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana


asuhan kperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu
klien mencapai tujuan yang ditetapkan (NANDA 2015).

Pada tahap pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn.H dan Tn.A dengan
diagnosa halusinasi pendengaran di RSJ ILDREM Medan. Penulis apat
mealukan implementasi sesuai dengan intervensi yang telah di buat. Hal ini
disebabkan karna klien dapat bekerja sama dengan baik.

Tahap pelaksanaan ini dilakukan dengan cara melakukan tindakan


keperawatan dan memberikan penyuluhan serta pendidikan kesehatan kepada
kedua klien. Pada tahap pelaksanaan ini tidak di temukan kesenjangan antara
perencanaan dan pelaksanaan.

4.5 Evaluai Keperawatan

1. Halusinasi pendengaran, masalah ini sudah teratasi kedua klien


mengatakan sdah tidak mendengar suara –suara aneh lagi dan pasien
sudah tamapak tenang,senang dan senyum.

2. Prilaku kekerasan, masalah ini sudah teratasi pasien sudah tidak marah –
marah lagi pasien sudah merasa tenang

3. Isolasi sosial pada diagnosa ini masalah sudah teratasi kedua pasien
sudah tidak menyendiri lagi dan sudah berinteraksi dengan orang lain.

4. Defisit prawatan diri, masalah sudah teratasi pasien sudah rajin mandi
dan gosok gigi dan lainnya.

5. Harga diri rendah, masalah sudah teratasi pasien sudah dapat menerima
keadaannya dan dia merasa senang berada di rsj.
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Tn.H dan Tn.A dengan
gangguan halusinasi pendengaran di RSJ ILDREM Medan, selama kurang lebih
4 mulai dari tanggal 4 sampai 7 juni 2023, maka penulis mengambil kesimpulan
dan saran yang di buat berdasarkan laporan kasus adalah sebagai berikut.

Dalam tahap pengakajian, penulis melakuakan pendekatan yang baik dengan


klien, dan melakukan pengumpulan data secara teliti dan menyeluruh untuk
mendapatkan data yang akurat. Tahap pengkajian dengan 2 klien penulis tidak
mengalamin kesulitan karena klien dapat di ajak kerja sama penulis menemukan
beberapa kesenjangan antara tinjuan tioritis dan tinjuan kasus.

Dalam tahap pengkajian penulis menemukan kesenjangan antara dua kasus


dengan 5 diagnosa keperawatan 4 diagnosa pada kasus 1 dan 3 diagnosa pada
kasus 2, dua diagnosa sama pada kasus satu dan dua dan 3 diagnosa berbeda
pada kasus satu dan dua.

Dalam tahap imlementasi penulis dapat melakukan esuai dengan


perencanaan yang telah di tetapkan. Dan pada tahap evaluasi semua diagnosa
teratasi.

5.2 Saran

5.2.1 Pada Klien

Diharapkan kepada klien untuk melakuakn aktivitas yang sehat untuk


meningkatkan daya tahan tubuh serta semnagt dan juga diharapkan klien
untuk mengikuti saran dari tim kesehatan.

5.2.2 Kepada kelurga


Diharapkan kepada keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam
pelaksanaan penyembuhan klien.

5.2.3 Kepada perawat

Diharapkan kepada perawat dalam melaksanakan asuhan


kepeawatan sebaiknya perawat selalu menggunakan kominikasi
sehingga dapat terjalin kerja sama antara klien, keluarga dan perawat
dmi tercapainya tujuan yang diharapkan. perawat hendaknya
menanamkan kepercayaan kepada klien dan keluarga agar tindakan
keperawatan dapat terlaksanakan dengan baik.

5.2.4 Kepada pihak RSJ

Diharapkan kepada pihak pelayanan pukesmas untuk terus dapat


berkomitmen untuk meningkatkan kulitas dan pelayanan sehingga
tercapainya pelayanan yang nyaman sehingga meningkatkan kepuasan
masyarakat dalam mendapatakan pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, T & Maula, (2021). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada


An S Dengan Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
Pendengaran. Karya Tulis Ilmiah,
Universitas Kusuma
Husada Surakarta.
http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/1510/1/naskah
%20publikasi%20titani a%20anggraini.pdf

Aji, W. M. H. (2019). Asuhan Keperawatan Orang Dengan


Gangguan Jiwa Halusinasi Dengar Dalam
Mengontrol Halusinasi.
https://doi.org/10.31219/osf.io/n9dgs

Damaiyanti & Iskandar. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa.


Bandung : Refika Aditama.

Husein, A. N., & Arifin, S. (2011) . Gambaran Distribusi


Penderita Gangguan Jiwa Di Wilayah Banjarmasin
Dan Banjarbaru. Berkala Kedokteran, 9(2), 199-209.
http://dx.doi.org/10.20527/jbk.v9i2.950

Keliat B. A. (2014). Proses Keperawatan Jiwa Edisi II.

Jakarta : EGC. Keliat, B. A. (2011). Keperawatan

Kesehatan Jiwa Komunitas. EGC, Jakarta.

Keliat, B. A dan Akemat. (2012). Model Praktik Keperawatan Profesional


Jiwa.
Jakarta:EGC.

Kemengkes RI. (2019). Riset Kesehatan Dasar,


RISKESDAS.Jakarta: Kemengkes
RI.https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/1
0/08/persebaran- prevalensi-skizofreniapsikosis-di-
indonesia

Manao, B. M., & Pardede, J. A. (2019). Beban Keluarga


Berhubungan Dengan Pencegahan Kekambuhan
Pasien Skizofrenia. Jurnal Keperawatan Jiwa, 12(3).
https://www.researchgate.net/profile/JekAmidos/
publication/3479926 06

Nyumirah, S. (2013). Peningkatan kemampuan interaksi sosial


(kognitif, afektif dan perilaku) melalui penerapan
terapi perilaku kognitif di rsj dr amino gondohutomo
semarang. Jurnal keperawatan jiwa, 1(2)..
https://doi.org/10.26714/jkj.1.2.2013.%25p

Oktiviani, D. P. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. K


dengan masalah Gangguan Persepsi Sensori:
Halusinasi Pendengaran di Ruang Rokan Rumah
Sakit Jiwa Tampan (Doctoral dissertation, Poltekkes
Kemenkes
Riau).http://repository.pkr.ac.id/id/eprint/498
SATUAN ACARA PENYULUHAN TERAPI OKUPASI DI
RSJ.PROF.M.ILDREM KOTA MEDAN

Di susun oleh:

Nur maida, S.Kep

PROGRAM STUDI NESR TAHAP PROFESI

STIKES FLORA MEDAN

2023
SATUAN ACARA PENYULUHAN KOMPRES AIR HANGAT DI PUKESMAS
HELVETIA MEDAN

Pokok bahasan : Terapi Okupasi


Sub pokok bahasan : Terpi aku pasi untk menghilangkan
halusinasi pendengaran
Sasaran : paisen
Hari/tanggal :
Waktu : 25 menit
Pembicara : Nur Maida S.Kep

A. Tujuan umum

Setelah dilakukan penyuluhan di harapkan pasien dan dapat


mengerti apa itu terapi okupasi, manfaat tujuan terapi okupasi dan
manfaat terapi ukopasi.

B. Tujuan khusus
Setelah dilakukan penyuluhan selama 25 menit pasien dan kelurga
pasien diharapkan dapat menjelaskan.
1. Menjelaskan pengertian terapi okupasi
2. Menyebutkan manfaat terapi okupasi
3. Menyebutkan jenis aktivitas terapi okupasi
4. Menyebutkan indikasi terapi okupasi
C. Materi
1. Lefleat
D. Pelaksanaan penyuluhan

N Kegiatan penyuluhan Metode Media Waktu


o
1. Pembukaan: Ceramah - 5 menit
a. Memberi salam
b. Memperkenalkan diri
c. Menyampaikan
tujuan
d. Kontrak waktu
penyuluhan
2. Penyampaian materi  Dem Leafleat 12
a. Pengertian terapi onstr menit
okupasi asi
b. Manfaatterapi  Disk
okupasi usi
c. Jenis aktivitas
terapi okupasi
d. Indikasi terapi
okupasi

3. Penutup  Disk - 8
a. Evaluasi usi
b. Penyimpulan  Tany
materi a
c. Mengucapkan jawa
salam b
E. Evaluasi
1. Prosedur evaluasi : lisan
2. Waktu : 8 menit
MATERI PENYULUHAN TERAPI OKUPASI

A. Defenisi Terapi Okupasi

Terapi ukopasi adalah usaha penyembuhan melalui kesibukan atau


pekerjaan tertentu. Terapi ukopasi adalah salah satu jenis terapi kesehatan
yang merupakan bagian dari rehabilitas medis dan keperawatan.

B. Manfaat Terapi Okupasi


1. Menghadapi tantangan
2. Mengontrol emosi
3. Mencegah terjatuh
4. Mengurangi tingkat kehilangan memori

C. Jenis Aktifitas Terapi Okupasi


1. Latihan gerak badan
2. Olahraga
3. Permainan
4. Kerajianan tangan
5. Kesehatan,kebersihan, dan kerapihan pribadi
6. Pekerjaan sehari-hari (aktivitas kehidupan sehari-hari)
7. Praktik pre-vokasional 4
8. Seni (tari,musik,lukis, drama,dan lain-lain)
9. Rekreasi
10. Diskusi dengan topik tertentu (berita surat kabar, majalah, televisi,
radio atau keaadaan lingkungan).
D. Indikasi Untuk Terapi Okupasi
1. Seseorang yang kurang berfungsi dalam kehidupannya karena
kesulitan yang dihadapi dalam pengintregasian perkembangan
psikososialnya
2. Kelainan tingkah laku yang terlihat dalam kesulitannya
berkonikasi dengan orang lain
3. Tingkah laku tidak wajar dalam mengespresikan perasaan atau
kebutuhan yang primitif
4. Ketidak mampuan mengespresikan rangsangan sehingga rekreasi
terhadap rangsangan tersebut tidak wajar pula
5. Terhentinya seseorang dalam fase pertumbuhan tertentu atau
seorang yang mengalami kemunduran
6. Mera yang lebih mudah mengespresikan perasaannya muelalui
suatui aktivitas dari pada percakapan
7. Mereka yang merasa lebih mudah mempelajari sesuatu dengan
cara mempraktikannya dari pada dengan membayangkannya
8. Pasien cacat tubuh yang mengalami gangguan dalam
kepribadiannya
Apa itu terapi Apa Saja Manfaatnya
okupasi
1. Menghadapi
tantangan

2. Mengontrol
Nur Maida, S.Kep emosi
Terapi ukopasi adalah 3. Mencegah
usaha penyembuhan terjatuh

melalui kesibukan atau 4. Mengurangi


tingkat
pekerjaan tertentu. kehilangan
Terapi ukopasi adalah memori

salah satu jenis terapi


kesehatan yang
PROGRAM STUDI PROFESI merupakan bagian dari
NERS STIKes FLORA MEDAN rehabilitas medis dan
keperawatan.
2021/2022
1. Praktik pre-
Jenis aktivitas terapi vokasional 4
2. Seni
okupasi (tari,musik,lukis,
drama,dan lain-
lain)
3. Rekreasi
4. Diskusi dengan
topik tertentu
(berita surat
5. Latihan gerak kabar, majalah,
badan televisi, radio
6. Olahraga atau keaadaan
7. Permainan lingkungan).
8. Kerajianan
tangan
9. Kesehatan,kebers
ihan, dan
kerapihan pribadi
10. Pekerjaan sehari-
hari (aktivitas
kehidupan
sehari-hari) Terima kasih
PENGARUH TERAPI OKUPASI TERHADAP GEJALA HALUSINASI
PENDENGARAN PADA PASIEN HALUSINASI PENDENGARAN
RAWAT INAP DI YAYASAN AULIA RAHMA KEMILING
BANDAR LAMPUNG

Niken Yuniar Sari, Budi Antoro, Niluh Gede Pita Setevani

Universitas Mitra Indonesia, Bandar Lampung E-


mail: nikenyuniar@umitra.ac.id

ABSTRAK

Halusinasi adalah pengalaman atau respon yang salah terhadap stimulasi sensorik. Salah satu penatalaksanaan halusinasi
adalah terapi okupasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi gejala halusinasi pendengaran
pada pasien halusinasi pendengaran. Menggunakan desain quasi wxperiment pre-post test without control group.
Sejumlah 27 sampel dipilih dengan teknik total sampling, instrument yang valid dan reliabel. Analisis menggunakan
dependent t test. Hasil penelitian menunjukan gejala halusinasi menurun setelah diberikan terapi okupasi. (p-value < α
0,05), frekuensi gejala halusinasi pendengaran yang dialami klien halusinasi pendengaran sebelum diberikan terapi
okupasi yang paling banyak dalam katagori sedang (51,9%). Setelah diberikan terapi okupasi gejala halusinasi
pendengaran yang paling banyak dalam katagori ringan (44,4%) Terapi okupasi di rekomendasikan untuk mengatasi
halusinasi pada klien halusinasi pendengaran.

Kata Kunci : Halusinasi Pendengaran, Terapi Okupasi,

ABSTRACT

Hallucinations are an experience of one or the wrong response to sensory stimulation. One of the management of
hospitals with hallucinations is occupational therapy.This study aims to determine the frequency distribution of
auditory hallucinatory symptoms in auditory hallucinatory patients. Using the quasi experiment pre-post test without
control group design. A total of 27 samples were selected by total sampling technique, a valid and reliable instrument.
The analysis uses dependent t test. The results showed hallucinations symptoms decreased after being given
occupational therapy. (p-value <α 0.05), the frequency of auditory hallucinations symptoms experienced by auditory
hallucinations clients before being given the most occupational therapy in the medium category (51.9%). After being
given the most auditory hallucinations symptom therapy in the mild category (44.4%) Occupational therapy is
recommended to treat hallucinations in clients with auditory hallucinations.

Key Words: Hearing Hallucinations, Occupational Therapy


PENDAHULUAN halusinasi yang dialami oleh pasien gangguan
Penderita gangguan jiwa didunia diperkirakan jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20%
akan semakin meningkat seiring dengan halusinasi pengelihatan, dan 10% adalah
kemajuan kehidupan masyarakat. Hampir 400 halusinasi penciuman, pengecapan dan
juta penduduk dunia menderita masalah perabaan.
gangguan jiwa, diantaranya skizofrenia yang
merupakan gangguan jiwa berat atau kronis, saat Data Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung tahun
ini diperkirakan 26 juta orang didunia akan 2013 jumlah penderita gangguan jiwa sebanyak
mengalami skizofrenia, mengatakan lebih dari 15.720 orang dan sebanyak 7.422 orang (47,2%)
90 % pasien dengan skizofrenia mengalami mengalami skizofrenia dan penderita gangguan
halusinasi, dan halusinasi yang sering terjadi jiwa meningkat ditahun 2014 menjadi 17.528
adalah halusiansi pendengaran, pengelihatan, orang dan sebesar 8850 orang (50,7%)
halusinasi penciuman dan pengecapan (Yosep, mengalami skizofrenia (Rekam Medik RSJ
2009). Provinsi Lampung, 2014).

World Health Organization (WHO, 2013) Berdasarkan data yang diperoleh di Yayasan
menyatakan setidaknya ada satu dari empat Aulia Rahma, Kemiling, Bandar Lampung
orang didunia mengalami masalah mental, dan Tahun 2018 jumlah penderita halusinasi hingga
masalah gangguan kesehatan jiwa yang ada akhir februari 2018 tercatat kasus tertinggi
diseluruh dunia sudah menjadi masalah yang dengan pasien halusinasi terdapat 49 pasien
serius.Dimana terdapat sekitar 35 juta orang penderita halusinasi dari 70 pasien yang dirawat
terkena depresi, 60 juta terkena bipolar, diklinik tersebut. Diantaranya terdapat 27 pasien
21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta dengan halusinasi pendengaran, 12 pasien
terkena dimensi. dengan halusinasi penglihatan, 7 pasien dengan
halusinasi perabaan dan 3 pasien dengan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia halusinasi penciuman.
(Depkes) pada tahun 2014 menyatakan jumlah
gangguan jiwa di Indonesia mencapai angka 2,5 Halusinasi adalah sebagai pengalaman yang
juta dari 150 juta populasi orang dewasa di salah atau persepsi yang salah atau respon yang
Indonesia, dan terdapat 1,74 juta orang salah terhadap stimulasi sensorik.Suatu
mengalami gangguan mental emosional. Di penyimpangan persepsi palsu yang terjadi pada
Indonesia, jumlah penderita gangguan jiwa berat respon neurologis maladatif.Seseorang
(psikosis/skizofrenia) adalah 1,7 perseribu sebenarnya mengalami penyimpangan
penduduk.Rumah Sakit Jiwa Diindonesia sensorik sebagai hal yang nyata dan
menyatakan sekitar 70%
meresponya. Halusinasi dapat muncul dari salah mengalihkan perhatian pasien dari halusinasi
satu panca indra (Stuart, 2013). Respon terhadap yang dialami sehingga pikiran pasien tidak
halusinasi dapat mendengar suara, curiga, terfokus dengan halusinasinya khusus nya pada
khawatir, tidak mampu mengambil keputusan, pasien halusinasi pendengaran (Yosep, 2009).
tidak dapat membedakan nyata dan tidak
nyata.Pasien halusinasi disebabkan karena faktor Tujuan penelitian ini adalah Mengetahui
pola asuh, perkembangan, neurobiology, Pengaruh Terapi Okupasi Terhadap Gejala
psikologis sehingga Halusinasi Pendengaran Pada Pasien Halusinasi
menimbulkan gejala halusinasi. Seseorang yang Pendengaran Rawat Inap Di Yayasan Aulia
mengalami halusinasi bicara sendiri, senyum Rahma, Kemiling Bandar Lampung Tahun
sendiri, tertawa sendiri, menarik diri darin orang 2018.
lain, tidak dapat membedakan nyata dan tidak
nyata (Stuart, 2013). METODOLOGI

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian


Penatalaksanaan pasien dengan halusinasi ada
kuantitatif, menggunakan design eksperimen
beberapa seperti farmakoterapi, terapi kejang
dengan rancangan penelitian preksperiment
listrik, psikoterapi dan rehabilitas yang
dengan pendekatan one group pretest-postest
diantaranya terapi okupasi, terapi sosial, TAK,
design. Populasi dalam penelitian ini adalah
terapi lingkungan (Prabowo, 2014). Penelitian I
seluruh pasien halusinasi pendengaran di
Wayan Candra dkk (2013) meneliti terapi
Yayasan Aulia Rahma, Kemiling Bandar
okupasi aktivitas menggambar terhadap
Lampung dengan jumlah 27 pasien halusinasi
perubahan halusinasi pada pasien skizofrenia
pendengaran. Sampel yang digunakan pada
hasil penelitian menunjukan p=0,000. Hasil
penelitian ini adalah total sampel adalah 27
tersebut menemukan adanya pengaruh terapi
pasien dengan halusinasi pendengaran.
okupasi aktivitas
penelitian ini adalah Teknik Total Sampling.
menggambar terhadap perubahan halusinasi
pada pasien skizofrenia. Langkah-langkah pelaksanaan penelitian Pretest
dilakukan dengan cara melakukan observasi
Aktivitas menanam yang dilakukan bertujuan gejala halusinasi pendengaran kepada responden
untuk meminimalisasi interaksi pasien dengan menggunakan lembar observasi yang
dunianya yang tidak nyata, mengeluarkan diobservasi adalah isi halusinasi, frekuesnsi
pikiran, perasaan, atau emosi yang selama ini halusinasi, situasi pencetus, dan respon pasien.
mempengaruhi perilaku yang tidak disadarinya,
memberi motivasi dan
memberikan kegembiraan, hiburan, serta
Setelah melakukan selesai pretest, selanjutnya pendengaran berdasarkan lembar observasi yang
melakukan terapi pada hari berikutnya yang sudah baku. Instrument ini terdiri dari
dimana akan dilakukan 1-2 jam dengan karakteristik responden, dan gejala
beberapa tahap, tahap 1 dengan waktu ½-1 halusinasi.Teknik analisa data yang digunakan
jam terdiri dari tahap persiapan dan orientasi, dalam penelitian ini adalah uji Wilxocon Sign
melakukan persiapan alat-alat dan bahan Rank Test.
seperti menyiapkan tanaman, sekop, polibag,
pupuk, air,dll setelah itu tahap kedua 1-1/2 HASIL
yang terdiri dari tahap kerja dan tahap evaluasi, Karakteristik responden penelitian ini akan
dimana pada tahap ini ajarkan responden dijelaskan seperti usia, jenis kelamin, lama
bagaimana cara menanam dan merawatnya, saat dirawat, dan pekerjaan
menanam yang pertama dilakukan adalah
Tabel 1. Karakeristik Berdasarkan Usia
menggali tanah yang akan digunakan, setelah
itu memberikan contoh untuk pertama kali
Umur Frekuensi Persentas
kepada responden dalam menanam sayuran. e
< 21 tahun 0 0%
21-40 tahun 19 70,4%
Setelah evaluasi, jika sudah melakukan terapi 40-60 tahun 8 29,6%
>60 tahun 0 0%
lakukan evaluasi dengan cara menanyakan Total 27 100%

kepada responden apakah responden senang


Tabel 1. dapat diketahui bahwa distribusi
melakukan menanam sayuran dan memberikan
frekuensi usia pada responden halusinasi
hadiah kepada responden yang sudah mau dalam
pendengaran paling banyak pada katagori usia
mengikuti terapi sebagai penghargaan kepada
21-40 tahun dengan jumlah 19 responden
partisipan, setelah evaluasi peneliti melakukan
dengan persentase 70,4 %. Menurut peneliti
kontrak waktu kepada partisipan dan wali
pada tahap ini responden berusaha membuktikan
responden untuk terapi selanjutnya terapi yang
dirinya sebagai seorang pribadi dewasa dan
akan dilakukan selama 2 minggu dengan 1
mandiri.
minggu dilakukan
3 sesi pertemuan, sehingga terdapat 6 sesi
pertemuan untuk 2 minggu. Pada hari ke 15
dilakukan observasi (Posttest) untuk mengukur
gejala halusinasi pendengaran. Instrument
pengumpulan data yang digunakan Pre Testdan
Post Testberupa lembar observasi
untuk mengukur gejala halusinasi
Tabel 2. Karakteristik Berdasarkan Jenis Tabel 3 menunjukan gejala halusinasi
Kelamin, Lama Dirawat Dan Pekerjaan pendengaran klien halusinasi pendengaran
sebelum diberikan terapi okupasi paling banyak
No Karakteristik F %
1. Jenis kelamin dalam kategori sedang dengan jumlah responden
a. Laki-laki 20 74,1%
b. Perempua 7 25,9% 14 responden dengan persentase 51,9%.Hasil
n
2. Lama di rawat penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
a. 1-5 tahun 14 51% dilakukan oleh I Wayan Candra Dkk (2013)
b. 6-10 13 48,1%
tahun yang meneliti tentang terapi okupasi terhadap
3. Pekerjaan
a. Pedagang 8 29,6% aktivitas menggambar terhadap perubahan
b. Petani 10 37,0% halusinasi pada pasien skizofrenia. Hasil
c. Wiraswas 2 7,4%
ta penelitian menemukan bahwa sebelum diberikan
d. IRT 6 22,2%
e. Supir 1 3,7% terapi okupasi aktivitas menggambar sebagaian
besar yaitu
Tabel 2.dapat diketahui bahwa distribusi
15 orang (50,0%) mengalami halusinasi
frekuensi karakteristik pada responden seperti
tingkat sedang.
jenis kelamin, lama sakit, dan pekerjaan
responden. Frekuensi jenis kelamin pada klien
Hasil penelitian yang didapat menunjukan
halusinasi pendengaran paling banyak pada
sebelum diberikan terapi okupasi aktivitas
katagori jenis kelamin laki-laki dengan jumlah
menanam gajala halusinasi pendengaran yang
20 responden dengan persentase 74,1%,
dialami pasien halusinasi pendengaran sebagaian
frekuensi lama sakit pada klien halusinasi
besar berada dalam kategori sedang. Hal ini
pendengaran paling banyak pada katagori lama
disebabkan karena halusinasi pendengaran
sakit 1-5 tahun dengan jumlah
menyebabkan pasien mengalami
14 responden dengan persentase 51,9%,
ketidakmampuan atau kerusakan dalam
dan frekuensi pekerjaan pada klien halusinasi
hubungan sosialnya sehingga pasien hidup
pendengaran paling banyak pada katagori
dialamnya sendiri, berinteraksi dengan
pekerjaan petani dengan jumlah 10
pikirannya yang diciptakan sendiri, seolah- olah
responden dengan persentase 37,0%.
semuanya menjadi sesuau yang nyata sehingga
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Gejala Halusinasi Pre-
Test
responden tidak dapat mengalihkan dan
mengontrol halusinasi yang dialaminya.
Gejala Halusinasi F %
Pendengaran (Pre-Test)
Berat 13 48,1 %
Sedang 14 51,9% Pasien yang sehat mampu mengidentifikasi dan
Ringan 0 0%
Total 27 100% menginterprestasikan stimulasi berdasarkan
informasi yang diterima melalui
panca indra, pasien dengan halusinasi
mempersepsikan suau stimulasi dengan panca Yayasan Aulia Rahma Kemiling, Bandar
indra yang sebenarnya stimulus tersebut tidak Lampung Tahun 2018. Hasil penelitian ini
ada. sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ni
Made Wijayanti Dkk (2012) terapi okupasi
Menurut Muhith (2015) mengatakan halusinasi aktivitas waktu luang terhadap perubahan gejala
dibagi menjadi intensitas halusinasi dalam 4 halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia
bagian berdasarkan tingkat ansietasnya yang dengan hasil p=0,000 yang berati ada pengaruh
dialami dan kemampuan klien dalam terapi okupasi aktivias waktu luang terhadap
mengendalikan dirinya. gejala halusinasi pendengaran pada pasien
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Gejala Halusinasi skizofrenia. Hasil penelitian lainnya I Wayan
Pendengaran Post-Test Candra Dkk (2013) terapi okupasi aktivitas
menggambar terhadap perubahan halusinasi
Gejala Halusinasi F % pada pasien skizofrenia dengan hasil p=0,000.
Pendengaran (Post-
Test)
Berat 5 18,5% PEMBAHASAN
Sedang 10 37,0%
Ringan 12 44.4%
Hasil penelitian menunjukan sebagian besar
Total 27 100%
gejala halusinasi pendengaran pada klien
Tabel 4. gejala halusinasi pendengaran pada halusinasi pendengaran setelah diberikan terapi
klien halusinasi pendengaran setelah diberikan okupasi paling banyak dalam kategori ringan
terapi okupasi paling banyak dalam kategori dengan jumlah responden 12 responden dengan
ringan dengan jumlah responden 12 responden persentase 44,4%. Terjadi penurunan gejala
dengan persentase 44,4%. Hasil penelitian ini halusinasi pendengaran setelah diberikan erapi
sesuai dengan I Wayan Candra Dkk (2013) hasil okupasi karena pada saat pelaksanaan terapi
penelitian ditemukan bahwa seelah diberikan okupasi dapat meminimalisasi interaksi pasien
terapi okupasi aktivitas menggambar sebagian dengan dunianya sendiri, mengeluarkan pikiran,
besar yaitu ringan dengan 21 responden (70,0%) perasaan, atau emosi yang selama ini
mengalami penurunan. mempengaruhi perilaku yang tidak disadarinya,
memberi motivasi dan memberikan
Hasil penelitian dari uji satistik didapatkan Hasil kegembiraan, hiburan, serta mengalihkan
Uji Wilcoxon didapat P Value 0,00< 0,05, perhatian pasien dari halusinasi yang dialami
artinya ada pengaruh terapi okupasi terhadap sehingga pikiran pasien tidak terfokus dengan
gejala halusinasi pendengaran pada pasien halusinasinya khusus nya
halusinasi pendengaran rawat inap di
pada pasien halusinasi pendengaran. Dimana melakukan pengkajian tentang gangguan
banyak penelitian yang sudah membuktikan persepsi sensori: halusinaisi pada klien,
bahwa terapi okupasi dapat mengubah gejala kemudian menentukan masalah atau diagnosa
halusinasi pendengaran. keperawatan yang muncul, menyusun rencana
tindakan keperawatan terapi okupasi, melakukan
Terjadi penurunan gejala halusinasi implementasi dan evaluasi sehingga gejala
pendengaran yang mengalami setelah diberikan halusinasi pendengaran dapat menurun.
terapi okupasi, karena pasien mampu melakukan
aktivitas dengan baik pada saat pelaksanaan KESIMPULAN
terapi. Keadaan demikian mempengaruhinpasien Karakterisik klien dengan gejala halusinasi
lain tetap focus dan menikmati aktivias yang pendengaran paling banyak pada usia 21-40
diberikan untuk mengikuti teman tahun, lalu jenis kelamin pada klien halusinasi
sekelompoknya sehingga halusinasi dapat pendengaran paling banyak dengan jenis
dialihkan. Hal ini sesuai dengan Herman (2011) kelamin laki-laki, untuk frekuensi lama dirawat
Aktivitas dalam okupasi terapi hanya media, paling banyak pada 1-5 tahun, dan untuk
tidak untuk menyembuhkan. Peranan terapi pekerjaan klien paling banyak pada pekerjaan
tersebut sebagai penghubung antara batin klien petani.
dengan dunia luar, berhubungan dengan tujuan
pekerjaan dan dapat meningkatan kemampuan
Distribusi frekuensi gejala halusinasi
klien bersosialisasi dalam kelompok terapi.
pendengaran pada pasien halusinasi
pendengaran sebelum diberikan terapi okupasi
Diamati dan dicermati satu persatu dari seluruh
lebih tinggi dalam kategori sedang dengan
responden penelitian ditemukan ada 2 responden
jumlah 14 responden dan distribusi frekuensi
gejala halusinasi pendengarannya hanya
gejala halusinasi pendengaran pada pasien
menurun sedikit sebelum dan sesudah diberikan
halusinasi pendengaran setelah diberikan terapi
terapi okupasi.Keadaan ini dapat terjadi karena
okupasi lebih tinggi dalam kategori ringan
pasien belum mampu mengalihkan dan
dengan jumlah 12 responden.
mengontrol halusinasi yang dialaminya.

Hasil menunjukan ada pengaruh terapi okupasi


Begitu besarnya pengaruh terapi okupasi terhadap gejala halusinasi pendengaran pada
terhadap gejala halusinasi, diharapkan petugas pasien halusinasi pendengaran rawat inap Di
kesehatan dapat lebih meningkatkan intevensi Yayasan Aulia
terapi okupasi dengan terlebih dahulu
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah September
2020
Rahma, Kemiling, Bandar Lampung Tahun 2018.

KEPUSTAKAAN

Departemen Kesehatan Indonesia,


(2014).www.depkes.go.id diakses 10
maret 2018.
Herman (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan
Jiwa:Yogyakarta: Noha Medika, 2011.
I Wayan Chandra & Ni Kadek Rikayanti,
(2013).Pengaru terapi okupasi aktivitas
menggambar terhadap perubahan
halusinasipada pasien skizofrenia. Susana
dan Hendarsih, 2011. www.poltekes-
denpasar.ac.id diakses 6

maret 2018.
Yosep. I (2009) Keperawatan Jiwa, Refika
Editama, Bandung
Kementrian Kesehatan Lampung, (2013).
https://dinkes.lampungprov.go.id diakses 6
maret 2018.
Muhith, Abdul. (2015). Pendidikan
Keperawatan Jiwa:
Yogyakarta.Andi,2015.
Ni Made Wijayanti, I Wayan Candra &I Dewa
Made Ruspawan, (2012). Terapi Okupasi
Aktivitas Waktu Luang Terhadap Perubahan
Gejala Halusinasi Pendengaran Pada Pasien
Skizofrenia. www.poltekkes-denpasar.ac.id.
Diakses 6 maret 2018.
Prabowo, Eko. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan
Keperawatan Jiwa:Yogyakarta: Nuha
Medika, 2014
Rekam Medik (2014) Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Lampung
Stuart, Gail W. (2013). Prinsip Dan Praktik
Keperawatan Kesehatan Stuart, 1 St
Indonesia Edition, By Budi Anna Keliat And
Jesica Pasaribu:Copyright © 2016 Elsevier
Singapore Pte Ltd.
World health organization (2013) mental
disorder.www.who.int diakses 24 maret
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah September
2020
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah
Alamat Website: http://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/JKM

Terapi Okupasi Pada Pasien Dengan Halusinasi Di Rumah Sakit Umum Daerah Banyu-
mas

Melinda Puspita Ayu Jatinandya¹, Dedy Purwito²

1
Program Studi Keperawatan S1, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Indonesia
2
Dosen Program Studi Keperawatan S1, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Indonesia

INFORMASI A B S T R A C T
Korespondensi: Objective : To determine the effects of occupational therapy in patients with
hallucina- tions in Banyumas Regional Hospital.
melindanandya92@gmail.
com Method: The research method used in this study was descriptive quantitative with a
cross-sectional approach. The sampling technique employed random sampling with
a sample size of 32 respondents who fit the inclusion and exclusion criteria.

Results: In the assessment of positive behavioral aspects, the value of p 0.0001 (p


0.05) was obtained which indicated that there was an influence on the positive
behavior of respondents statistically. In the assessment of negative behavioral
aspects, the p-value obtained was 0.0049 (p 0.05) which implied that there were
changes in
Keywords: the negative behavioral aspects of the respondent statistically. In addition, in the assess-
ment on the aspect of the patient ability, p-value 0.037 (p 0.05) was obtained which
Occupational Therapy, Hal- meant that there was a change statistically in the aspect of patient ability in the
lucinations, Behavior Sadewa ward of Regional General Hospital of Banyumas.

Conclusion: In conclusion, occupational therapy effectively reduces the level of


hallu- cinations. The change is that the patients experience a decrease in negative
behavioral aspects. Moreover, the changes in positive behavioral aspects are also
experienced by the patients in which they behave better. In addition, the aspect of the
patient's ability is also improved to greater numbers.
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah September
2020
PENDAHULUAN bunuh diri. Gambar-gambar yang dihasilkan para pa-
Definisi sehat menurut WHO merupakan suatu sien adalah representasi dari memori, perasaan, dan
keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental, dan so- imajinasi para pasien yang biasanya mereka sulit un-
sialyang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacat- tuk ungkapkan dengan bahasa verbal (Kusumawati,
an. Maka kesehatan jiwa juga bukan sekedar terbebas 2010).
dari gangguan tetapi lebih kepada gangguan perasaan, Pada pasien dengan halusinasi mendapatkan fasilitas
kesejahteraan, dan kebahagiaan. Ketiga komponen berbagai terapi farmakologis dan terapi non farma-
tersebut dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, dan kologis. Salah satu terapi yang diberikan yaitu terapi
perilaku. Apabila fungsi kejiwaan seseoran gtergang- okupasi atau terapi kerja.Terapi tersebut lebih menga-
gu, maka dapat mempengaruhi bermacam-macam rah pada pengobatan alami dengan pendekatan batin
fungsi lainya seperti mempengaruhi paada ingatan, dan bukan menggunakan obat-obatan kimia. Salah
psikomotor, proses pikir, persepsi, kepercayaaan diri, satu manfaat umun dari terapi okupasi adalah un-
dan gangguan emosional (WHO,2016). tuk membantu individu dengan kelainan atau gang-
Data Riskesdas 2013 memunjukkan prevalensi gang- guan fisik, mental, mengenalkan individu terhadap
gunan mental emosional yang ditunjukkan dengan lingkungan sehingga mampu mencapai peningkatan,
gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 perbaikan, dan pemeliharaan kualitas hidup. Hal
tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau ini dikarenakan seorang pasien akan dilatih untuk
6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan mandiri dengan latihan-latihan yang terarah.
prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia Berdasarkan Studi Pendahuluan di Rumah Sakit
mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 Umum Daerah Banyumas diperoleh data penderita
per 1.000 penduduk. Peningkatan proporsi ganggu- gangguan jiwa pada tahun 2018 sebanyak 220, jum-
an jiwa pada data yang didapatkan Riskesdas 2018 lah penderita gangguan jiwa yang mengikuti terapi
cukup signifikan jika dibandingkan dengan Riskesdas okupasi sebanyak 862 tindakan pertahunya. Data
2013, naik dari 1,7% menjadi 7%. 2018 kunjungan rawat jalan pada poli jiwa mencapai
Berbagai faktor juga dapt memberikan pengaruh ter- angka 17.896.
hadap nilai-nilai sosial dan budaya pada masyarakat
yang mengalami gangguan jiwa seperti faktor global- METODE
isasi dan pesatnya kemajuan teknologi informatika. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif
Tidak semua orang mempunyai kemampuan diri un- kuantitatif dengan rancangan penelitian cross section-
tuk menyesuaikan dengan berbagai perbuhan yang al. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditem-
ada. Jika individu tersebut tidak dapat melakukan puh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh
koping dengan adaptif maka individu tersebut dapat sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan
mengalami resiko gangguan kejiwaan. Gangguan jiwa subjek penelitian (Nursalam, 2013). Teknik sampling
merupakan masalah yang serius dan harus mendapa- yang digunakan peneliti dalam penelitian ini yai-
tkan perhatian karena tingginya angka penderita, an- tu simple random sampling. Simple random sampling
gka prevalensi terbanyak yaitu mengalami gangguan atau penarikan sampel acak sederhana dengan total
jiwa dengan diagnosa halusinasi (Hawari, 2014). responden yaitu berjumlah 32 responden. Pengum-
Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manu- pulan data menggunakan kuesioner perilaku positif,
sia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) perilaku negatif, dan terapi okupasi. Analisa data
dan rangsangan eksternal (dunia luar). Pasien dengan menggunkan uji paired t-test untuk mengukur scor
halusinasi mendapatkan respon tentang lingkungan- (nilai) tiap-tiap item (pertanyaan) dengan scor total
nya tanpa ada objek rangsangan yang nyata. Sebagai kuesioner tersebut. Kriteria inklusi pada penelitian
contoh pasien mengatakan mendengar suara padahal ini adalah : 1) Bersedia menjadi subjek penelitian, 2)
kenyataannya tidak ada orang yang berbicara. Orang Pasien gangguan jiwa, 3) Pasien dengan halusinasi.
dengan gangguan kejiwaan memiliki kecenderungan Dan kriteria esklusi pada penelitian ini adalah pasien
menjadi penyendiri / mengisolasi diri dari dunia luar. yang bukan dengan diagnosa halusinasi. Tempat pe-
Mereka kesulitan bersosialisasi dengan orang lain. nelitian ini dilakukan yaitu di RSUD Banyumas. Pe-
Banyak dari mereka merasa mendengar suara / bisikan nelitian ini dilakukan pada bulan mei 2020.
yang bisa mempengaruhi mereka menjadi pemarah,
melakukan kekerasan, dan bahkan bisa melakukan
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah September
2020
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perilaku Negatif
1. Analisis Univariat
0
a. Karakteristik Responden - dipertanyakan 0
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik respon- - ringan 12 37,5
- sedang 15
den. - ditandai 5 46,9
- parah 0
Kemampuan Pasien 15,6

- dipertanyakan 9 0
- ringan 9
- sedang 9
- ditandai 3 25,0
- parah 2
25,0
Karakteristik Frekuensi (F) Presentase (%) 25,0
Umur
-10-29 tahun 9 28,1 9,4
-30-49 tahun 18 56,2
-50-69 tahun 3 15,2 6,2
Jenis Kelamin
Karakteristik Frekuensi (F)
-perempuan 15 46,9
-laki-laki 17 53,1 Presentase(%)
Pendidikan
-SD 0 0 Perilaku Positif
-SMP 17 53,1
-SMA 14 43,8
-Perguruan Tingggi 1 3,1
Lama Dirawat
<1 thn 32 100
Lama Sakit
<1 tahun 28 87,5
>1 tahun 4 12,5
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa karak-
teristik responden pasien deangan halusinasi pada
ruang sadewa di Rumah Sakit Umum Daerah Banyu-
mas dengan jumlah responden 32 didapatkan hasil
paling banyak berumur antara 30-49 tahun yaitu 18
responden (56%). Kategori jenis kelamin didapatkan
hasil paling banyak adalah berjenis kelamin laki-laki
yaitu sedanyak 17 responden (53%). Pada kategori
pendidikan paling banyak responden berpendidikan
akhir SMP yaitu sebanyak 17 responden (53%). Kat-
egori lama dirawat responden dengan halusinasi diru-
ang sadewa yaitu <1 tahun sebanyak 32 responden.
Kategori lama sakit paling banyak responden lama
sakit <1 tahun yaitu 28 responden (87%).

b. Karakteristik Responden Berdasarkan


Dengan Perilaku Positif, Perilaku Negatif, Dan
Kemampuan Pasien
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi karakteristik respon-
den berdasarkan dengan perilaku positif, perilaku
negatif, dan kemampuan pasien.
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah September
2020 4,66±1,234
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dijelaskan bahwa pada Pre_perilaku_positif
Post_perilaku_positif 0,563 0,001
4,09±1,353
jenis perilaku positif sebagian paling besar responden
Pre_perilaku_negatif 3,19±1,355
dengan kategori ringan yaitu sebanyak 12 responden Post_perilaku_negatif 3,91±1,353 -0,719 0,049
(37%). Pada jenis perilaku negatif sebagian paling be- Pre_kemampuan_pasien 2,19±1,239
sar responden kategori sedang yaitu sebanyak 15 re- -0,750 0,037
Post_kemampuan_pasien 2,94±1,343
sponden (49%). Sedangakan pada jenis kemampuan
pasien mendapat jumlah yang sama antara kategori PEMBAHASAN
dipertanyakan, ringan, dan sedang yaitu sebanyak 1. Karakteristik Responden
masing-masing 9 responden (25%). a. Umur Responden
Hasil penelitian yang telah dilakukan di RSUD
2. Analisa Bivariat Banyumas pada pasien dengan halusinasi menunju-
Tabel 4.3 Perbandingan pre dan post terapi okupa- kan bahwa responden berumur antara 30-49 tahun.
si pada pasien dengan halusinasi diruang Sadewa Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
RSUD Banyumas. dilakukan oleh Dwi Heppy Rochmawaty (2015)
Perbe- P dengan judul efektifitas terapi bercakap-cakap dalam
Variabel Mean ± SD daan
Mean value meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi
yang menjelaskan bahwa persentase sebagian besar
- dipertanyakan 2 6,2 usia responden pada rentang usia 35-36 tahun. Pe-
- ringan 12 nelitian tersebut juga sejalan dengan penelitian yang
- sedang 9 37,5
- ditandai 8 dilakukan oleh Hidayati, et al (2014), menyatakan
- parah 1 28,1 pasien yang dirawat di rumah sakit jiwa lebih
banyak yang berumur antara 25 sampai 45 tahun.
25
Sedangkan Hasil penelitian ini tidak sejalan
3,1 dengan penelitian yang dilakukan oleh Oky
Fresa (2015)
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah September
2020
bahwa usia responden sebagian besar rentang usai 24 dikaitkan dengan cara berpikiratau cara seseorang
tahun. Pada penelitian ini didukung oleh peneli- menganalisis sesuat hal. Pendidikan berhubungan
tian Hidayati (2014) dengan responden terbanyak dengan cara berpikir untuk menganalisis sesuatu
usia 24 tahun sebanyak 35 orang. Pada usia terse- persoalan dalam menghindari stress yang timbul di
but seseorang secara besar-besaran memodifikasi kehidupan sehari-hari.
aktivitas kehidupannya dan memikirkan tujuan Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang
masa depan. dilakukan oleh penelitian yang dilakukan Isnae- ni
(2012) mengatakan tingkat pendidikan yang paling
b. Jenis Kelamin banyak pada pasien responden halusinasi adalah
Hasil penelitian menunjukan bahwa presentase se- sekolah dasar sebanyak 21 responden (70%). Dengan
bagian besar responden di RSUD Banyumas berje- latar pendidikan responden yang sebagian besar SD
nis kelamin laki-laki sebanyak 17 responden (53%) menjadi pertimbangan bagi perawat dalam
. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang memberikan informasi. Penelitian tersebut juga tidak
dilakukan oleh Purba (2013), bahwa paling banyak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Koe-
yang mengalami halusinasi adalah laki-laki diband- soema (2007) Pendidikan responden yang paling
ingkan perempuan dimana laki-laki mengalami pe- banyak adalah SD 20 responden (37.0%) dan yang
rubuahan peran dan penurunan interaksi sosial, dan paling sedikit adalah tidak sekolah 1 responden
kehilangan pekerjaan. Penelitian yang dilakukan juga (1.9%). bahwa pendidikan adalah sebuah proses
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahy- yang membantu menumbuhkan, mengembangkan,
uni, et al, (2004); Carolina (2008) dan Anggraini, et mendewasakan, membuat yang tidak tertata atau
al, (2013), bahwa pasien skizofrenia dengan halusi- liar menjadi semakin tertata. Sebagian besar respon-
nasi pendengaran yang dirawat dirumah sakit jiwa den penelitian ini yang di rawat adalah pasien yang
hampir seluruh responden berjenis kelamin laki-la- ki hanya berpendidikan sekolah dasar, pendidikan akan
dengan presentase dari keduanya yaitu kelompok sangat berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan
dengan frekuensi 85,1% berjenis kelamin laki-laki manusia baik pikiran, perasaan maupun sikapnya.
dan 78,7% berjenis kelamin perempuan. Sedangkan
Penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian d. Lama Dirawat
yang dilakukan oleh Oky Fersa (2015) yang menun- Hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan karak-
jukkan bahwa responden halusinasi sebagian besar teristik responden menurut lama hari rawat diper-
berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 29 oleh data pasien di ruang sadewa yaitu paling ban-
responden (53.7%) dan paling sedikit laki-laki han- yak responden lama dirawat kurang dari satu tahun
ya 25 responden (46.3%). Penelitian ini juga tidak (100%). Lama hari rawat merupakan salah satu
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rhoads unsur atau aspek asuhan dan pelayanan dirumah sakit
(2011), yang menyatakan angka kejadian halusi- yang dapat dinilai dan diukur. Lama hari rawat dapat
nasi pendengaran pada laki-laki dan perempuan diukur dengan cara mengukur dengan jangka pan-
adalah sama. jang dan jangka pendek. Penelitian ini sejalan den-
gan penelitian yang dilakukan oleh Mirza, Raihan
c. Pendidikan dan Hendra Kurniawan (2015) yang menyataka bah-
Berdasarkan dari hasil penelitian didapatkan bahwa wa menurut lama hari rawat diperoleh median lama
sebagian besar responden berpendidikan akhir dijen- hari rawat pada kelompok eksperimen dan kontrol
jang Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 17 adalah 60 hari dan 30 hari. Setelah kunjungan dokter
responden (53%). Hasil penelitian ini diketahui bah- biasanya melihat progres dan biasnya responden dip-
wa mayoritas pendidikan responden adalah Sekolah ulangkan dibawah 30 hari dapat mengurangi resiko
Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah kekambuhan tapi apabila perawatan lebih dari 30 hari
Atas (SMA). Penelitian ini sejalan dengan penelitian cenderung resiko kekambuhan meningkat. Menurut
yang dilakukan oleh Nurlaili (2019) dengan judul R Dwi Safra Yuli (2015) hasil penelitiannya tentang
pengaruh distraksi menghardik pada pasien dengan efektifitas terapi senam aerobik terhadap penurunan
halusinasi menunjukan bahwa Pendidikan sebagian skor halusinasi berdasarkan karakteristik responden
responden berpendidikan SMP dikedua kelom- pok menurut lama hari rawat diperoleh median lama hari
dengan nilai yang sama yaitu 78%. Pendidikan rawat pada kelompok eksperimen dan kontrol adalah
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah September
2020
60 hari dan 30 hari. yang artinya ada pengaruh terapi okupasi stimulasi
persepsi terhadap peningkatan kemampuan pasien
e. Lama Sakit mengontrol halusinasi. Simpulan diperoleh ada per-
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan di- bedaan tanda dan gejala positif sebelum dan sesudah
ruang Sadewa RSUD Banyumas berdasarkan karak- dilakukan terapi okupasi stimulasi persepsi.
teristik responden menurut lama sakit diperoleh data
pasien di ruang sadewa sebagian besar responden b. Perilaku negatif
lama sakit kurang dari satu tahun. Penelitian tersebut Berdasarkan hasil penelitian terhadap 32 responden
sejalan dengan penelitian R Dwi Safra Yuli (2015) diruang Sadewa RSUD Banyumas menunjukan pal-
tentang efektifitas terapi aktifitas senam aerobik ter- ing banyak responden pada kategori sedang yaitu se-
hadap penurunan skor halusinasi didapatkan hasil banyak 15 responden (46%). Perilaku negatif mer-
penelitian diperoleh responden dengan lama sakit <1 upakan afek datar, anhedonia, atau kurang perhatian.
tahun 21 orang (65,6%), responden dengan lama Gejala tidak beraturan di antaranya bicara inkoheren,
sakit 1-3 tahun 8 orang (25,0%) serta responden atau perilaku yang tidak beraturan seperti pengulan-
dengan lama sakit >3 tahun 3 orang (9,4%). gan kata bicara. Gejala negatif mengacu pada hilang-
Sehingga dapat disimpulkan presentase terbanyak re- nya minat yang sebelumnya dimiliki oleh penderita.
sponden lama sakit <1 tahun yaitu sebanyak 21 re- Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilaku-
sponden. kan oleh Sivec dan Montesano (2012) yang menun-
Penelittian ini juga sejalan dengan penelitian yang jukkan adanya perubahan pada halusinasi setelah
dilakukan oleh Ni Made Wijayanti (2010) berdasar- dilakukan terapi perilaku negatif. Proses latihan per-
kan hasil penelitian diperoleh responden dengan ilaku baru pada pemberian terapi kognitif – perilaku
lama sakit <1 tahun 34 orang (65,6%), responden ini didahului oleh pemulihan kognitif melalui latihan
dengan lama sakit 1-3 tahun 12 orang (25,0%) melawan pikiran otomatis negatif. Dalam teori beru-
serta responden dengan lama sakit >3 tahun 8 orang bah, hal ini sangat penting, karena perubahan yang
(9,4%). Menurut Nantingkaseh (2007) seo- rang diawali dengan kesadaran diri yang baik akan kebutu-
skizofrenia berat biasanya berlangsung lama. Waktu han berubah akan menghasilkan perilaku baru yang
yang lama dapat diartikan bahwa pasien su- dah lama dapat dipertahankan (Lewin dalam Peterson dan Bre-
menderita dan waktu untuk kesembuhan dow, 2014). Tahap terapi kognitif dalam pelaksanaan
membutuhkan waktu yang lama juga. Hasil peneli- terapi kognitifperilaku membantu klien memperoleh
tian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan kesadaran diri akan adanya kebutuhan untuk beru-
oleh Mirza, Raihan dan Hendra Kurniawan (2015) bah akibat pikiran otomatis negarif yang dimiliki.
yang menyatakan bahwa lama responden merawat
pasien dan waktu yang dihabiskan responden untuk c. Kemampuan pasien
berinteraksi dengan pasien bervariasi. Namun, da-
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 32 responden
lam penelitian ini mayoritas responden merawat pa-
diruang Sadewa RSUD Banyumas menunjukan jum-
sien adalah selama kurang dari 1 tahun (73,5%) dan
lah yang sama antara kategori dipertanyakan, ringan,
dalam satu hari responden lebih banyak mengha-
dan sedang yaitu sebanyak masing-masing 9 respon-
biskan waktu selama 3 jam/hari (41,2%).
den (25%). Kemampuan pasien dalam pengendalian
halusinasinya dapat diterapkan pada pasien yakni
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Den- menghardik, bercakapcakap, berkegiatan sesuai
gan Perilaku Positif, Perilaku Negatif, Dan Kemam- jadwal yang telah dibuat, dan mengonsumsi obat
puan Pasien secara teratur (Keliat, 2012). Hasil penelitian ini
a. Perilaku positif konsisten dengan yang dilakukan oleh Forbin Mone
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 32 responden (2015), yang menunjukan hasil uji hipotesis depen-
diruang Sadewa RSUD Banyumas menunjukan pal- dent sample t-test pada tingkat kemaknaan 95% yang
ing banyak responden pada kategori ringan yaitu artinya ada pengaruh terapi okupasi stimulasi persep-
sebanyak 12 responden (37%). Hasil penelitian ini si terhadap peningkatan kemampuan pasien mengon-
sejalan dengan yang dilakukan oleh Forbin Mone trol halusinasi. Simpulan diperoleh ada perbedaan
(2015), yang menunjukan hasil uji hipotesis depen- tanda dan gejala positif dan negatif sebelum dan sesu-
dent sample t-test pada tingkat kemaknaan 95% dah dilakukan terapi okupasi stimulasi persepsi.
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah September
2020
3. Analisa Bivariat daan tanda dan gejala positif dan negatif sebelum dan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan sesudah dilakukan terapi okupasi stimulasi persepsi.
menggunakan uji paired t-test menunjukan bahwa Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
penilaian aspek perilaku positif didapatkan nilai p Ely Furyanti (2011), meneliti tentang pengaruh art
0,0001 (p < α 0,05 ) yang berarti bahwa secara statis- therapy melukis bebas terhadap kemampuan pasien
tik ada pengaruh pada perilaku positif responden. mengontrol halusinasi di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan.
Pada penilaian aspek perilaku negatif didapatkan Kesimpulannya art therapy melukis bebas efektif un-
nilai p 0,0049 (p < α 0,05) yang berarti bahwa secara tuk kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi.
statistik ada perubahan pada aspek perilaku negatif
responden. Sedangkan penilaian pada kemampuan KESIMPULAN
pasien didapatkan nilai p 0,037 (p < α 0,05) yang Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan skripsi
berarti secara statistik ada perubahan pada aspek ke- dengan judul “Terapi Okupasi Pada Pasien Dengan
mampuan pasien responden diruang Sadewa Rumah Halusinasi Di Rumah Sakit Umum Daerah Banyu-
Sakit Umum Daerah Banyumas. Untuk menurunkan mas”, peneliti menyimpulkan bahwa sebagian besar
tanda dan gejala pada responden dengan halusinasi responden dengan halusinasi pada ruang sadewa di
dapat melakukan terapi non farmakologi yaitu tekh- Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas dengan jum-
nik okupasi. Salah satu terapi yang digunakan untuk lah responden 32 didapatkan hasil paling banyak
menurunkan tingkat halusinasi pada pasien jiwa den- berumur antara 30-49 tahun yaitu sebanyak 18 re-
gan halusinasi. Tekhnik okupasi dimaksudkan untuk sponden (56%). Kategori jenis kelamin didapatkan
memulihkan gangguan perilaku halusinasi yang ter- hasil paling banyak adalah berjenis kelamin laki-laki
ganggu maladaptive menjadi perilaku yang adaptif yaitu sebanyak 17 responden (53%). Pada kategori
(mampu menyesuaikan diri). Kemampuan adaptasi pendidikan paling banyak responden berpendidikan
responden perlu dipulihkan agar kemampuan yang akhir SMP yaitu sebanyak 17 responden (53%). Kat-
dimiliki responden mampu berfungsi kembali secara egori lama dirawat responden dengan halusinasi diru-
wajar. ang sadewa yaitu <1 tahun sebanyak 32 responden.
Hal ini disebabkan karena terapi okupasi berpen- Kategori lama sakit paling banyak responden lama
garuh terhadap perubahan pada responden dengan sakit <1 tahun yaitu 28 responden (87%). Pada kate-
halusinasi karena proses terapi okupasi adalah mer- gori perilaku positif sebagian paling besar responden
angsang atau menstimulasikan pasien melalui aktivi- dengan kategori ringan yaitu sebanyak 12 responden
tas yang disukainya dan mendiskusikan aktivitas yang (37%). Hasil uji paired t-test pada penilaian aspek per-
telah dilakukan untuk mengalihkan halusinasi pada ikau positif didapatkan nilai p 0,0001 (p < α 0,05 )
dirinya. Selain itu, adanya pengaruh terapi okupasi yang berarti bahwa secara statistik ada pengaruh pada
terhadap responden denga halusinasi ini disebabkan aspek perilaku positif. Pada penilaian aspek perilaku
karena pada saat pelaksanaan terapi okupasi diberi- negatif didapatkan nilai p 0,0049 (p < α 0,05) yang
kan reinforcement positive atau penguatan positif yang berarti bahwa secara statistik ada perubahan pada as-
salah satunya melalui pujian pada tugas-tugas yang pek perilaku negatif responden. Sedangkan penilaian
telah berhasil responden lakukan seperti responden pada kemampuaan pasien didapatkan nilai p 0,037 (p
mampu melakukan aktivitas waktu luang dengan < α 0,05) yang berarti secara statistik ada perubahan
baik. Dengan memberikan reinforcement positive, re- pada aspek perilaku dengan adanya terapo okupasi
sponden merasa dihargai dan keinginan bertambah tersebut.
kuat untuk mengulangi perilaku tersebut sehingga
terjadi pengalihan halusinasi dengan aktivitas-aktivi- UCAPAN TERIMAKASIH
tas yang dilakukan dan disenangi responden. Terimakasih atas support dan izin yang sudah diber-
Hasil penelitian ini konsisten dengan yang dilakukan ikan oelh pihak RSUD Banyumas sehingga peneli-
oleh Forbin Mone (2015), yang menunjukan hasil ti dapat melakukan penelitian di RSUD Banyumas
uji hipotesis dependent sample t-test pada tingkat tanpa kendala suatu apapun. Terimakasih kepada tim
kemaknaan 95% didapatkan nilai ρ-value < α, yaitu diruang Sadewa bangsal jiwa yang telah membantu
0,000 artinya ada pengaruh terapi okupasi stimulasi dalam proses pengumpulan data dalam penelitian.
persepsi terhadap peningkatan kemampuan pasien Serta terimakasih kepada teman-teman mahasiswa
mengontrol halusinasi. Simpulan diperoleh ada perbe- satu angkatan keperawatan S1 yang telah membantu
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah September
dalam proses penelitian sehingga penelitian ini 2020

dapat selesai dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Dalami, E., Suliswati, Rochimah,
Suryati, K.R, Lestari, W. (2009).
Asuhan
Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.
Jakarta: TIM
Direja, A.H.S. (2011). Buku Ajar Asuhan
Keper- awatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika
Doenges,M.E., Townsend,M.C., &
Moorhouse. (2007). Rencana Asuhan
Keperawatan Psiki- atri. Alih bahasa Laili
Mahmudah. Jakarta: EGC Hawari, D. (2014).
Pendekatan Holistik Pada Gang-
guan Jiwa, Skizofrenia Edisi
Hidayati, W, C. (2014). Pengaruh Terapi
Religi- us Zikir Terhadap Peningkatan
Kemampuan Mengontrol Halusinasi
Pendengaran Pada Pasien Halusinasi di
RSJD. Dr. Amino Gon- dohutomo
Semarang
Keliat, B.A. (2013). Proses Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
(Ke- menkes RI). (2014). Profil
KesehatanIndonesia Tahun 2013. Jakarta :
Kemen- trian Kesehatan RI.
Nasir, A., Muhith, A., & Ideputri, M.E.
(2011). Buku Ajar Metodologi Penelitian
Kesehatan Konsep Pembuatan Karya
Tulis & Thesis Un- tuk Mahasiswa
Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
Nursalam. (2013). Konsep dan Penerapan
Metode Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Prabowo, E. (2014). Konsep & Aplikasi
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai