OLEH :
RUTENG
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem pernafasan adalah sistem yang sangat penting untuk
kehidupan manusia. Ia memegang banyak peranan penting yang sec ara
garis besar dibagi menjadi fungsi respirasi dan non-respirasi. Fungsi
respirasi di sini adalah proses memasukan oksigen dari luar tubuh kedalam
tubuh untuk digunakan lebih lanjut sebagai bahan utama metabolisme sel.
Karena fungsinya itu, sistem ini selalu terpapar ke dunia luar terhadap
dunia luar yang menyebabkan kerentanan sistem ini untuk mengalami
ganggguan.
Penyakit saluran pernafasan memilki prevalensi yang cukup tinggi,
di Amerika sendiri kira kira 35 juta warganya mengalami gangguan
respirasi obstruktif. Gangguan ini menyebabkan angka morbitas yang
tinggi, kira kira ia menghabiskan uang 154 juta dolar Amerika untuk
mengatasi efeknya. Selain itu gangguan ini merupakan penyebab kematian
ke-tiga tersering di dunia, setelah gangguan jantung dan kanker dan angka
ini terus naik. Pada tahun 2008 insiden mortalitasnya hingga
135.5/100.000 kematian.
Keadaannya di Indonesia tidak jauh berbeda, yang menjadi perhatian
di Indonesia adalah infeksi TBC (Tuberculosis). Menurut RISKESDAS
2007, TBC merupakan penyebab kematian ke dua setelah stroke, dengan
insidens 275/100.000 penduduk/tahun dengan prevalensi 0.99%. Pada
tahun 2010 terjadi sedikit penurunan menjadi 244 kasus/100.000
penduduk /tahun dengan total prevalensi 177.926 penderita. Dengan
prevalensi tertinggi terdapat pada wilayah Jawa Barat dengan total 29.851
kasus. Selain infeksi TBC yang juga menjadi perhatian adalah ISPA
dengan prevalensi 25.5% dengan angka tertinggi di kota Kaimana
(63.8%).Serta pneumonia dengan prevalensi 2.13%. Sedangkan untuk
penyakit paru kronis, COPD dengan prevalensi 5.6%, dan Asma sekitar
13.6 bervariasi dari 2.1% hingga 22.2%%. WHO mengatakan bahwa saat
seseorang terinfeksi TBC maka ia akan kehilangan penghasilannya selama
3- 4 bulan karena proses pengobatan yang panjang.
Oleh sebab itu, dengan tinggi nya jumlah manusia yang menderita
gangguan pernapasan, seiring kemajuan teknologi maka tercpitalah banyak
jenis alat alat yang dapat membantu pernapasan manusia . Dilihat dari
berbagai kasus ,banyak terdapat alat alat bantu pernapasan yang sudah di
modifikasi seiring kemajuan IPTEK . Di Indonesia sendiri sudah banyak
alat alat bantu pernapasan yang memang sangat berguna sekali dalam
proses respirasi masyarakat Indonesia terkhusus bagi mereka yang
menggunakan alat bantu pernapasan .
B. Tujuan Penulisan
1. Agar Mahasiswa mengetahui apa pengertian dari alat bantu
pernapasan
2. Agar mahasiswa mengetahui fungsi dari alat bantu pernapasan
3. Agar mahasiswa mengetahui jenis jenis alat bantu pernapasan
4. Agar mahasiswa memahami bagaimana kerja masing masing jenis
alat bantu pernapasan
C. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada makalah ini adalah :
BAB I : Pendahuluan
A. Latar belakang
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
C. Sistematika penulisan
BAB II: Tinjauan Teori :
A. Pengkajian
B. Riwayat
C. Manajemen Jalan Nafas
1. Alat bantu jalan nafas
a) Oksigen
b) Oropharingeal Airway
c) Nasopharingeal Airway
d) Intubasi Endotrakeal
e) Laringeal Mask Airway (LMA)
f) King Laringeal Tube (kkng LT)
2. Tatalaksana Kedaruratan Jalan Nafas
a) Ventilasi Percutaneous Transtacheal/needle crichotyrotomi
b) Ventilasi Pasien Gawat Darurat
Noninvasive Positive Pressure Ventilation
Ventilasi Mekanik
BAB III: Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengkajian
1. pengkajian airway
sumbatan jalan nafas.Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan
jika terjadi cedera pada kepala,leher atau dada,obstruksi jalan nafas paling sering
disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson dan
adalah:
5. Cara pemasangan
d) Intubasi Endotrakeal
1. Definisi
Suatu prosedur medis dengan memasukkan pipa endotrakeal
kedalam trakea pasien.
2. Kegunaan/indikasi
Ada beberapa kegunaan dari Intubasi Endotrakeal antara lain:
a. Mempermudah pemberian anestesi.
b. Mempermudah pengisapan secret trakheobronkial.
c. Mencegah obstruksi laring akut.
d. Untuk memberikan O2 dengan konsentrasi tinggi
e. Untuk menjamin jalan nafas tetap terbuka
f. Menghindari aspirasi
g. Memudahkan tindakan bantuan pernafasan.
h. Membantu ventilasi lebih adekuat (volume tidak terkontrol)
i. Dapat sebagai salah satu pilihan rute pemberian obat-obatan.
Indikasi dilakukannya intubasi endotracheal antara lain (Gisele,2002):
Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat yang tidak dapat
dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen melalui masker
nasal.
Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya
tekanan karbondioksida di arteri.
Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan secret
pulmonal atau sebagai bronkial toilet.
Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan
yang gawat atau pasien dengan reflex akibat sumbatan yang
terjadi.
C. Ukuran
Ukuran intubasi Endotrakeal ada beberapa ukuran,yaitu:
Dewasa : nomor 3 atau 4
Anak-anak : nomor 2
Bayi : nomor 1
D. Kontraindikasi
Menurut Gisele,2002 ada beberapa kontraindikasi bagi dilakukannya
intubasi endotracheal antara lain:
Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang
tidak memungkinkan untuk dilakukannya intubasi.
Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi
tulang vertebra servikal,sehinggasangat sulit untuk
dilakukan intubasi.
E. Komplikasi:
Memar laserasi dan abrasi
Perdarahan hidung (dengan intubasi nasotrakeal)
Obstruksi jalan nafas (herniasi manset,tube kaku)
Sinusitis
Ruptur trakeal
Fistula trakeoesofageal.
Muntah dengan aspirasi,gigi copot atau rusak.
F. Cara pemasangan
2. Kegunaan
Memungkinkan praktisi dengan cepat dan efisien
membangun jalan nafas yang amantanpa laringoskopi
langsung.
untuk menciptakan jalan nafas selama anestesi dan
resusitasi kardiopulmoner sehingga memungkinkan
ventilasi mekanis paru-paru.
C. Tatalaksana Kedaruratan Jalan Nafas
a) Ventilasi Percutaneous Transtacheal/needle crichotyrotomi
Indikasi
- Indikasi untuk ventilasi percutaneous transtacheal
serupa dengan operasi bedah kriotirotomi.
- Ditujukan dalam situasi dimana intubasi
dikontraindikasikan atau tidak dapat dicapai.
- Kegagalan atau ketidakmampuan untuk mengamankan
jalan nafas pasti dengan intubasi endotrakea secara tepat
waktu dan penundaan berlebihan lainnya dalam
pengendalian saluran nafas dan oksigenasi
definitive,merupakan indikasi baik untuk kriotirotomi
jarum maupun bedah untuk mencegah hipoksemia.
- Digunakan secara elektronik pada pasien dengn segala
usia dan sebagai prosedur penyelamatan.
- Jalan nafas operasi pilihan untuk anak-anak dibawah
umur 12 tahun.
Pemasangan
b) Ventilasi Pasien Gawat Darurat
Noninvasive Positive Pressure Ventilation
Indikasi pemasangan
- Pasien dengan penyakit paru obstruksi kronik
(PPOK)
- Pasien dengan gagal nafas kronis.
- Pasien dengan deformitas dinding dada dan
penyakit neuromuscular.
Kontraindikasi
- Trauma/luka bakar pada wajah
- Riwayat operasi pada daerah wajah,saluran
pernapasan bagian atas,atau saluran pencernaan
bagian atas.
- Obstruksi saluran nafas bagian atas.
- Hipoksemia
- Gangguan kesadaran atau agitasi.
- Muntah
- Obstruksi usus
- Sekresi lender yang berlebihan.
Klasifikasi
Terbagi menjadi 2,yaitu:
Ventilasi tekanan negative:memberikan tekanan
negative pada dinding thoraks saat inspirasi.
Ventilasi tekanan positif : membuat tekanan positif
pada saluran nafas sehingga udara masuk ke paru.
Ventilasi Mekanik
1. Tujuan Ventilasi Mekanik
Tujuan pemasangan ventilasi mekanik
a. Memperbaiki pertukaran gas (Mengatasi hipoksemia,
Menurunkan hiperkarbia, Memperbaiki asidosis
respiratorik akut)
b. Mengatasi distress nafas (Menurunkan konsumsi oksigen,
Menurunkan beban kerja otot nafas)
c. Memperbaiki ketidakseimbangan (Membuka atelektase,
Memperbaiki compliance, Mencegah cedera paru lebih
lanjut)
d. Kontrol eliminasi CO2 (Penderita dengan TIK meningkat)
e. Menurunkan kerja jantung (Gagal jantung)
f. Profilaksis (Pasca operasi bedah besar)
2. komplikasi
a. komplikasi saluran napas
aspirasi.
Trauma jalan napas, kerusakan pipa suara.
Dislokasi pipa ETT
Infeksi.
b. Komplikasi paru
Balotrauma, volutrauma, biotrauma.
Keracunan oksigen.
c. Komplikasi sistem hemodinamik.
Penurunan curah jantung
Perfusi jaringan terganggu
Balance cairan positif
d. Komplikasi saluran cerna
Distensi abdomen
Hipomutilitas usus
e. Gangguan fungsi ginjal
f. Sedasi dan kelumpuhan otot nafas.
g. Gangguan psikososial.
Istilah yang berkaitan dengan ventilasi mekanik
1. Volume tidal
Pada beberapa kasus, volume tidal harus lebih rendah
terutama pada sindroma distres pernapasan akut. Pada saat
mengatur volume tidal pada mode tertentu, perkiraan
kasarnya berkisar antara 5 sampai 8 ml/kg berat badan
ideal. Pada pasien dengan paru-paru normal yang
terintubasi karena alasan tertentu, volume tidal yang
digunakan sampai 12 ml/kg berat badan ideal. Volume
tidal harus disesuaikan sehingga dapat mempertahankan
tekanan plato di bawah 35 cm H2O. Tekanan plato
ditentukan dengan manuver menahan napas selama
inspirasi yang disebut dengan istlah
tekanan alveolar akhir inspirasi pada pasien-pasien yang
direlaksasi.Peningkatan tekanan plato tidak selalu
meningkatkan risiko barotrauma. Risiko tersebut
ditentukan oleh tekanan transalveolar yang merupakan
hasil pengurangan antara tekanan alveolar dengan tekanan
pleura. Pada pasien-pasien dengan edema dinding dada,
distensi abdomen atau asites, komplians dinding dada
menurun. Hal ini menyebabkan tekanan pleura meningkat
selama pengembangan paru. Peningkatan tekanan
transalveolar jarang terjadi pada pasien yang memiliki
komplikasi paru yang normal.
2. Fraksi oksigen terinspirasi (FiO2)
Pada sebagian besar kasus, FiO2 harus 100% pada saat
pasien diintubasi dan dihubungkan dengan ventilator untuk
pertama kali. Ketika
penempatan pipa endotrakea sudah ditetapkan dan pasien
telah distabilisasi,FiO2 harus diturunkan sampai
konsentrasi terendah yang masih dapat mempertahankan
saturasi oksigen hemoglobin , karena konsentrasi oksigen
yang tinggi dapat menyebabkan toksisitas pulmonal.
Tujuan utama ventilasi adalah mempertahankan nilai
saturasi 90 % atau lebih. Kadang-kadang nilai tersebut bisa
berubah, misalnya pada keadaan-keadaan yang
membutuhkan suatu proteksi terhadap paru-paru dari
volume tidal, tekanan dan konsentrasi oksigen yang terlalu
besar. Pada keadaan ini, target saturasi oksigen dapat
diturunkan sampai 85% saat faktor-faktor yang berperan
pada penyaluran oksigen sedang dioptimalkan.
3. Tekanan positif akhir ekspirasi (Postive end-expiratory
pressure/PEEP)
Sesuai dengan namanya, PEEP berfungsi untuk
mempertahankan tekanan positif jalan napas pada
tingkatan tertentu selama fase ekspirasi. PEEP dibedakan
dari tekanan positif jalan napas kontinyu (continuous
positive airway pressure/ CPAP) berdasarkan saat
digunakannya. PEEP hanya digunakan pada fase ekspirasi,
sementara CPAP berlangsung selama siklus
respirasi.Penggunaan PEEP selama ventilasi mekanik
memiliki manfaaat yang potensial. Pada gagal napas
hipoksemia akut, PEEP meningkatkan tekanan alveolar
rata-rata, meningkatkan area reekspansi atelektasis dan
dapat mendorong cairan dari ruang alveolar menuju
interstisial sehingga memungkinkan alveoli yang
sebelumnya tertutup atau terendam cairan, untuk berperan
serta dalam pertukaran gas. Pada edema kardiopulmonal,
PEEP dapat mengurangi preload dan afterload ventrikel
kiri sehingga memperbaiki kinerja jantung.
Pada gagal napas hiperkapnea yang disebabkan oleh
obstruksi jalan napas, pasien sering mengalami kekurangan
waktu untuk ekspirasi sehingga menimbulkan hiperinflasi
dinamik. Hal ini menyebabkan timbulnya auto PEEP yaitu
tekanan akhir ekspirasi alveolar yang lebih tinggi dari
tekanan atmosfer. Bila didapatkan auto-PEEP, maka
dibutuhkan pemicu ventilator (trigger) berupa tekanan
negatif jalan napas yang lebih tinggi dari sensitivitas
pemicu maupun auto-PEEP. Jika pasien tidak mampu
mencapainya, maka usaha inspirasi menjadi sia-sia dan
dapat meningkatkan kerja pernapasan (work of breathing).
Pemberian PEEP dapat mengatasi hal ini karena dapat
mengurangi auto-PEEP dari tekanan negatif total yang
dibutuhkan untuk memicu ventilator. Secara umum, PEEP
ditingkatkan secara bertahap sampai usaha napas pasien
dapat memicu ventilator secara konstan hingga mencapai
85% dari auto-PEEP yang diperkirakan.
4. AC ( assis control)
Dengan menggabungkan sensor tekanan di sirkuit
pernapasan, upaya inspirasi dari pasien dapat digunakan
untuk memicu inspirasi. Pasien dapat memicu
pernapasannya dengan laju yang lebih cepat namun
volume preset atau tekanan tetap diberikan pada tiap napas.
Bila telah ada usaha napas pasien, maka mode assist-
control dapat digunakan. Dengan mode ini, tiap napas
(pemicu waktu ataupun pasien) merupakan pernapasan
yang diatur. Pemicu dari pasien timbul karena ventilator
sensitif terhadap tekanan atau perubahan aliran pada saat
pasien berusaha untuk bernapas.
5. Synchronized Intermittent Mandatory Ventilation (SIMV)
Synchronized intermittent mandatory ventilation (SIMV)
mengatur napas mekanik, kapanpun memungkinkan, agar
bertepatan dengan awal dari upaya respirasi spontan.
sinkronisasi yang tepat mencegah tersisipnya napas
mekanik di tengah napas spontan, menghasilkan VT yang
sangat besar. Keuntungan dari SIMV termasuk
kenyamanan pasien, dan jika digunakan untuk menyapih,
napas dari mesin menyediakan cadangan jika pasien
menjadi lelah. Namun, jika laju napas terlalu rendah (4 kali
/ menit), cadangan mungkin terlalu rendah, terutama untuk
pasien yang lemah yang mungkin tidak dapat mengatasi
tambahana kerja pernapasan yang disisipkan ventilator
selama napas spontan.
6. Controlled Mechanical Ventilation (Ventilasi Mekanik
Terkontrol) (CMV) Dalam mode ini, siklus ventilator
berubah dari ekspirsi ke inspirasi setelah interval waktu
yang telah ditetapkan, karena pasien tidak dapat memicu
pernapasan sendiri. Ventilasi terkontrol (time-triggered
inspiration) hanya dapat diterapkan pada pasien yang tidak
memiliki usaha napas sendiri atau pada saat ventilasi ini
diberikan, pasien harus dikontrol seluruhnya. Namun tidak
dianjurkan untuk tetap mempertahankan mode ventilasi ini
tanpa membuat pasien mempunyai usaha napas sendiri.
Ventilasi terkontrol cocok diterapkan pada pasien-pasien
yang tidak sadar karena pengaruh obat, gangguan fungsi
serebral, cedera saraf spinal dan frenikus serta pasien
dengan kelumpuhan saraf motorik yang menyebabkan
hilangnya usaha napas volunteer.
7. Presure Support Ventilation (PSV) Metode ini digunakan
untuk memperkuat penapasan spontan, tidak untuk
memberikan bantuan napas secara keseluruhan. Di
samping itu, PSV ini dapat mengatasi resistensi pernapasan
melalui sirkuit ventilator, tujuannya adalah untuk
mengurangi work of breathing selama proses penyapihan
(weaning) dari ventilator. Tujuan PSV ini bukan untuk
memperkuat volume tidal, namun untuk memberikan
tekanan yang cukup untuk mengatasi resistensi yang
dihasilkan pipa endotrakeal dan sirkuit ventilator. PSV
cukup populer sebagai salah satu metode ventilasi mekanik
non invasif. Untuk ventilasi non invasif ini PSV diberikan
melalui sungkup wajah atau sungkup hidung khusus
dengan tekanan 20 cmH2O.
BAB III
PENUTUP
D. Kesimpulan
Alat bantu pernapasan merupakan sebuah alat yang berfungsi untuk
membantu kelangsungan hidup seseorang jika paru-paru sedang dalam
keadaan yang kurang baik. Alat bantu pernapasan pada umumnya
digunakan di rumah sakit untuk membantu pernapasan pasien, membantu
mengantarkan oksigen ke paru-paru pasien, mengeluarkan karbon dioksida
dari dalam tubuh pasien, dan sebagai alat pernapasan bagi pasien yang
kehilangan kemampuan untuk bernapas.
E. Saran
Perawat atau mahasiswa kesehatan hendaknya lebih tanggap dan trampil
dalam memberikan pertolongan bantu nafas dengan menggunakan alat
bantu nafas sehingga bantuan yang diberikan dapat maksimal, efektif, dan
efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Luh Pradnya Ayu Dewantari &dr. I Ketut Wibawa Nada, Sp.An, KAKV,(2017)
aplikasi alat bantu napas mekanik. Di akses pada 3 oktober 2019
American Lung Association. New York:Lung Diseases Data;2008.
Clark,D.Y.2009.”Oral Airway Insertion” in Proehl,J.A.,Emergency Nursing
Procedure.Saunders,an imprint of Elselver Inc.St Louis,Missouri.