Sumbatan jalan napas dapat terjadi dalam bentuk parsial dan total.
▪ Sumbatan jalan napas parsial ditandai dengan adanya suara napas
seperti stridor, retraksi otot napas di daerah supraklavikula,
suprasternal, sela iga dan epigastrium selama inspirasi.
▪ Sumbatan jalan napas total memiliki gejala yang lebih hebat dan
berat. Bunyi napas stridor juga hilang sekiranya terjadi sumbatan
napas total. Retraksi,napas paradoksal dan kerja otot bantu napas
meningkat. Sumbatan total yang tidak berbunyi bisa disebabkan
oleh terjadinya asfiksia.
▪ Tanda-tanda adanya sumbatan jalan napas antaranya adalah
Mendengkur (Snoring), Berkumur (Gurgling), Stridor (Crowing),
Sianosis, Agitasi dan Penurunan Kesadaran.
*Pada pasien yang curiga adanya cedera leher atau Trauma Kepala,
Manuever Jaw Thrust dapat dilakukan dengan hati-hati dan mencegah
gerakan pada daerah leher.
Cara pemasangan:
i. Operator berdiri di bagian kepala tempat tidur dan tempat tidur pada
posisi datar
ii. Memegang LMA pada tangan kanan
iii. Memposisikan kepala pasien pada posisi ekstensi
iv. Meminta asisten untuk membuka mulut pasien
v. Masukkan LMA
vi. Pastikan posisi LMA:
vii. Pasang bag-valve-mask
viii. Inspeksi dan auskultasi dada untuk mendengarkan suara napas yang
simetris
ix. Perhatikan pengembunan yang terjadi pada pipa endotrakea saat
ekshalasi napas
x. Fiksasi posisi LMA plester di bagian tengah bibir.
• Endotracheal tube (ETT)
Indikasi dilakukannya intubasi endotrakeal, atau dikenal sebagai
endotracheal tube (ETT) intubation, antara lain adalah:
✓ Untuk mencegah terjadinya aspirasi
✓ Perburukan dengan ancaman gagal napas: perdarahan intrakranial, syok
sepsis, trauma kepala, cedera servikal
✓ Gangguan ventilasi
✓ Gangguan oksigenasi: emboli paru, edema paru difus, sindroma distress
pernapasan akut, keracunan karbon monoksida, keracunan sianida
✓ Gangguan patensi jalan napas: angioedema, anafilaksis, perdarahan
orofaring
✓ Pasien operasi pronasi atau rotasi kepala, bagian kepala dan leher
✓ Pasien yang membutuhkan anestesi umum dan durasi panjang
Pipa trakea mengantarkan gas anestetik langsung kedalam trakea dan
biasanya dibuat dari bahan standar polivinil-klorida. Ukuran diameter
lubang pipa trakea dalam millimeter.
Penampang melintang trakea bayi dan anak <5 tahun hamper bulat,
sedangkan orang dewasa seperti huruf D, maka pada bayi anak digunakan
tanpa kaf dan untuk anak besar-dewasa dengan kaf.
Cara memilih pipa trakea untuk bayi dan anak kecil:
- Diameter dalam pipa trakea (mm) : 4 + ¼ umur (th)
- Panjang pipa orotrakeal (cm) : 12 + ½ umur (th)
Cara pemasangan:
1) Persiapan alat:
STATICS
- Skop (laringoskop dan stetoskop)
- Tube (pipa endotrakeal)
- Airway (oropharyngeal airway)
- Tape (plester)
- Introducer (stylet/mandrin)
- Connector (oksigen)
- Suction
2) Menilai sulit intubasi:
LEMON
- Look external (trauma maxcillofacial,deformitas pada wajah, leher
pendek).
- Evaluasi 332 (3 jari antara insisivus superior dan inferior, 3 jari dibawah
mandibular, 2 jari antara musculus hyoideus dengan dasar pangkal lidah)
- Mallampati skor
Cara Penggunaan:
II. Obstruksi total jalan napas: Bila dada tidak mengembang maka
kemungkinan ada sumbatan pada jalan napas dan dilakukan
beberapa maneuver untuk mengatasi obstruksi saluran napas.
Pertolongan pertama ini meliputi back blow, chest thrust,
abdominal thrust (Heimlich maneuver), finger sweep, dan tongue-
jaw lift. Manuver-manuver yang dilakukan bergantung pada usia
dan keadaan tertentu (hamil atau obesitas). Pada keadaan tersedak
yang mengancam nyawa dan obstruksi menutup total glottis,
supraglotis, maupun trakea, maka perlu dilakukan prosedur
krikotiroidektomi atau trakeostomi dengan tujuan untuk
mengamankan jalan napas dan memastikan oksigenasi.
Bagi bayi <1 tahun, untuk manuver back blow dilakukan dengan kepala
menghadap ke bawah dan posisi tengkurap; chest thrust dilakukan dengan
kepala menghadap ke bawah dan telentang (supine). Prosedur abdominal
thrust tidak dianjurkan untuk dilakukan pada anak di bawah usia 1 tahun
dikarenakan tindakan tersebut dapat mencederai organ dalam/viscera.
Bagi anak-anak >1 tahun, untuk manuver back blow lebih efektif jika
dilakukan dengan kepala menghadap ke bawah; abdominal
thrust dilakukan secara berdiri
Pada pasien obese dan ibu hamil dengan usia kehamilan tua disarankan
untuk dilakukan chest thrust daripada abdominal thrust.
6. Mampu melakukan napas bantu/napas kendali dengan
menggunakan Bag Valve Mask/Jackson Rees pada penderita
gangguan pernapasan
c) Syok sepsis diakibatkan oleh kondisi dilatasi arteri dan vena akibat
mediator inflamatori, diikuti penurunan venous return. Kebocoran
cairan intravaskular ke interstitial juga terjadi karena gangguan fungsi
barrier endotel.
Syok sepsis dapat ditegakkan jika pasien sepsis membutuhkan
terapi vasopressor untuk mempertahankan mean arterial pressure
≥65 mmHg, dan kadar laktat serum >2 mmol/L atau 18 mg/dl
menetap walaupun pasien sudah mendapat resusitasi cairan
adekuat.
Penatalaksanaan syok sepsis perlu mencakup resusitasi untuk
memperbaiki perfusi, pengendalian sumber infeksi, dan modulasi
respon imun pejamu. Penanganan syok pada syok sepsis dilakukan
dengan:
- Mengembalikan mean arterial pressure (MAP) di atas 65 mmHg
- Resusitasi cairan dengan kristaloid berupa cairan kristaloid (Ringer
Laktat) atau albumin, serta pemberian koloid hingga 30cc/kgBB
dalam 3 jam pertama
- Ventilasi mekanik untuk mengurangi kebutuhan metabolic
- Pemberian obat vasoaktif jika resusitasi cairan tidak menghasilkan
respon adekuat
- Pengendalian sumber infeksi dilakukan dengan: Pemberian
antibiotik spektrum luas dalam 1 jam pertama. Terapi empirik harus
memiliki aktivitas terhadap semua patogen yang mungkin
menyebabkan infeksi pada kasus masing-masing pasien. Angkat
seluruh jaringan yang terinfeksi atau nekrotik jika dicurigai menjadi
sumber infeksi, misalnya pada pasien dengan selulitis, abses, alat
medis yang terinfeksi, atau memiliki luka yang purulent
- Tambahkan vasopressin pada pasien vasoactive-refractory
a) Syok Anafilaktik, Reaksi anafilaktik atau anafilaksis adalah respon
imunologi yang berlebihan terhadap suatu bahan dimana seorang
individu pernah tersensitasi oleh bahan tersebut. Gambaran yang
paling sering adalah berasal dari kardiovaskuler yaitu Hipotensi dan
kolaps kardiovaskuler. Takikardi, aritmia, EKG mungkin
memperlihatkan perubahan iskemik dan Henti jantung. Sistem
Pernapasan. Edema glottis, lidah dan saluran napas dapat
menyebabkan stridor atau obstruksi saluran napas. Bronkospasme –
pada yang berat.
Penatalaksanaan:
- Hentikan pemberian bahan penyebab dan minta pertolongan
- Lakukan resusitasi ABC
A – Saluran Napas dan Adrenalin
✓ Menjaga saluran napas dan pemberian oksigen 100%
✓ Adrenalin. Jika akses IV tersedia, diberikan adrenalin 1:
10.0000, 0.5 – 1 ml, dapat diulang jika perlu.
✓ Alternatif lain dapat diberikan 0,5 – 1 mg (0,5 – 1 ml dalam
larutan 1:1000) secara IM diulang setiap 10 menit jika
dibutuhkan.
B - Pernapasan
✓ Jamin pernapasan yang adekuat. Intubasi dan ventilasi
mungkin diperlukan
✓ Adrenalin akan mengatasi bronkospasme dan edema saluran
napas atas.
✓ Bronkodilator semprot (misalnya salbutamol 5 mg) atau
aminofilin IV mungkin dibutuhkan jika bronkospasme
refrakter (dosis muat 5 mg/kg diikuti dengan 0,5 mg/kg/jam).
C - Sirkulasi
✓ Akses sirkulasi. Mulai CPR jika terjadi henti jantung.
✓ Adrenalin merupakan terapi yang paling efektif untuk
hipotensi berat.
- Adrenalin sangat bermanfaat dalam mengobati anafilaksis,
juga efektif pada
bronkospasme dan kolaps kardiovaskuler.
b) Syok neurogenik, umumnya terjadi setelah cedera pada sistem saraf
pusat, misalnya cedera medula spinalis atau cedera otak traumatik.
Diagnosis syok neurogenik hanya ditegakkan setelah kemungkinan
syok perdarahan telah dipastikan tidak ada, sehingga syok
neurogenik jarang ditegakkan pada awal penanganan pasien trauma.
Penatalaksanaan syok neurogenik meliputi tiga aspek:
- Stabilisasi hemodinamik dengan target mean arterial pressure
(MAP) dan cerebral perfusion pressure sebesar >85-90 mmHg dan
>70 mmHg dalam 7 hari
- Pencegahan kerusakan medula spinalis yang lebih lanjut
- Penanganan bradikardia (Atropin) atau aritmia lainnya
c) Syok distributif, terjadi karena terdapat hambatan aliran darah yang
menuju jantung (venous return) akibat tension pneumothorax
ataupun cardiac tamponade.
Terapi Syok Obstruktif:
- Sesuai dengan tatalaksana penyebabnya
- Pada tension pneumothorax lakukan needle thoracosintesis
- Pada tamponade jantung lakukan perikardiosintesis
- Pada emboli paru berikan trombolitik
Cara Pemasangan:
➢ Memeriksa semua kelengkapan alat : Periksa apakah
infus/transfuse set sudah dihubungkan dengan cairan. Pastikan
bahwa dalam slang tersebut tidak terdapat udara. Siapkan 3 nomor
kateter IV yang diperkirakan mampu dipasang.
➢ Identifikasi dan melakukan penilain terhadap vena yang akan
dipilih
➢ Cuci tangan dengan sabun antimikroba, memakai sarung tangan
➢ Memasang torniket
➢ Membersihkan tempat insersi dengan desinfektan (alcohol) dan
biarkan sampai kering
➢ Tangan kiri menggenggam area di bawah tempat penusukan,
gunakan ibujari untuk menstabilisasi vena dan jaringan lunak
➢ Memposisikan bevel kateter IV menghadap ke atas, pegang
diantara ibu jari dan jari telunjuk
➢ Memegang kateter dengan membentuk sudut 45° diatas permukaan
kulit dan jaringan dibawahnya menuju vena tapi tidak menembus
vena
➢ Posisikan kateter lebih rendah hingga hampir sejajar dengan
permukaan kulit dan gerakkan ujung jarum melewati vena secara
langsung
➢ Dorong kateter memasuki vena dengan pelan, pastikan adanya
aliran balik vena.
➢ Dorong kateter beserta mandrinnya kira-kira sejauh 3-5 mm lagi
untuk memastikan kateter telah memasuki lumen vena
➢ Tarik mandrin keluar, dorong kateter sampai pangkalnya
menyentuh kulit
➢ Buang mandrin bekas pakai ke dalam pembungkus kateter tadi
➢ Lepaskan torniket
➢ Hubungkan kateter dengan infuse/transfuse set
➢ Rekatkan 1 plester ukuran 15x1,5 cm untuk memfiksasi
infuse/transfuse set secara menyilang berbentuk huruf V
➢ Rekatkan 1 plester lebar 5x5 cm secara menyilang sedemikian rupa
sehingga berbentuk huruf V di bawah pangkal kateter hingga
menutupi tempat insersi kateter tersebut
➢ Lakukan tindakan asepsis
10. Mengetahui penggunaan cairan pada kasus dehidrasi dan
hipovolemik
Prinsip pemilihan cairan dimaksudkan untuk:
- Mengganti kehilangan air dan elektrolit yang normal melaui urine, IWL,
dan feses
- Membuat agar hemodinamik agar tetap dalam keadaan stabil
Pada penggantian cairan, maka jenis cairan yang digunakan
didasarkan pada:
- Cairan pemeliharaan (jumlah cairan yang dibutuhkan selama 24 jam)
1) Holiday segar
<10 kg : 100 ml/kgBB/hari
11-20 kg : 1000 ml + 50 ml/kgBB tiap kg diatas 10 kg
>20 kg : 1500 + 20ml/kgBB untuk tiap kg diatas 20 kg
2) Rumus 421
4 ml/kgBB/jam untuk 10kg BB pertama
2 ml/kgBB/jam untuk 10kg BB pertama
1 ml/kgBB/jam untuk sisanya
3) Kebutuhan air 30-50 ml. ml/kgBB/hari
L = 40 ml/kgBB/24jam
P = 35 ml/kgBB/24 jam
- Cairan defisit (jumlah kekurangan cairan yang terjadi)
1) Ganti kehilangan cairan
Resusitasi = Defisit + Maintanance
50% deficit diberikan pada 8 jam + Mantenance selama 8 jam
50% deficit diberikan pada 16 jam selanjutnya + Mantenance selama
16 jam
2) Resusitasi cairan pada perdarahan
✓ Tentukan derajat perdarahan dan estimasi/total blood volume
Derajat Perdarahan Total Blood Volume
Kelas 1 10-15% L= 70cc X BB
Kelas 2 15-30% P= 65-70cc X BB
Kelas 3 30-40%
Kelas 4 >40%
✓ Tentukan Estimated Blood Lose dari Total Blood Volume
EBL = %blood loss (derajat perdarahan) x TBV
✓ Ganti kehilangan darah
Berikan terapi cairan sesuai derajat perdarahan, kristaloid dengan
perbandingan 3:1 dan koloid 1:1
- Pemilihan Cairan
1) Kristaloid, merupakan larutan dimana molekul organik kecil dan
inorganik dilarutkan dalam air. Larutan ini ada yang bersifat isotonik,
hipotonik, maupun hipertonik
d) Efedrin
Efedrin merupakan simpatomimetik amina yang secara langsung berikatan
dengan reseptor alfa dan beta. Kerja utama dari efedrin adalah dengan
menginhibisi pengambilan norepinefrin. Efek kardiovaskular dari efedrin
hampir serupa dengan epinefrin: peningkatan tekanan darah, denyut
jantung, dan kontraktilitas serta curah jantung. Efedrin juga dapat
digunakan sebagai bronkodilator. Perbedaan penting yaitu efedrin
memiliki durasi kerja yang lebih lama, kurang kuat, dan merangsang sisten
saraf pusat. Sifat agonis tidak langsung dari efedrin didapatkan karena
adanya pelepasan norepinefrin pascasinaptik perifer atau penghambatan
reuptake norepinefrin.
Hipotensi intaoperatif biasanya didefinisikan sebagai mean arterial
pressure kurang dari 25% dari nilai normal. Hipotensi intraoperatif dapat
menyebabkan iskemia organ vital. Cara efektif dalam mengobati hipotensi
intraoperatif adalah pemberian vasopresor (agen penekan) intravaskular
melalui bolus atau infus kontinu. Efedrin merupakan vasopresor yang
umum digunakan selama anestesi. Efedrin diberikan sementara sampai
penyebab dari hipotensi ditemukan dan diperbaiki.
e) Lidokain
Seperti anestesi lokal lainnya, tempat kerja lidokain adalah pada saluran
ion natrium pada permukaan internal membran sel saraf. Bentuk tidak
bermuatan akan berdifusi melalui selubung saraf ke dalam aksoplasma
sebelum terionisasi dengan menggabungkan dengan ion hidrogen. Kation
yang dihasilkan mengikat secara reversibel ke saluran natrium dari dalam,
menguncinya dalam keadaan terbuka dan mencegah terjadinya
depolarisasi saraf. Pada miosit jantung, lidocaine memblok kanal natrium
sehingga mempersingkat waktu aksi potensial.
Berdasarkan Rekomendasi American Heart Association tahun 2018
tentang penggunaan obat anti aritmia selama resusitasi untuk pasien
dewasa dengan VF/pVT Cardiac Arrest amiodaron dan lidocain dapat
dipertimbangkan pada pasien VF/pVT yang tidak berespon dengan
defibrilasi. Dosis lidocain yang direkomendasikan adalah 1.0 sampai 1.5
mg/kg IV/IO untuk dosis awal dan 0.5 sampai 0.75 mg/kg IV/IO untuk
dosis lanjutan
12. Mengetahui farmakologi dan penggunaan anestesi lokal
Secara umum, seluruh obat anestesi lokal bekerja dengan berikatan secara
reversibel pada reseptor spesifik di kanal natrium pada sel saraf sehingga
menghambat perpindahan ion melalui kanal tersebut. Anestesi lokal yang
diaplikasikan dapat bekerja di semua sistem saraf baik sensorik maupun
motorik. Obat ini akan menghambat potensial aksi secara reversibel
sehingga konduksi saraf tidak terjadi. Ketika konsentrasi habis maka fungsi
saraf akan kembali sepenuhnya tanpa adanya bukti kerusakan sel. Obat
anestesi lokal yang paling sering digunakan adalah lidocaine, bupivacaine
dan tetracaine.
a) Lidokain
- Farmakologi lidocaine adalah dengan memblokade kanal natrium,
sehingga mencegah konduksi impuls. Lidocaine memiliki bagian
lipofilik (cincin aromatik) yang dihubungkan dengan bagian
hidrofilik melalui rantai amide. Bagian lipofilik ini meningkatkan
potensi dan durasi, serta mempengaruhi mekanisme kerja lidocaine.
Lidocaine biasanya tersedia dalam bentuk garam, yaitu lidocaine
HCl. Selain itu, lidocaine kerap kali dikombinasikan dengan
epinefrin untuk memperpanjang durasi anestesi local.
- Absorpsi lidocaine sangat baik. Apabila diberikan secara
intravena, onset kerja adalah 45-90 detik, dengan durasi 10-20
menit. Apabila digunakan secara infiltrasi pada jaringan, onset
kerja 1-5 menit.
- Lidocaine adalah anestesi lokal yang umum digunakan misalnya
pada penjahitan luka, debridemen luka, dan tindakan bedah minor
lainnya seperti sirkumsisi.
- Dosis
✓ Untuk sediaan lidocaine tanpa epinefrin dosis yang
digunakan adalah:
▪ Perkutan
Dewasa: 1–60 ml lidocaine 0,5–1% (5–300 mg)
Anak-anak: maksimal 4–4,5 mg/kgBB
▪ Regional
Dewasa: 10–60 ml lidocaine 0,5 (50–300 mg) dengan
dosis maksimal 4 mg/kgBB
Anak-anak: 3 mg/kgBB
✓ Lidocaine + Epinefrin
▪ Sediaan lidocaine dengan epinefrin dapat digunakan
untuk anestesi lokal, regional, blok saraf perifer, serta
anestesi epidural dan kaudal. Setiap ml sediaan injeksi
mengandung 20 mg lidocaine HCl dengan 5 mcg
epinefrin.
▪ Dosis pemberian bergantung pada rute, tipe tindakan,
durasi yang diinginkan, dan kondisi pasien. Dosis
maksimal dewasa adalah 7 mg/kgBB dan tidak
melebihi 500 mg. Dosis maksimal anak adalah 3
mg/kgBB, dimana berat badan yang digunakan adalah
berat badan ideal.
b) Bupivakain
- Efek anestesi bupivacaine terjadi dengan menghambat konduksi saraf
dengan menurunkan permeabilitas membran saraf terhadap natrium.
Penurunan depolarisasi membran ini akan meningkatkan ambang batas
eksitabilitas elektrik, sehingga mencegah terjadinya inisiasi dan
transmisi impuls saraf dan fungsi-fungsi sel saraf akan menurun. Efek
anestesi yang timbul ini dipengaruhi oleh diameter sel saraf,
mielinisasi, dan kecepatan konduksi serabut saraf. Untuk memastikan
agar obat dapat menghasilkan efek anestesi yang optimal, obat dapat
diberikan secara subkutan, intradermal, atau submukosa di area ganglia
atau akar saraf. Sistem saraf yang terpengaruhi adalah saraf otonom,
sensorik, dan motorik. Sementara itu, fungsi-fungi saraf yang menurun
adalah fungsi saraf terhadap nyeri, suhu, sentuhan, proprioseptif, dan
tonus otot. Penurunan tonus otot ini dipengaruhi oleh konsentrasi
bupivacaine yang diberikan
- Onset kerja bupivacaine adalah 1-10 menit dan dapat bertahan 3-
9 jam. Konsentrasi puncak akan dicapai dalam 30-45 menit.
- Indikasi bupivacaine adalah sebagai obat anestesi lokal yang digunakan
untuk melakukan anestesi secara regional, epidural, spinal, atau
infiltrasi lokal.
- Dosis
✓ Infiltrasi Lokal, Untuk infiltrasi lokal, bupivacaine 0,25%
dapat digunakan sampai 175 mg dalam satu kali dosis.
Anestesi dapat diberikan berulang setiap 3 jam dan tidak
melebihi 400 mg dalam 24 jam.
✓ Dosis maksimal untuk dewasa dalam satu kali injeksi adalah
175 mg, sedangkan dosis maksimal untuk 24 jam adalah 400
mg. Injeksi dapat diulang sampai maksimal 3 kali pemberian.
✓ Pada ibu hamil, dosis bupivacaine 0,5% dapat ditingkatkan 3–
4 mL setiap intervalnya, namun dosis maksimal yang
diberikan adalah 50–100 mg.
13. Mampu melakukan resusitasi jantung paru
Resusitasi jantung paru (RJP) atau cardiopulmonary resuscitation (CPR)
merupakan pertolongan pertama yang sangat penting dalam penanganan
henti jantung mendadak. RJP adalah serangkaian tindakan penyelamatan
nyawa, untuk meningkatkan kemungkinan seseorang hidup setelah
mengalami henti jantung. RJP terdiri dari komponen kompresi dada
dan ventilasi.
BLS berdasarkan guideline American Heart Association (AHA) tahun
2020, terdiri atas 3 komponen, yaitu kompresi dada (circulation), jalan
napas (airway), dan pernapasan (breathing) atau disingkat menjadi C-A-
B.
1) Pemeriksaan Kesadaran
Pemeriksaan kesadaran dapat menggunakan metode AVPU (alert, voice
responsive, pain responsive, unresponsive). Pasien dikatakan alert
apabila sadar penuh, jika tidak ada respon, berikan respon suara (voice),
lalu beri rangsang nyeri (pain). Jika tidak ada respon sama sekali pasien
dikategorikan sebagai unresponsive.
2) Pemeriksaan Nadi
Pemeriksaan nadi dengan cepat dilakukan dengan meraba denyut arteri
karotis atau arteri radialis. Penolong tidak boleh memeriksa denyut nadi
>10 detik. Jika nadi tidak terasa dalam waktu tersebut, penyelamat harus
memulai kompresi dada.
3) Pemeriksaan Pernapasan
Pemeriksaan frekuensi dan pola pernapasan dilakukan dengan metode
look-listen-feel. Metode ini dilakukan dengan melihat gerakan dada pasien,
sambil mendekatkan telinga penolong ke hidung dan mulut pasien untuk
mendengar dan merasakan hembusan udara dari sistem pernapasan.
4) Aktifkan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat
Saat menemukan orang dengan tanda henti jantung, yaitu tidak berespon,
tidak teraba denyut nadi, dan tidak bernapas atau pola pernapasan
abnormal, maka penolong harus segera memanggil bantuan untuk
mengaktifkan sistem penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT)
RJP pada neonatus dan RJP pada bayi dan anak memiliki
prosedur yang berbeda dengan pasien dewasa.
✓ Kompresi Dada Pada Neonatus
Kompresi dada diindikasikan pada neonatus yang memiliki
denyut jantung dibawah 60 kali/menit, meskipun sudah
diberikan VTP yang adekuat melalui intubasi. Terdapat dua
teknik kompresi yang dapat dilakukan, yaitu teknik 2-ibu jari
dan teknik 2-jari.
Kompresi dilakukan pada sepertiga bawah tulang sternum
dengan kedalaman sekitar sepertiga diameter anteroposterior
dada. Kompresi dilakukan dengan rasio kompresi banding
ventilasi 3:1, dengan kecepatan 90 kompresi dan 30 napas
dalam 1 menit. Evaluasi denyut jantung dilakukan setelah 60
detik dengan rekomendasi penilaian menggunakan EKG.
Kompresi dihentikan apabila denyut jantung ≥60 kali/menit
✓ Kompresi Dada Pada Bayi dan Anak
Pada anak usia ≤8 tahun dapat menggunakan teknik 1 tangan,
dan pada anak usia >8 tahun dapat menggunakan teknik 2
tangan. Petugas kesehatan yang melakukan kompresi dada
harus berada dalam posisi yang cukup tinggi untuk mencapai
regangan lengan yang cukup sehingga dapat menggunakan
berat badannya secara adekuat untuk mengkompresi dada. Pada
bayi, digunakan kekuatan jari tangan untuk mengkompresi
dada secara adekuat
Mengukur nyeri bisa menggunakan VAS (visual analog scale) atau NRS
(numeric pain rating scale)
• Tidak nyeri = 0
• Mild (ringan) = 1 – 3 -> asmef/acetaminophen
• Moderate (sedang) = 4 – 6 ->NSAID+opioid lemah (codein)
• Severe (berat) = 7-10 -> NSAID+opioid kuat (morfin)
NIM : C014192150
Maintenance : 2ccx70kg=140cc/jam
= ½ (1120)+140+280 = 980cc
= ¼ (1120)+140+280= 700cc
=140+280=420cc
RUMUS TRANSFUSI DARAH BERDASARKAN NILAI HB
2. Penjelasan terkait qSofa dan SIRS
Gejala: Gejala:
Henti Napas Nyeri Dada
Penurunan Kesadaran Sulit Bernapas
Hilang Nadi
Gagal nafas adalah suatu kondisi dimana sistem respirasi gagal untuk
melakukan fungsi pertukaran gas, pemasukan oksigen dan pengeluaran
karbondioksida. Ketidakmampuan itu dapat dilihat dari kemampuan
jaringan untuk memasukkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida.
• Metode FLACC
Anak-anak menilai rasa sakit dari angka 0, yang berarti tidak ada
rasa sakit, hingga angka 10 rasa sakit terparah. Metode penilaian
rasa sakit ini dapat digunakan pada anak-anak dengan usia 7 - 8
tahun. Pada usia tersebut, anak-anak memang telah memahami
bahasa.Namun mereka masih sulit dalam menyampaikan hal yang
dirasakan.