BAB 1
PENDAHULUAN
yang penting. Terdapat berbagai alat yang digunakan dalam mengelola jalan
pengamanan jalan nafas terbaik dan paling sesuai sebagai jalur ventilasi mekanik.
Selain digunakan untuk menjaga jalan nafas dan memberikan ventilasi mekanik,
tindakan ini juga dapat menghantarkan agen anestesi inhalasi pada anestesi umum
merupakan hal yang biasa dilakukan dalam anestesi umum. Data yang diperoleh
anestesi umum. Dengan keterangan dari 24.550 tindakan bedah, sebanyak 16.542
Walaupun rutin dilakukan, tindakan ini bukan tanpa risiko dan tidak semua pasien
pipa endotrakea (ET) diindikasikan untuk pasien dengan risiko aspirasi dan pada
morbiditas di Instalation Care Unit (ICU) dan 29,4% di rumah sakit di Amerika
jantung, dan disritmia. Komplikasi tersebut dapat terjadi secara cepat atau lambat
(Anonymous, 2007; Safavi, 2008; Roelofse, 1987). Hal itu disebabkan oleh
rangsangan pipa endotrakea pada daerah laring, trakea, karina, dan bronkus yang
Ghaus, 2002). Respon stres yang terjadi terhadap intubasi trakea menyebabkan
peningkatan kadar katekolamin plasma. Hal ini akan berdampak negatif pada
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Airway
darurat, oleh karena itu hal pertama yang harus dinilai adalah kelancaran jalan
nafas, yang meliputi pemeriksaan jalan nafas yang dapat disebabkan oleh benda
asing, fraktur tulang wajah, fraktur manibula atau maksila, fraktur laring atau
trakea. Gangguan airway dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan –
patensi jalan nafas harus dipertahankan dengan cara buatan seperti : reposisi, chin
lift, jaw thrust, atau melakukan penyisipan airway orofaringeal serta nasofaringeal
(Walls, 2010). Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus melindungi vertebra
4
servikal. Dalam hal ini dapat dimulai dengan melakukan chin lift atau jaw thrust.
Pada penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap bahwa jalan nafas
Penderita dengan gangguan kesadaran atau Glasgow Coma Scale sama atau
dengan cepat dan tepat. Bila penderita mengalami penurunan tingkat kesadaran,
sumbatan seperti ini dapat dengan segera diperbaiki dengan cara mengangkat
dagu (chin lift maneuver), atau dengan mendorong rahang bawah ke arah depan
1. Head tilt
horizontal, kecuali pada pembersihan jalan napas dimana bahu dan kepala pasien
cairan muntah atau benda asing. Kepala diekstensikan dengan cara meletakkan
satu tangan di bawah leher pasien dengan sedikit mengangkat leher ke atas.
Tangan lain diletakkan pada dahi depan pasien sambil mendorong / menekan ke
2. Chin lift:
Jari - jemari salah satu tangan diletakkan bawah rahang, yang kemudian
secara hati – hati diangkat ke atas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari
tangan yang sama, dengan ringan menekan bibir bawah untuk membuka mulut,
ibu jari dapat juga diletakkan di belakang gigi seri (incisor) bawah dan, secara
bersamaan, dagu dengan hati – hati diangkat. Maneuver chin lift tidak boleh
leher atau mengubah patah tulang tanpa cedera spinal menjadi patah tulang
3. Jaw thrust
mandibula, jari kelingking dan manis kanan dan kiri berada pada angulus
mandibula, jari tengah dan telunjuk kanan dan kiri berada pada ramus mandibula
sedangkan ibu jari kanan dan kiri berada pada mentum mandibula. Kemudian
Teknik : Posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh. Kemudian pilih ukuran pipa
orofaring yang sesuai dengan pasien. Hal ini dilakukan dengan cara menyesuaikan
ukuran pipa oro-faring dari tragus (anak telinga) sampai ke sudut bibir. Masukkan
terbalik), lalu masukkan ke dalam rongga mulut. Setelah ujung pipa mengenai
7
palatum durum putar pipa ke arah 180 drajat. Kemudian dorong pipa dengan cara
melakukan jaw thrust dan kedua ibu jari tangan menekan sambil mendorong
pangkal pipa oro-faring dengan hati-hati sampai bagian yang keras dari pipa
berada diantara gigi atas dan bawah, terakhir lakukan fiksasi pipa orofaring.
Periksa dan pastikan jalan nafas bebas (Lihat, rasa, dengar). Fiksasi pipa oro-
faring dengan cara memplester pinggir atas dan bawah pangkal pipa, rekatkan
5. Nasopharingeal Airway
Teknik : Posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh. Pilihlah ukuran pipa naso-
faring yang sesuai dengan cara menyesuaikan ukuran pipa naso-faring dari lubang
hidung sampai tragus (anak telinga). Pipa nasofaring diberi pelicin dengan KY
jelly (gunakan kasa yang sudah diberi KY jelly). Masukkan pipa naso-faring
hidung dengan perlahan sampai batas pangkal pipa. Patikan jalan nafas sudah
6. Airway definitif
1. Adanya apnea
yang lain
3. Kebutuhan untuk melindungi airway bagian bawah dari aspirasi darah atau
vomitus
harus diperhatikan pada pasien yang membutuhkan perbaikan airway. Faktor yang
pengalaman dokter. Kedua teknik tersebut aman dan efektif apabila dilakukan
Apabila pernafasan membaik, jaga agar jalan nafas tetap terbuka dan
1. Lihat (look), melihat naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan
2. Dengar (listen), mendengar adanya suara pernafasan pada kedua sisi dada.
2.2 Breathing
diikuti oleh kerusakan otak, disfungsi jantung, dan akhirnya kematian (Hagberg,
2005). Pada keadaan normal, oksigen diperoleh dengan bernafas dan diedarkan
dalam aliran darah ke seluruh tubuh (Smith, 2007). Airway yang baik tidak dapat
menjamin pasien dapat bernafas dengan baik pula (Dolan & Holt, 2008).
bag-valve-face-mask merupakan cara yang efektif, teknik ini lebih efektif apabila
dilakukan oleh dua orang dimana kedua tangan dari salah satu petugas dapat
digunakan untuk menjamin kerapatan yang baik (ATLS, 2004). Cara melakukan
2. Pilihlah ukuran sungkup muka yang sesuai (ukuran yang sesuai bila
sungkup muka dapat menutupi hidung dan mulut pasien, tidak ada
kebocoran)
jari manis dan tengah memegang ramus mandibula, ibu jari dan telunjuk
pasien
6. Pastikan tidak ada kebocoran dari sungkup muka yang sudah dipasangkan
penyebab lain harus dicari. Penilaian harus dilakukan dengan melakukan inspeksi,
2. Tension pneumotoraks : Needle insertion (IV Cath No. 14) di ICR II linea
midclavicularis
4. Open pneumotoraks : Luka diututp dengan kain kasa yang diplester pada
saturasi oksigen dan perfusi perifer penderita. Pulse oxymeter adalah metoda yang
noninvansif untuk mengukur saturasi oksigen darah aterial secara terus menerus
(ATLS, 2004).
pernafasan yang adekuat kepada pasien. Upaya yang sering dilakukan adalah
adalah suatu tindakan memasukkan pipa kkhusus kedalam trakea sehingga jalan
intubasi antara lain: menjaga patensi jalan nafas dan memproteksi jalan nafas,
pada pasien dengan kegagalan ventilasi dan oksigenasi (Park, et all, 2008)
Ada dua saluran nafas manusia: hidung yang bermuara ke nasofaring (pars
nasal) dan mulut yang bermuara ke orofaring (pars oral), kedua bagian ini
dasar tengkorak ke tulang rawan krikoid dilubang masuk osefagus. Faring terbuka
Jalan nafas mendapat suplai saraf sensoris dari nervus kranialis. Nervus
mempersarafi 1/3 bagian belakang lidah dan bagian atas faring, tonsil serta
bawah epiglotis dan bercabang menjadi dua yaitu: nervus laringeus superior,
15
krikoid dan cabang interna mempersarafi epiglotis dan pita suara (Soltani, 2002)
laring dan pada bagian proksimal trakeobronkial. Terdapat empat tipe reseptor
sensorik pada saluran nafas: (1) reseptor regang yang terdapat pada dinding jalan
nafas, lambat beradaptasi memiliki saraf berdiameter besar dan bermielin; (2)
ujung saraf yang terdapat pada dan di bawah epitelium yang berespon terhadap
stimulus kemikal dan mekanikal, cepat beradaptasi dan memiliki saraf dengan
diameter kecil dan bermielin; (3) reseptor dengan saraf tanpa mielin, polimodal,
distimulasi oleh kerusakan jaringan dan edema, berfungsi sebagai nosiseptor; (4)
reseptor yang khusus untuk rasa dan menelan. Rangsang mekanik akan
aferen.32 Jaras aferen somatik maupun viseral terintegrasi penuh dengan sistem
simfatis di medulla spinalis, batang otak dan pusat yang lebih tinggi (Beggs, et all,
dibawa oleh nervus glossofaringeus dari pohon trakeo bronkhial melalui nervus
vagus yang akan mengaktifasi sistem simpatis. Aktifasi sistem simpatis akan
Stimulasi jalan nafas atas karena tindakan laringoskopi dan intubasi akan
tekanan darah dan denyut jantung (Hara & Maruyama, 2005). Peningkatan
tekanan darah berkisar 40-50% dan peningkatan nadi berkisar 20%. Peningkatan
kelancaran pernapasan.
antara lain :
1. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat yang tidak dapat dikoreksi dengan
karbondioksida di arteri
6. Trakeostomi.
Gambaran klasik yang benar adalah leher dalam keadaan fleksi ringan,
sedangkan kepala dalam keadaan ekstensi. Ini disebut sebagai Sniffing in the air
memposisikan pasien. ETT sebaiknya dipilih yang sesuai. Pengisian cuff ETT
harus setentang dengan pinggang anestesiologis atau lebih tinggi untuk mencegah
blade yang tepat, ETT dengan ukuran yang diinginkan, jelly, dan stylet
5. Pastikan lampu laringoskop hidup dan berfungsi serta cuff ETT berfungsi
6. Sumber oksigen, sungkup dengan ukuran yang tepat, ambu bag dan sirkuit
darah noninvasive
kontraindikasi
19
10. Alat monitoring karbon dioksida untuk memastikan ETT dalam posisi
yang tepat
dipegang dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kanan dan
mulut. Gagang diangkat ke atas dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring
diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan
berbentuk huruf V. Jeratan bibir antara gigi dan blade laringoskop sebaiknya
dicegah. Tracheal tube diambil dengan tangan kanan dan ujungnya dimasukkan
melewati pita suara sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu,
sehingga pita suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila mengganggu, stylet
dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa
balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan dan daun
auskultasi dada dengan steteskop, diharapkan suara nafas kanan dan kiri sama.
Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di pipa endotrakeal. Bila terjadi
intubasi endotrakeal yang terlalu dalam akan terdapat tanda‐tanda berupa suara
nafas kanan berbeda dengan suara nafas kiri, kadang‐kadang timbul suara
wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada
ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru
sama.
epigastrium atau gaster akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan
stetoskop), kadang‐kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan
nampak semakin membiru. Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan
kembali setelah diberikan oksigenasi yang cukup (anonim, 2002; Morgan et all,
2006)
terbuat dari plastik Polyvinyl Chlorida yang merupakan cetakan dari bentuk jalan
napas setelah dilembutkan karena terpapar dengan temperature tubuh. Bahan dari
21
ETT juga harus bersifat radiopaq untuk mengetahui posisi ujung distal ke karina
dan transparan agar dapat dilihat sekresi atau aliran udara yang dibuktikan oleh
adanya pengembunan uap air pada lumen pipa selama ekshalasi. Bentuk dan
rigiditas ETT dapat diubah dengan penggunaan stylet. Ujung dari pipa dapat
Pipa Murphy memiliki lubang ( Murphy Eye ) untuk menurunkan resiko oklusi
bagian bawah pipa yang berbatas langsung dengan carina atau trakea. Resistensi
aliran udara terutama tergantung dari diameter pipa, tetapi juga dipengaruhi oleh
panjang dan lekukan pipa. Ukuran ETT biasanya didesain dalam millimeter dari
diameter internal, atau kadang kadang dalam skala French (diameter eksternal
dalam millimeter dikalikan 3). Pemilihan diameter pipa selalu berdasarkan antara
aliran maksimal dengan ukuran besar dan trauma jalan napas yang minimal
untuk pemeliharaan jalan nafas selama anestesi. LMA merupakan konsep baru
manajemen jalan nafas yang telah diterima secara luas dan digunakan di berbagai
situasi. Saat ini diperkirakan lebih dari 200 juta ahli anestesi menggunakan LMA
insersi LMA dengan cuff yang tidak dikembangkan. Posisi pasien dengan leher
fleksi dan kepala ekstensi, kemudian LMA didorong menyusuri palatum seperti
memegang pena. Setelah LMA pada tempatnya cuff dikembangkan dan posisinya
karena dibuat dalam berbagai ukuran. yang paling banyak digunakan pada wanita
dan pria dewasa adalah ukuran 3,4, dan 5. pada mulanya alat ini di desain pada
pasien-pasien yang bernapas spontan, tetapi pasien dapat juga diventilasi melalui
segel diantara sungkup dan laring, dan mengurangi kebocoran pada saat
diventilasi
23
padat seperti gel yang sangat mudah dibentuk. dibuat berdasarkan bentuk
anatomi
pertama dengan teknik standar berkisar antara 76 samapai 96%. Berbagai upaya
standar Brain. Teknik insersi LMA yang berbeda memiliki angka keberhasilan
yang berbeda (Jiwon et al., 2013; Monem A & Khan FA, 2007).
24
BAB 3
KESIMPULAN
Manajemen pengelolaan jalan napas merupakan salah satu hal yang perlu
dan penyebab dapat menyebabkan terjadi nya gangguan dalam jalan napas sampai
henti napas sehingga perlu mendapat tindakan segera baik dalam pre operatif,
operatif, maupun pada saat tindakan emergensi. Saat ini, sudah ada berbagai alat
dan metode yang dapat mempermudah dalam penatalaksanaan patensi jalan napas.
Perlu juga menilik tentang berbagai macam indikasi dan kontraindikasi dalam
DAFTAR PUSTAKA
Alkatiri, J., Bakri, S., 2007. Resusitasi Kardio-pulmoner. In: Sudoyo, et al. Ed.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi IV. Jakarta: Pusat
Indonesia
Arifin, H., 2012. Airway Management. Dalam: Hakim, A.A., et al. Modul
Utara
http://update.anaesthesiologists.org/wpcontent/uploads/2009/08/Laryngeal
-Mask-Airway.pdf
Cork, C.R., Weiss, L., Juli, H.R., Stuart, Bentley, J. 1984. Fentanyl preloading for
Dolan, B., Holt, L., 2008. Trauma Life Support. In: Holt, L., ed. Accident and
Ghauf, S.M., Singh, V., Kumar, A., Wahal, R., Bhatia, V.K., Agarwal, J. 2002. A
Hafen, B.Q., Ph.D., Karren, K.J., Ph.D. 2012. Patient Assessment. In: Hafen,
B.Q., Ph.D., Karren, K.J., Ph.D., ed. Prehospital Emergency Care and
Hagberg, C., Georgi, R., Krier, 2005. Complications of Managing the Aiway. In:
J Anesth;48(8):723-26.
Jiwon, A.N., Seo, K.S., Ki, J.K. 2013. Laryngeal Mask Airway Insertion in
Matta, B.F., Marsh, D.S., Nevin, M. 1995. Laryngeal Mask Airway : A More
Monem, A., Khan, F.A. 2007. Laryngeal Mask Airway insertion anaesthesia and
Morgan, E.J., Mikhail, S., Maged, Murray, J.M. 2006. Airway management. In:
Clinical anesthesiology. 4th ed. New York: A Lange medical book: p. 91-
116.
27
Murphy, F.M. 2000. The critically ill patient. In: Walls M. Ron, editors. Manual
Wilkins. p. 172-79.
Surg;45:835-40.
Roppolo, L.P., Davis, D., Kelly, S.P., Rosen, P., 2007. Airway management. In:
Kene, M., Davis, D., ed. Emergency Medicine Handbook Critical Concept
study. ICR.Journal;1(4):228-33.
Sherwood, L., 2011. Sistem Pernapasan. Dalam: Sherwood, L., ed. Fisiologi
Sitohang. R., 2012. Aplikasi System ABCD pada Primary Survey Pasien Trauma.
Smith, T., Davidson, S., 2007. Dokter di Rumah Anda. Jakarta: Dian Rakyat
Steven, Parks, N. 2004. Advanced Trauma Life Support (ATLS) for doctors:
Stone, J.D., Gal, J.T. 2000. Airway management. In: Miller’s Anaesthesia.
Walls, M.H., 2010. Airway. In: Walls, M.H., ed. Rosen’s Emergency Medicine