Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

MANAJEMEN JALAN NAFAS

OLEH :

KLEMENSIA ADRIAN MBOK 19203010

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS

RUTENG

2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem pernafasan adalah sistem yang sangat penting untuk
kehidupan manusia. Ia memegang banyak peranan penting yang sec ara
garis besar dibagi menjadi fungsi respirasi dan non-respirasi. Fungsi
respirasi di sini adalah proses memasukan oksigen dari luar tubuh kedalam
tubuh untuk digunakan lebih lanjut sebagai bahan utama metabolisme sel.
Karena fungsinya itu, sistem ini selalu terpapar ke dunia luar terhadap
dunia luar yang menyebabkan kerentanan sistem ini untuk mengalami
ganggguan.
Penyakit saluran pernafasan memilki prevalensi yang cukup tinggi,
di Amerika sendiri kira kira 35 juta warganya mengalami gangguan
respirasi obstruktif. Gangguan ini menyebabkan angka morbitas yang
tinggi, kira kira ia menghabiskan uang 154 juta dolar Amerika untuk
mengatasi efeknya. Selain itu gangguan ini merupakan penyebab kematian
ke-tiga tersering di dunia, setelah gangguan jantung dan kanker dan angka
ini terus naik. Pada tahun 2008 insiden mortalitasnya hingga
135.5/100.000 kematian.
Keadaannya di Indonesia tidak jauh berbeda, yang menjadi perhatian
di Indonesia adalah infeksi TBC (Tuberculosis). Menurut RISKESDAS
2007, TBC merupakan penyebab kematian ke dua setelah stroke, dengan
insidens 275/100.000 penduduk/tahun dengan prevalensi 0.99%. Pada
tahun 2010 terjadi sedikit penurunan menjadi 244 kasus/100.000
penduduk /tahun dengan total prevalensi 177.926 penderita. Dengan
prevalensi tertinggi terdapat pada wilayah Jawa Barat dengan total 29.851
kasus. Selain infeksi TBC yang juga menjadi perhatian adalah ISPA
dengan prevalensi 25.5% dengan angka tertinggi di kota Kaimana
(63.8%).Serta pneumonia dengan prevalensi 2.13%. Sedangkan untuk
penyakit paru kronis, COPD dengan prevalensi 5.6%, dan Asma sekitar
13.6 bervariasi dari 2.1% hingga 22.2%%. WHO mengatakan bahwa saat
seseorang terinfeksi TBC maka ia akan kehilangan penghasilannya selama
3- 4 bulan karena proses pengobatan yang panjang.
Oleh sebab itu, dengan tinggi nya jumlah manusia yang menderita
gangguan pernapasan, seiring kemajuan teknologi maka tercpitalah banyak
jenis alat alat yang dapat membantu pernapasan manusia . Dilihat dari
berbagai kasus ,banyak terdapat alat alat bantu pernapasan yang sudah di
modifikasi seiring kemajuan IPTEK . Di Indonesia sendiri sudah banyak
alat alat bantu pernapasan yang memang sangat berguna sekali dalam
proses respirasi masyarakat Indonesia terkhusus bagi mereka yang
menggunakan alat bantu pernapasan .
B. Tujuan Penulisan
1. Agar Mahasiswa mengetahui apa pengertian dari alat bantu
pernapasan
2. Agar mahasiswa mengetahui fungsi dari alat bantu pernapasan
3. Agar mahasiswa mengetahui jenis jenis alat bantu pernapasan
4. Agar mahasiswa memahami bagaimana kerja masing masing jenis
alat bantu pernapasan
C. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada makalah ini adalah :
BAB I : Pendahuluan
A. Latar belakang
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
C. Sistematika penulisan
BAB II: Tinjauan Teori :
A. Pengkajian
B. Riwayat
C. Manajemen Jalan Nafas
1. Alat bantu jalan nafas
a) Oksigen
b) Oropharingeal Airway
c) Nasopharingeal Airway
d) Intubasi Endotrakeal
e) Laringeal Mask Airway (LMA)
f) King Laringeal Tube (kkng LT)
2. Tatalaksana Kedaruratan Jalan Nafas
a) Ventilasi Percutaneous Transtacheal/needle crichotyrotomi
b) Ventilasi Pasien Gawat Darurat
 Noninvasive Positive Pressure Ventilation
 Ventilasi Mekanik
BAB III: Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengkajian
1. pengkajian airway

Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas

pasien dengan mengajak pasien berbicarauntuk memastikan ada atau tidaknya

sumbatan jalan nafas.Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan

nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011).

Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan

ventilasi.Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakealtube

jika terjadi cedera pada kepala,leher atau dada,obstruksi jalan nafas paling sering

disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson dan

Skinner,2009).Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien

adalah:

a) Kaji kepatenan jalan nafas pasien 


b) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien yaitu adanya
snoring, gargling, stridor  atau suara nafas tidak normal, agitasi atau
hipoksia, penggunaan otot bantu pernafasan atau paradoxical chest
movements, sianosis.
c) Look  dan listen untuk membuktikan adanya masalah padasaluran
pernafasan bagian atas dan potensial penyebabobstruksi yaitu muntah,
perdarahan, gigi palsu, gigi lepas atauhilang, trauma wajah.
d) Jika terjadi obstruksi jalan nafas maka pastikan jalan nafas pasien terbuka
e) Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu
pada pasien yang beresiko untuk mengalami cedera tulang belakang
f) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan
nafas pasien sesuai indikasi yaitu chin lift  atau  jaw thrust,lakukan suction
(jika tersedia),oropharingeal airway / nasopharingealairway, laringeal
Mask Airway, lakukan intubasi.
1) Pengkajian  Breathing 
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilaikepatenan jalan nafas dan
keadekuatan pernafasan pada pasien.Jika pernafasan pada pasien tidak memadai
maka langkah-langkahyang harus dipertimbangkan adalah dekompresi dan
drainasetension pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury  dan
ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2009).Yang perlu diperhatikan dalam
pengkajian terhadapventilasi ventilasi dan oksigenasi pasien
a) Look, listen dan  feel  dilakukan penilaian terhadap ventilasi danoksigenasi
pasien.
 Inspeksi dari tingkat pernafasan sangat penting. Apakahada tanda-tanda
sebagai berikut: cyanosis, penetratinginjury, flail chest, sucking chest
wounds dan penggunaanotot bantu nafas.
 Palpasi adanya pergeseran trakea, fraktur ruling iga,  subcutaneous
emphysema.
 Perkusi untuk diagnosis haemothorax dan  pneumothoraks
 Auskultasi adanya suara abnormal pada dada.
c) Buka dada pasien dan observasi pergerakan dada pasien jika perlu
d) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien
e) Penilaian kembali status mental pasien,Dapatkan bacaan  pulse oksimetri
jika diperlukan
f) Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat danatau oksigenasi
yaitu pemberian terapi oksigen, bag-valvemasker, intubasi (endotrakeal
atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang benar jika diindikasikan),
catatan (defibrilasitidak boleh ditunda untukadvanced airway procedures.
g) Kaji adanya masalah pernafasan yang mengancam jiwalainnya dan berikan
terapi sesuai kebutuhan
2) Pengkajian Circulation
Shock adalah tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis syok
didasarkan pada temuan klinis yaitu hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia,
pucat,ekstermitas dingin, penurunan capilarry refill dan penurunan produksi
urine.hipotensi salah satu alasan yang cukup aman untuk mengasumsi telah
terjadi perdarahan dan langsung mengarahkan tim untuk melakukan upaya
menghentikan perdarahan. Penyebab lain mungkin membutuhkan perhatian
segera yaitu tension pneumothorax,cardiac tamponade, cardiac, spinal shock
dan
anaphylaxis.Semua perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui 
paparan pada pasien secara memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson &
Skinner, 2009). Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi
pasien, antara lain:
a. Cek nadi dan mulai melakukan CPR jika diperlukan
b. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untukdigunakan
c. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan
dengan pemberian penekanan secara langsung
d. Palpasi nadi radial jika diperlukan yaitu menentukan ada atautidakny
nadi, menilai kualitas secara umum (kuat/lemah),identifikasi
rate(lambat, normal, cepat),regularity.
e. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atauhipoksia
(capilarry refill).
f. Lakukan treatment terhadap hipopefus
3) Pengkajian Disability

Pengkajian disability menggunakan skala AVPU yaitu:


a) A (alert )
yaitu merespon suara dengan tepat atau sadar,misalnya mematuhi perintah yang
diberikan.
b) V (verbal respon)
yaitu mengeluarkan suara yang tidak bisadimengerti atau memberi respon waktu
ditanya.
c) P ( pain respon)
yaitu memberi respon dengan rangsang sakit(harus dinilai semua keempat
tungkai jika ekstermitas awalyang digunkaan untuk mengkaji gagal untuk
merspon
d) U (unresponsive)
Yaitu tidak bereaksi sama sekali (coma) atau pasien tidak berespon baik stimulus
nyeri maupun stimulus verbal.
4) Pengkajian Exposure
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien.Jika pada pasie
memiliki cedera leher atau tulang belakang,imobilisasi inline penting untuk
dilakukan.Lakukan logroll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien.
Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah
mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal.Setelah semua pemeriksaan
telah selesai dilakukan, tutup pasiendengan selimut hangat dan jaga privasi pasien
kecuali jikadiperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).Menurut Gilbert.,
D’Souza., & Pletz (2009) dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma
Yang mengancam jiwa,maka Rapid Trauma Assessment (RTA) harus segera
dilakukan,antara lain:
a. Lakukan pemeriksaan kepala, leher dan ekstermitas pada pasien
b. Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancamnyawa pasien
dan melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau
kritis.
B. Manajemen Jalan Nafas
2. Alat bantu jalan nafas
a) Oksigen
Jenis-jenis oksigen antara lain:
1) Nasal Kanul
 Aliran rerata oksigen: 1 – 6 liter/mnt
 Konsentrasi oksigen : 20 % - 44 %
 Keuntungan:
- Pasien dapat berbicara dan makan tanpa melepas
canula.
- Pemasangannya mudah.
 Kerugian :
- Mudah terlepas
- Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih
dari 44%
- Suplai oksigen berkurang jika klien bernafas lewat
mulut
- Mengiritasi selaput lender.
2) Kateter Nasal
 Aliran rerata oksigen: 1-6 liter/menit
 Konsentrasi oksigen : 24-44%
 Keuntungan:
- Pemberian oksigen stabil.
- Klien bebas bergerak.
- Dapat dipakai sebagai kateter pengisap.
- Dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama.
 Kerugian :
- Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang
lebih dari 44%
- Teknik memasukkan kateter nasal lebih sulit
daripada kanul nasal.
- Nyeri pada saat kateter melewati nasofaring.
- Mukosa nasal akan mengalami trauma.
- Aliran dengan lebih dari 6 liter/mnt dapat
menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan
mukosa hidung.
3) Simple face Mask
 Aliran rerata oksigen: 5-8 liter/menit
 Konsentrasi oksigen : 40-60%
 Keuntungan:
- Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari nasal kanul
- Sistem humidifikasi dapat ditingkatkan
 Kerugian :
- Membuat rasa panas sehingga mengiritasi mulut dan
pipi.
- Aktifitas makan dan berbicara terganggu.
- Menyebabkan mual dan muntah
- Menyebabkan aspirasi
4) Sungkup Muka (Masker) dengan Kantong rebreathing
 Aliran rerata oksigen: 8-12 liter/menit
 Konsentrasi oksigen : 60-80%
 Keuntungan:
- Konsentrasi oksigen lebih tinggi daripada sungkup
muka sederhana.
- Tidak mengeringkan selaput lender.
 Kerugian :
- Kantung oksigen bisa terlipat.
- Menyebabkan penumpukan oksigen jika aliran darah
terlalu rendah.
5) Sungkup Muka (Masker) dengan Kantong Non-Rebreathing
 Aliran rerata oksigen: 8-12 liter/menit
 Konsentrasi oksigen : 60-90%
 Keuntungan:
- Konsentrasi oksigen hamper diperoleh 100% karena
adanya katup satu arah antara kantong dan sungkup.
- Tidak tercampur dengan udara ekspirasi.
 Kerugian :
- Kantung oksigen bisa terlipat.
- Beresiko untuk terjadi keracunan oksigen.
- Tidak nyaman bagi klien.
6) Masker venture
 Aliran rerata oksigen: 4-14 liter/menit
 Konsentrasi oksigen : 20-50%
 Keuntungan:
- Konsentrasi oksigen diberikan constant sesuai
dengan petunjuk pada alat.
- Suhu dan kelembaban gas dapat dikontrol.
- Tidak terjadi penumpukan C O2.
 Kerugian :
- Masker harus dilepas sehingga pasien tidak dapat
makan dan minum.
- Konsentrasi oksigen 24-50%.
- Aliran oksigen 4-10 LPM.
7) Ambubag/BVM (Bag,Valve and Mask)
 Aliran rerata oksigen: 15 liter/menit
 Konsentrasi oksigen : 95-100%
 Keuntungan:
- Dapat membantu pasien dengan henti nafas dan
henti jantung.
 Kerugian :
- Resiko terjadinya peningkatan sekresi.
- Dapat menyebabkan spasme bronkus yang lebih
buruk.
b) Oropharingeal Airway
1. Definisi
Oropharingeal airway adalah: suatu alat yang biasanya terbuat dari
plastic yang dirancang untuk dimasukkan kedalam rongga faring
posterior di sepanjang lidah.
2. Kegunaan/indikasi
1. Memberikan fasilitas untuk suctioning
2. Mencegah endotrakeal tergigit pasien
3. Digunakan pada pasien tidak sadar untuk mencegah lidah
supaya tidak jatuh ke belakang faring yang dapat menutupi
jalan nafas.
3. Kontraindikasi
Kontraindikasi yang terjadi pada pemasangan oropharyngeal
Airway adalah:
 Trauma mulut,gigi,lidah dan mukosa mulut.
 Muntah atau aspirasi
 Obstruksi jalan nafas.
4. Ukuran
Orang dewasa :
- Besar : ukuran 5 (100 cm)
- Medium : ukuran 4 (90 cm)
- Small : ukuran 3 (80 cm)
- Anak-anak : no 1 dan 2.

5. Cara pemasangan

- Cuci tangan,gunakan sarung tangan.


- Pililah ukuran Airway yang sesuai dengan
pasien,hal ini mungkin dilakukan dengan
menempatkan jalan nafas di pipi pasien dengan
bagian datar di bibir.ujung dari jalan nafas harus ada
di dagu pasien.
- Masukkan jalan nafas dengan mengikuti salah satu
cara dibawah ini.balik jalan nafas sehingga bagian
atasnya menghadap ke muka.mulai untuk
memasukkan jalan nafas ke mulut.sebagaimana
jalan nafas mendekati dinding posterior faring dekat
lidah belakang,putar jalan nafas pada posisi yang
seharusnaa (180) gunakan penekanan lidah
gerakkan lidah keluar untuk menghindari terdorong
ke belakang masuk faring posterior.
- Masukkan jalan nafas oral kedalam posisi yang
seharusnya dengan bagian atas masuk kebawah dan
tidak perlu diputar.
- Jika reflex cekugan pasien terangsang,cabut jalan
nafas dengan segera dan masukkan kembali.
- Fiksasi jalan nafas dengan plester dan letakkan di
pipi dan melintasi bagian datar dari jalan nafas,pada
bibir pasien.jangan menutupi bagian terbuka dari
jalan nafas.harus berhati-hati untuk menjamin
pasien tidak cegukan terhadap jalan nafas ketika
direkatkan pada tempatnya.perekatan dapat
mencegah pasien dari dislokasi jalan nafas dank
arena itunpasien muntah segera setelah ia sadar
kembali
c) Nasopharingeal Airway
1. Definisif
Suatu alat bantu pernapasan yang terbuat dari plastic atau karet
yang lunak (soft) dan dipilih bila insersi oropharyngeal sulit
dilakukan.
3. Kegunaan
Untuk pasien – pasien yang napas spontan dan masih
semiconscious.
4. Ukuran
- Dewasa :
 Large :8–9
 Medium :7–8
 Small :6-7
5. Kontraindikasi
- Kaki tangan tidak terlatih
- Cedera kepala/muka yang teruk
- Struktur kongenita
- Laryngospasm dan muntah
- Perdarahan hidung
6. Cara pemasangan
- Pilih size yang sesuai
- Sapukan NPA dengan lignocaine jel
- Pilih lubag hidung yang tidak tersumbat.
- Masukkan dengan berhati-hati.
- Jika terdapat resistant,pusing sedikit NPA.
- Kekalkan head tilt.

d) Intubasi Endotrakeal
1. Definisi
Suatu prosedur medis dengan memasukkan pipa endotrakeal
kedalam trakea pasien.
2. Kegunaan/indikasi
Ada beberapa kegunaan dari Intubasi Endotrakeal antara lain:
a. Mempermudah pemberian anestesi.
b. Mempermudah pengisapan secret trakheobronkial.
c. Mencegah obstruksi laring akut.
d. Untuk memberikan O2 dengan konsentrasi tinggi
e. Untuk menjamin jalan nafas tetap terbuka
f. Menghindari aspirasi
g. Memudahkan tindakan bantuan pernafasan.
h. Membantu ventilasi lebih adekuat (volume tidak terkontrol)
i. Dapat sebagai salah satu pilihan rute pemberian obat-obatan.
Indikasi dilakukannya intubasi endotracheal antara lain (Gisele,2002):
 Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat yang tidak dapat
dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen melalui masker
nasal.
 Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya
tekanan karbondioksida di arteri.
 Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan secret
pulmonal atau sebagai bronkial toilet.
 Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan
yang gawat atau pasien dengan reflex akibat sumbatan yang
terjadi.
C. Ukuran
Ukuran intubasi Endotrakeal ada beberapa ukuran,yaitu:
 Dewasa : nomor 3 atau 4
 Anak-anak : nomor 2
 Bayi : nomor 1
D. Kontraindikasi
Menurut Gisele,2002 ada beberapa kontraindikasi bagi dilakukannya
intubasi endotracheal antara lain:
 Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang
tidak memungkinkan untuk dilakukannya intubasi.
 Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi
tulang vertebra servikal,sehinggasangat sulit untuk
dilakukan intubasi.
E. Komplikasi:
 Memar laserasi dan abrasi
 Perdarahan hidung (dengan intubasi nasotrakeal)
 Obstruksi jalan nafas (herniasi manset,tube kaku)
 Sinusitis
 Ruptur trakeal
 Fistula trakeoesofageal.
 Muntah dengan aspirasi,gigi copot atau rusak.
F. Cara pemasangan

1. Gunakan sarung tangan steril


2. Sebelum intubasi,berikan oksigen,sebaiknya gunakan bantal
dan pastikan jalan nafas terbuka (hati-hati pada cedera leher)
3. Siapkan endotracheal tube (ETT),periksa balon (cuff),siapkan
stylet,beri jelly.
4. Siapkan Laringoskop (pasang blade pada handle),lampu harus
menyala.
5. Pasang laringoskop dengan tangan kiri,masukkan jung blade
ke sisi kanan mulut pasien,geser lidah pasien ke kiri.
6. Tekan tulang rawan krikoid (untuk mencegah aspirasi).
7. Lakukan traksi sesuai sumbu panjan laringoskop (hati-hati
cedera gigi,gusi,bibir).
8. Lihat adanya pita suara,bila perlu isap lender/cairan terlebih
dahulu
9. Keluarkan stylet dan laringoskop secara hati-hati.
10. Kembangkan balon (cuff) ETT.
11. Pasang pia orofaring (mayo/gudel)
12. Periksa posisi ETT apakah masuk dengan benar (auskulasi
suara pernafasan atau udara yang ditiupkan).Hubungkan
dengan pipa oksigen
13. Amankan ETT dengan plester.
e) Laringeal Mask Airway (LMA)
1. Definisi
Laryngeal Mask Airway (LMA) merupakan alat bantu
untuk
memberikan aliran ventilasi tekanan positif (Pramono, 2016).
Alat tersebut telah digunakan sejak tahun 1988. Pada awalnya
dibuat untuk digunakan dalam kamar operasi sebagai metode
ventilasi elektif, hal tersebut merupakan alternatif yang baik
untuk bag-valve-mask ventilation, membebaskan tangan
pekerja dengan keuntungan berkurangnya distensi gaster
(Miller dalam Bosson, 2016).

Laryngeal Mask Airway adalah alat supra glotis airway,


didesain untuk memberikan dan menjamin tertutupnya bagian
dalam laryng untuk ventilasi spontan dan memungkinkan
ventilasi kendali pada mode level (<15 cm H2O) tekanan
positif(Hartono, 2017).Pada awalnya digunakan terutama di
kamar operasi, sekarang ini LMA lebih banyak digunakan
ditempat emergensi sebagai suatu alat asesoris yang penting
dalam manajemen kesulitan jalan nafas. Laryngeal mask
airway jenis klasik mempunyai kemampuan menjaga jalan
napas secara adekuat serta menyebabkan angka kejadian
komplikasi dan morbiditas faringolaringeal yang rendah (An,
et al, dalam Yustisa, dkk, 2016).
2. Kegunaan/indikasi
Indikasi penggunaan LMA meliputi:
a. untuk menghasilkan jalan nafas yang lancar tanpa
penggunaan sungkup muka.
b. Untuk menghindari penggunaan ET/melakukan
intubasi endotrakeal selama ventilasi spontan.Pada
kasus-kasus kesulitan intubasi.
c. Untuk memasukkan ET ke dalam trakea melalui alat
intubating LMA (Atjeh,2012).
3. Ukuran
Ada berbagai variasi ukuran pada LMA yang tersedia,yaitu:
 nomor 1 yang digunakan pada pasien neonates
 nomor 5 yang digunakan pada pasien dewasa dengan
BB lebih dari 70 kg.
 Pada penggunaan LMA, ada yang menggunakan
jenis kelamin sebagai patokan ukuran penderita
dewasa yaitu nomer 3 untuk wanita dan nomer 4
untuk pria. Hal yang perlu menjadi perhatian adalah
setelah pemasangan LMA, pengembangan cuff tidak
boleh melebihi volume maksimal yang telah
ditentukan dari setiap ukuran (Atjeh, 2012).
4. Kontraindikasi
Diluar indikasi di atas kondisi-kondisi berikut ini merupakan
kontraindikasi penggunaan LMA:
a. Resiko meningkatnya regurgitasi isi lambung (tidak
puasa).
b. Terbatasnya kemampuan membuka mulut atau
ekstensi leher (misalnya artitis rematoid yang berat
atau ankylosing spondilitis), menyebabkan
memasukkan LMA lebih jauh ke hipofaring sulit.
c. Compliance paru yang rendah atau tahanan jalan
nafas yang besar.
d. Obstruksi jalan nafas setinggi level larynx atau
dibawahnya.
e. Kelainan pada orofaring (misalnya hematoma, dan
kerusakan jaringan).
f. Ventilasi satu paru.
5. Cara pemasangan

- Preoksigenasi pasien dengan 100% oksigen melalui


nonbreather mask.
- Pilih LMA sesuai ukuran.
- Cek balon LMA dari kebocoran.
- Mengempiskan cuff LMA pengempisan harus bebas dari
lipatan dan sisi kaf sejajar dengan sisi lingkar kaf.
- Berikan water-soluble lubricant pada bagian belakang
sungkup.
- Berikan sedasi bila perlu.
- Posisikan pasien
- Posisi pasien dalam keadaan “sniffing”dengan cara
menekan kepala dari belakang dengan menggunakan
tangan yang tidak dominan.
- Buka mulut dengan cara menekan mandibular kebawah
atau dengan jari ketiga tangan yang dominan.
- LMA dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk pada
perbatasan antara pipa dan kaf.
- Ujung LMA dimasukkan pada sisi dalam gigi
atas,menusur palatum dan dengan bantuan jari telunjuk
LMA dimasukkan lebih dalam dengan menyusuri palatum.
- LMA dimasukkan sedalam-dalamnya sampai rongga
/hipofaring.tahanan akan terasa bila sudah sampai
hipofaring.
- Pipa LMA dipegang dengan tangan yang tidak dominan
untuk mempertahankan posisi,dan jari telunjuk kita
keluarkan dari mulut penderita.
- Kaf dikembangkan sesuai posisinya.
- LMA dihubungkan dengan alat pernafasan dan dilakukan
pernafsan bantu.Bila ventilasi tidak adekuat,LMA dilepas
dan dilakukan pemasangan kembali.
- Setelah itu lakukan fiksasi.
f) King Laringeal Tube (KLT)
1. Definisi
Adalah perangkat manajemen jalan nafas yang dirancang sebagai
alternative dari teknik manajemen jalan nafas lainnya.alat ini
dimasukkan secara membabi buta kedalam orofaring dan
hipofaring.

2. Kegunaan
 Memungkinkan praktisi dengan cepat dan efisien
membangun jalan nafas yang amantanpa laringoskopi
langsung.
 untuk menciptakan jalan nafas selama anestesi dan
resusitasi kardiopulmoner sehingga memungkinkan
ventilasi mekanis paru-paru.
C. Tatalaksana Kedaruratan Jalan Nafas
a) Ventilasi Percutaneous Transtacheal/needle crichotyrotomi
 Indikasi
- Indikasi untuk ventilasi percutaneous transtacheal
serupa dengan operasi bedah kriotirotomi.
- Ditujukan dalam situasi dimana intubasi
dikontraindikasikan atau tidak dapat dicapai.
- Kegagalan atau ketidakmampuan untuk mengamankan
jalan nafas pasti dengan intubasi endotrakea secara tepat
waktu dan penundaan berlebihan lainnya dalam
pengendalian saluran nafas dan oksigenasi
definitive,merupakan indikasi baik untuk kriotirotomi
jarum maupun bedah untuk mencegah hipoksemia.
- Digunakan secara elektronik pada pasien dengn segala
usia dan sebagai prosedur penyelamatan.
- Jalan nafas operasi pilihan untuk anak-anak dibawah
umur 12 tahun.
 Pemasangan
b) Ventilasi Pasien Gawat Darurat
 Noninvasive Positive Pressure Ventilation
 Indikasi pemasangan
- Pasien dengan penyakit paru obstruksi kronik
(PPOK)
- Pasien dengan gagal nafas kronis.
- Pasien dengan deformitas dinding dada dan
penyakit neuromuscular.
 Kontraindikasi
- Trauma/luka bakar pada wajah
- Riwayat operasi pada daerah wajah,saluran
pernapasan bagian atas,atau saluran pencernaan
bagian atas.
- Obstruksi saluran nafas bagian atas.
- Hipoksemia
- Gangguan kesadaran atau agitasi.
- Muntah
- Obstruksi usus
- Sekresi lender yang berlebihan.
 Klasifikasi
Terbagi menjadi 2,yaitu:
 Ventilasi tekanan negative:memberikan tekanan
negative pada dinding thoraks saat inspirasi.
 Ventilasi tekanan positif : membuat tekanan positif
pada saluran nafas sehingga udara masuk ke paru.
 Ventilasi Mekanik
1. Tujuan Ventilasi Mekanik
 Tujuan pemasangan ventilasi mekanik
a. Memperbaiki pertukaran gas (Mengatasi hipoksemia,
Menurunkan hiperkarbia, Memperbaiki asidosis
respiratorik akut)
b. Mengatasi distress nafas (Menurunkan konsumsi oksigen,
Menurunkan beban kerja otot nafas)
c. Memperbaiki ketidakseimbangan (Membuka atelektase,
Memperbaiki compliance, Mencegah cedera paru lebih
lanjut)
d. Kontrol eliminasi CO2  (Penderita dengan TIK meningkat)
e. Menurunkan kerja jantung (Gagal jantung)
f. Profilaksis (Pasca operasi bedah besar)
2. komplikasi
a. komplikasi saluran napas
 aspirasi.
 Trauma jalan napas, kerusakan pipa suara.
 Dislokasi pipa ETT
 Infeksi.
b. Komplikasi paru
 Balotrauma, volutrauma, biotrauma.
 Keracunan oksigen.
c. Komplikasi sistem hemodinamik.
 Penurunan curah jantung
 Perfusi jaringan terganggu
 Balance cairan positif
d. Komplikasi saluran cerna
 Distensi abdomen
 Hipomutilitas usus
e. Gangguan fungsi ginjal
f. Sedasi dan kelumpuhan otot nafas.
g. Gangguan psikososial.
Istilah yang berkaitan dengan ventilasi mekanik
1. Volume tidal
Pada beberapa kasus, volume tidal harus lebih rendah
terutama pada sindroma distres pernapasan akut. Pada saat
mengatur volume tidal pada mode tertentu, perkiraan
kasarnya berkisar antara 5 sampai 8 ml/kg berat badan
ideal. Pada pasien dengan paru-paru normal yang
terintubasi karena alasan tertentu, volume tidal yang
digunakan sampai 12 ml/kg berat badan ideal. Volume
tidal harus disesuaikan sehingga dapat mempertahankan
tekanan plato di bawah 35 cm H2O. Tekanan plato
ditentukan dengan manuver menahan napas selama
inspirasi yang disebut dengan istlah
tekanan alveolar akhir inspirasi pada pasien-pasien yang
direlaksasi.Peningkatan tekanan plato tidak selalu
meningkatkan risiko barotrauma. Risiko tersebut
ditentukan oleh tekanan transalveolar yang merupakan
hasil pengurangan antara tekanan alveolar dengan tekanan
pleura. Pada pasien-pasien dengan edema dinding dada,
distensi abdomen atau asites, komplians dinding dada
menurun. Hal ini menyebabkan tekanan pleura meningkat
selama pengembangan paru. Peningkatan tekanan
transalveolar jarang terjadi pada pasien yang memiliki
komplikasi paru yang normal.
2. Fraksi oksigen terinspirasi (FiO2)
Pada sebagian besar kasus, FiO2 harus 100% pada saat
pasien diintubasi dan dihubungkan dengan ventilator untuk
pertama kali. Ketika
penempatan pipa endotrakea sudah ditetapkan dan pasien
telah distabilisasi,FiO2 harus diturunkan sampai
konsentrasi terendah yang masih dapat mempertahankan
saturasi oksigen hemoglobin , karena konsentrasi oksigen
yang tinggi dapat menyebabkan toksisitas pulmonal.
Tujuan utama ventilasi adalah mempertahankan nilai
saturasi 90 % atau lebih. Kadang-kadang nilai tersebut bisa
berubah, misalnya pada keadaan-keadaan yang
membutuhkan suatu proteksi terhadap paru-paru dari
volume tidal, tekanan dan konsentrasi oksigen yang terlalu
besar. Pada keadaan ini, target saturasi oksigen dapat
diturunkan sampai 85% saat faktor-faktor yang berperan
pada penyaluran oksigen sedang dioptimalkan.
3. Tekanan positif akhir ekspirasi (Postive end-expiratory
pressure/PEEP)
Sesuai dengan namanya, PEEP berfungsi untuk
mempertahankan tekanan positif jalan napas pada
tingkatan tertentu selama fase ekspirasi. PEEP dibedakan
dari tekanan positif jalan napas kontinyu (continuous
positive airway pressure/ CPAP) berdasarkan saat
digunakannya. PEEP hanya digunakan pada fase ekspirasi,
sementara CPAP berlangsung selama siklus
respirasi.Penggunaan PEEP selama ventilasi mekanik
memiliki manfaaat yang potensial. Pada gagal napas
hipoksemia akut, PEEP meningkatkan tekanan alveolar
rata-rata, meningkatkan area reekspansi atelektasis dan
dapat mendorong cairan dari ruang alveolar menuju
interstisial sehingga memungkinkan alveoli yang
sebelumnya tertutup atau terendam cairan, untuk berperan
serta dalam pertukaran gas. Pada edema kardiopulmonal,
PEEP dapat mengurangi preload dan afterload ventrikel
kiri sehingga memperbaiki kinerja jantung.
Pada gagal napas hiperkapnea yang disebabkan oleh
obstruksi jalan napas, pasien sering mengalami kekurangan
waktu untuk ekspirasi sehingga menimbulkan hiperinflasi
dinamik. Hal ini menyebabkan timbulnya auto PEEP yaitu
tekanan akhir ekspirasi alveolar yang lebih tinggi dari
tekanan atmosfer. Bila didapatkan auto-PEEP, maka
dibutuhkan pemicu ventilator (trigger) berupa tekanan
negatif jalan napas yang lebih tinggi dari sensitivitas
pemicu maupun auto-PEEP. Jika pasien tidak mampu
mencapainya, maka usaha inspirasi menjadi sia-sia dan
dapat meningkatkan kerja pernapasan (work of breathing).
Pemberian PEEP dapat mengatasi hal ini karena dapat
mengurangi auto-PEEP dari tekanan negatif total yang
dibutuhkan untuk memicu ventilator. Secara umum, PEEP
ditingkatkan secara bertahap sampai usaha napas pasien
dapat memicu ventilator secara konstan hingga mencapai
85% dari auto-PEEP yang diperkirakan.
4. AC ( assis control)
Dengan menggabungkan sensor tekanan di sirkuit
pernapasan, upaya inspirasi dari pasien dapat digunakan
untuk memicu inspirasi. Pasien dapat memicu
pernapasannya dengan laju yang lebih cepat namun
volume preset atau tekanan tetap diberikan pada tiap napas.
Bila telah ada usaha napas pasien, maka mode assist-
control dapat digunakan. Dengan mode ini, tiap napas
(pemicu waktu ataupun pasien) merupakan pernapasan
yang diatur. Pemicu dari pasien timbul karena ventilator
sensitif terhadap tekanan atau perubahan aliran pada saat
pasien berusaha untuk bernapas.
5. Synchronized Intermittent Mandatory Ventilation (SIMV)
Synchronized intermittent mandatory ventilation (SIMV)
mengatur napas mekanik, kapanpun memungkinkan, agar
bertepatan dengan awal dari upaya respirasi spontan.
sinkronisasi yang tepat mencegah tersisipnya napas
mekanik di tengah napas spontan, menghasilkan VT yang
sangat besar. Keuntungan dari SIMV termasuk
kenyamanan pasien, dan jika digunakan untuk menyapih,
napas dari mesin menyediakan cadangan jika pasien
menjadi lelah. Namun, jika laju napas terlalu rendah (4 kali
/ menit), cadangan mungkin terlalu rendah, terutama untuk
pasien yang lemah yang mungkin tidak dapat mengatasi
tambahana kerja pernapasan yang disisipkan ventilator
selama napas spontan.
6. Controlled Mechanical Ventilation (Ventilasi Mekanik
Terkontrol) (CMV) Dalam mode ini, siklus ventilator
berubah dari ekspirsi ke inspirasi setelah interval waktu
yang telah ditetapkan, karena pasien tidak dapat memicu
pernapasan sendiri. Ventilasi terkontrol (time-triggered
inspiration) hanya dapat diterapkan pada pasien yang tidak
memiliki usaha napas sendiri atau pada saat ventilasi ini
diberikan, pasien harus dikontrol seluruhnya. Namun tidak
dianjurkan untuk tetap mempertahankan mode ventilasi ini
tanpa membuat pasien mempunyai usaha napas sendiri.
Ventilasi terkontrol cocok diterapkan pada pasien-pasien
yang tidak sadar karena pengaruh obat, gangguan fungsi
serebral, cedera saraf spinal dan frenikus serta pasien
dengan kelumpuhan saraf motorik yang menyebabkan
hilangnya usaha napas volunteer.
7. Presure Support Ventilation (PSV) Metode ini digunakan
untuk memperkuat penapasan spontan, tidak untuk
memberikan bantuan napas secara keseluruhan. Di
samping itu, PSV ini dapat mengatasi resistensi pernapasan
melalui sirkuit ventilator, tujuannya adalah untuk
mengurangi work of breathing selama proses penyapihan
(weaning) dari ventilator. Tujuan PSV ini bukan untuk
memperkuat volume tidal, namun untuk memberikan
tekanan yang cukup untuk mengatasi resistensi yang
dihasilkan pipa endotrakeal dan sirkuit ventilator. PSV
cukup populer sebagai salah satu metode ventilasi mekanik
non invasif. Untuk ventilasi non invasif ini PSV diberikan
melalui sungkup wajah atau sungkup hidung khusus
dengan tekanan 20 cmH2O.

BAB III
PENUTUP
D. Kesimpulan
Alat bantu pernapasan merupakan sebuah alat yang berfungsi untuk
membantu kelangsungan hidup seseorang jika paru-paru sedang dalam
keadaan yang kurang baik. Alat bantu pernapasan pada umumnya
digunakan di rumah sakit untuk membantu pernapasan pasien, membantu
mengantarkan oksigen ke paru-paru pasien, mengeluarkan karbon dioksida
dari dalam tubuh pasien, dan sebagai alat pernapasan bagi pasien yang
kehilangan kemampuan untuk bernapas.
E. Saran
Perawat atau mahasiswa kesehatan hendaknya lebih tanggap dan trampil
dalam memberikan pertolongan bantu nafas dengan menggunakan alat
bantu nafas sehingga bantuan yang diberikan dapat maksimal, efektif, dan
efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Haryana, I. 2009. Pengelolaan Fungsi Pernapasan (Breathing Management),


(http://dokter-medis.blogspot.com/2009/06/pengelolaan-fungsi-pernapasan-
breathing.html),diakses pada 6 Desember 2014.

Luh Pradnya Ayu Dewantari &dr. I Ketut Wibawa Nada, Sp.An, KAKV,(2017)
aplikasi alat bantu napas mekanik. Di akses pada 3 oktober 2019
American Lung Association. New York:Lung Diseases Data;2008.
Clark,D.Y.2009.”Oral Airway Insertion” in Proehl,J.A.,Emergency Nursing
Procedure.Saunders,an imprint of Elselver Inc.St Louis,Missouri.

Gisele de Azevedo Prazetes,MD.,(2002),Orotracheal


Intubation,http://www.medstudent.com/orotracheal
intubation/medicalprocedures.html

Mansjoer Arif,Suprohaita,Wardhani W.I,.Setiowulan W,.(ED).,(2002),Kapita


Selekta Kedokteran,edisi III,Jilid 2,Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia,Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai