Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN PRIMARY SURVEY

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

A. Primary Survey
Survei primer atau biasa disebut primary survey adalah suatu proses melakukan penilaian
keadaan korban gawat darurat dengan menggunakan prioritas ABCDE untuk
menentukan kondisi patofisiologis korban dan pertolongan yang dibutuhkan dalam
waktu emasnya. Penilaian keadaan korban gawat darurat dan prioritas terapi
dilakukan berdasarkaan jenis perlukaan, stabilitas tanda - tanda vital.
Adapun prioritas ABCDE yaitu :
1. Airway,menjaga airway dengan kontrol servikal (cervical spinecontrol) 
Airway manajemen merupakan hal yang terpenting dalam resusitasi dan
membutuhkan keterampilan yang khusus dalam penatalaksanaan keadaan gawat
darurat, oleh karena itu hal pertama yang harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas.
Menurut ATLS (Advanced Trauma Life Support) 2004, Kematian-kematian dini
karena masalah airway seringkali masih dapat dicegah, dan dapat disebabkan oleh :
a. Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan airway
b. Ketidakmampuan untuk membuka airway
c. Kegagalan mengetahui adanya airway yang dipasang secara keliru
d. Perubahan letak airway yang sebelumnya telah dipasang
e. Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan ventilasi
f. Aspirasi isi lambung

Teknik-teknik mempertahankan airway :


a. Head tilt
Bila tidak sadar, pasien dibaringkan dalam posisi terlentang dan horizontal,
kecuali pada pembersihan jalan napas dimana bahu dan kepala pasien harus
direndahkan dengan posisi semilateral untuk memudahkan drainase lendir,
cairan muntah atau benda asing. Kepala diekstensikan dengan cara meletakkan
satu tangan di bawah leher pasien dengan sedikit mengangkat leher ke atas.
Tangan lain diletakkan pada dahi depan pasien sambil mendorong / menekan
ke belakang. Posisi ini dipertahankan sambil berusaha dengan memberikan
inflasi bertekanan positif secara intermittena (Alkatri, 2007).
b. Chin lift
Jari - jemari salah satu tangan diletakkan bawah rahang, yang kemudian secara
hati – hati diangkat ke atas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari
tangan yang sama, dengan ringan menekan bibir bawah untuk membuka
mulut, ibu jari dapat juga diletakkan di belakang gigi seri (incisor ) bawah
dan, secara bersamaan, dagu dengan hati  –  hati diangkat. Maneuver chin lift
tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher. Manuver ini berguna pada
korban trauma karena tidak membahayakan penderita dengan
kemungkinan patah ruas rulang leher atau mengubah patah tulang tanpa
cedera spinal menjadi patah tulang dengan cedera spinal.
c. Jaw thrust
Penolong berada disebelah atas kepala pasien. Kedua tangan pada mandibula,
jari kelingking dan manis kanan dan kiri berada pada angulus mandibula, jari
tengah dan telunjuk kanan dan kiri berada pada ramus mandibula sedangkan
ibu jari kanan dan kiri berada pada mentum mandibula. Kemudian mandibula
diangkat ke atas melewati molar pada maxila (Arifin, 2012)

d. Oropharingeal Airway (OPA)


Airway orofaringeal digunakan untuk membebaskan jalan napas pada pasien
yang kehilangan refleks jalan napas bawah (Kene, davis, 2007). Teknik yang
dapat dilakukan adalah : Posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh.
Kemudian pilih ukuran pipa orofaring yang sesuai dengan pasien. Hal ini
dilakukan dengan cara menyesuaikan ukuran pipa oro-faring dari tragus (anak
telinga) sampai ke sudut bibir. Masukkan pipa orofaring dengan tangan kanan,
lengkungannya menghadap ke atas (arah terbalik), lalu masukkan ke dalam
rongga mulut. Setelah ujung pipa mengenai palatum durum putar pipa ke arah
180 drajat. Kemudian dorong pipa dengan cara melakukan  jaw thrust dan
kedua ibu jari tangan menekan sambil mendorong pangkal pipa oro-faring
dengan hati-hati sampai bagian yang keras dari pipa berada diantara gigi atas
dan bawah, terakhir lakukan fiksasi pipa orofaring. Periksa dan pastikan jalan
nafas bebas. Fiksasi pipa oro-faring dengan cara memplester pinggir atas
dan bawah pangkal pipa, rekatkan plester sampai ke pipi pasien (Arifin,
2012).

e. Nasopharingeal Airway

Pada penderita yang masih memberikan respon, airway nasofaringeal lebih


disukai dibandingkan airway orofaring karena lebih bisa diterima dan lebih
kecil kemungkinannya merangsang muntah (ATLS, 2004).Teknik yang dapat
dilakukan adalah : Posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh. Pilihlah
ukuran pipa naso-faring yang sesuai dengan cara menyesuaikan ukuran pipa
naso-faring dari lubang hidung sampai tragus (anak telinga). Pipa nasofaring
diberi pelicin dengan KY jelly (gunakan kasa yang sudah diberi KY jelly).
Masukkan pipa naso-faring dengan cara memegang pangkal pipa naso-faring
dengan tangan kanan, lengkungannya menghadap ke arah mulut (ke bawah).
Masukkan ke dalam rongga hidung dengan perlahan sampai batas  pangkal
pipa. Patikan jalan nafas sudah bebas.
f. Airway definitif
Terdapat tiga jenis airway definitif yaitu : pipa orotrakeal, pipa nasotrakeal,
dan airway surgical (krikotiroidotomi atau trakeostomi). Penentuan
pemasangan airway definitif didasarkan pada penemuan - penemuan klinis
antara lain (ATLS, 2004):
1) Adanya apnea
2) Ketidakmampuan mempertahankan airway yang bebas dengan cara-cara
yang lain
3) Kebutuhan untuk melindungi airway  bagian bawah dari aspirasi darah
atau vomitus
4) Ancaman segera atau bahaya potensial sumbatan airway
5) Adanya cedera kepala yang membutuhkan bantuan nafas (GCS < 8)
6) Ketidakmampuan mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan
Pemberian oksigen tambahan lewat masker wajah

Intubasi orotrakeal dan nasotrakeal merupakan cara yang paling sering digunakan.
Adanya kemungkinan cedera servikal merupakan hal utama yang harus
diperhatikan pada pasien yang membutuhkan perbaikan airway. Faktor yang
paling menentukan dalam pemilihan intubasi orotrakeal atau nasotrakeal adalah
pengalaman dokter. Kedua teknik tersebut aman dan efektif apabila dilakukan dengan
tepat. Ketidakmampuan melakukan intubasi trakea merupakan indikasi yang jelas
untuk melakukan airway surgical.
Apabila pernafasan membaik, jaga agar jalan nafas tetap terbuka dan periksa dengan
cara (Haffen, Karren, 1992) :
 Lihat (look ), melihat naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan dinding
dada yang adekuat.
 Dengar (listen), mendengar adanya suara pernafasan pada kedua sisi dada.
 Rasa ( feel) , merasa adanya hembusan nafas.

2. Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi


Oksigen sangat penting bagi kehidupan. Sel-sel tubuh memerlukan pasokan konstan
O2 yang digunakan untuk menunjang reaksi kimiawi penghasil energi, yang
menghasilkan CO2 yang harus dikeluarkan secara terus-menerus (Sherwood, 2001)..
Pada keadaan normal, oksigen diperoleh dengan bernafas dan diedarkan dalam aliran
darah ke seluruh tubuh (Smith, 2007). Airway yang baik tidak dapat menjamin
pasien dapat bernafas dengan baik pula (Dolan, Holt, 2008). Menjamin
terbukanya airway merupakan langkah awal yang penting untuk pemberian oksigen.
Apabila pernafasan tidak adekuat, ventilasi dengan menggunakan teknik bag-valve-
face-mask merupakan cara yang efektif, teknik ini lebih efektif apabila dilakukan
oleh dua orang dimana kedua tangan dari salah satu petugas dapat digunakan untuk
menjamin kerapatan yang baik (ATLS, 2004). Cara melakukan pemasangan face-
mask (Arifin, 2012):

a. Posisikan kepala lurus dengan tubuh

b. Pilihlah ukuran sungkup muka yang sesuai (ukuran yang sesuai bila sungkup
muka dapat menutupi hidung dan mulut pasien, tidak ada kebocoran)
c. Letakkan sungkup muka (bagian yang lebar dibagian mulut
d. Jari kelingking tangan kiri penolong diposisikan pada angulus mandibula, jari
manis dan tengah memegang ramus mandibula, ibu jari dan telunjuk memegang
dan memfiksasi sungkup muka
e. Gerakan tangan kiri penolong untuk mengekstensikan sedikit kepala pasien
f. Pastikan tidak ada kebocoran dari sungkup muka yang sudah dipasangkan
g. Bila kesulitan, gunakan dengan kedua tangan bersama-sama (tangan kanan dan
kiri memegang mandibula dan sungkup muka bersama- sama)
h. Pastikan jalan nafas bebas (lihat, dengar, rasa)
i. Bila yang digunakan AMBU-BAG, maka tangan kiri memfiksasi sungkup muka,
sementara tanaga kanan digunakan untuk memegang bag (kantong) reservoir
sekaligus pompa nafas bantu (  squeeze-bag )

Sedangkan apabila pernafasan tidak membaik dengan terbukanya airway,


penyebab lain harus dicari. Penilaian harus dilakukan dengan melakukan
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi pada toraks

3. Circulation dengan kontrol perdarahan (hemorrage control )


Perdarahan merupakan penyebab kematian setelah trauma (Dolan, Holt, 2008). Oleh
karena itu penting melakukan penilaian dengan cepat status hemodinamik dari pasien,
yakni dengan menilai tingkat kesadaran, warna kulit dan nadi (ATLS,2004).
a. Tingkat kesadaran
Bila volume darah menurun perfusi otak juga berkurang yang menyebabkan
penurunan tingkat kesadaran.
b. Warna kulit
Wajah yang keabu-abuan dan kulit ektremitas yang pucat merupakan tanda
hipovolemia.
c. Nadi
Pemeriksaan nadi dilakukan pada nadi yang besar seperti a. femoralis dan a.
karotis (kanan kiri), untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama.
Dalam keadaan darurat yang tidak tersedia alat-alat, maka secara cepat kita
dapat memperkirakan tekanan darah dengan meraba pulsasi (Haffen, Karren,
1992):
a) Jika teraba pulsasi pada arteri radial,  maka tekanan darah minimal 80
mmHg sistol
b) Jika teraba pulsasi pada arteri brachial , maka tekanan darah minimal 70
mmHg sistol
c) Jika teraba pulsasi pada arteri femoral,  maka tekanan darah minimal 70
mmHg sistol
d) Jika teraba pulsasi pada arteri carotid,  maka tekanan darah minimal 60
mmHg sistol

4. Disability, status neurologis


Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis
secara cepat. Hal yang dinilai adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
Tanda-tanda lateralisasi dan tingkat (level) cedera spina. Cara cepat dalam
mengevaluasi status neurologis yaitu dengan menggunakan AVPU, sedangkan GSC
(Glasgow Coma Scale) merupakan metode yang lebih rinci dalam mengevaluasi status
neurologis, dan dapat dilakukan pada saat survey sekunder. Adapun AVPU adalah :
A : Alert
V : Respon to verbal
P : Respon to pain
U : Unrespon
GSC (Glasgow Coma Scale) adalah sistem skoring yang sederhana untuk menilai
tingkat kesadaran pasien.
a. Menilai “eye opening” penderita (skor 4-1) Perhatikan apakah penderita :
 Membuka mata spontan
 Membuka mata jika dipanggil,diperintah atau dibangunkan
 Membuka mata jika diberi rangsangan nyeri (dengan menekan ujung
kuku jari tangan)
 Tidak memberikan respon
b. Menilai “best verbal response” penderita (skor 5-1) Perhatikan apakah
penderita:
 Orientasi baik dan mampu berkomunikasi
 Disorientasi atau bingung
 Mengucapkan kata-kata tetapi tidak dalam bentuk kalimat
 Mengerang (mengucapkan kata -kata yang tidak jelas artinya)
 Tidak memberikan respon

c. Menilai “best motor respon” penderita (skor 6-1) Perhatikan apakah


penderita:

 Melakukan gerakan sesuai perintah

 Dapat melokalisasi rangsangan nyeri

 Menghindar terhadap rangsangan nyeri

 Fleksi abnormal (decorticated)

 Ektensi abnormal (decerebrate)

 Tidak memberikan respon

Range skor : 3-15 (semakin rendah skor yang diperoleh, semakin jelek
kesadaran). Penurunan tingkat kesadaran perlu diperhatikan pada empat
kemungkinan penyebab (Pre-Hospital Trauma Life Support Commitee 2002) :
a. Penurunan oksigenasi atau/dan penurunan perfusi ke otak
b. Trauma pada sentral nervus sistem
c. Pengaruh obat-obatan dan alkohol
d. Gangguan atau kelainan metabolik

5. Exposure/environmental control , membuka baju penderita, tetapi cegah hipotermia


Merupakan bagian akhir dari primary survey, penderita harus dibuka keseluruhan
pakaiannya, kemudian nilai pada keseluruhan bagian tubuh. Periksa punggung
dengan memiringkan pasien dengan cara log roll. Selanjutnya selimuti penderita
dengan selimut kering dan hangat, ruangan yang cukup hangat dan diberikan cairan
intra-vena yang sudah dihangatkan untuk mencegah agar pasien tidak hipotermi.

Anda mungkin juga menyukai